29 June 2025

Disinilah Pertempuran Lengkong Disini terjadi pertempuran Lengkong yang disebut sebagai salah faham komando Diponegoro oleh Sentot Ali Pasha Prawirodirjo sehingga ada 25 pangeran dan kerabat inti kasultanan Yogya yang gugur. Dalam catatan Belanda : Lengkong berada di perbatasan Sleman dan Kedu dan terjadi pada 30 Juli 1826. (Louw dan De Klerck 1894-1909, II:386-87). Pasukan ini konon berniat berembug dengan Diponegoro di Dekso, tetapi Pangeran telah meninggalkan Dekso ke arah lereng Merapi. Rombongan para pangeran kemudian meninggalkan Dekso menuju Kuthanegara. Saat melewati Lengkong, terjadi penyergapan oleh sekitar 2000 faksi pimpinan Sentot Prawiirodirjo. Terjadi pertempuran yang tidak seimbang. Tewasnya para bangsawan Yogyakarta termasuk seorang wali anak Sultan Hamengkubuwono V , [ Pangeran Panular bin HB I dari garwa padmi Blambangan ] juga beberapa anggota senior keluarga kerajaan, dan tiga bupati oleh sejarawan Inggris Peter Carey dilukiskan sebagai "Musnahnya bunga bangsawan Yogyakarta". Diponegoro yang saat itu berada di Rejoso, Kedu (saat ini Kabupaten Magelang) menerima kabar penyergapan merasakan bahwa adanya salah memahami komandonya, ia segera berbalik ke arah Lengkong dan menemukan saudara dan kerabatnya telah gugur. Ia sangat bersedih, diceritakan ia mengumpulkan jenazah kerabatnya sambil menutup mukanya dengan sorbannya. Kemudian ia memerintahkan Kaji Baharudin memimpin pengurusan jenazah dan dimakamkan pada 30 Juli hingga 1 Agustus 1826. Pangeran Diponegoro memerintahkan penghentian perang selama satu pekan. Para putra dalem yang gugur antara lain (akan ditambahkan) 1. Bendara Pangeran Haryo Panular bin Sultan HB I dari garwa Bendara Mas Ayu Tandhawati, Blambangan (wali Sultan HB V) penulis Babad Bedhahing Ngayugyakarta - pernah mbah kakungnya. 2. Bendara Pangeran Haryo Murdoningrat/Mertosono bin Sultan HB II dari GKR Kedaton (baru saja pulang dari pengasingan bersama Sultan HB II dan menjadi wali Sultan HB V) - pernah pakliknya. 3. Pangeran Haryo Danupoyo bin Sultan ? (belum jelas) 4. Pangeran Haryo Suryowijoyo/ Ngabdul Samsu bin Sultan HB III dari garwa Bandara Mas Ajeng Widya (pernah adik beda ibu) 5. Pangeran Haryo Hadiwinoto bin Sultan HB II dari garwa Bendara Raden Ayu Dayaraga (pernah pakliknya) 6. Pangeran Haryo Notoboyo/Muryani bin Sultan HB II dari garwa Bandara Mas Ajeng Dayaraga (pernah pakliknya) 7. Pangeran Haryo Ngabdul Ngaripin Hadiwijoyo bin Sultan HB II dari garwa Bandara Mas Ajeng Mirmasari (pernah pakliknya) 7. Pangeran Haryo Purwokusumo/Mangkudipuro/Joyokusumo bin Sultan HB II dari garwa Bandara Raden Ayu Manyanasari (pernah pakliknya) 8. Tumenggung Wongsokusumo bin Pangeran Haryo Hangabehi bin Sultan HB I dari garwa Bandara Raden Tilarso (pernah pakliknya) kadet Nyutra 9. Tumenggung Purwodipuro, Wedana Gedhong Tengen. Asisten Residen Crawford di Kedu. Suami Bandara Raden Ayu Purwadipura binti Sultan HB I dari garwa Bandara Mas Ayu Sari (pernah suami mbah putrinya) 10. Raden Tumenggung Nitinegoro (pendherek Bupati) 11. Raden Tumenggung Mangunjoyo (pendherek Bupati) Perang selalu meninggalkan jejak duka. Ia bukan membagi dua hitam dan putih secara tegas. Politik kekuasaan kadang menghancurkan, menceraiberaikan keluarga. Hari ini kita pun melihatnya. Perpecahan politik mengubah teman menjadi lawan. Sumber Babad Diponegoro Carey, Peter. 2022. Percakapan dengan Diponegoro Tempat dikuburkannya para pangeran kasultanan kini merupakan Pasarean Haryo Panular atau Pangeran Murdoningrat di Padukuhan Lengkong, Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Tempel, Sleman. Berdasar papan yang ada dalam makam, pada tahun 1925 trah Raden Mas Adipati Haryo Joyodiningrat yaitu putra Gusti Pangeran Haryo Murdoningrat (butir 2 diatas) yang saat itu menjabat sebagai Bupati Karanganyar (bekas brang kulon kasultanan, sekarang masuk Kebumen) membangun cungkup ini dan kembali dipugar pada 1964 oleh buyut GPH Murdoningrat yang juga dokter Sultan HB VIII (Raden Mas Abdulkadir). Letaknya di timur Kali Krasak, dan di seberang merupakan wilayah Ngluwar, Kabupaten Magelang. Benar seperti laporan Belanda bahwa pertempuran terjadi di timur perbatasan Kasultanan dengan Kedoe. Dimana Pangeran Diponegoro berpindah-pindah dalam melakukan gerilya. Klik gambar untuk perbesar Source Foto 1, 2 dan 4 unknown (please refer if it yours, thankyou) Foto 3 - google earth Foto 5 - sseratan blogspot

 Disinilah Pertempuran Lengkong


Disini terjadi pertempuran Lengkong yang disebut sebagai salah faham komando Diponegoro oleh Sentot Ali Pasha Prawirodirjo sehingga ada 25 pangeran dan kerabat inti  kasultanan Yogya yang gugur.



Dalam catatan Belanda : Lengkong berada di perbatasan Sleman dan Kedu dan terjadi pada 30 Juli 1826. (Louw dan De Klerck 1894-1909, II:386-87). 


Pasukan ini konon berniat berembug dengan Diponegoro di Dekso, tetapi Pangeran telah meninggalkan Dekso ke arah lereng Merapi. 

Rombongan para pangeran kemudian meninggalkan Dekso menuju Kuthanegara. 

Saat melewati Lengkong, terjadi penyergapan oleh sekitar 2000 faksi pimpinan Sentot Prawiirodirjo. Terjadi pertempuran yang tidak seimbang.


Tewasnya para bangsawan Yogyakarta termasuk seorang wali anak Sultan Hamengkubuwono V , [ Pangeran Panular bin HB I dari garwa padmi Blambangan ] juga beberapa anggota senior keluarga kerajaan, dan tiga bupati oleh sejarawan Inggris Peter Carey dilukiskan sebagai "Musnahnya bunga bangsawan Yogyakarta". 


Diponegoro yang saat itu berada di Rejoso, Kedu (saat ini Kabupaten Magelang) menerima kabar penyergapan merasakan bahwa adanya salah memahami komandonya, ia segera berbalik ke arah Lengkong dan menemukan saudara dan kerabatnya telah gugur. Ia sangat bersedih, diceritakan ia mengumpulkan jenazah kerabatnya sambil menutup mukanya dengan sorbannya. 


Kemudian ia memerintahkan Kaji Baharudin memimpin pengurusan jenazah dan dimakamkan pada 30 Juli hingga 1 Agustus 1826. Pangeran Diponegoro memerintahkan penghentian perang selama satu pekan.


Para putra dalem yang gugur antara lain (akan ditambahkan) 


1. Bendara Pangeran Haryo Panular bin Sultan HB I dari garwa Bendara Mas Ayu Tandhawati, Blambangan (wali Sultan HB V) penulis Babad Bedhahing Ngayugyakarta - pernah mbah kakungnya.


2. Bendara Pangeran Haryo Murdoningrat/Mertosono bin Sultan HB II dari GKR Kedaton (baru saja pulang dari pengasingan bersama Sultan HB II dan menjadi wali Sultan HB V) - pernah pakliknya.


3. Pangeran Haryo  Danupoyo bin Sultan ? (belum jelas)


4. Pangeran Haryo Suryowijoyo/ Ngabdul Samsu bin Sultan HB III dari garwa Bandara Mas Ajeng Widya (pernah adik beda ibu)


5. Pangeran Haryo Hadiwinoto  bin Sultan HB II dari garwa Bendara Raden Ayu Dayaraga (pernah pakliknya)


6. Pangeran Haryo Notoboyo/Muryani bin Sultan HB II dari garwa Bandara Mas Ajeng Dayaraga (pernah pakliknya)


7. Pangeran Haryo Ngabdul Ngaripin Hadiwijoyo bin Sultan HB II dari garwa Bandara Mas Ajeng  Mirmasari (pernah pakliknya)  


7. Pangeran Haryo  Purwokusumo/Mangkudipuro/Joyokusumo bin Sultan HB II dari garwa Bandara Raden Ayu Manyanasari (pernah pakliknya)


8. Tumenggung Wongsokusumo bin Pangeran Haryo Hangabehi bin Sultan HB I dari garwa Bandara Raden Tilarso (pernah pakliknya) kadet Nyutra


9. Tumenggung Purwodipuro, Wedana Gedhong Tengen. Asisten Residen Crawford di Kedu. Suami Bandara Raden Ayu Purwadipura binti Sultan HB I dari garwa Bandara Mas Ayu Sari (pernah suami mbah putrinya)


10. Raden Tumenggung Nitinegoro (pendherek Bupati)


11. Raden Tumenggung Mangunjoyo (pendherek Bupati)


Perang selalu meninggalkan jejak duka. 

Ia bukan membagi dua hitam dan putih secara tegas. Politik kekuasaan kadang menghancurkan, menceraiberaikan keluarga.


Hari ini kita pun melihatnya. Perpecahan politik mengubah teman menjadi lawan. 


Sumber

Babad Diponegoro

Carey, Peter. 2022. Percakapan dengan Diponegoro


Tempat dikuburkannya para pangeran kasultanan kini merupakan Pasarean Haryo Panular atau Pangeran Murdoningrat di Padukuhan Lengkong, Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Tempel, Sleman.


Berdasar papan yang ada dalam makam, pada tahun 1925 trah Raden Mas Adipati Haryo Joyodiningrat yaitu putra Gusti Pangeran Haryo Murdoningrat (butir 2 diatas) yang saat itu menjabat sebagai Bupati Karanganyar (bekas brang kulon kasultanan, sekarang masuk Kebumen) membangun cungkup ini dan kembali dipugar pada 1964 oleh buyut GPH Murdoningrat yang juga dokter Sultan HB VIII (Raden Mas Abdulkadir).


Letaknya di timur Kali Krasak, dan di seberang merupakan wilayah Ngluwar, Kabupaten Magelang. Benar seperti laporan Belanda bahwa pertempuran terjadi di timur perbatasan Kasultanan dengan Kedoe.  Dimana Pangeran Diponegoro berpindah-pindah dalam melakukan gerilya.


Klik gambar untuk perbesar


Source 

Foto 1, 2 dan 4 unknown (please refer if it yours, thankyou)

Foto 3 - google earth

Foto 5 - sseratan blogspot

No comments:

Post a Comment