25 February 2019

Sejarah Bioskop di Magelang

Sejarah Bioskop di Magelang   
Oleh : Bagus Priyana 

BIOSKOP KRESNA, "HADIR KEMBALI" SETELAH 22 TAHUN TUTUP

Bagi masyarakat di Kota Magelang tentu tidak asing lagi dengan Bioskop Kresna. Bioskop legendaris di pojok Aloon-aloon, tepat di gerbang Pecinan ini begitu populer khususnya untuk generasi usia 40 tahun ke atas.
Bentuk bangunan yang khas menjadi penanda akan keberadaan bioskop ini.
Sejak beroperasi di tahun 1955, bioskop ini menjadi tempat terfavorit buat mencari hiburan. Bioskop ini berdiri di atas bekas apotik legendaris di jaman Belanda yaitu Apotik van Gorkom.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bioskop Kresna menjadi saksi sejarah kota kita selama hampir 50 tahun.
Sejak Liem Ting Lok memimpin kongsi 12 orang untuk mendirikan bioskop ini pada 1955, bioskop Kresna mampu menjadi idola masyarakat dalam rentang tahun 1955 hingga pertengahan 1990an.
Bah Ting Lok, demikian sapaan akrab Liem Ting Lok, juga menjadi pengurus Bioskop Globe. Rumahnya terletak di Jl. Kawatan no. 2 (kini Jl. Sigaluh), persis di belakang Bioskop Kresna.
Berbagai film ditayangkan, baik film lokal, India (Bolywood), Hongkong (mandarin) maupun Amerika (Holywood). Terlebih saat liburan lebaran, dapat dipastikan jika bioskop ini dipenuhi dengan antrian masyarakat. 
Misalnya saja di awal era tahun 1990an, film Warkop DKI, SAUR SEPUH, TUTUR TINULAR mampu menghibur penonton.
Tidak ketinggalan lagu, tarian dan deretan artis-artis cantik dalam film India selalu di tunggu oleh masyarakat.
Harga tiket yang terjangkau untuk kalangan masyarakat, membuat Bioskop Kresna selalu dijubeli penonton. Separo harga jika yang nonton adalah pelajar, cukup memakai kartu OSIS saja. Misalnya harga tiket untuk umum Rp 300,- maka harga untuk pelajar bisa Rp 100 hingga Rp 150,-. Benar-benar murah meriah untuk ukuran saat itu.
Terlebih dalam sehari ada beberapa kali jam tayang, dimana di akhir pekan ada tambahan jam tayang. 
Bahkan karena saking antusiasnya masyarakat dalam menonton, dimanfaatkan oleh para calo karcis untuk mendapatkan keuntungan. Caranya, karcis seharga Rp 300,- dijual kembali kepada calon penonton yang tidak kebagian karcis menjadi Rp 325,- hingga Rp 350,-, tergantung dari jenis filmnya. Repotnya jika para calo karcis ini sudah membeli karcis tapi diluar dugaan ternyata pembelinya sedikit. Bukannya untung tapi malah buntung.
Penonton di bagi dalam beberapa kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3. Kelas di bagi menurut posisi duduk. Kelas 1 posisi duduk di paling belakang dan letaknya paling atas. Kelas 2 di tengah-tengah dan kelas 3 tepat didepan layar.
Posisi kelas mempengaruhi harga tiket, kelas 1 paling mahal dan kelas 3 tentu saja yang paling murah.
Kursi kayu dengan alas dan sandaran memakai rotan menjadi tempat duduk yang kurang nyaman buat penonton karena seringkali menjadi tempat hidup buat si kutu tengil yang disebut dengan "tinggi". Bisa dipastikan sehabis menonton, pantat pengunjung pada bentol-bentol merah dan gatal karena di gigit oleh si "tinggi" ini.
Kadang kala, tikus berseliweran di antara kaki pengunjung yang membuat makin tidak nyaman. Tetapi cerita ini menjadi kenangan tersendiri buat masyarakat yang pernah menikmatinya.
Banyak pedagang kecil ikut mengais rejeki di muka bioskop. Diantaranya berjualan obat, nomer buntut, makanan kecil, dll. Benar-benar bioskop Kresna mampu menjadi daya tarik tersendiri dan memberi rejeki buat sebagian kalangan masyarakat. 
Di era kejayaannya, Bioskop Kresna tidaklah sendiri menghibur masyarakat melalui tayangan layar lebarnya. Di sebelah utara ada Bioskop Rahayu (dahulu Roxy dan Abadi), ada Magelang dan Tidar Theater, ada Bioskop Bayeman di jalan Bayeman, ada Bioskop Globe atau Bima di kawasan Ampera jalan Tidar kini, dsb.
Jauh sebelumnya di jaman Belanda ada Bioskop Roxy dan Alhambra di Panti PERI di Botton.
Kemunculan televisi swasta di awal tahun 1990an membuat industri perbioskopan menjadi lesu. Yang pada akhirnya Bioskop Kresna menutup layarnya pada tahun 1995 setelah 40 tahun menghibur masyarakat Magelang.
Selama rentang 22 tahun kondisi gedung bioskop ini mangkrak (1995-2017). Sekitar 3 tahun lalu bagian dalam bioskop di bongkar, hanya menyisakan fasad depan saja.
Sekitar 2 tahun lalu, dinding bagian atas juga dibongkar. Alhamdulillah sebagian dinding masih tersisakan.
Kini di tahun 2017, setelah 22 tahun bioskop berhenti beroperasi, Bioskop Kresna "hadir kembali" menyapa warga Magelang dengan tampilan terbaru.
Pada halaman depan dibuatkan taman yang indah, dilengkapi dengan tempat duduk. Beberapa poster film juga terpasang dengan baik di muka dinding tembok. Bahkan Sean Conery, sang pemeran James Bond agen 007 pun tak segan untuk "beraksi" kembali di layar bioskop ini.
Hasil penelusuran hari ini Jumat (18/8) tampak sejumlah masyarakat Magelang "mengantri" tiket buat nonton film di Bioskop Kresna Magelang. 
Pun juga ada pengunjung yang cuma sekadar melihat-lihat poster film yang akan di tayangkan.
Anda kangen dengan bioskop Kresna?
Jangan lewatkan kesempatan ini. Mari bernostalgia di bioskop legendaris ini.
Nonton yuk.







Sumber :
https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/search/?query=bioskop&epa=SEARCH_BOX


BIOSKOP MAGELANG & TIDAR THEATER TAHUN 1985
Apa cerita dan kenanganmu dengan tempat ini?
(Foto : kolpri)






Sumber :

https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/search/?query=bioskop&epa=SEARCH_BOX


BIOSKOP KRESNA "KEMBALI HADIR" MENGGUGAH MEMORI DI EDISI SUARA KEDU (KORAN SUARA MERDEKA), TERBIT SELASA 29 AGUSTUS 2017
Tampak dalam gambar Walikota dan Wakil Walikota berkesempatan untuk mengunjungi eks bioskop Kresna Senin kemarin (28/8) dan di temui oleh pemilik bangunan.
(Foto & liputan : Jang Asep)


Sumber :
https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/search/?query=bioskop&epa=SEARCH_BOX



MAGELANG TEMPO DOELOE
Bioskop Bajeman atau Bioskop Bayeman terletak ini di Djalan Bajeman/Jl. Tentara Pelajar kini. Dan mulai beroperasi di kisaran tahun 1950an, sejaman dengan Bioskop Kresna di Petjinan dan Bioskop Bima di Djalan Tidar.
Sedangkan Bioskop Rahaju/Rahayu [sebelumnya bernama Bioskop Roxy dan Abadi] yang ada di Grooteweg Noord/Aloon2 Timur merupakan bioskop yang sudah tua sejaman dengan Bioskop Al Hambra di Jordaanlaan/Bottonweg/Jl. Pahlawan kini yang lahir di jaman Belanda.
Anda punya kenangan dan cerita dengan Bioskop Bayeman ini ?
Mari berbagi cerita dengan Kerabat KTM yang lain.
[sumber : Kalender KTM 2015, foto : koleksi pribadi]


Keterangan foto tidak tersedia.




MAGELANG TEMPO DOELOE : BIOSKOP ROXY
Kemanakah orang-orang mencari hiburan di kala senggang?
Di tahun 1930an orang-orang kaya dan kalangan tertentu secara berkala mengunjungi societeit ataupun bioskop. Bukan sekedar mengunjungi tempat2 tersebut untuk mencari hiburan, akan tetapi juga untuk meningkatkan gengsi.
Societeit itu semacam kafe/diskotik di jaman sekarang ini.
Saat itu ada Societeit DE EENDRACHT yang ada di pojok Aloon-aloon. Ada juga societeit buat orang Cina di Pawirokusuman atau societeit buat orang Jawa di Kampung Jambon.
Disinilah orang-orang biasa berdansa, minum-minum ataupun main bola sodok.
Ataupun menonton film di bioskop2 yang mulai menjamur di kala itu. Sebut saja ada Bioskop Al Hambra di Jordanlaan (kini rumah dinas Bank BNI di Penti Peri Botton) dan Bioskop Roxy di timur Aloon2.
Saat itu film bisu dan hitam putihlah yang di putar dan di tonton. Penonton duduk di kursi-kursi kayu dengan dudukan dan sandaran rotan yang nyaman. Tentu saja tata letaknya di sesuaikan dengan kelas2 tertentu. Tergantung dari harga tiket yang di belinya.
Karena bioskop termasuk barang mewah di saat itu maka hanya kalangan tertentu saja yang menontonnya.
Nah letak Bioskop Roxy sangat strategis. Selain berada di tengah kota juga di apit oleh bangunan penting. Yaitu Restoran Bandung (kini utara Gardena), Eschompto Bank (kini eks Hotel Mulia), Hotel Loze (kini Supermarket Matahari) dan Postkantoor. Dalam rentang jaman Bioskop Roxypun menjelma menjadi Bioskop Abadi di era sesudah Indonesia merdeka. Dan Bioskop Abadi ini sejaman dengan Bioskop Kresna (beroperasi tahun 1955) dan Bioskop Bayeman. Lalu Bioskop Abadi berubah lagi menjadi Bioskop Rahayu hingga tutup beroperasi di akhir era tahun 1980an.
Dan tahukan anda menjadi apakah Bioskop Roxy kini?
(Foto : kolpri)


MAGELANG TEMPO DOELOE : BIOSKOP KRESNA
Di masa sesudah kemerdekaan, tepatnya tahun 1955 berdirilah Bioskop Kresna. Bioskop ini merupakan kongsi antara 13 orang yang di pimpin oleh Liem Ting Lok atau biasa di panggil dengan Bah Ting Lok (wawancara dgn Kho Ping Gwan 2010).
Bioskop ini berdiri di bekas Apotik van Gorkom yang berada di gerbang Pecinan. Apotik van Gorkom sendiri merupakan apotik ternama di jaman Belanda.
Pada jamannya, bioskop ini menjadi idola masyarakat untuk mencari hiburan selain bioskop2 yang lain.
Setiap kali penayangan dapat di pastikan penonton akan berjubel memenuhi loket untuk mengantri tiket.
Apalagi bila film yang di tayangkan dengan artis terkenal atau saat lebaran tiba. Misalnya Dono Kasino Indro dengan Warkopnya, ato Brama Kumbara.
Banyaknya orang yang menonton membuat para pedagang kecil berjualan di depan bioskop ini untuk sekedar menambah penghasilan.
Ada yang jualan rokok, minuman, obat kulit, dll.
Termasuk calo tiket juga berusaha mengais rejeki di bioskop ini.
Kejayaan perbioskopan terjadi di era tahun 1970-1980an. Setiap hari ada sekitar 4 jam tayang. Bahkan jika di hari Sabtu, Minggu dan hari libur ada tambahan jam tayang.
Munculnya televisi swasta dan CD yang menampilkan film-film membuat lesunya perbioskopan.
Termasuk yang kena imbasnya adalah Bioskop Kresna ini.
Tepat sesudah melayani masyarakat Magelang di dunia hiburan selama 40 tahun, maka pada tahun 1995 Bioskop Kresna secara resmi mengakhiri operasionalnya.
 — bersama Purwadi Arka.


MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 9 - tamat)
4. MASA REDUP "LAJAR IDOEP" (1988-2011)
Munculnya televisi swasta dan CD (Compact Disk) serta perubahan gaya hidup masyarakat, memukul telak kehidupan perbioskopan. Kondisi internal bioskop yang apa adanya menambah beban pukulan itu, misalnya tempat yang kotor, kurang bersih, kursi yang rusak, dsb.
Belum lagi munculnya raksasa perbioskopan di kota besar, serta sistem jaringan perfilman dan distribusi film, makin membuat bioskop-bioskop kecil makin terkapar.
Tidak bisa tidak, bioskop-bioskop kecil bertahan sekuat tenaga untuk tetap bisa mengembangkan layar. Ada yang mampu bertahan tetapi juga yang terpaksa menggulung layarnya.
Di akhir tahun 1980-an masih ada beberapa bioskop di Magelang, diantaranya Bioskop Rahayu, Bioskop Kresna, Bioskop Bayeman, Bioskop Magelang dan Tidar.
Sekitar tahun 1987, Bioskop Rahayu menggulung layarnya dan 'mengubah diri' menjadi Supermarket Gardena. Tahun 1995 menyusul Bioskop Kresna di Pecinan setelah 40 tahun mengibarkan layarnya dari tahun 1955. Gedungnya dibiarkan mangkrak hampir 20 tahun sampai di bongkar bagian belakang dan menara atasnya.
Bioskop Bayeman menyusul sekitar tahun 1998 setelah hampir 50 tahun memutar proyektor. Sekitar tahun 2010, bangunannya di bongkar rata dengan tanah.
Dan yang cukup bertahan adalah Bioskop Magelang dan Tidar yang mampu memutar proyektor hingga 2011.
Kedua bioskop ini mampu bertahan karena beberapa hal, meskipun setiap kali pemutaran film, jumlah penonton makin menurun. Kadang karena saking sedikitnya jumlah penonton, terpaksa harus dibatalkan.
Pada 2011, Bioskop Magelang (Magelang Theater) menyajikan persembahan film terakhir bagi warga Magelang, yaitu memutar film berjudul "Tendangan dari Langit". Entah mengapa sang pengelola memilih judul film ini, seolah sebuah isyarat berupa sebuah 'tendangan' telak dari Yang Maha Kuasa yang ada di langit untuk menunaikan tugas mengakhiri masa beroperasinya proyektor dan menggulung layar.
Meski gedungnya masih berdiri, tapi mangkrak dan mengalami kerusakan yang parah. Tak ubahnya dengan gedung terlantar.
Tahun 2011 merupakan masa akhir dari dunia 'lajar idoep' setelah hampir 100 tahun eksis menghibur masyarakat Magelang dari masa ke masa dan dari berbagai kalangan. Dari masa Hindia Belanda, Jepang, pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru dan kini.
Puluhan bioskop beroperasi, puluhan layar dibentangkan, bahkan ribuan filmpun sudah diputar.
Tidak ada yang abadi, semua berputar mengikuti jaman. Berputar laksana proyektor yang sedang memutar roll film. Masa redup perbioskopan ini membuat satu persatu menggulung layarnya.
Tetapi, bioskop tersebut telah membuat sejarah yang akan tercatat dalam arsip dan memori para pencintanya. Meskipun bisa jadi secara fisik, bangunan bioskop tersebut tinggal cerita semata.
Tersebutlah De Eendracht, Glory, Reyneke, Globe, Roxy, Alhambra, Merapi, Kresna, Rex, Bayeman, Mutiara, Kartika, Rejowinangun, Bima, Ampera, Abadi, Rahayu, Bayeman, Magelang dan Tidar. Semua akan tercatat dalam saksi sejarah kota ini.
Peran Kho Tji Ho, Liem Ting Lok, Tan Kieng Tiong dan para pengelola bioskop lainnya tidak bisa di abaikan begitu saja. Peran mereka teramat penting meski cuma di balik layar.
Peran para operator, penjual karcis, penjaga pintu masuk, tukang pembersih ruangan bioskop, dll menjadi kunci kelancaran film selama proses beroperasinya bioskop.
Peran para bakul obat, penjual kacang godog, pedagang minuman, para calo, dll berusaha mengais rezeki di antara ratusan penonton yang hadir setiap jam penayangan.
Bagaimanapun juga, peran bioskop tidak bisa di abaikan begitu saja. Bioskop menjadi saksi sejarah bagi pertumbuhan kota kita ini.
Tamat.
=====
Foto di bawah ini adalah bekas Bioskop Kresna di Jl. Pemuda Pecinan Magelang yang di bongkar beberapa tahun lalu. Masih tersisa sebagian bagian fasad depan. (foto : Novo Indarto).
Sumber:
- Harnawan, Tedy, Gaya hidup orang Indo di Magelang 1906-1942, skripsi, FIB UGM 2014.
- Adi, Dimas. Industri di Magelang 1906-1942, skripsi, FIB UGM 2016.
- FB KOTA TOEA MAGELANG
- buku telepon Magelang tahun 1939, 1941, 1951, 1966, 1972
- majalah Magelang Vooruit 1935
- berbagai sumber.
 
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 9 - tamat)
4. MASA REDUP "LAJAR IDOEP" (1988-2011)
Munculnya televisi swasta dan CD (Compact Disk) serta perubahan gaya hidup masyarakat, memukul telak kehidupan perbioskopan. Kondisi internal bioskop yang apa adanya menambah beban pukulan itu, misalnya tempat yang kotor, kurang bersih, kursi yang rusak, dsb.
Belum lagi munculnya raksasa perbioskopan di kota besar, serta sistem jaringan perfilman dan distribusi film, makin membuat bioskop-bioskop kecil makin terkapar.
Tidak bisa tidak, bioskop-bioskop kecil bertahan sekuat tenaga untuk tetap bisa mengembangkan layar. Ada yang mampu bertahan tetapi juga yang terpaksa menggulung layarnya.
Di akhir tahun 1980-an masih ada beberapa bioskop di Magelang, diantaranya Bioskop Rahayu, Bioskop Kresna, Bioskop Bayeman, Bioskop Magelang dan Tidar.
Sekitar tahun 1987, Bioskop Rahayu menggulung layarnya dan 'mengubah diri' menjadi Supermarket Gardena. Tahun 1995 menyusul Bioskop Kresna di Pecinan setelah 40 tahun mengibarkan layarnya dari tahun 1955. Gedungnya dibiarkan mangkrak hampir 20 tahun sampai di bongkar bagian belakang dan menara atasnya.
Bioskop Bayeman menyusul sekitar tahun 1998 setelah hampir 50 tahun memutar proyektor. Sekitar tahun 2010, bangunannya di bongkar rata dengan tanah.
Dan yang cukup bertahan adalah Bioskop Magelang dan Tidar yang mampu memutar proyektor hingga 2011.
Kedua bioskop ini mampu bertahan karena beberapa hal, meskipun setiap kali pemutaran film, jumlah penonton makin menurun. Kadang karena saking sedikitnya jumlah penonton, terpaksa harus dibatalkan.
Pada 2011, Bioskop Magelang (Magelang Theater) menyajikan persembahan film terakhir bagi warga Magelang, yaitu memutar film berjudul "Tendangan dari Langit". Entah mengapa sang pengelola memilih judul film ini, seolah sebuah isyarat berupa sebuah 'tendangan' telak dari Yang Maha Kuasa yang ada di langit untuk menunaikan tugas mengakhiri masa beroperasinya proyektor dan menggulung layar.
Meski gedungnya masih berdiri, tapi mangkrak dan mengalami kerusakan yang parah. Tak ubahnya dengan gedung terlantar.
Tahun 2011 merupakan masa akhir dari dunia 'lajar idoep' setelah hampir 100 tahun eksis menghibur masyarakat Magelang dari masa ke masa dan dari berbagai kalangan. Dari masa Hindia Belanda, Jepang, pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru dan kini.
Puluhan bioskop beroperasi, puluhan layar dibentangkan, bahkan ribuan filmpun sudah diputar.
Tidak ada yang abadi, semua berputar mengikuti jaman. Berputar laksana proyektor yang sedang memutar roll film. Masa redup perbioskopan ini membuat satu persatu menggulung layarnya.
Tetapi, bioskop tersebut telah membuat sejarah yang akan tercatat dalam arsip dan memori para pencintanya. Meskipun bisa jadi secara fisik, bangunan bioskop tersebut tinggal cerita semata.
Tersebutlah De Eendracht, Glory, Reyneke, Globe, Roxy, Alhambra, Merapi, Kresna, Rex, Bayeman, Mutiara, Kartika, Rejowinangun, Bima, Ampera, Abadi, Rahayu, Bayeman, Magelang dan Tidar. Semua akan tercatat dalam saksi sejarah kota ini.
Peran Kho Tji Ho, Liem Ting Lok, Tan Kieng Tiong dan para pengelola bioskop lainnya tidak bisa di abaikan begitu saja. Peran mereka teramat penting meski cuma di balik layar.
Peran para operator, penjual karcis, penjaga pintu masuk, tukang pembersih ruangan bioskop, dll menjadi kunci kelancaran film selama proses beroperasinya bioskop.
Peran para bakul obat, penjual kacang godog, pedagang minuman, para calo, dll berusaha mengais rezeki di antara ratusan penonton yang hadir setiap jam penayangan.
Bagaimanapun juga, peran bioskop tidak bisa di abaikan begitu saja. Bioskop menjadi saksi sejarah bagi pertumbuhan kota kita ini.
Tamat.
=====
Foto di bawah ini adalah bekas Bioskop Kresna di Jl. Pemuda Pecinan Magelang yang di bongkar beberapa tahun lalu. Masih tersisa sebagian bagian fasad depan. (foto : Novo Indarto).
Sumber:
- Harnawan, Tedy, Gaya hidup orang Indo di Magelang 1906-1942, skripsi, FIB UGM 2014.
- Adi, Dimas. Industri di Magelang 1906-1942, skripsi, FIB UGM 2016.
- FB KOTA TOEA MAGELANG
- buku telepon Magelang tahun 1939, 1941, 1951, 1966, 1972
- majalah Magelang Vooruit 1935
- berbagai sumber.
 
Gambar mungkin berisi: luar ruangan
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 8).
D. BIOSKOP MUTIARA
Era tahun 1970-1980-an merupakan masa kejayaan perbioskopan di Magelang. Bak cendawan di musim hujan, bak pohon jati meranggas di musim kemarau. Maka bermuncullah bioskop-bioskop di penjuru kota.
Misalnya saja ada Bioskop Kartika (kini Kodim), Mutiara (kini SMAN 3 Jl. Medang Nanggulan), Rejowinangun Theater (kini Gereja Alfa Omega di Paten Gunung), atau bioskop yang mengalami perubahan nama seperti Rahayu (kini Supermarket Gardena), Ampera (kini Bank Niaga Jl. Tidar). Sebelumnya, di tahun 1946 muncul Bioskop Merapi. Belum diketahui cerita sejarah dan lokasinya.

Bioskop Mutiara muncul tidak serta merta sebagai sebuah bioskop. Awalnya gedung yang dipakai adalah sebuah aula dari sebuah sekolah THHK (Tionghoa Hwa Kwee) yang mana pada tahun 1965-1966 berhenti beroperasi karena dampak peristiwa nasional G30S.
Lalu karena tidak dipakai maka gedung aulanya berubah fungsi menjadi semacam gedung pertunjukan. Misalnya saja untuk pertunjukan musik, wayang wong, keroprak, dll. Gedung aulanya pernah dipakai sebagai gedung pertunjukan band dan artis ibu kota antara lain Dara Puspita, Eka Sapta, Panca Nada, Tety Kadi, Anna Matovani, Adriana, Ida Royani dsb.
Lalu pernah juga di pakai sebagai Gedung Ketoprak Mataram.
Pengelola gedung rupanya pandai melihat peluang yang menjadi tren dan diminati oleh banyak orang. Maka gedung tersebut di ubah menjadi sebuah gedung bioskop yang bernama Bioskop 'Mutiara'.
Belum diketahui sampai kapan bioskop ini bertahan, tetapi kemudian bangunan ini dipakai sebagai gedung 'SPG' (Sekolah Pendidikan Guru) dan terakhir sebagai Gedung SMAN-3 hingga saat ini.
Foto di bawah ini adalah aula dari sekolah THHK yang pernah menjadi tempat Bioskop Mutiara berada. Kini menjadi aula SMAN 3 Jl. Medang Nanggulan Kota Magelang. Foto tahun 1950-an.
(bersambung)
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 7)
C. BIOSKOP MAGELANG & TIDAR
Di sekitar awal tahun 1980-an, muncullah bioskop 'modern' di jamannya. Bisa dibilang modern karena secara fisik dan fasilitas begitu mewah di eranya. Bioskop tersebut adalah Bioskop Magelang dan Tidar (Magelang & Tidar Theater). Jadi dalam 1 gedung memiliki 2 tempat/layar, yakni Magelang Theater dan Tidar Theater. Masing-masing memiliki kapasitas 800 dan 700 kursi penonton. Lokasinya persis di timur Aloon-aloon (eks Hotel Loze).
Sebelum menjadi gedung bioskop, tempat tersebut adalah sebuah gedung kesenian yang bernama THR (Taman Hiburan Rakyat) Magelang. THR sering dipakai untuk pertunjukan kesenian seperti ketoprak dan wayang orang. Grup Ketoprak macam Siswa Budaya dan Grup wayang Edi Budaya dengan bintangnya Aries Freddy sebagai Gareng telah beberapa kali tampil di THR Magelang.
Setelah era pertunjukan teater tradisional mulai pudar maka gedung tidak terawat karena kekurangan dana dan mulai rusak di sana-sini.
Awalnya pemerintah kota mendirikan gedung olahraga yang megah di eks lahan THR ini, tetapi rupanya sesudah bangunan berdiri di rasa kurang ideal mengingat 2 alasan yakni:
- terlalu dekat dengan pusat kota, dikhawatirkan jika ada pertandingan akan rawan terhadap keamanan
- dibangunnya GOR Samapta di Sanden
Maka dari itu, pemerintah mengubah gedung olahraga tersebut menjadi bioskop, tentu saja dengan mengubah beberapa bagian khususnya pada sisi interior seperti tribun penonton, layar, peredam suara, dll.
Akhirnya gedung itu berubah menjadi 2 bioskop yakni Magelang Teater dan Tidar Teater. Maka mulailah bioskop ini menghibur wong magelang dengan sajian film-filmnya.
Letaknya sangat strategis, dekat dengan Aloon-aloon dan Pecinan. Terlebih fasilitas yang diberikan juga terbilang mewah di jamannya yaitu ruangan diberi AC (Air Conditioner) yang membuat udara menjadi sejuk sehingga bioskop ini terkenal dengan sebutan "Magelang Theater Central AC".
Mudahnya mengakses lokasi dan fasilitas 'wah' membuat bioskop ini melejit meninggalkan bioskop lawas seperti Bioskop Rahayu, Kresna, Bima dan Bayeman. Meskipun harga tiket yang ditawarkan lebih tinggi daripada bioskop lainnya.
Kedua bioskop ini mengincar segmen menengah ke atas sehingga dipastikan yang menonton rata-rata adalah berkecukupan.
Khusus di Magelang Theater memiliki tayangan khusus yang disebut dengan "midnight show" yaitu penayangan di malam hari dengan film berkualitas dengan harga tertentu. Film yang diputar sangat eksklusif karena belum diputar oleh bioskop lain di Magelang. Dan yang pasti filmnya masih terbilang baru. Misalnya pada Rabu 31 Desember 1997 ditayangkan 2 film menyambut tahun baru yakni 'Face Off' dengan bintang John Travolta dan 'Kamasutra'.
Dua film ini ditayangkan mulai jam 21.30 wib dengan tiket sebesar Rp 10.000,-. Untuk menarik penonton, pihak bioskop menyediakan hadiah door prize berupa lemari es, kipas angin, magic jar, tivi color, radio tape dan aneka hadiah hiburan dari sponsor.
Di masa lebaran tidak beda dengan bioskop yang lain, ada beberapa kali pemutaran film. Ini untuk mensiasati banyaknya pengunjung yang ingin menonton hiburan di suasana libur lebaran.
Sedangkan di hari biasa, Magelang Theater memiliki jam tayang sbb:
- 15.00 wib
- 17.00 wib
- 19.30 wib
- 21.30 wib
Biasanya harga tiket untuk jam tayang siang hari lebih murah dibandingkan jam tayang malam hari.
Sedangkan di Tidar Theater memiliki jam tayang sbb:
- 14.30 wib
- 16.30 wib
- 19.00 wib
- 21.00 wib
Di Tidar Theater juga ada pertunjukan khusus yang cuma di tayangkan sebelum jam tayang resmi, yakni diputar pada jam 13.00 dengan tiket sebesar Rp 400,-. Biasanya di jam tayang ini, film yang diputar berbeda dengan film yang diputar pada jam tayang reguler.
Misalnya pada tanggal 7-8 September 1988, pada jam tayang reguler film yang diputar berjudul "Merpati tak Pernah Ingkar Janji" dengan artis Paramitha Rusady. Tetapi pada film pada jam tayang tambahan diputar film berjudul "Angel Heart" dengan bintang Mickey Rouke dan Robert De Niro.
Tujuan pemutaran film tambahan ini adalah untuk memikat calon penonton untuk menikmati film lain. Dan tentu saja untuk meraih tambahan duit.
(bersambung)
3 Komen
 
 
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 6)
B. BIOSKOP REX (REX THEATER)
Bisa jadi nama Bioskop Rex ini terasa asing bagi masyarakat Magelang. Namanya tidak sepopuler dengan bioskop sejamannya seperti Rahayu, Kresna, Bayeman dan Bima (Globe). Padahal bioskop ini sudah berdiri sejak sekitar tahun 1950.
Apalagi bagi yang lahir di era sesudah tahun 1960-an, tentu saja tidak tidak akan mengenalnya. Hal ini bisa dimaklumi mengingat bioskop ini memakai nama 'Rex' tidaklah lama. Tetapi uniknya dengan nama baru tersebut, operasional bioskop dan bangunan fisiknya masih eksis hingga pertengahan tahun 1995-an.
Bioskop Rex berada di 'Djalan Bajeman 38' dengan pemilik bernama Tan Kieng Tiong dengan pengurusnya Tan Hok Gie. Tan Hok Gie tinggal tidak jauh dari bioskop tersebut yakni di 'Djalan Bajeman 30'.
Letak bioskop sangat strategis berada di ruas jalan utama dan kawasan hunian Bayeman dan Gladiool. Posisi gedung sangat ideal, berada di barat jalan dan menghadap ke timur. Dengan kontur tanah miring ke bawah sehingga ideal untuk untuk deretan kursi tribun penonton. Kapasitas penonton sebanyak 500 kursi. Rex lebih banyak memutar film-film Indonesia dan barat, tetapi segmennya adalah untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Sekitar tahun awal tahun 1952 (?), nama bioskop berubah menjadi Bioskop Bayeman sesuai dengan lokasi bioskop berada. Salah satu yang mengindikasikan perubahan nama tersebut berasal dari sebuah poster film berjudul "Tea for Two" yang diputar pada 15 Februari 1952 yang sudah mencantumkan nama "Bajeman Theater" bukan lagi "Rex Theater".
Belum diketahui alasan perubahan nama ini meskipun pemiliknya masih Tan Kieng Tiong. Kemungkinan perubahan nama ini berkaitan dengan kesulitan masyarakat menyebutkan nama 'Rex'. Bisa jadi masyarakat lebih mudah menyebutkan nama 'Bayeman' karena lokasinya yang berada di Bayeman. Untuk itu, pemilik mengubahnya menjadi 'Bioskop Bayeman'.
Bioskop Bayeman menjadi salah satu bioskop favorit masyarakat sekitar tahun 1970- akhir 1980-an. Apalagi jika di akhir pekan, liburan dan lebaran dapat dipastikan penonton berjubel mengantri tiket film. Jika lebaran akhir tahun 1980 hingga awal tahun 1990-an ada pemutaran film seperti Brama Kumbara, Tutur Tinular, Warkop DKI, dll. Dijamin jika penonton akan melimpah ruah. Calo tiket dan pedagang di luar bioskop dipastikan akan kecipratan rejeki ini.
Sebuah film bisa diputar untuk beberapa bioskop, misalnya film berjudul "Cyborg" dengan bintang laga Jean Claude Van Damme. Film ini diputar di 3 bioskop pada September 1988, yakni di Magelang Theater, Bioskop Kresna dan Bioskop Bayeman. Tentu saja agar penonton bisa menonton dengan baik, antar bioskop jam tayangnya berbeda-beda. Dan tentu saja dengan pemutaran film yang sama bisa menghemat beaya "beli" film dari distributor film.
Jam tayang reguler film di Bioskop Bayeman sbb:
- 13.30 wib
- 15.30 wib
- 18.00 wib
- 20.00 wib
Awal tahun 1990-an kondisi perbioskopan mulai lesu seiring dengan bermunculannya televisi swasta dan Compact Disk. Pada sekitar tahun 1996-an, bioskop ini mengakhiri kiprahnya dalam dunia 'gambar idoep'. Di sekitar tahun itulah layar Bioskop Bayeman digulung menutup era keemasannya.
(bersambung)
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 2)
Salah satu bioskop yang terkenal di jaman Hindia Belanda adalah Bioskop Roxy atau Roxy Theater. Bioskop yang terletak di Grooteweg Noord (Aloon-aloon timur, kini Supermarket Gardena) ini menjadi salah satu bioskop favorit kalangan masyarakat Eropa yang tinggal di Magelang.
Roxy awalnya menyewa sebuah gedung di timur Aloon-aloon dengan membayar uang muka sebesar f 2.500 dan harus membayar pajak bioskop sebesar f 400 per bulan. Letaknya persis di timur Societeit De Eendracht (kini Bank BCA).
Posisinya sangat strategis karena juga berdekatan dengan Restoran Bandung, Bank Escompto, Hotel Loze, kantor pos, Stopplaats Aloon-aloon, Pecinan dan kawasan pemukiman Eropa di Poncol.
Karena letaknya persis di Stopplaats Aloon-aloon dan didepannya melintas rel kereta uap maka ketika ada kereta uap lewat dan berhenti, dapat dipastikan jika suara gemuruh kereta uap akan bisa masuk ke dalam ruangan bioskop. Dan tentu saja para penonton akan terganggu dengan suara tersebut.
Bangunannya megah Roxy menghadap ke jalan raya dengan struktur batu bata yang kuat dan di cat warna putih. Film yang diputar di bioskop ini adalah film-film luar negeri, tentu saja film yang diputar masih berupa hitam putih. Pada tahun 1935, Roxy memutar film berjudul 'Gruss and Russ Veronika'.
Pemiliknya bernama Kho Tji Ho sekaligus sebagai pemilik Bioskop Alhambra di Jordaanlaan. Kho Tji Ho adalah seorang Tionghoa, bisnis perfilman di Magelang di saat itu memang dimonopoli oleh orang Tionghoa tetapi mayoritas penontonnya adalah orang-orang Eropa. Pemilik bioskop ini tidak murni berbisnis atau sekadar mencari uang semata, tetapi juga untuk meningkatkan gengsi, citra diri dan popularitas di mata masyarakat dan kalangannya.
Ketika Jepang masuk ke Magelang, Roxy berhenti beroperasi. Sesudah pasca kemerdekaan, bioskop ini kembali beroperasi dengan nama Bioskop Abadi. Kelak nama bioskop ini berganti nama menjadi Bioskop Rahayu.
(bersambung)
Bagus Priyana, Clar
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 5)
3. ERA PASCA KEMERDEKAAN
A. BIOSKOP KRESNA
Bagi masyarakat di Kota Magelang tentu tidak asing lagi dengan Bioskop Kresna. Bioskop legendaris di pojok Aloon-aloon, tepat di gerbang Pecinan ini begitu populer khususnya untuk generasi usia 40 tahun ke atas. Bentuk bangunan yang khas menjadi penanda akan keberadaan bioskop ini.
Sejak beroperasi di tahun 1955, bioskop ini menjadi tempat terfavorit buat mencari hiburan. Bioskop dengan kapasitas 822 kursi ini berdiri di atas bekas apotik legendaris di jaman Belanda yaitu Apotik van Gorkom. Tidak bisa dipungkiri bahwa bioskop Kresna menjadi saksi sejarah kota kita selama hampir 50 tahun.
Sejak Liem Ting Lok memimpin kongsi 12 orang untuk mendirikan bioskop ini pada 1955, bioskop Kresna mampu menjadi idola masyarakat dalam rentang tahun 1955 hingga pertengahan 1990an. Bah Ting Lok, demikian sapaan akrab Liem Ting Lok, juga menjadi pengurus Bioskop Globe. Rumahnya terletak di Jl. Kawatan no. 2 (kini Jl. Sigaluh), persis di belakang Bioskop Kresna.
Berbagai film ditayangkan, baik film lokal, India (Bolywood), Hongkong (mandarin) maupun Amerika (Holywood). Terlebih saat liburan lebaran, dapat dipastikan jika bioskop ini dipenuhi dengan antrian masyarakat.
Misalnya saja di awal era tahun 1990an, film Warkop DKI, SAUR SEPUH, TUTUR TINULAR mampu menghibur penonton.
Tidak ketinggalan lagu, tarian dan deretan artis-artis cantik dalam film India selalu di tunggu oleh masyarakat. Film syur macam Gairah yang Nakal dan film laga menjadi tontonan yang memikat penonton. Tak ayal film-film jenis ini dipastikan bisa diputar ulang berhari-hari hingga mencapai titik jenuh.
Semakin menarik sebuah film, semakin berpotensi menarik penonton. Semakin banyak penonton berarti makin panjang durasi penayangan. Itu artinya akan banyak duit masuk ke kocek pemilik bioskop.
Harga tiket yang terjangkau untuk kalangan masyarakat, membuat Bioskop Kresna selalu dijubeli oleh penonton. Separo harga jika yang nonton adalah pelajar, cukup memakai kartu OSIS saja. Misalnya harga tiket untuk umum Rp 300,- maka harga untuk pelajar bisa Rp 100 hingga Rp 150,-. Benar-benar murah meriah untuk ukuran saat itu. Terlebih dalam sehari ada beberapa kali jam tayang, dimana di akhir pekan ada tambahan jam tayang.
Bahkan karena saking antusiasnya masyarakat dalam menonton, dimanfaatkan oleh para calo karcis untuk mendapatkan keuntungan. Caranya, karcis seharga Rp 300,- dijual kembali kepada calon penonton yang tidak kebagian karcis menjadi Rp 325,- hingga Rp 350,-, tergantung dari jenis filmnya. Repotnya jika para calo karcis ini sudah membeli karcis tapi diluar dugaan ternyata pembelinya sedikit. Bukannya untung tapi malah buntung.
Penonton di bagi dalam beberapa kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3. Kelas di bagi menurut posisi duduk. Kelas 1 posisi duduk di paling belakang dan letaknya paling atas. Kelas 2 di tengah-tengah dan kelas 3 tepat didepan layar.
Posisi kelas mempengaruhi harga tiket, kelas 1 paling mahal dan kelas 3 tentu saja yang paling murah.
Dari sebuah arsip pembukuan tentang daftar pendapatan dari penjualan karcis di bioskop ini tertanggal 31 Desember 1962 tercatat bahwa saat pemutaran film berjudul "Road of the Giant" sebagai berikut:
- penayangan jam 18.30 wib :
Kelas 1 harga tiket Rp 18,- terjual 83 lembar dengan jumlah Rp 1.494,-
Kelas 2 harga tiket Rp 10,- terjual 105 lembar dengan jumlah Rp 1.050,-
Kelas 3 harga tiket Rp 6,- terjual 61 lembar dengan jumlah Rp 366,-
- penayangan jam 20.45 wib :
Kelas 1 harga tiket Rp 18,- terjual 87 lembar dengan jumlah Rp 1.566,-
Kelas 2 harga tiket Rp 10,- terjual 145 lembar dengan jumlah Rp 1.450,-
Kelas 3 harga tiket Rp 8,- terjual 82 lembar dengan jumlah Rp 492,-
Kursi kayu dengan alas dan sandaran memakai rotan menjadi tempat duduk yang kurang nyaman buat penonton karena seringkali menjadi tempat hidup buat si kutu tengil yang disebut dengan "tinggi". Bisa dipastikan sehabis menonton, pantat pengunjung pada bentol-bentol merah dan gatal karena di gigit oleh si "tinggi" ini.
Kadang kala, tikus berseliweran di antara kaki pengunjung yang membuat makin tidak nyaman. Tetapi cerita ini menjadi kenangan tersendiri buat masyarakat yang pernah menikmatinya.
Banyak pedagang kecil ikut mengais rejeki di muka bioskop. Diantaranya berjualan obat, nomer buntut, makanan kecil, dll. Benar-benar bioskop Kresna mampu menjadi daya tarik tersendiri dan memberi rejeki buat sebagian kalangan masyarakat.
Di era kejayaannya, Bioskop Kresna tidaklah sendiri menghibur masyarakat melalui tayangan layar lebarnya. Di sebelah utara ada Bioskop Rahayu (dahulu Roxy dan Abadi), ada Magelang dan Tidar Theater, ada Bioskop Bayeman di jalan Bayeman, ada Bioskop Globe atau Bima di kawasan Ampera jalan Tidar kini, dsb.
Kemunculan televisi swasta di awal tahun 1990an membuat industri perbioskopan menjadi lesu. Yang pada akhirnya Bioskop Kresna menutup layarnya pada tahun 1995 setelah 40 tahun menghibur masyarakat Magelang.
Selama rentang 22 tahun kondisi gedung bioskop ini mangkrak (1995-2017). Sekitar 3 tahun lalu bagian dalam bioskop di bongkar, hanya menyisakan fasad depan saja.
Sekitar 2 tahun lalu, dinding bagian atas juga dibongkar. Alhamdulillah sebagian dinding masih tersisakan.
(bersambung)
KomentariBagikan
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 4)
2. ERA JEPANG (1942-1945)
Alhambra banyak memutar film-film barat. Sesuai dengan target pengunjung yaitu orang Eropa yang tinggal di Magelang.
Diantaranya :
- 16-18 Desember 1927 memutar film "Don Juan"
- 10-13 Januari 1934 memutar film "Sehnsucht 202"
- 12-13 November 1934 memutar film "Clancy of the Mountain"
- 12-13 Januari 1935 memutar film "Trumpet Blows"
- 29 Agustus 1935 memutar film "Kapal Darah (Shanghaied Love)"
Ketika Jepang menguasai Magelang, bangunan-bangunan strategis dikuasai tentara Nippon seperti bangunan militer, pemerintah dan bangunan vital lainnya.
Di jaman Jepang (1942-1945), kondisi perbioskopan di Indonesia mulai meredup. Seiring dengan larangan memutar film-film barat di bioskop dan banyaknya orang Eropa yang diinternir (ditawan) oleh Jepang.
Sebagaimana diketahui bahwa Magelang menjadi basis militer Belanda di wilayah Jawa bagian tengah. Sehingga banyak orang Eropa yang tinggal di kota ini.
Jepang menggunakan bioskop untuk propaganda perang. Banyak diputar film-film bertema kejayaan Asia di bawah Jepang. Sedangkan film-film impor yang dilarang adalah dari negara musuh Jepang seperti Belanda, Amerika, dan Inggris.
Oleh Jepang, Alhambra dijadikan sebagai tempat pementasan pertunjukan tonil. Tonil adalah pertunjukan sandiwara panggung dengan tema tertentu. Hal ini untuk membendung dan menghilangkan unsur-unsur barat. Pementasan tonil adalah untuk menghibur tentara-tentara Jepang yang berada di Magelang. Pada itu berupa nyanyian, tarian dan pementasan sandiwara.
Pasca Jepang menyerah pada 1945, gedung ini tidak lagi menjadi gedung bioskop. Oleh para pemuda dijadikan markas Pemuda Republik Indonesia (PERI) yang disebut dengan nama PANTI PERI. Hingga kini, jalan turunan di samping kantor PDAM Jl. Pahlawan ini populer dengan sebutan 'Panti PERI'. Panti artinya tempat atau bangunan dan PERI artinya PEmuda Republik Indonesia.
Pada bulan Agustus 1948, gedung ini dipergunakan sebagai salah satu tempat untuk penyelenggaraan Kongres Kebudayaan. Ada 2 tempat lainnya yaitu pendopo Kadipaten (Utara Aloon-aloon) dan Gubernuran (kini pendopo Residenan Jl. Diponegoro).
Sebagaimana diketahui jika ibukota republik pernah di Jogjakarta dan kantor gubernur Jawa Tengah berada di Magelang dengan kantor gubernuran di pendopo Residenan.
Kongres Kebudayaan ini merupakan kongres pertama setelah Indonesia merdeka. Dalam kongres tersebut dihadiri oleh Presiden Soekarno, Ki Mangunsarkoro, Ki Hajar Dewantara, Radjiman Wedyodiningrat, Armijn Pane, Ki Ageng Suryomentaram, dll.
Pada saat Agresi militer Belanda II tahun 1949, gedung ini mengalami kerusakan yang teramat parah. Saking parahnya, masyarakat menyebutnya sebagai 'gedung bobrok'.
(bersambung)
KomentariBagikan
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 3)
Selain memiliki Bioskop Roxy, Kho Tji Ho juga memiliki Bioskop Alhambra atau Alhambra Theater. Kedua bioskop ini termasuk bioskop papan atas di jamannya. Kedua bioskop ini menayangkan film sebanyak 6 program setiap minggunya.
Alhambra terletak di Jordaanlaan, persis di utara gedung Raadhuis (balaikota Magelang). Kalo sekarang tepat di utara Bank BNI Jl. Pahlawan, persis di pertigaan jalan dengan Jl. Diponegoro (timur SMK Kristen).
Bangunan menghadap ke utara (Bottonweg), di apit oleh jalan Jordaanlaan dan Progostraat. Posisinya lebih tinggi dari jalan sekitarnya sehingga terlihat mentereng.
Bentuk bangunannya pun juga sangat unik, memanjang dari timur ke barat dengan pintu masuk dari tengah. Pada fasad depan terdapat ornamen yang khas, sangat berbeda dari Bioskop Roxy. Hal inilah yang membuat Bioskop Alhambra terlihat mencolok dibandingkan dengan bangunan lain di kota Magelang.
Letak bioskop ini berdekatan dengan kawasan pemukiman Eropa yaitu di Bottonweg (Jl. Pahlawan), Progostraat dan Oranje-Nasaaulaan (Jl. Diponegoro) dan Grooteweg Noord Pontjol (Jl. Akhmad Yani). Terlebih juga berdekatan dengan kawasan pemerintahan (gedung Karesidenan dan Balaikota) dan Aloon-aloon serta bank.
Alhambra di bangun pada tahun 1920-an oleh Sie Wie Tjioe, seorang aanemeer atau pemborong bangunan Tionghoa. Sie Wie Tjioe secara otodidak belajar membangun dan memborong proyek bangunan. Misalnya saja membangun jalan raya Pingit Baru di Pingit Pringsurat Temanggung dan jalan raya antara Tegalrejo hingga Pakis.
Alhambra menjadi tempat elit orang Eropa untuk mencari hiburan. Bukan sekadar mencari hiburan semata tetapi juga untuk menambah prestise sebagai strata sosial tingkat pertama.
Karena para pengunjung bioskop ini mayoritas adalah orang-orang Eropa maka film-film yang diputar adalah film-film barat saja.
Misalnya saja film berjudul "Jimmy and Sally" yang diputar pada 31 Juli-1 Agustus 1935. Film ini sangat menarik, meski masih hitam putih tetapi karena bertema percintaan maka banyak yang menonton.
(bersambung)
Bagus Priyana,
 
 
Komentar
Bagu
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 2)
Salah satu bioskop yang terkenal di jaman Hindia Belanda adalah Bioskop Roxy atau Roxy Theater. Bioskop yang terletak di Grooteweg Noord (Aloon-aloon timur, kini Supermarket Gardena) ini menjadi salah satu bioskop favorit kalangan masyarakat Eropa yang tinggal di Magelang.
Roxy awalnya menyewa sebuah gedung di timur Aloon-aloon dengan membayar uang muka sebesar f 2.500 dan harus membayar pajak bioskop sebesar f 400 per bulan. Letaknya persis di timur Societeit De Eendracht (kini Bank BCA).
Posisinya sangat strategis karena juga berdekatan dengan Restoran Bandung, Bank Escompto, Hotel Loze, kantor pos, Stopplaats Aloon-aloon, Pecinan dan kawasan pemukiman Eropa di Poncol.
Karena letaknya persis di Stopplaats Aloon-aloon dan didepannya melintas rel kereta uap maka ketika ada kereta uap lewat dan berhenti, dapat dipastikan jika suara gemuruh kereta uap akan bisa masuk ke dalam ruangan bioskop. Dan tentu saja para penonton akan terganggu dengan suara tersebut.
Bangunannya megah Roxy menghadap ke jalan raya dengan struktur batu bata yang kuat dan di cat warna putih. Film yang diputar di bioskop ini adalah film-film luar negeri, tentu saja film yang diputar masih berupa hitam putih. Pada tahun 1935, Roxy memutar film berjudul 'Gruss and Russ Veronika'.
Pemiliknya bernama Kho Tji Ho sekaligus sebagai pemilik Bioskop Alhambra di Jordaanlaan. Kho Tji Ho adalah seorang Tionghoa, bisnis perfilman di Magelang di saat itu memang dimonopoli oleh orang Tionghoa tetapi mayoritas penontonnya adalah orang-orang Eropa. Pemilik bioskop ini tidak murni berbisnis atau sekadar mencari uang semata, tetapi juga untuk meningkatkan gengsi, citra diri dan popularitas di mata masyarakat dan kalangannya.
Ketika Jepang masuk ke Magelang, Roxy berhenti beroperasi. Sesudah pasca kemerdekaan, bioskop ini kembali beroperasi dengan nama Bioskop Abadi. Kelak nama bioskop ini berganti nama menjadi Bioskop Rahayu.
(bersambung)
MAGELANG TEMPO DOELOE:
PERBIOSKOPAN DARI MASA KE MASA (1915-2011) - (bagian 1)
1. ERA HINDIA BELANDA (1915-1942)
Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu.
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung.
Di era tahun 1910-1930-an di wilayah Gemeente Magelang sudah terdapat berbagai fasilitas hiburan, seperti societeit dan bioskop. Societeit tersebut adalah De Eendracht yang sudah beroperasi sebelum 1892.
Societeit yaitu sebuah arena hiburan semacam diskotik di jaman sekarang yang menyajikan hiburan seperti konser musik, bridge, bowling, rolet, pingpong, bola sodok, dansa dan kafe, letaknya di pojok timur laut dari Aloon-aloon (kini Bank BCA).
Di De Eendracht ini, ada agenda rutin menonton film-film impor yang disajikan melalui layar besar dan proyektor yang biasanya meminjam orang kaya yang merupakan anggota perkumpulan ini. Ketika memutar film pendek Charlie Chaplin, sekitar 70 anak-anak ikut meramaikan acara nonton film bersama.
Keberadaan orang-orang Eropa yang tinggal di Magelang, dibutuhkan fasilitas hiburan yang baik. Tahun 1930 terdapat hampir 5000 orang Eropa yang tinggal di Magelang. Jumlah yang cukup banyak bahkan menempati peringkat ke 9 sebagai kota dengan jumlah penduduk Eropa terbanyak di Hindia Belanda. Mereka berprofesi sebagai tentara, birokrat, pemilik perkebunan, pedagang, dll.
Pada tahun 1915, terdapat sebuah bioskop yang didirikan pada 3 Mei 1915 yang bernama "Reyneke". Bioskop ini didirikan oleh D. J. H. Reijneke dengan komisarisnya H. P. Karseboom. Modal awal perusahaan tersebut berkisar f 200.000 dengan nilai saham sekitar f 1.000,-.
Pada tahun 1919, berdirilah bioskop Globe di sebidang tanah di dekat Pasar Rejowinangun (kini Bank Niaga Jl. Tidar). Bahkan pada 1922 di Distrik Muntilan juga berdiri sebuah bioskop. Hal ini menunjukkan jika popularitas bioskop sudah merambah di kecamatan kecil seperti Muntilan.
Cinema Glory sekitar 1915-1920 memakai tempat yang sederhana berupa bilik bambu bergaya rumah Jawa sebagai bioskopnya. Glory memutar film hitam putih berjudul 'The Broken Coin' produksi Universal Studio. Lokasi bangunan belum diketahui tepatnya.
Tampak pada foto ada beberapa orang berbaju putih berdiri di depan pintu masuk bioskop ini. Salah seorang memegang sepeda (nomer 2 dari kiri).
(Bersambung)
Gambar mungkin berisi: 1 orang, luar ruangan dan teks

No comments:

Post a Comment