16 October 2016

KISAH PERJUANGAN RANTAI KENTJANA “GUGURNYA PRAPTO KETJIK”



Kekaisaran Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Pimpinan Sekutu, Amerika Serikat, menunjuk Inggris untuk melucuti senjata dan mengembalikan tentara Jepang ke negara asalnya. Namun kedatangan pasukan Inggris ke Indonesia terlambat, sehingga dimanfaatkan oleh para pemuda dan dipergunakan sebaik-baiknya  untuk memproklamirkan kemerdekaan tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 (Sumarmo, 1991 : 85)

Di Magelang, berita kemerdekaan ini belum terdengar. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, R.P. Soeroso langsung berangkat ke Jakarta untuk memastikan berita kemerdekaan itu. Bupati Magelang, R.A.A. Sosrodiprojo sebagai Kentyo, baru mengetahui setelah pada tanggal 21 Agustus 1945 Syutyokan (Residen Kedu) R.P. Soeroso tiba di Magelang dari Jakarta.

Magelang, bulan Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia didengar seluruh penjuru rakyat hingga pelosok Magelang.
Gegap gempita mereka menyambut hari kemerdekaan yang ditunggu-tunggu dan berkibarlah dengan gagah Sang Merah Putih. Seluruh rakyat Magelang mengibarkan bendera merah putih yang sangat dibangga-banggakan selama ini. Segala atribut merah putih mewarnai kehidupan rakyat Magelang, baik berupa bendera, plakat, corat coret di dinding bertema kemerdekaan Indonesia.

Hingga terjadi peristiwa berdarah yang dikenal dengan nama Insiden Tidar pada bulan September 1945 ketika pemuda-pemudi Magelang berduyun-duyun mengibarkan merah putih di puncak Tidar (pemuda pemudi mengibarkan merah putih). Dan ketika mereka usai melakukan upacara bendera, tak disangka-sangka mendapat sambutan muntahan peluru yang keluar dari senjata-senjata tentara Jepang, hingga mengakibatkan gugurnya lima pemuda Magelang.

Kemarahan rakyat tak terelakan hingga terjadi bentrokan fisik dan beberapa tentara Jepang dirampas senjatanya. Dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, seluruh rakyat berusaha mempertahankan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Sekali Merdeka Tetap Merdeka, demikian semboyan yang menyala kuat di dada pemuda pemudi Magelang.

Bulan Oktober 1945 adalah bulan yang kelam bagi rakyat Magelang. Akibat ulah NICA Belanda yang melakukan tindakan pembohongan berita kepada tentara Jepang Kido Butai di Semarang yang memberitakan bahwa Jenderal Mayor Nakamura ditahan bersama anak buahnya oleh pemuda pemuda Magelang dan beberapa tewas terbunuh amarah pasukan Kido butai memuncak. Dengan dilandasi motif balas dendam ditambah kondisi kejiwaan yang sedang emosional akibat kekalahan perang dengan sekutu pada Perang Dunia kedua. Jepang langsung menyerbu Magelang dengan beberapa truknya. Tanpa ampun mereka langsung membantai pemuda pemuda yang mereka temui di Kampung Tulung, Botton, Potrobangsan, termasuk di dalam Sekolah Rantai Kentjana. Korban jiwa berjatuhan. Seorang guru terluka dan ditolong rekan-rekan dan murid. Seorang guru yang sedang berjaga-jaga terkena muntahan peluru yang dihamburkan tentara Jepang secara membabi buta. Tentara Jepang terus mendesak masuk ke dalam sekolah. Beberapa murid dan guru tertawan kemudian dijadikan sandera.

Kemudian datanglah Prapto Ketjik, seorang siswa sekolah Rantai Kentjana yang hendak membebaskan guru dan temannya yang tertawan. Rupanya kehadiran Prapto ketjik mengundang perhatian tentara Jepang dan seorang tentara Jepang melepaskan tembakan dan tepat mengenai kepala Prapto Ketjik yang ketika itu mengenakan helm baja. Tembuslah pelurunya dan robohlah tubuh muda itu. Gugurlah Sang Pahlawan Sekolah Rantai Kentjana Prapto Ketjik. Selamat Jalan Pahlawan Mudaku kelak kemerdekaan ini kami lanjutkan, MERDEKA !!!!

Sumber Narasi : Mameth Hidayat




https://youtu.be/iN4k9aq55XA
























































No comments:

Post a Comment