02 August 2025

Ikon Puncak Kejayaaan kerajaan Majapahit dan mempersatukan Nusantara. Wajah Asli Maha Patih Gajah Mada sampai saat ini asih kontroversi. Daalam sejarah pendidikan sekolah, foto yang beredar adalah versi lukisan. Kita tidak mempermasalah wajahnya, yang terpenting adalah kita mengenang perjuangan dia dlam upaya menyatukan nusantara lewat sumpah palapa walau akhirnya belum terwujud karena sudah wafat terlebih dahulu. Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa. Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan yang dikemukakan pada upacara pengangkatannya menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit tahun 1334. Saat itu, Majapahit diperintah oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Isi Sumpah Palapa tersebut ditemukan dalam teks Jawa Pertengahan Pararaton yang berbunyi: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa“. Arti dari sumpah tersebut yaitu: “Jika telah menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, aku (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah aku (baru akan) melepaskan puasa“. Pada saat sumpah itu diucapkan, banyak yang menertawakan dan meremehkan cita-cita Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara. Adapun arti dari nama-nama tempat yang disebutkan dalam Sumpah Palapa tersebut adalah sebagai berikut: Gurun: Pulau Lombok; Seram: Kerajaan Seram, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat; Tanjung Pura: Kerajaan Tanjungpura, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat; Haru: Kerajaan Aru, Kabupaten Karo, Sumatra Utara; Pahang: Pahang, Malaysia; Dompo: Kerajaan Dompo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat; Bali: Pulau Bali; Sunda: Kerajaan Sunda; Palembang: Palembang atau Sriwijaya; Tumasik: Singapura.

 Ikon Puncak Kejayaaan kerajaan Majapahit dan mempersatukan Nusantara. 



Wajah Asli Maha Patih Gajah Mada sampai saat ini asih kontroversi. Daalam sejarah pendidikan sekolah, foto yang beredar adalah versi lukisan. Kita tidak mempermasalah wajahnya, yang terpenting adalah kita mengenang perjuangan dia dlam upaya menyatukan nusantara lewat sumpah palapa walau akhirnya belum terwujud karena sudah wafat terlebih dahulu. 


Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa. Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan yang dikemukakan pada upacara pengangkatannya menjadi Mahapatih Amangkubhumi Majapahit tahun 1334. Saat itu, Majapahit diperintah oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi.


Isi Sumpah Palapa tersebut ditemukan dalam teks Jawa Pertengahan  Pararaton yang berbunyi:

“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa“.


Arti dari sumpah tersebut yaitu:

“Jika telah menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, aku (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah aku (baru akan) melepaskan puasa“.

Pada saat sumpah itu diucapkan, banyak yang menertawakan dan meremehkan cita-cita Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara.

Adapun arti dari nama-nama tempat yang disebutkan dalam Sumpah Palapa tersebut adalah sebagai berikut:


Gurun: Pulau Lombok;


Seram: Kerajaan Seram, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat;


Tanjung Pura: Kerajaan Tanjungpura, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat;


Haru: Kerajaan Aru, Kabupaten Karo, Sumatra Utara;


Pahang: Pahang, Malaysia;


Dompo: Kerajaan Dompo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat;


Bali: Pulau Bali;


Sunda: Kerajaan Sunda;


Palembang: Palembang atau Sriwijaya;


Tumasik: Singapura.

Akhir Sang Pengkhianat, Senja Terakhir Jayakatwang Langit di atas Daha memerah. Senja menggantung berat seperti firasat. Di balik tembok-tembok Kerajaan Kediri, seorang raja tua duduk terpaku di singgasananya. Bajunya masih megah, mahkotanya masih gemerlap. Tapi di matanya… tak ada lagi cahaya kemenangan. Namanya Jayakatwang, raja Kediri, penguasa yang pernah menggulingkan Singhasari dan membunuh Kertanegara. Ia pernah berdiri gagah sebagai pemenang. Namun hari ini, langkah-langkah pasukan asing mendekat. Pedang-pedang mengkilap. Dan dendam lama ikut bersamanya. Raja yang Menikam dari Belakang Tahun 1292, saat Kertanegara sibuk mengirim pasukan ke Sumatra dalam Ekspedisi Pamalayu dan menantang Mongol, Jayakatwang melihat celah. Diam-diam, ia bangkit dari bayang-bayang sejarah Kediri, kerajaan yang dulu ditaklukkan oleh leluhur Kertanegara. Dengan tipu daya dan kekuatan militer, Jayakatwang menyerbu Singhasari dan membunuh Kertanegara. Ia mengangkat dirinya sebagai raja baru. Sebagian rakyat tunduk. Sebagian diam dalam kemarahan. Salah satu dari mereka adalah Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang melarikan diri ke utara dan pura-pura tunduk, meminta sedikit tanah di daerah hutan Tarik kelak menjadi Majapahit. Jayakatwang tak tahu, bahwa pada saat ia berpesta di tahta, benih pembalasan sudah ditanam. Karma Secepat Petir Setahun kemudian, Mongol datang ke Jawa, dipimpin oleh pasukan Kaisar Kubilai Khan. Mereka datang untuk menghukum Kertanegara karena menolak tunduk tanpa tahu bahwa ia sudah dibunuh oleh Jayakatwang. Raden Wijaya melihat kesempatan. Ia menyambut pasukan Mongol, berpura-pura menjadi sekutu. Bersama mereka, ia menyerang Kediri. Jayakatwang terkejut. Ia tak menduga musuh akan datang secepat itu, apalagi dari dua arah: Mongol dan anak dari musuh lamanya. Ia mengerahkan pasukan. Perang pun pecah di tanahnya sendiri. Detik-detik Kematian Jayakatwang Benteng-benteng Kediri jatuh satu per satu. Pasukan Mongol menggempur dari luar, pasukan Raden Wijaya menghantam dari dalam. Jayakatwang mencoba bertahan, tapi semakin terdesak. Akhirnya, ia ditangkap. Dibawa ke hadapan Raden Wijaya, pria muda yang dulu ia abaikan sebagai ancaman. Kini berdiri sebagai pemimpin sejati. Tak ada pengampunan. Tak ada pengadilan. Jayakatwang dihukum mati. Ia mati seperti ia membunuh: diam-diam dan tanpa kehormatan. Akhir Sang Raja Tanpa Warisan Tak ada monumen besar untuk Jayakatwang. Tak ada candi megah. Tak ada lagu rakyat mengenangnya. Yang tersisa hanyalah bayang-bayang: tentang seorang raja yang naik tahta dengan darah dan turun ke liang kubur dengan kehancuran. Namun sejarah tak melupakannya. Karena tanpa pengkhianatan Jayakatwang, takkan ada Majapahit. Takkan ada Wijaya. Takkan ada kejayaan yang kita kenang hari ini. #viral #fyp #kertanegara #kediri #bumipusaka #majapahit #kediri #jawa

 Akhir Sang Pengkhianat, Senja Terakhir Jayakatwang


Langit di atas Daha memerah. Senja menggantung berat seperti firasat. Di balik tembok-tembok Kerajaan Kediri, seorang raja tua duduk terpaku di singgasananya. Bajunya masih megah, mahkotanya masih gemerlap. Tapi di matanya… tak ada lagi cahaya kemenangan.



Namanya Jayakatwang, raja Kediri, penguasa yang pernah menggulingkan Singhasari dan membunuh Kertanegara. Ia pernah berdiri gagah sebagai pemenang. Namun hari ini, langkah-langkah pasukan asing mendekat. Pedang-pedang mengkilap. Dan dendam lama ikut bersamanya.


Raja yang Menikam dari Belakang


Tahun 1292, saat Kertanegara sibuk mengirim pasukan ke Sumatra dalam Ekspedisi Pamalayu dan menantang Mongol, Jayakatwang melihat celah. Diam-diam, ia bangkit dari bayang-bayang sejarah Kediri, kerajaan yang dulu ditaklukkan oleh leluhur Kertanegara.


Dengan tipu daya dan kekuatan militer, Jayakatwang menyerbu Singhasari dan membunuh Kertanegara. Ia mengangkat dirinya sebagai raja baru. Sebagian rakyat tunduk. Sebagian diam dalam kemarahan.


Salah satu dari mereka adalah Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang melarikan diri ke utara dan pura-pura tunduk, meminta sedikit tanah di daerah hutan Tarik kelak menjadi Majapahit.


Jayakatwang tak tahu, bahwa pada saat ia berpesta di tahta, benih pembalasan sudah ditanam.


Karma Secepat Petir


Setahun kemudian, Mongol datang ke Jawa, dipimpin oleh pasukan Kaisar Kubilai Khan. Mereka datang untuk menghukum Kertanegara karena menolak tunduk tanpa tahu bahwa ia sudah dibunuh oleh Jayakatwang.


Raden Wijaya melihat kesempatan. Ia menyambut pasukan Mongol, berpura-pura menjadi sekutu. Bersama mereka, ia menyerang Kediri.


Jayakatwang terkejut. Ia tak menduga musuh akan datang secepat itu, apalagi dari dua arah: Mongol dan anak dari musuh lamanya.


Ia mengerahkan pasukan. Perang pun pecah di tanahnya sendiri.


Detik-detik Kematian Jayakatwang

Benteng-benteng Kediri jatuh satu per satu. Pasukan Mongol menggempur dari luar, pasukan Raden Wijaya menghantam dari dalam. Jayakatwang mencoba bertahan, tapi semakin terdesak.


Akhirnya, ia ditangkap. Dibawa ke hadapan Raden Wijaya, pria muda yang dulu ia abaikan sebagai ancaman. Kini berdiri sebagai pemimpin sejati.


Tak ada pengampunan. Tak ada pengadilan.

Jayakatwang dihukum mati. Ia mati seperti ia membunuh: diam-diam dan tanpa kehormatan.


Akhir Sang Raja Tanpa Warisan


Tak ada monumen besar untuk Jayakatwang. Tak ada candi megah. Tak ada lagu rakyat mengenangnya. Yang tersisa hanyalah bayang-bayang: tentang seorang raja yang naik tahta dengan darah dan turun ke liang kubur dengan kehancuran.


Namun sejarah tak melupakannya. Karena tanpa pengkhianatan Jayakatwang, takkan ada Majapahit. Takkan ada Wijaya. Takkan ada kejayaan yang kita kenang hari ini.


#viral #fyp #kertanegara #kediri #bumipusaka  #majapahit #kediri #jawa

Kisah Nyata Tsutomu Yamaguchi: Satu-satunya Korban yang Selamat dari Dua Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki yang Menggemparkan Dunia Pada tahun 1945, dunia menyaksikan tragedi besar ketika bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus. Salah satu korban yang luar biasa adalah Tsutomu Yamaguchi, seorang insinyur yang bekerja di kota tersebut. Pada hari itu, ledakan dahsyat membuat kota hancur, namun Tsutomu berhasil bertahan meski terluka. Setelah kejadian itu, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Nagasaki. Tidak disangka, hanya tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki. Tsutomu kembali menghadapi bencana yang sama, tetapi sekali lagi dia selamat dari kehancuran. Keberuntungan dan ketangguhannya membuatnya menjadi satu-satunya orang yang diakui oleh pemerintah Jepang sebagai korban dari kedua ledakan bom atom tersebut. Kisah Tsutomu sangat menginspirasi karena menunjukkan kekuatan manusia dalam menghadapi situasi terburuk sekalipun. Ia menjalani hidupnya dengan penuh semangat, meski menderita efek jangka panjang dari radiasi. Tsutomu kemudian menjadi saksi penting dalam sejarah dunia mengenai dampak perang nuklir. Selain itu, kisah ini membuka mata dunia tentang kedahsyatan senjata nuklir dan pentingnya perdamaian. Banyak penelitian dan dokumentasi yang dilakukan untuk memahami dampak bom atom terhadap manusia dan lingkungan. Tsutomu menjadi simbol keberanian dan harapan di tengah kehancuran. Menariknya, Tsutomu juga menghabiskan malam di bawah serangan udara setelah ledakan pertama dan berjuang agar bisa bekerja tepat waktu keesokan harinya di Nagasaki. Ini menunjukkan dedikasi dan keberaniannya yang luar biasa. Cerita Tsutomu juga mengingatkan kita bahwa di balik angka dan statistik perang, ada kisah manusia yang penuh harapan dan perjuangan. Dari kisah ini, kita diajak untuk lebih menghargai hidup dan berusaha menjaga perdamaian dunia. Bagi yang ingin tahu lebih dalam, kisah Tsutomu Yamaguchi sering diangkat dalam buku dan film dokumenter sebagai pelajaran sejarah yang penting. Kejadian ini juga menjadi pengingat agar senjata nuklir tidak lagi digunakan di masa depan. Mari kita hargai keberanian Tsutomu dan banyak korban lainnya dengan terus menyebarkan pesan perdamaian dan kemanusiaan. Kisahnya adalah pengingat abadi tentang betapa berharganya hidup dan damai. 🌟✨🙏💔🌏 Sumber: Wikipedia #SejarahJepang #BomAtom #TsutomuYamaguchi #PerangDuniaII #PerdamaianDunia #KisahInspiratif

 Kisah Nyata Tsutomu Yamaguchi: Satu-satunya Korban yang Selamat dari Dua Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki yang Menggemparkan Dunia



Pada tahun 1945, dunia menyaksikan tragedi besar ketika bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus. Salah satu korban yang luar biasa adalah Tsutomu Yamaguchi, seorang insinyur yang bekerja di kota tersebut. Pada hari itu, ledakan dahsyat membuat kota hancur, namun Tsutomu berhasil bertahan meski terluka. Setelah kejadian itu, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Nagasaki.


Tidak disangka, hanya tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki. Tsutomu kembali menghadapi bencana yang sama, tetapi sekali lagi dia selamat dari kehancuran. Keberuntungan dan ketangguhannya membuatnya menjadi satu-satunya orang yang diakui oleh pemerintah Jepang sebagai korban dari kedua ledakan bom atom tersebut.


Kisah Tsutomu sangat menginspirasi karena menunjukkan kekuatan manusia dalam menghadapi situasi terburuk sekalipun. Ia menjalani hidupnya dengan penuh semangat, meski menderita efek jangka panjang dari radiasi. Tsutomu kemudian menjadi saksi penting dalam sejarah dunia mengenai dampak perang nuklir.


Selain itu, kisah ini membuka mata dunia tentang kedahsyatan senjata nuklir dan pentingnya perdamaian. Banyak penelitian dan dokumentasi yang dilakukan untuk memahami dampak bom atom terhadap manusia dan lingkungan. Tsutomu menjadi simbol keberanian dan harapan di tengah kehancuran.


Menariknya, Tsutomu juga menghabiskan malam di bawah serangan udara setelah ledakan pertama dan berjuang agar bisa bekerja tepat waktu keesokan harinya di Nagasaki. Ini menunjukkan dedikasi dan keberaniannya yang luar biasa.


Cerita Tsutomu juga mengingatkan kita bahwa di balik angka dan statistik perang, ada kisah manusia yang penuh harapan dan perjuangan. Dari kisah ini, kita diajak untuk lebih menghargai hidup dan berusaha menjaga perdamaian dunia.


Bagi yang ingin tahu lebih dalam, kisah Tsutomu Yamaguchi sering diangkat dalam buku dan film dokumenter sebagai pelajaran sejarah yang penting. Kejadian ini juga menjadi pengingat agar senjata nuklir tidak lagi digunakan di masa depan.


Mari kita hargai keberanian Tsutomu dan banyak korban lainnya dengan terus menyebarkan pesan perdamaian dan kemanusiaan. Kisahnya adalah pengingat abadi tentang betapa berharganya hidup dan damai.


🌟✨🙏💔🌏


Sumber: Wikipedia


#SejarahJepang #BomAtom #TsutomuYamaguchi #PerangDuniaII #PerdamaianDunia #KisahInspiratif

Dalam kalimat yang tampak sederhana ini, tersimpan pandangan hidup yang mengajak manusia untuk lepas dari keterikatan yang berlebihan—baik terhadap keinginan, ketakutan, maupun kebencian. Suryomentaram mengingatkan bahwa apa pun yang ada di dunia ini bersifat sementara, relatif, dan tidak seharusnya menguasai batin manusia sepenuhnya. Ketika seseorang terlalu keras mengejar sesuatu—entah itu harta, status, atau bahkan cinta—ia sering kehilangan keseimbangan dan kedamaian dalam hidupnya. Sebaliknya, jika ia terlalu membenci atau menghindari sesuatu secara ekstrem, ia tetap terikat secara batin, meski dalam bentuk penolakan. Dalam filsafat Suryomentaram, keterikatan semacam ini disebut sebagai rasa “kawula”—rasa menjadi hamba dari keinginan dan rasa takut. Padahal kebebasan batin, menurutnya, hanya mungkin diraih ketika manusia bisa memandang segala hal dengan wajar: tidak terlalu melekat, tidak juga terlalu menolak. Melalui kutipan ini, kita diajak untuk hidup dengan sikap batin yang luwes—mampu menerima hidup sebagaimana adanya, tanpa terjebak dalam nafsu untuk memiliki atau dorongan untuk lari dari kenyataan. Ini bukan sikap pasrah yang pasif, melainkan bentuk kemerdekaan batin. Hidup bukan soal mati-matian mengejar atau menolak, tetapi soal memahami bahwa semua datang dan pergi, dan tugas kita adalah menjalaninya dengan jernih, sadar, dan tidak terbelenggu oleh keinginan yang meluap-luap. Di sanalah letak ketenangan sejati.

 Dalam kalimat yang tampak sederhana ini, tersimpan pandangan hidup yang mengajak manusia untuk lepas dari keterikatan yang berlebihan—baik terhadap keinginan, ketakutan, maupun kebencian. Suryomentaram mengingatkan bahwa apa pun yang ada di dunia ini bersifat sementara, relatif, dan tidak seharusnya menguasai batin manusia sepenuhnya.



Ketika seseorang terlalu keras mengejar sesuatu—entah itu harta, status, atau bahkan cinta—ia sering kehilangan keseimbangan dan kedamaian dalam hidupnya. Sebaliknya, jika ia terlalu membenci atau menghindari sesuatu secara ekstrem, ia tetap terikat secara batin, meski dalam bentuk penolakan. Dalam filsafat Suryomentaram, keterikatan semacam ini disebut sebagai rasa “kawula”—rasa menjadi hamba dari keinginan dan rasa takut. Padahal kebebasan batin, menurutnya, hanya mungkin diraih ketika manusia bisa memandang segala hal dengan wajar: tidak terlalu melekat, tidak juga terlalu menolak.


Melalui kutipan ini, kita diajak untuk hidup dengan sikap batin yang luwes—mampu menerima hidup sebagaimana adanya, tanpa terjebak dalam nafsu untuk memiliki atau dorongan untuk lari dari kenyataan. Ini bukan sikap pasrah yang pasif, melainkan bentuk kemerdekaan batin. Hidup bukan soal mati-matian mengejar atau menolak, tetapi soal memahami bahwa semua datang dan pergi, dan tugas kita adalah menjalaninya dengan jernih, sadar, dan tidak terbelenggu oleh keinginan yang meluap-luap. Di sanalah letak ketenangan sejati.

Kyai Gentayu Kuda Perang P. Diponegoro ." adalah kuda hitam kesayangan Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional Indonesia yang memimpin Perang Jawa. Kuda ini memiliki ciri khas berupa warna putih pada ujung keempat kakinya. Kyai Gentayu tidak hanya dikenal karena kekuatannya, tetapi juga kesetiaannya dalam menemani Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Kyai Gentayu sering digambarkan dalam berbagai karya seni, seperti lukisan, relief, dan patung, yang menggambarkan Pangeran Diponegoro. Dalam lukisan, Kyai Gentayu sering terlihat dengan kaki depan terangkat, seolah menendang ke udara, sementara jubah dan surban Pangeran Diponegoro berkibar tertiup angin. Kisah heroik Kyai Gentayu juga ditampilkan dalam pementasan wayang kulit, seperti lakon "Kyai Gentayu Manggala Wira". Dalam lakon tersebut, diceritakan bagaimana Kyai Gentayu rela berkorban demi Pangeran Diponegoro, bahkan sampai gugur dalam pertempuran. Kisah Kyai Gentayu memberikan pelajaran tentang kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan, serta bagaimana hubungan batin yang kuat dapat terjalin antara manusia dan hewan. Disclaimer : gambar hanya ilustrasi Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan deskripsi dan mohon untuk dikoreksi Terimakasih #sejarah #diponegoro #budaya #kyaigentayu #bumipusaka #kudaperang #mataramislam

Kyai Gentayu 
Kuda Perang P. Diponegoro ." 

adalah kuda hitam kesayangan Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional Indonesia yang memimpin Perang Jawa. Kuda ini memiliki ciri khas berupa warna putih pada ujung keempat kakinya. Kyai Gentayu tidak hanya dikenal karena kekuatannya, tetapi juga kesetiaannya dalam menemani Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. 


Kyai Gentayu sering digambarkan dalam berbagai karya seni, seperti lukisan, relief, dan patung, yang menggambarkan Pangeran Diponegoro. Dalam lukisan, Kyai Gentayu sering terlihat dengan kaki depan terangkat, seolah menendang ke udara, sementara jubah dan surban Pangeran Diponegoro berkibar tertiup angin. 

Kisah heroik Kyai Gentayu juga ditampilkan dalam pementasan wayang kulit, seperti lakon "Kyai Gentayu Manggala Wira". Dalam lakon tersebut, diceritakan bagaimana Kyai Gentayu rela berkorban demi Pangeran Diponegoro, bahkan sampai gugur dalam pertempuran. 

Kisah Kyai Gentayu memberikan pelajaran tentang kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan, serta bagaimana hubungan batin yang kuat dapat terjalin antara manusia dan hewan. 

Disclaimer : gambar hanya ilustrasi 
Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan deskripsi dan mohon untuk dikoreksi
Terimakasih 

#sejarah #diponegoro #budaya #kyaigentayu #bumipusaka  #kudaperang #mataramislam

Potret Milisi Cirebon Tahun 1947, pada saat Agresi Militer Belanda. Masa ini di Cirebon tidak ada TNI sebab pada waktu itu TNI hijrah ke Jawa Tengah. Dari itu muncul laskar-laskar perjuangan dengan senjata lengkap yang diperoleh dari merampas.

 Potret Milisi Cirebon Tahun 1947, pada saat Agresi Militer Belanda. Masa ini di Cirebon tidak ada TNI sebab pada waktu itu TNI hijrah ke Jawa Tengah. Dari itu muncul laskar-laskar perjuangan dengan senjata lengkap yang diperoleh dari merampas.



Ilustrasi Alun Alun di Ibu Kota Majapahit Trowulan #sejarah #majapahit #nusantara #indonesia #sejarahindonesia #jawa #jawatimur

 Ilustrasi Alun Alun di Ibu Kota Majapahit Trowulan



#sejarah #majapahit #nusantara #indonesia #sejarahindonesia #jawa #jawatimur

Potret 2 laki laki di Papua memegang burung Kasuari yang telah diawetkan pada tahun 1912. Zaman dahulu, kasuari diawetkan untuk berbagai tujuan, termasuk ritual dan penelitian ilmiah. Burung Kasuari juga seringkali menjadi objek penyelundupan satwa langka, untuk dijadikan souvenir dan cinderamata. Sumber foto : delpher.nl


 Potret 2 laki laki di Papua memegang burung Kasuari yang telah diawetkan pada tahun 1912.


Zaman dahulu, kasuari diawetkan untuk berbagai tujuan, termasuk ritual dan penelitian ilmiah. 


Burung Kasuari juga seringkali menjadi objek penyelundupan satwa langka, untuk dijadikan souvenir dan cinderamata.


Sumber foto : delpher.nl

Retna Kencana (Ratu Kalinyamat), Pendekar Wanita Demak Pilih Tanding Retna Kencana waktu mudanya merupakan sosok wanita yang biasa terjun dalam Medang perang beliau dijuluki Harimau Betina dari Demak. Dimasa Pemerintahan ayahnya (Sultan Trenggono) Retna Kencana diterjunkan dalam beberapa misi ke Cirebon, Banten dan Jayakarta. Kelak Retna Kencana oleh ayahnya ditempatkan di Kalinyamat (Ibukota Kadipaten Jepara) sebagai penguasa oleh Bapaknya. Pada masa pemberontakan Arya Penangsang Retna Kencana dan suaminya dikeroyok oleh Prajurit Jipang selepas pulang dari Rumah Sunan Kudus. Ratna Kencana selamat namun suaminya wafat. CC : Sejarah Cirebon

 Retna Kencana (Ratu Kalinyamat), Pendekar Wanita Demak Pilih Tanding 


Retna Kencana waktu mudanya merupakan sosok wanita yang biasa terjun dalam Medang perang beliau dijuluki Harimau Betina dari Demak. Dimasa Pemerintahan ayahnya (Sultan Trenggono) Retna Kencana diterjunkan dalam beberapa misi ke Cirebon, Banten dan Jayakarta. Kelak Retna Kencana oleh ayahnya ditempatkan di Kalinyamat (Ibukota Kadipaten Jepara) sebagai penguasa oleh Bapaknya. 



Pada masa pemberontakan Arya Penangsang Retna Kencana dan suaminya dikeroyok oleh Prajurit Jipang selepas pulang dari Rumah Sunan Kudus. Ratna Kencana selamat namun suaminya wafat. 


CC : Sejarah Cirebon

Adipati Terung (Raden Husain) Raden Husain (Kin San) adalah adik tiri dari Raden Hasan (Sultan Fatah) atau Jinbun. Uniknya daripada berbakti kepada kakaknya yang sebagai Sultan Demak ia tetap mengabdi kepada Majapahit. Pada saat perang Majapahit Vs Demak, Husain bahkan pernah memporak porandakan pasukan Demak, bukan itu saja Panglima tempur utama Demak, Sunan Ngundung bahkan wafat dalam tragedi pertempuran itu. Hanya saja, dalam perang kedua, Pasukan Husain mampu diporak porandakan oleh Sunan Kudus. Beliaupun mundur dan bersembunyi sambil menyusun kekuatan ulang. Namun belum juga dapat menyusun kekuatan, Sunan Kudus malah menyebarkan surat titah Sultan Fatah agar Husain menyerah, sebab Sultan Fatah berjanji akan mengampuninya. Pada akhirnya Husain yang sudah kehilangan pasukan menyerahkan diri dan kemudian diberikan amnesti oleh kakaknya. Oleh : Sejarah Cirebon

 Adipati Terung (Raden Husain)

Raden Husain (Kin San) adalah adik tiri dari Raden Hasan (Sultan Fatah) atau Jinbun. Uniknya daripada berbakti kepada kakaknya yang sebagai Sultan Demak ia tetap mengabdi kepada Majapahit. 



Pada saat perang Majapahit Vs Demak, Husain bahkan pernah memporak porandakan pasukan Demak, bukan itu saja Panglima tempur utama Demak, Sunan Ngundung bahkan wafat dalam tragedi pertempuran itu. 

Hanya saja, dalam perang kedua, Pasukan Husain mampu diporak porandakan oleh Sunan Kudus. Beliaupun mundur dan bersembunyi sambil menyusun kekuatan ulang. Namun belum juga dapat menyusun kekuatan, Sunan Kudus malah menyebarkan surat titah Sultan Fatah agar Husain menyerah, sebab Sultan Fatah berjanji akan mengampuninya. 


Pada akhirnya Husain yang sudah kehilangan pasukan menyerahkan diri dan kemudian diberikan amnesti oleh kakaknya. 

Oleh : Sejarah Cirebon

RADEN AYU YUDOKUSUMO Komandan senior Kavaleri Mancanegara Timur Salah satu tokoh yang disebutkan dalam konteks umum Perang Jawa (yang juga terkait dengan perjuangan Sosrodilogo) adalah RA Yudokusumo. Ia diangkat menjadi komandan kavaleri senior di mancanegara timur dan disebutkan bergabung dengan pemberontakan Raden Sosrodilogo pada 1827-1828. Ini menunjukkan bahwa RA Yudokusumo adalah salah satu rekan seperjuangan yang penting bagi Sosrodilogo. yang paling jelas disebutkan sebagai rekan seperjuangan spesifik Sosrodilogo dalam periode 1827-1828 adalah RA Yudokusumo. Selain itu, perlu diingat bahwa Pangeran Diponegoro sendiri adalah pemimpin tertinggi dari perlawanan ini, dan sebagai ipar Pangeran Diponegoro, Sosrodilogo adalah salah satu orang kepercayaannya. Perjuangan Pangeran Diponegoro didukung oleh berbagai tokoh lain seperti Kyai Mojo (pemimpin spiritual), serta koordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan. Meskipun nama-nama ini tidak secara langsung disebutkan sebagai "sahabat" Sosrodilogo dalam konteks pertempuran spesifik di Rajekwesi, mereka adalah bagian dari jaringan perlawanan yang lebih besar yang melibatkan Sosrodilogo. Raden Ayu (RA) Yudokusumo adalah salah satu sosok perempuan panglima yang sangat menonjol dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Beliau dikenal karena kecerdasan dan keberaniannya dalam memimpin pasukan, bahkan digambarkan memiliki kecerdikan siasat yang melebihi laki-laki oleh pihak Belanda. RIWAYAT SINGKAT RA.YUDOKUSUMO * Asal-usul dan Keluarga: RA Yudokusumo adalah putri dari Sultan Hamengkubuwono I dan istri dari bupati Grobogan-Wirosari, Raden Tumenggung Wirosari. Meskipun usianya sepantaran dengan Pangeran Diponegoro, ia juga merupakan bibi dari Pangeran Diponegoro (putra dari Hamengkubuwono II). * Kepribadian dan Kecakapan: Beliau memiliki kepribadian yang keras dan tanggap dalam mengambil keputusan. Kecerdasannya yang tinggi dan kecerdikan siasatnya sangat diwaspadai oleh Belanda. Bahkan, ia disebutkan seringkali harus mengurus sendiri keperluan terkait perpindahannya karena suaminya, Raden Tumenggung Wirosari, kurang tanggap atau peduli. Setelah perjanjian Giyanti, dia sempat menolak untuk pindah dari daerah Grobogan-Wirosari karena penolakan rakyat saat Inggris ingin mencaplok tanah. Tetapi, dia akhirnya harus pindah ketika diperintah oleh Sultan Hamengkubuwono II. Perjuangan Raden Ayu memunculkan semangat kaum perempuan lain mengangkat senjata, para perempuan lain di desa-desa sekitar Yogyakarta juga dilaporkan menyiapkan bubuk mesiu. Bahkan perempuan-perempuan ini juga turun ke medan perang dengan mengenakan seragam tempur seperti halnya kaum pria. * Peran dalam Perang Mancanegara Timur : Menjadi tokoh utama dalam Penyerangan Komunitas Tionghoa di Ngawi (17 September 1825): RA Yudokusumo adalah tokoh di balik penyerangan terhadap komunitas Tionghoa di Ngawi dari pusat pertahanannya di Muneng, kabupaten suaminya di timur kali Madiun. Aksi ini membuatnya mendapatkan gelar pejuang yang garang, seorang perempuan cerdas namun sangat menakutkan bagi Belanda. * Komandan Kavaleri Senior: Selama Perang Diponegoro, RA Yudokusumo diangkat menjadi komandan kavaleri senior di mancanegara timur. BERGABUNG DENGAN RADEN SOSRODILOGO (1827-1828) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ia bergabung dengan pertempuran Raden Sosrodilogo di Jipang-Rajekwesi (sekarang Bojonegoro) pada November 1827 hingga Maret 1828. Hal ini menunjukkan koordinasi strategis antara kedua tokoh pejuang ini. Pergerakan yang mencakup kawasan yang luas dari Tuban, Rajekwesi, Padangan, Cepu , Blora, Rembang , Lasem dan Ngawi Kehadiran RA Yudokusumo mampu mengangkat semangat pasukan wanita di mancanegara Timur. Pertempuran besar pun terjadi di Ploentoeran - ( Cepu-Padangan) dengan masing masing menggunakan senjata Alteleri dan pasukan kavaleri dan mengeluarkan pasukan besar-besaran, bersama Raden Sosrodilogo di wilayah Padangan - Cepu. Perang Ploentoeran akhirnya kalah, pasukan Raden Sosrodilogo dan RA Yudokusumo menyebar menyelamatkan diri. Dan kelompok kecil pasukannya akhirnya terpojok di daerah Ngawi Ketika akhirnya menyerah kepada Belanda pada Oktober 1828 di Ngawi, Raden Tumenggung Sosrodilogo dibawa ke Keraton Yogyakarta, dan demikian juga RA Yudakusuma dan beberapa keluarga serta pasukannya yang tersisa. Cerita menarik dalam akhir episode, RA Yudokusumo bersama sisa keluarganya mencukur habis rambutnya. Tindakan ini dicatat sebagai tanda dedikasinya atas perang sabil melawan Belanda dan orang Jawa murtad. SRIKANDI DIPONEGORO RA Yudokusumo adalah salah satu dari sedikit perempuan yang memegang peranan penting sebagai panglima dalam Perang Diponegoro, bersama dengan Nyi Ageng Serang. Keberanian dan kepemimpinannya menjadi inspirasi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejarah perjuangan RA Yudokusumo banyak bersumber dari catatan-catatan Belanda (arsip kolonial) dan babad (kronik Jawa) yang disusun pada masa Perang Diponegoro atau setelahnya. Sejarawan modern, khususnya yang fokus pada Perang Diponegoro, telah mengolah dan menganalisis sumber-sumber ini untuk merekonstruksi peran RA Yudokusumo. SUMBER SEJARAH Berikut adalah beberapa jenis sumber berita dan literatur yang kemungkinan besar menjadi acuan dalam menyusun riwayat perjuangan RA Yudokusumo: * Arsip Kolonial Belanda: * Laporan-laporan militer Belanda: Dokumen-dokumen ini seringkali mencatat pergerakan pasukan Diponegoro, termasuk komandan-komandan mereka. Keberanian dan kecerdasan RA Yudokusumo yang bahkan diakui oleh pihak Belanda (misalnya, digambarkan memiliki kecerdikan siasat melebihi laki-laki) menunjukkan bahwa ia merupakan target yang diawasi ketat dan sering disebutkan dalam laporan-laporan intelijen Belanda. * Korespondensi pejabat kolonial: Surat-menyurat antara para residen, gubernur jenderal, dan komandan militer Belanda seringkali berisi informasi tentang tokoh-tokoh penting perlawanan. * Babad Diponegoro: Ini adalah otobiografi Pangeran Diponegoro yang ditulis sendiri selama pengasingannya di Manado. Babad ini merupakan sumber primer yang sangat kaya tentang Perang Diponegoro dan bisa jadi menyebutkan peran serta tokoh-tokoh penting di dalamnya, termasuk RA Yudokusumo sebagai salah satu panglima. * Babad lainnya, seperti Babad Tanah Jawi atau babad-babad lokal yang berkaitan dengan wilayah Grobogan-Wirosari atau Jipang-Rajekwesi, juga mungkin memuat informasi tentang beliau. * Peter Carey: Salah satu sejarawan terkemuka yang banyak meneliti Perang Diponegoro. Karyanya seperti Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 dan Asal Usul Perang Jawa sangat mungkin menjadi sumber utama. Carey dikenal karena analisisnya yang mendalam terhadap sumber-sumber Jawa dan Belanda. Semoga bermanfaat Sumber: Sudah kami sertakan dalam artikel Foto cover : Adalah ilustrasi, mengingat tidak ada dokumentasi tentang RA Yudokusumo Pemerhati sejarah dan budaya Temmy Wirawan Suryo Diwongso

 RADEN AYU YUDOKUSUMO

Komandan senior Kavaleri Mancanegara Timur


Salah satu tokoh yang disebutkan dalam konteks umum Perang Jawa (yang juga terkait dengan perjuangan Sosrodilogo) adalah RA Yudokusumo. Ia diangkat menjadi komandan kavaleri senior di mancanegara timur dan disebutkan bergabung dengan pemberontakan Raden Sosrodilogo pada 1827-1828. Ini menunjukkan bahwa RA Yudokusumo adalah salah satu rekan seperjuangan yang penting bagi Sosrodilogo. yang paling jelas disebutkan sebagai rekan seperjuangan spesifik Sosrodilogo dalam periode 1827-1828 adalah RA Yudokusumo.




Selain itu, perlu diingat bahwa Pangeran Diponegoro sendiri adalah pemimpin tertinggi dari perlawanan ini, dan sebagai ipar Pangeran Diponegoro, Sosrodilogo adalah salah satu orang kepercayaannya. Perjuangan Pangeran Diponegoro didukung oleh berbagai tokoh lain seperti Kyai Mojo (pemimpin spiritual), serta koordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan. Meskipun nama-nama ini tidak secara langsung disebutkan sebagai "sahabat" Sosrodilogo dalam konteks pertempuran spesifik di Rajekwesi, mereka adalah bagian dari jaringan perlawanan yang lebih besar yang melibatkan Sosrodilogo.


Raden Ayu (RA) Yudokusumo adalah salah satu sosok perempuan panglima yang sangat menonjol dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Beliau dikenal karena kecerdasan dan keberaniannya dalam memimpin pasukan, bahkan digambarkan memiliki kecerdikan siasat yang melebihi laki-laki oleh pihak Belanda.


RIWAYAT SINGKAT RA.YUDOKUSUMO


 * Asal-usul dan Keluarga: RA Yudokusumo adalah putri dari Sultan Hamengkubuwono I dan istri dari bupati Grobogan-Wirosari, Raden Tumenggung Wirosari. Meskipun usianya sepantaran dengan Pangeran Diponegoro, ia juga merupakan bibi dari Pangeran Diponegoro (putra dari Hamengkubuwono II).


 * Kepribadian dan Kecakapan: Beliau memiliki kepribadian yang keras dan tanggap dalam mengambil keputusan. Kecerdasannya yang tinggi dan kecerdikan siasatnya sangat diwaspadai oleh Belanda. Bahkan, ia disebutkan seringkali harus mengurus sendiri keperluan terkait perpindahannya karena suaminya, Raden Tumenggung Wirosari, kurang tanggap atau peduli. Setelah perjanjian Giyanti, dia sempat menolak untuk pindah dari daerah Grobogan-Wirosari karena penolakan rakyat saat Inggris ingin mencaplok tanah. Tetapi, dia akhirnya harus pindah ketika diperintah oleh Sultan Hamengkubuwono II.


Perjuangan Raden Ayu memunculkan semangat kaum perempuan lain mengangkat senjata, para perempuan lain di desa-desa sekitar Yogyakarta juga dilaporkan menyiapkan bubuk mesiu. Bahkan perempuan-perempuan ini juga turun ke medan perang dengan mengenakan seragam tempur seperti halnya kaum pria.


 * Peran dalam Perang Mancanegara Timur :

Menjadi tokoh utama dalam Penyerangan Komunitas Tionghoa di Ngawi (17 September 1825): RA Yudokusumo adalah tokoh di balik penyerangan terhadap komunitas Tionghoa di Ngawi dari pusat pertahanannya di Muneng, kabupaten suaminya di timur kali Madiun. Aksi ini membuatnya mendapatkan gelar pejuang yang garang, seorang perempuan cerdas namun sangat menakutkan bagi Belanda.


  * Komandan Kavaleri Senior: Selama Perang Diponegoro, RA Yudokusumo diangkat menjadi komandan kavaleri senior di mancanegara timur.


BERGABUNG DENGAN RADEN SOSRODILOGO (1827-1828)


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ia bergabung dengan pertempuran Raden Sosrodilogo di Jipang-Rajekwesi (sekarang Bojonegoro) pada November 1827 hingga Maret 1828. Hal ini menunjukkan koordinasi strategis antara kedua tokoh pejuang ini. Pergerakan yang mencakup kawasan yang luas dari Tuban, Rajekwesi, Padangan, Cepu , Blora, Rembang , Lasem dan Ngawi 

Kehadiran RA Yudokusumo mampu mengangkat semangat pasukan wanita di mancanegara Timur. Pertempuran besar pun terjadi di Ploentoeran - ( Cepu-Padangan) dengan masing masing menggunakan senjata Alteleri dan pasukan kavaleri dan mengeluarkan pasukan besar-besaran, bersama Raden Sosrodilogo di wilayah Padangan - Cepu. Perang Ploentoeran akhirnya kalah, pasukan Raden Sosrodilogo dan RA Yudokusumo menyebar menyelamatkan diri. Dan kelompok kecil pasukannya akhirnya terpojok di daerah Ngawi 


Ketika akhirnya menyerah kepada Belanda pada Oktober 1828 di Ngawi, Raden Tumenggung Sosrodilogo dibawa ke Keraton Yogyakarta, dan demikian juga RA Yudakusuma dan beberapa keluarga serta pasukannya yang tersisa. Cerita menarik dalam akhir episode, RA Yudokusumo bersama sisa keluarganya mencukur habis rambutnya. Tindakan ini dicatat sebagai tanda dedikasinya atas perang sabil melawan Belanda dan orang Jawa murtad.


SRIKANDI DIPONEGORO


RA Yudokusumo adalah salah satu dari sedikit perempuan yang memegang peranan penting sebagai panglima dalam Perang Diponegoro, bersama dengan Nyi Ageng Serang. Keberanian dan kepemimpinannya menjadi inspirasi dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.


Sejarah perjuangan RA Yudokusumo banyak bersumber dari catatan-catatan Belanda (arsip kolonial) dan babad (kronik Jawa) yang disusun pada masa Perang Diponegoro atau setelahnya. Sejarawan modern, khususnya yang fokus pada Perang Diponegoro, telah mengolah dan menganalisis sumber-sumber ini untuk merekonstruksi peran RA Yudokusumo.


SUMBER SEJARAH 


Berikut adalah beberapa jenis sumber berita dan literatur yang kemungkinan besar menjadi acuan dalam menyusun riwayat perjuangan RA Yudokusumo:

   * Arsip Kolonial Belanda:

   * Laporan-laporan militer Belanda: Dokumen-dokumen ini seringkali mencatat pergerakan pasukan Diponegoro, termasuk komandan-komandan mereka. Keberanian dan kecerdasan RA Yudokusumo yang bahkan diakui oleh pihak Belanda (misalnya, digambarkan memiliki kecerdikan siasat melebihi laki-laki) menunjukkan bahwa ia merupakan target yang diawasi ketat dan sering disebutkan dalam laporan-laporan intelijen Belanda.

   * Korespondensi pejabat kolonial: Surat-menyurat antara para residen, gubernur jenderal, dan komandan militer Belanda seringkali berisi informasi tentang tokoh-tokoh penting perlawanan.

 * Babad Diponegoro:

 Ini adalah otobiografi Pangeran Diponegoro yang ditulis sendiri selama pengasingannya di Manado. Babad ini merupakan sumber primer yang sangat kaya tentang Perang Diponegoro dan bisa jadi menyebutkan peran serta tokoh-tokoh penting di dalamnya, termasuk RA Yudokusumo sebagai salah satu panglima.

   * Babad lainnya, seperti Babad Tanah Jawi atau babad-babad lokal yang berkaitan dengan wilayah Grobogan-Wirosari atau Jipang-Rajekwesi, juga mungkin memuat informasi tentang beliau.

   * Peter Carey: Salah satu sejarawan terkemuka yang banyak meneliti Perang Diponegoro. Karyanya seperti Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 dan Asal Usul Perang Jawa sangat mungkin menjadi sumber utama. Carey dikenal karena analisisnya yang mendalam terhadap sumber-sumber Jawa dan Belanda.


Semoga bermanfaat


Sumber: 

Sudah kami sertakan dalam artikel

Foto cover : 

Adalah ilustrasi, mengingat tidak ada dokumentasi tentang RA Yudokusumo


Pemerhati sejarah dan budaya

Temmy Wirawan Suryo Diwongso

01 August 2025

Abdulrachman Saleh Komodor Udara (anumerta) Abdulrachman Saleh ini gugur bersama Komodor Udara Adisucipto dan semua penumpang pesawat Dakota yang jatuh di Maguwo Yogya pada 29 Juli 1947. Tak mengherankan bila hari ini kemudian diperingati sebagai Hari Bhakti TNI AU. Abdulrachman Saleh juga pendiri Radio Republik Indonesia. Juga seorang dokter. Ia lahir di Ketapang Kwitang Batavia pada 1 Juli 1909. Ayahnya adalah Moh Saleh, seorang dokter. Lalu ia bergabung dengan klub penerbangan di Batavia hingga meraih lisensi pilot. Setelah lulus jadi dokter, pada tahun 1937, ia melanjutkan pendidikan di bidang fisiologi. Bahkan kemudian menjadi dosen. Di luar itu ia diangkat menjadi pimpinan organisasi penyiaran radio Vereniging voor Oosterse Radio Omroep. Lalu terlibat dalam pendirian RRI pada 11 September 1945. Di beberapa kota juga ada nama jalan menggunakan nama pahlawan ini. Di Semarang ada di jalan antara Kalibanteng menuju Manyaran. #sejarahituperlu #akuagenberita

 Abdulrachman Saleh


Komodor Udara (anumerta) Abdulrachman Saleh ini gugur bersama Komodor Udara Adisucipto dan semua penumpang pesawat Dakota yang jatuh di Maguwo Yogya pada 29 Juli 1947.

Tak mengherankan bila hari ini kemudian diperingati sebagai Hari Bhakti TNI AU. 

 Abdulrachman Saleh juga pendiri Radio Republik Indonesia. Juga seorang dokter. 



Ia lahir di Ketapang Kwitang Batavia pada 1 Juli 1909. Ayahnya adalah Moh Saleh, seorang dokter. 

Lalu ia bergabung dengan klub penerbangan di Batavia hingga meraih lisensi pilot. 

Setelah lulus jadi dokter, pada tahun 1937, ia melanjutkan pendidikan di bidang fisiologi. Bahkan kemudian menjadi dosen. 


Di luar itu ia diangkat menjadi pimpinan organisasi penyiaran radio Vereniging voor Oosterse Radio Omroep. Lalu terlibat dalam pendirian RRI pada 11 September 1945.


Di beberapa kota juga ada nama jalan menggunakan nama pahlawan ini. Di Semarang ada di jalan antara Kalibanteng menuju Manyaran. 

#sejarahituperlu

#akuagenberita

Harta Daha - Wilwatikta Banyak yang beranggapan, kondisi ekonomi masyarakat di saat - saat kemunduran Majapahit di rentang tahun 1478 - 1527 sangatlah miskin, makan susah, kehidupan tidak aman seperti yg di gambarkan Ma Huan pasca perang Peregreg. Hal ini adalah penalaran yg salah, mari kita simak narasi yg berdasar bukti primer berita sejaman berikut ini.. Memang sejak Perang Peregreg di-ikuti dengan penaklukan istana Majapahit di Trowulan oleh anak-anak Sang Sinagara pada 1478, mandala Majapahit tidaklah berkuasa dalam jangkauan yg luas lagi, bahkan di pulau Jawa terutama pesisir utara pun sudah bermunculan negara-negara kota yang tidak tunduk pada Majapahit dengan Demak sebagai pimpinan nya. Tapi pusat Majapahit yang telah berpindah ke Daha setelah 1478 masih memegang kuasa besar di pedalaman, beberapa kota pelabuhan besar seperti Tuban, Gamda (Bangil - Pasuruan), Pajarakan - Panarukan dan Blambangan masih merupakan vasal setia Majapahit, dari pelabuhan-pelabuhan inilah mereka tetap bisa berdagang dengan negara luar. Karena itu ekonomi Majapahit/Wilwatikta dalam rentang tahun diatas (40 tahun lebih) tetaplah perkasa, tidak tampak adanya krisis maupun kelaparan, semua tertulis dalam laporan Tome Pires, seorang wakil kerajaan Portugis yang mengunjungi daerah-daerah di Nusantara pada 1512 - 1515. Penduduk daerah pedalaman ini dilaporkan sangat besar jumlahnya, memiliki banyak kota, pusatnya Daha/dayo, ukurannya jauh melebihi kota terbesar di pesisir yakni Demak yang saat itu berjumlah hanya 8-10 ribu rumah, perdagangan export-import lewat pelabuhan negara vasal diatas sangat bergairah, sehingga menciptakan kemakmuran di Majapahit pedalaman ini. Beras-beras kualitas terbaik, yang tidak dimiliki daerah lain di export dalam jumlah yg sangat besar ke pasar Melaka, tempat ini juga menghasilkan sapi, domba, kambing hingga kerbau, rusa, kemudian berbagai ikan laut di pesisir, buah-buahan, cabe jawa, asam, trengguli semua dalam kata-kata yak terhitung saking banyaknya. Dalam jumlah terbatas ada kapulaga, sayuran, Topas, tembaga, sejumlah emas yg lebih banyak daripada daerah lain dan budak yang juga di export lewat Tuban. Kalau bisa mengexport komoditas diatas, urusan pangan tentulah bukan lagi masalah serius, bahkan ini berlebih, artinya profesi lain seperti seni, kerajinan barang rumah/peralatan semuanya bisa terjaga bahkan militer/petugas negara pun bisa tercukupi mengingat mereka juga memungut pajak atas pedagang yang menjual barang-barang dari luar, termasuk dari Portugis ini. Tak heran, keberadaan tempat yg masih dikenal di kota kediri modern yang mencerminkan profesi diatas seperti Baluwerti (abdi dalem), Kemasan (perajin emas), Pandean (pembuat alat-alat besi), Jagalan (penyembelihan hewan) dll tentulah bisa diwujudkan oleh suatu kegiatan ekonomi yg dilaporkan Tome Pires ini. Majapahit II ini melakukan import dari negeri-negeri luar terutama Melaka dalam bentuk komoditas kain, bermacam jenisnya dan jumlahnya tak terhitung mengingat berjibunnya penduduk di daerah pedalaman. Kegiatan ekonomi yg stabil walau diselingi perselisihan dengan negeri kota pesisir mampu memberikan kehidupan yg bergelimang kemewahan bagi bangsawan nya. Sang raja, bernama Batara Vogjaya disebutkan hidup lavish (mewah) bergelimang pesta dan anggur ditemani para istri-selirnya didalam istana Dayo yang megah, system tata istana mempekerjakan sekitar 1000 kasim untuk mengurus segala kebutuhan mereka. Batara Vogjaya ini menurut sejarah mainstream tak lain adalah Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, si bungsu anak-anak sang Sinagara yg mengalahkan raja Majapahit Trowulan pada perang paman - keponakan 1478, dirinya benar benar menikmati kemenangan sebagai raja walau akhirnya karena usia, kekuasaan sehari-hari dipegang oleh Patih yang bernama Amdura/Udara (Kita akan membahasnyablagi di silsilah raja-raja Majapahit versi Suma Oriental). Bangsawan Majapahit yang tentu saja anak cucu trah Sinagara dan anak-anak Patih Udara adalah pribadi yang suka berhias, bukan hanya perhiasan badan tapi keris, pedang dan tombaknya semua berlapis emas, disaat tertentu bersama raja mereka pergi berburu, suatu hiburan besar keluar Daha dengan segala attribut kemewahan, lengkap dengan prajurit dan para istri - selir yang mendampingi dengan menaiki kereta khusus. Tak hanya bangsawan yg berhias emas, pelana kuda dan injakan kaki semua dari emas dan bahkan anjingnya pun dilengkapi lonceng emas - perak dilehernya, suatu kemewahan yang tidak bisa ditandingi negeri lainnya. Mereka adalah penguasa atas tanah pedalaman, dianggap dewa oleh yg masih memuja mereka, sesiapa yang menghalangi jalan rombongan ini, akan dihukum mati di tempat, karena itulah rakyat harus masuk rumah jika acara berburu ini di maklumatkan melintasi daerah mereka. Begitulah, melihat kemewahan raja dan para bangsawan ini, bukan tak mungkin merekalah yang membuat benteng kolosal Daha - yang sisa sisanya dipakai Trunojoyo 150 tahun kemudian, kemakmuran dan kebutuhan untuk bertahan dari serangan Demak mendorong mereka membuat benteng kolosal 8.5 km mengelilingi kota Daha. Tapi kemewahan, kekuasaan dan penyembahan bak dewa kepada bangsawan membuat rakyat tidaklah merasa puas, rakyat pada saat kunjungan Tome Pires ini dilaporkannya tidaklah percaya lagi kepada perintah raja, karena mereka membuat Majapahit kehilangan sebagian besar tanahnya, terlebih yg berkuasa adalah sang Patih yang meminjam tangan sang raja untuk berkuasa. Saat itu memang juga sedang terjadi perubahan kultur dan ideologi di sebagian rakyat Majapahit, agama lama memang masih dianut di pedalaman, tapi agama baru yang mengajarkan kesetaraan dan terbuka sedang mendapatkan dukungan luas. Dan bukan tak mungkin juga agama ini telah dianut oleh sebagian bangsawan Daha yang sedikit banyak memberi pertunjukan kesederhanaan yg mengena dihati dan akhirnya membuat kekuasaan yg bersandar pada agama lama mulai ditinggalkan oleh rakyat yang sedang kecewa ini. Kepercayaan rakyat adalah sendi utama yang bukan saja melemahkan Majapahit II, tapi membuatnya berangsur-angsur lenyap ditelan kekuasaan lain. Kembali kepada kemewahan hidup para bangsawannya, walaupun saat itu politik masih didominasi oleh mereka yg terkungkung dalam romantisme - kultur masa lalu (Patih Udara cs) ,tapi diantara mereka selain yg sudah beragama lain, tentulah ada yg pragmatis, mereka yang ingin mempertahankan kekayaan dan disinilah menariknya.. Para pragmatis ini tentulah paham bahwa benteng Daha yg mempunyai dimensi 2 meter tebal, 6 meter tinggi, 8.5 km keliling, akan sulit ditembus oleh teknologi Majapahit-demak saat itu, berarti kehidupan didalam benteng tsb akan aman untuk waktu yang lama, tapi jika para pasukan gabungan kota pesisir melakukan expansi ke sumber-sumber ekonomi mereka diluar benteng, bagaimana mereka bisa bertahan, mengingat rakyat sudah tidak banyak mendukung mereka lagi? Bagaimana rupa & perawakan bangsawan Daha? https://www.facebook.com/share/p/1KEjNtF7Qa/ Foto dibawah hanya ilustrasi benteng di tepi sungai seperti halnya benteng Daha-Wilwatikta...

 Harta Daha - Wilwatikta 


Banyak yang beranggapan, kondisi ekonomi masyarakat di saat - saat kemunduran Majapahit di rentang tahun 1478 - 1527 sangatlah miskin, makan susah, kehidupan tidak aman seperti yg di gambarkan Ma Huan pasca perang Peregreg. 



Hal ini adalah penalaran yg salah, mari kita simak narasi yg berdasar bukti primer berita sejaman berikut ini.. 


Memang sejak Perang Peregreg di-ikuti dengan penaklukan istana Majapahit di Trowulan oleh anak-anak Sang Sinagara pada 1478, mandala Majapahit tidaklah berkuasa dalam jangkauan yg luas lagi, bahkan di pulau Jawa terutama pesisir utara pun sudah bermunculan negara-negara kota yang tidak tunduk pada Majapahit dengan Demak sebagai pimpinan nya.


Tapi pusat Majapahit yang telah berpindah ke Daha setelah 1478 masih memegang kuasa besar di pedalaman, beberapa kota pelabuhan besar seperti Tuban, Gamda (Bangil - Pasuruan), Pajarakan - Panarukan dan Blambangan masih merupakan vasal setia Majapahit, dari pelabuhan-pelabuhan inilah mereka tetap bisa berdagang dengan negara luar. 


Karena itu ekonomi Majapahit/Wilwatikta dalam rentang tahun diatas (40 tahun lebih) tetaplah perkasa, tidak tampak adanya krisis maupun kelaparan, semua tertulis dalam laporan Tome Pires, seorang wakil kerajaan Portugis yang mengunjungi daerah-daerah di Nusantara pada 1512 - 1515.


Penduduk daerah pedalaman ini dilaporkan sangat besar jumlahnya, memiliki banyak kota, pusatnya Daha/dayo, ukurannya jauh melebihi kota terbesar di pesisir yakni Demak yang saat itu berjumlah hanya 8-10 ribu rumah, perdagangan export-import lewat pelabuhan negara vasal diatas sangat bergairah, sehingga menciptakan kemakmuran di Majapahit pedalaman ini. 


Beras-beras kualitas terbaik, yang tidak dimiliki daerah lain di export dalam jumlah yg sangat besar ke pasar Melaka, tempat ini juga menghasilkan sapi, domba, kambing hingga kerbau, rusa, kemudian berbagai ikan laut di pesisir, buah-buahan, cabe jawa, asam, trengguli semua dalam kata-kata yak terhitung saking banyaknya. 


Dalam jumlah terbatas ada kapulaga, sayuran, Topas, tembaga, sejumlah emas yg lebih banyak daripada daerah lain dan budak yang juga di export lewat Tuban. 


Kalau bisa mengexport komoditas diatas, urusan pangan tentulah bukan lagi masalah serius, bahkan ini berlebih, artinya profesi lain seperti seni, kerajinan barang rumah/peralatan semuanya bisa terjaga bahkan militer/petugas negara pun bisa tercukupi mengingat mereka juga memungut pajak atas pedagang yang menjual barang-barang dari luar, termasuk dari Portugis ini. 


Tak heran, keberadaan tempat yg masih dikenal di kota kediri modern yang mencerminkan profesi diatas seperti Baluwerti (abdi dalem), Kemasan (perajin emas), Pandean (pembuat alat-alat besi), Jagalan (penyembelihan hewan) dll tentulah bisa diwujudkan oleh suatu kegiatan ekonomi yg dilaporkan Tome Pires ini. 


Majapahit II ini melakukan import dari negeri-negeri luar terutama Melaka dalam bentuk komoditas kain, bermacam jenisnya dan jumlahnya tak terhitung mengingat berjibunnya penduduk di daerah pedalaman. 


Kegiatan ekonomi yg stabil walau diselingi perselisihan dengan negeri kota pesisir mampu memberikan kehidupan yg bergelimang kemewahan bagi bangsawan nya. 


Sang raja, bernama Batara Vogjaya disebutkan hidup lavish (mewah) bergelimang pesta dan anggur ditemani para istri-selirnya didalam istana Dayo yang megah, system tata istana mempekerjakan sekitar 1000 kasim untuk mengurus segala kebutuhan mereka. 


Batara Vogjaya ini menurut sejarah mainstream tak lain adalah Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, si bungsu anak-anak sang Sinagara yg mengalahkan raja Majapahit Trowulan pada perang paman - keponakan 1478, dirinya benar benar menikmati kemenangan sebagai raja walau akhirnya karena usia, kekuasaan sehari-hari dipegang oleh Patih yang bernama Amdura/Udara (Kita akan membahasnyablagi di silsilah raja-raja Majapahit versi Suma Oriental). 


Bangsawan Majapahit yang tentu saja anak cucu trah Sinagara dan anak-anak Patih Udara adalah pribadi yang suka berhias, bukan hanya perhiasan badan tapi keris, pedang dan tombaknya semua berlapis emas, disaat tertentu bersama raja mereka pergi berburu, suatu hiburan besar keluar Daha dengan segala attribut kemewahan, lengkap dengan prajurit dan para istri - selir yang mendampingi dengan menaiki kereta khusus. 


Tak hanya bangsawan yg berhias emas, pelana kuda dan injakan kaki semua dari emas dan bahkan anjingnya pun dilengkapi lonceng emas - perak dilehernya, suatu kemewahan yang tidak bisa ditandingi negeri lainnya. 


Mereka adalah penguasa atas tanah pedalaman, dianggap dewa oleh yg masih memuja mereka, sesiapa yang menghalangi jalan rombongan ini, akan dihukum mati di tempat, karena itulah rakyat harus masuk rumah jika acara berburu ini di maklumatkan melintasi daerah mereka.


Begitulah, melihat kemewahan raja dan para bangsawan ini, bukan tak mungkin merekalah yang membuat benteng kolosal Daha - yang sisa sisanya dipakai Trunojoyo 150 tahun kemudian, kemakmuran dan kebutuhan untuk bertahan dari serangan Demak mendorong mereka membuat benteng kolosal 8.5 km mengelilingi kota Daha. 


Tapi kemewahan, kekuasaan dan penyembahan bak dewa kepada bangsawan membuat rakyat tidaklah merasa puas, rakyat pada saat kunjungan Tome Pires ini dilaporkannya tidaklah percaya lagi kepada perintah raja, karena mereka membuat Majapahit kehilangan sebagian besar tanahnya, terlebih yg berkuasa adalah sang Patih yang meminjam tangan sang raja untuk berkuasa.


Saat itu memang juga sedang terjadi perubahan kultur dan ideologi di sebagian rakyat Majapahit, agama lama memang masih dianut di pedalaman, tapi agama baru yang mengajarkan kesetaraan dan terbuka sedang mendapatkan dukungan luas.


Dan bukan tak mungkin juga agama ini telah dianut oleh sebagian bangsawan Daha yang sedikit banyak memberi pertunjukan kesederhanaan yg mengena dihati dan akhirnya membuat kekuasaan yg bersandar pada agama lama mulai ditinggalkan oleh rakyat yang sedang kecewa ini. 


Kepercayaan rakyat adalah sendi utama yang bukan saja melemahkan Majapahit II, tapi membuatnya berangsur-angsur lenyap ditelan kekuasaan lain. 


Kembali kepada kemewahan hidup para bangsawannya, walaupun saat itu politik masih didominasi oleh mereka yg terkungkung dalam romantisme - kultur masa lalu (Patih Udara cs) ,tapi diantara mereka selain yg sudah beragama lain, tentulah ada yg pragmatis, mereka yang ingin mempertahankan kekayaan dan disinilah menariknya..


Para pragmatis ini tentulah paham bahwa benteng Daha yg mempunyai dimensi 2 meter tebal, 6 meter tinggi, 8.5 km keliling, akan sulit ditembus oleh teknologi Majapahit-demak saat itu, berarti kehidupan didalam benteng tsb akan aman untuk waktu yang lama, tapi jika para pasukan gabungan kota pesisir melakukan expansi ke sumber-sumber ekonomi mereka diluar benteng, bagaimana mereka bisa bertahan, mengingat rakyat sudah tidak banyak mendukung mereka lagi?


Bagaimana rupa & perawakan bangsawan Daha? 

https://www.facebook.com/share/p/1KEjNtF7Qa/


Foto dibawah hanya ilustrasi benteng di tepi sungai seperti halnya benteng Daha-Wilwatikta...

KEMATIAN PRABU SILIWANGI YANG ASLI Prabu Siliwangi wafat pada tanggal 31 Desember 1521. Tanggal dan tahun tersebut didasarkan pada tahun Penobatan Prabu Surawisesa sebagai Raja Pajajaran pengganti ayahnya dan juga didukung oleh Prasasti Batu tulis Bogor yang mengabarkan tentang peringatan hari kematian Prabu Siliwangi oleh anaknya Prabu Surawisesa. Prasasti tersebut dibuat pada 1533, atau 12 tahun selepas wafatnya Prabu Siliwangi. Selanjutnya berdasarkan pada Prasasti Tembaga Kebantenan disebut Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi Susuhunan di Pakuan Pajajaran, memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Ia disebut secara anumerta Sang Lumahing (Sang Mokteng) Rancamaya. Ini Artinya beliau wafat normal dan kemudian dipusarakan disuatu temnpat yang bernama Rancamaya. Oleh karena itu, cerita mengenai menghilangya Sri Baduga Maharaja dengan cara moksa, yaitu naik keatas langit dan kemudian bersatu dengan dewa sebagaimana diceritakan dalam legenda merupakan dongeng yang tidak benar. CC : Sejarah Cirebon

 KEMATIAN PRABU SILIWANGI YANG ASLI


Prabu Siliwangi wafat pada tanggal 31 Desember 1521. Tanggal dan tahun tersebut didasarkan pada tahun Penobatan Prabu Surawisesa sebagai Raja Pajajaran pengganti ayahnya dan juga didukung oleh  Prasasti Batu tulis Bogor yang mengabarkan tentang peringatan hari kematian Prabu Siliwangi oleh anaknya Prabu Surawisesa. Prasasti tersebut dibuat pada 1533, atau 12 tahun selepas wafatnya Prabu Siliwangi.



Selanjutnya berdasarkan pada Prasasti Tembaga Kebantenan disebut Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi Susuhunan di Pakuan Pajajaran, memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Ia disebut secara anumerta Sang Lumahing (Sang Mokteng) Rancamaya. Ini Artinya beliau wafat normal dan kemudian dipusarakan disuatu temnpat yang bernama Rancamaya. 


Oleh karena itu, cerita mengenai menghilangya Sri Baduga Maharaja dengan cara moksa, yaitu naik keatas langit dan kemudian bersatu dengan dewa sebagaimana diceritakan dalam legenda merupakan dongeng yang tidak benar.


CC : Sejarah Cirebon