08 April 2022

Anton Permana : Soerat Rakjat Kepada Jenderal Soedirman

Anton Permana : Soerat Rakjat Kepada Jenderal Soedirman
Anton Permana




Oleh : Anton Permana
(Tanhana Dharma Mangruva Institute)

Jangan menangis, Jendral. Hari ini rakyatmu kembali hidup dalam penjajahan. Tapi bukan oleh bangsa Belanda-Jepang, tapi oleh bangsamu sendiri yang khianat dan jadi penjilat para Cukong dan asing.

Rakyatmu hari ini berjuang hanya bermodalkan semangat, teriakan dan lemparan batu dari tangan-tangan yang seharusnya masih digunakan untuk belajar di bangku sekolah, mengetik di bangku kuliah, dan mengais rejeki di pabrik, ladang dan sawah untuk anak istri mereka.

Banyak tangan-tangan kekar yang berseragam gagah di negeri ini, namun hari ini justru tangan-tangan kekar itu yang memukuli kami dengan pentungan dan tembakan gas air mata. Banyak pemikir hebat dan orasi ulung berdasi parlente di negeri ini, tapi pikiran mereka yang justru buat kami sengsara.

Izin melaporkan, Jendral. Hari ini, juga banyak yang mengaku pemimpin, merakyat, sederhana, jagoan, jawara, orang hebat, tapi hari ini semua bungkam atau justru mereka pelaku dan penikmat semua petaka hari ini ?

Hapus air matamu, Jendral, kami tahu kamu pasti sedih. Negara yang kamu perjuangkan bersama ribuan para syuhada puluhan tahun yang lalu, hari ini kembali jatuh ke dalam lobang hitam penjajahan.

Era penjajahan sudah dimulai. Hak kami dijajah. Masa depan kami dijarah. Kemerdekaan kami dirampas. Tapi tidak melalui senjata dan agresi militer, melainkan melalui halusinasi manis nan indah bernama reformasi. Ternyata semua hanya tipu daya, pintu masuk bagi neo-kolonialisasi bangsa asing dan kuasa cukong ke negeri ini. Aturan hukum dibuat hanya untuk alat penjajahan. Alat penjarahan dan alat intimidasi.

Tapi percayalah, Jendral, kami tak akan menyerah, kami tak akan mundur, kami akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan.

Biarkan para prajuritmu tidur lelap. Biarkan pasukan itu sibuk dalam agitasi kebingungan. Antara nurani jati diri dan perintah tekanan jabatan. Biarlah Jendral. Toh rakyat ini juga merdeka sebelumnya?

Rakyatlah yang ketika itu jadi tentara.
Setelah merdeka, negeri ini jadi negara,
dan tentara dilahirkan sebagai penjaga kedaulatan serta melindungi segenap tumpah darah.
Kalau saat ini mereka tidak muncul ? Anggap saja mereka lagi lelah dan capek latihan tiap hari.

Namun biarlah rakyat kembali berjuang dengan segala daya yang ada. Karena kami tak punya uang untuk bayar para pejabat itu, kami tak punya harta untuk menyogok mereka, dan kami tak punya kuasa untuk berikan fasilitas jabatan kepada mereka.

Jadi wajar, kami kalah oleh para cukong yang punya uang, punya harta, dan punya kuasa. Walaupun semua kekuasaan itu juga hasil rampok dari kami juga. Ahhh tapi sudahlah Jendral.. Sudah tak saatnya lagi kami berkeluh kesah. Karena jawabannya saat ini hanya dua ; ” Bangkit atau Punah ! “

Salam hormat kami buat Panglima Besar kebanggaan bangsa Indonesia, Jendral Soedirman. Izinkan kami lanjutkan perjuanganmu. Merdeka !

Salam Indonesia Jaya..

Yogjakarta, 8 Oktober 2020










banner 468x60

Steurtjes, Sengsara di Kota Tentara

 Steurtjes, Sengsara di Kota Tentara  

Oleh : Mahandis Yoanata Thamrin


Bangunan makam anak-anak panti Huize Oranje-Nassau yang diasuh Johannes "Pa" van der Steur di Magelang. Ada sekitar 40-an individu yang dimakamkan di bangunan ini. 


Pa mulai merawat empat anak di sebuah rumah gedek pada 1892. Meski serba kekurangan, baik dana maupun tenaga pengasuh, penghuninya selalu meningkat. Sampai 1907, setidaknya Pa merawat 800 anak. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak KNIL. Anak-anak asuhannya kerap dijuluki sebagai "steurtjes".


Magelang tampaknya kota tentara yang sengsara. Kota ini memiliki tanggungan besar pada anak-anak telantar. Penyebabnya, barangkali pergundikan. 


Pa wafat di Semarang pada September 1945, setelah menjadi tawanan Jepang di kamp Cimahi. Dia dimakamkan di sebelah anak-anak asuhnya di Magelang. Sampai hari ini makam mereka masih menjadi penanda kota.


Sebuah keajaiban atau keprihatinan? Dari sekian hektar permakaman kota, hanya 27 nisan yang selamat dari penggusuran atas nama tata kota.


Padahal jiwa kota bersemayam di setiap permakaman dan bangunan tuanya. Menghilangkan keduanya berarti menghilangkan ingatan warga tentang kota mereka.


Terima kasih atas upaya Mas Bagus Priyana dan kawan-kawan Komunitas Kota Toea Magelang untuk melestarikan jejak sejarah kota ini.

04 April 2022

Sejarah Magelang - de passar malem te magelang 1925

 

DE PASSAR MALEM TE MAGELANG 1925 

Oleh : Chandra Gustav Wisnuwardhana


Jika ditilik dari sejarahnya, kemeriahan Passar Malem di wilayah Kotta Magelang mulai kian populer pasca keberhasilan pemerintah lokal Karesidenan Kedu dan Kota/Kabupaten Magelang dalam melangsungkan Gewestelijke Tentoonsteling pada 1924. Pembangunan Water toren dan water fontein ditengah aloon-aloon kian membuat kawasan jantung pemerintahan Magalang ini menjadi semakin modern dan meriah. Terlebih lagi kesuksesan ANIEM dalam menyalurkan listrik (electrificatie) di pusat kota yang sudah berlangsung setidaknya sejak bulan Maret tahun itu. Sudah barang tentu, hal tersebut membuat malam - malam langit kota menjadi tidak temaram lagi. Pasar yang lazimnya hanya ramai pada pagi dan siang, kini juga bisa dinikmati pada malam hari. Salah satu pasar malam pertama yang dilakukan pasca elektrifikasi dan penataan kota pada dekade 1920an di Gemeente Magelang adalah Pasar Malam yang dilangsungkan pada September 1925.


Berdasarkan surat kabar de Locomotief edisi 17 Agustus 1925, pelaksanaan Passer Malem ini sudah mulai dibahas sejak akhir bulan Agustus sebagai respons atas terjadinya bencana angin puting beliung (cycloonramp/stormramp) yang melanda negeri induk, Belanda sekitar awal bulan tersebut. Residen Kedu saat itu, M.B. van der Jagt kemudian meminta Gewestelijke Comitte (Panitia Lokal) untuk bisa membuat acara pengumpulan amal dan donasi bagi korban bencana di Belanda tersebut. Penggalangan dana bantuan direncanakan akan digabung dengan acara Pasar Malem yang akan berlangsung selama sepekan dalam rangka memeriahkan hari lomba pacuan kuda yang diadakan oleh Magelangsche Wedloopsocietieit.


Pasar Malam sendiri akhirnya baru berhasil terlaksana dan dibuka secara resmi hari pada Minggu, 20 September 1925. Menurut surat kabar de Locomotief edisi 21 September 1925, acara pembukaan Passar Malem ini dihadiri oleh Residen Kedu, van der Jagt dan Komandan Tangsi Militer, Jendral Sachse serta dibuka dengan sambutan dari kepala pemerintahan lokal (Hoofd van Plaatselijke Bestuur), Tuan van Slangen pada pukul 10.30 pagi di tenda Restaurant Yap yang berdiri disebelah Barat aloon-aloon. Berdasarkan keterangan yang disampaikannya, Pasar Malem tahun 1925 ini merupakan ajang pameran skala kecil (kleine tentoonstelling) dan juga dibarengkan dengan pekan pacuan kuda yang diselenggarakan oleh Paguyuban Balap Kuda Magelang (Magelangsche Wedloopsocieteit). Dana yang berhasil dikumpulkan dalam acara pasar malam ini akan digunakan untuk membangun rumah kaca dan juga sumbangan bagi korban bencana angin puting beliung di Belanda. Acara pasar malam resmi dibuka pada pukul 11.30 siang dengan alunan musik dari resimen musik militer yang kemudian dilanjutkan dengan tur keliling arena pasar malam dan makan siang. 


Hal yang cukup menarik dalam perhelatan Passar Malem 1925 ini adalah keberadaan pihak tangsi militer juga turut membuka tenda jualan. Pihak militer membuka stand makanan dengan menjual sup kacang polong (erwtensoup) - bisa jadi sup senerek yang menjadi salah satu cikal bakal dan makan khas Magelang - seharga f 0,40 dan juga frankfurter, semacam sosis daging Jerman seharga f 0,30.


Ramainya acara Passar Malem tahun 1925 ini sudah barang tentu menarik perhatian para pencopet yang lihai memanfaatkan situasi. Berdasarkan laporan surat kabar de Locomotief edisi 24 September 1925 disebutkan, 3 hari pasca dibukanya pasar malam, sudah terjadi kurang lebih sebanyak dua kali tindak pencopetan dan penjambretan dimana dompet dengan uang tunai sebesar f 1000 raib dikantong mantel seorang pengunjung serta tas perak beserta isinya milik seorang perempuan yang dijambret ketika sedang melihat-lihat pameran. 


Foto berikut ini adalah salah satu dokumentasi  terbaik yang bisa menggambarkan situasi pembukaan Passar Malam Magelang tahun 1925 di Restaurant Yap. Foto ini diperkirakan diambil ketika acara pembukaan sedang berlangsung sekitar pukul 10.30 - 11.30 pada 20 September 1925. 


- Chandra Gusta Wisnuwardana -


*foto koleksi pribadi

31 March 2022

Monumen Pengibaran Merah Putih di Tidar

 MONUMEN PENGIBARAN MERAH PUTIH DI TIDAR


Monumen ini dibuat untuk mengenang “Peristiwa Tidar”, yaitu pengibaran bendera merah putih di puncak gunung Tidar pada 25 September 1945. Peristiwa ini membawa korban dengan gugurnya Kusni, Djayus, Sudjud, Samad Sastrodimedjo dan Slamet yang ditembaki oleh tentara Kenpetei Jepang yang bermarkas di sekolah HCS (kini SMK Wiyasa Jl. Tidar) saat menuruni Tidar.

Monumen ini dibuat atas prakarsa Mochamad Soebroto (Walikotamadya Magelang) yang dirancang oleh Sungkono Alimen dan dilaksanakan oleh Pemda Kotamadya Magelang pada tahun 1975.


Sumber :

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Magelang











Alun Alun Magelang

 Aloon- aloon Magelang tahun 1970. Pohon beringin sebagai titik tengah aloon-aloon disebelahnya ada kolam dengan air mancur. Sedangkan di kejauhan terlihat beberapa gedung, yaitu Kantor Pos, eks Hotel Loze ( kini Matahari Departemen Store ) dan gedung eks Bioskop Roxi yang kini menjadi Gardena Departemen Store. Terlihat beberapa lampu taman dan jalan yang mengarah ke kolam air mancur.


Sumber :

Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Magelang




Aloon Aloon Magelang

 Aloon- aloon Magelang tahun 1970. Pohon beringin sebagai titik tengah aloon-aloon disebelahnya ada kolam dengan air mancur. Sedangkan di kejauhan terlihat beberapa gedung, yaitu Kantor Pos, eks Hotel Loze ( kini Matahari Departemen Store ) dan gedung eks Bioskop Roxi yang kini menjadi Gardena Departemen Store. Terlihat beberapa lampu taman dan jalan yang mengarah ke kolam air mancur.


Sumber :

Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Magelang



Jalan Ikhlas Kota Magelabg

 Jalan Ikhlas Tahun 1986


Ruas Jalan Ikhlas Kota Magelang dalam suasana persiapan  upacara peresmian proyek percontohan  penataan pedagang kakilima. 

Tampak beberapa orang tenaga keamanan dari organisasi pertahanan sipil (HANSIP)  sedang berjaga-jaga menanti kedatangan Gubernur Jawa Tengah Bapak Muhammad Ismail yang akan meresmikan acara.


Sumber :

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Magelang



Jalan Sudirman Kota Magelang

 JALAN SUDIRMAN 


Ruas Jalan ini membentang ke arah selatan mulai dari perempatan Pasar Rejowinangun hingga batas kota bagian selatan.


✓Tahun 1935 jalan ini disebut “Grooteweg Zuid Troenan“ karena melewati Kampung Trunan.

✓Tahun 1960 Jalan “Grooteweg Zuid8 Troenan” merupakan bagian dari Jalan Pemuda Selatan.

✓Tahun 1981 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Magelang Nomor 12 Tanggal 31 Desember 1981 tentang Perubahan Nama-nama Jalan di Kotamadya Daerah Tingkat II Magelang, Jalan Pemuda Selatan ganti nama menjadi Jalan Sudirman.


Jalan atau kawasan yang sekarang terkenal dengan sebutan  Shopping Center ini merupakan pusat ekonomi Kota Magelang. Selain ada pasar terbesar yaitu Pasar Rejowinangun, juga terdapat banyak kios pertokoan dan kantor perbankan.


Tampak pada bagian tengah foto sedang dilakukan pengerjaan pembangunan Jalan Ikhlas.


Sumber :.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Magelang