Poros Sumbu Filosofi bermula dari Panggung Krapyak yang kini berada di wilayah administratif Panggungharjo, Sewon, Bantul dan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Atribut ini dikelilingi oleh kampung-kampung Hutan Bakau Kadilangu penyangga di antaranya:
1. Kampung Suryodiningratan (Mantrijeron, Kota Yogyakarta)
Penamaan kampung ini berasal dari nama Pangeran Suryadiningrat, putra Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan BRAy Retno Juwito, kerabat Keraton Yogyakarta yang bermukim di wilayah ini. Semasa hidupnya, sang pangeran banyak berkecimpung di bidang seni pertunjukan.
2. Kampung Minggiran (Kemantren Mantrijeron, Kota Yogyakarta)
Kampung ini dahulunya dihuni oleh para Abdi Dalem yang bertugas di Keputren, Keraton Yogyakarta. Kampung Minggiran terdiri atas gabungan Kampung Mijen, Kampung Keradenan, dan Kampung Keparakan Kiwa.
3. Kampung Pugeran (Kemantren Mantrijeron, Kota Yogyakarta).
Kata “Pugeran” berasal dari kata Puger, yang merupakan nama dari putra Sri Sultan Hamengku Buwono VI dengan GKR Sultan (GKR Hageng). Kampung Pugeran dimaknai sebagai “tempat kediaman Gusti Pangeran Harya Puger”. Kampung ini berada di selatan benteng, tepatnya di Jalan Letjen MT. Haryono, di sebelah selatan Museum Perjuangan.
4. Kampung Kumendaman (Kelurahan Suryodiningratan, Kemantren Mantrijeron)
Penyebutan Kumendaman mengakar dari kata kumendam atau komandan, sebutan bagi pimpinan prajurit di Keraton Yogyakarta. Dahulunya, wilayah ini menjadi kediaman dari para prajurit dengan pangkat komandan. Salah satu komandan yang pernah tinggal di wilayah ini adalah KPH Purwodiningrat, seorang Wedana Hageng Prajurit pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
5. Kampung Ngadinegaran (Mantrijeron, Kota Yogyakarta)
Nama Ngadinegaran merujuk pada nama putra Sri Sultan Hamengku Buwono VII dari BRAy Retnosangdjah, yakni BPH Hadinegoro. Kampung ini memiliki tanaman khas, yakni pohon asam dan tanjung yang bermakna filosofis sebagai anak muda yang selalu disanjung-sanjung oleh lingkungannya.
Photo : Kawedanan Tandha Yekti
No comments:
Post a Comment