29 May 2025

KISAH "PENCURIAN" PESAWAT PEMBOM TKR OEDARA KE JOGJA. 4 Agustus 1946 Hari menjelang sore, pak Hanandjoedin dan anak buahnya masih sibuk memperbaiki beberapa pesawat di hanggar Pangkalan Boegis Malang. Orang ke Tiga di TKR Oedara yakni Komodor Muda Adi Soetjipto masih menunggu situasi aman untuk melakukan rencananya, ya pak Adi Soetjipto akan membawa pesawat bekas Pembom Jepang berjenis Recojunana yang berhasil di perbaiki anak anak tekhnik Pangkalan udara Bugis Malang itu dan di beri nama Pangeran Diponegoro 2. Kemarin saat baru sampai di Malang, sang Komodor Muda Adi Soetjipto menghadap Panglima Devisi Untung Suropati membahas alih Pangkalan udara dari TKR ke TKR OEDARA namun pembicaraan masih buntu, Panglima Devisi Untung Suropati masih kekeh mempertahankan bahwa Pangkalan Udara Bugis adalah wilayah kekuasan Devisi mereka, Sudah bolak balik pak Adi Soetjipto ke Malang membicarakan ini tapi masih nihil. Lalu oleh Bung Anan, pak Tjip di minta menerbangkan pesawat Pangeran Diponegoro 2 ini, padahal beliau belum pernah terbang dengan pesawat jenis itu namun karena beliau pilot handal berhasil lah pak Tjip menerbangkan pesawat itu. Lalu Komodor Udara Adi Soetjipto memikirkan ide bagaimana jika pesawat eks Pembom Jepang itu dibawa ke Jogja agar bisa digunakan optimal dari pada hanya di taruh di hanggar saja. Setelah dilihat suasana agak lengang, pak Tjip menedekati letnan Hanandjoedin. "Bung Anan, bisakah saya bicara empat mata dengan Tuan?", bisik pak Tjip pada Letnan Hanandjoedin. "Baik Pak, kita bicara di ruang saya saja"... jawab Bung Anan sembari mengajak Pak Cip masuk ke ruang Kantor Teknik Pangkalan Bugis. Pak Tjip lantas mengutarakan rencananya membawa Pesawat Pangeran Diponegoro II ke Jogjakarta. "Ketimbang cuma nongkrong di sini, akan lebih banyak manfaatnya untuk perjuangan bangsa bila pesawat ini berada di Jogiakarta. Bagaimana pendapat Tuan?" ungkap Pak Tjip seraya bertanya Bung Anan. Bung Anan terdiam sejenak. Dia berpikir lama. Ditimbang- timbangnya, pendapat Pak Tjip memang ada benarnya. Sejauh itu, Malang kesulitan penerbang. Selama ini dalam menguji coba saja hanya mengandalkan Atmo, lalu bila Atmo pulang ke negaranya otomatis tak ada penerbang lagi. Jadi percuma ada pesawat tanpa penerbang. Namun demikian, bila sampai pesawat ini dibawe ke Jogja tanpa persetujuan pihak Divisi VII akan menimbulkan masalah baginya, bisa bisa ia di pecat. Panglima Devisi Untung Suropati akan marah tentu jika pesawat itu di Bawa tanpa ijinnya, tapi Hanandjoedin berpikir apa yg di ucap Komodor Udara Adi Soetjipto benar, toh pesawat ini dulu pesanan soerang Anggota KNIP Jogja namun sang pemesan tak ada kabar lagi. "Baik pak, kalau Lebih besar untuk kepentingan negara, Saya akan ikut mengantar pesawat ini ke Jogja!", mantap suara pak Hanandjoedin pada Pak Adi Soetjipto. Lega lah oreng no 3 di TKR Oedara ini mendengar bersedianya pak Hanandjoedin membantu rencana membawa pesawat itu diam diam ke Jogja. Rencana di susun bahwa besok pagi pagi mereka akan berangkat ke Jogja dengan beberapa tehnisi anak buah pak Hanandjoedin akan dibawa ke Jogja. 7 Agustus 1946 Di lapangan Udara Maguwo Jogjakarta. Hari masih siang, saat tiba tiba pak Tjip atau Komodor Muda Udara Adi Soetjipto menghampiri Letnan Hanandjoedin. Rupanya pak Tjip membawa berita ada radiogram dari Devisi VII Untung Suropati yang berisi agar kepala Tehnik Pangkalan udara Bugis Malang kembali untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya membawa kabur pesawat tanpa seijin Panglima Devisi. Ya, rupanya berangkat nya pesawat Pangeran Diponegoro 2 tanggal 5 Agustus 1946 dari Malang ke Jogja membuat Devisi VII marah dan meminta Hanandjoedin sebagai kepala Tehnik lapangan udara Bugis Malang harus bertanggung jawab. Hanandjoedin sudah siap dengan resiko itu. Pak Tjip manatap pada Letnan Hanandjoedin dan berucap... "Tuan berada dipihak kita, sebeb kita berani berbuat ini demi untuk Negara!". Maka Bung Anan kembali ke Malang di antar pesawat Curen dan saat turun dari pesawat langsung ditangkap polisi tentara lalu selama beberapa hari Letnan Hanandjoedin ditahan di sel atas pelanggaran disiplin. Saat di intrograsi siapa yang punya ide melarikan pesawat itu, sang letnan mantap menjawab bahwa itu semua atas inisiatif diri nya! Berkali di tanya tetap ia jawab itu. Dikepala letnan Hanandjoedin ia tak mau membuat keruh suasana dengan menyebut bahwa ide membawa kabur pesawat itu adalah Komodor Muda Udara Adi Soetjipto. Namun Letnan Hanandjoedin bangga bahwa pesawat yang ia bawa "kabur" dari Malang ke Jogja sangat berguna bagi perjuangan. Ia mendapat kabar bahwa pesawat itu digunakan oleh para kadet yang sedang belajar terbang di lapangan terbang Maguwo. Bahkan digunakan oleh para pejabat untuk perjuangan Indonesia Merdeka. Sumber Buku Sang Elang H. AS. HANANDJOEDIN Di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI Karya Bang Haril Andersen Beny Rusmawan

 KISAH "PENCURIAN" PESAWAT PEMBOM TKR OEDARA KE JOGJA.



4 Agustus 1946


Hari menjelang sore, pak Hanandjoedin dan anak buahnya masih sibuk memperbaiki beberapa pesawat di hanggar Pangkalan Boegis Malang.


Orang ke Tiga di TKR Oedara yakni Komodor Muda Adi Soetjipto masih menunggu situasi aman untuk melakukan rencananya, ya pak Adi Soetjipto akan membawa pesawat bekas Pembom Jepang berjenis Recojunana yang berhasil di perbaiki anak anak tekhnik Pangkalan udara Bugis Malang itu dan di beri nama Pangeran Diponegoro 2.


Kemarin saat baru sampai di Malang, sang Komodor Muda Adi Soetjipto menghadap Panglima Devisi Untung Suropati membahas alih Pangkalan udara dari TKR ke TKR OEDARA namun pembicaraan masih buntu, Panglima Devisi Untung Suropati masih kekeh mempertahankan bahwa Pangkalan Udara Bugis adalah wilayah kekuasan Devisi mereka, Sudah bolak balik pak Adi Soetjipto ke Malang membicarakan ini tapi masih nihil.


Lalu oleh Bung Anan, pak Tjip di minta menerbangkan pesawat Pangeran Diponegoro 2 ini, padahal beliau belum pernah terbang dengan pesawat jenis itu namun karena beliau pilot handal berhasil lah pak Tjip menerbangkan pesawat itu.


Lalu Komodor Udara Adi Soetjipto memikirkan ide bagaimana jika pesawat eks Pembom Jepang itu dibawa ke Jogja agar bisa digunakan optimal dari pada hanya di taruh di hanggar saja.


Setelah dilihat suasana agak lengang, pak Tjip menedekati letnan Hanandjoedin.


"Bung Anan, bisakah saya bicara empat mata dengan Tuan?", bisik pak Tjip pada Letnan Hanandjoedin. 


"Baik Pak, kita bicara di ruang saya saja"... jawab Bung Anan sembari mengajak Pak Cip masuk ke ruang Kantor Teknik Pangkalan Bugis. 


Pak Tjip lantas mengutarakan rencananya membawa Pesawat Pangeran Diponegoro II ke Jogjakarta. "Ketimbang cuma nongkrong di sini, akan lebih banyak manfaatnya untuk perjuangan bangsa bila pesawat ini berada di Jogiakarta. Bagaimana pendapat Tuan?" ungkap Pak Tjip seraya bertanya Bung Anan. 


Bung Anan terdiam sejenak. Dia berpikir lama. Ditimbang- timbangnya, pendapat Pak Tjip memang ada benarnya. Sejauh itu, Malang kesulitan penerbang. Selama ini dalam menguji coba saja hanya mengandalkan Atmo, lalu bila Atmo pulang ke negaranya otomatis tak ada penerbang lagi. Jadi percuma ada pesawat tanpa penerbang.


Namun demikian, bila sampai pesawat ini dibawe ke Jogja tanpa persetujuan pihak Divisi VII akan menimbulkan masalah baginya, bisa bisa ia di pecat. 


Panglima Devisi Untung Suropati akan marah tentu jika pesawat itu di Bawa tanpa ijinnya, tapi Hanandjoedin berpikir apa yg di ucap Komodor Udara Adi Soetjipto benar, toh pesawat ini dulu pesanan soerang Anggota KNIP Jogja namun sang pemesan tak ada kabar lagi.


"Baik pak, kalau Lebih besar untuk kepentingan negara, Saya akan ikut mengantar pesawat ini ke Jogja!", mantap suara pak Hanandjoedin pada Pak Adi Soetjipto. 


Lega lah oreng no 3 di TKR Oedara ini mendengar bersedianya pak Hanandjoedin membantu rencana membawa pesawat itu diam diam ke Jogja. 


Rencana di susun bahwa besok pagi pagi mereka akan berangkat ke Jogja dengan beberapa tehnisi anak buah pak Hanandjoedin akan dibawa ke Jogja. 


7 Agustus 1946


Di lapangan Udara Maguwo Jogjakarta.


Hari masih siang, saat tiba tiba pak Tjip atau Komodor Muda Udara Adi Soetjipto menghampiri Letnan Hanandjoedin.


Rupanya pak Tjip membawa berita ada radiogram dari Devisi VII Untung Suropati yang berisi agar kepala Tehnik Pangkalan udara Bugis Malang kembali untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya membawa kabur pesawat tanpa seijin Panglima Devisi. 


Ya, rupanya berangkat nya pesawat Pangeran Diponegoro 2 tanggal 5 Agustus 1946 dari Malang ke Jogja membuat Devisi VII marah dan meminta Hanandjoedin sebagai kepala Tehnik lapangan udara Bugis Malang harus bertanggung jawab. Hanandjoedin sudah siap dengan resiko itu. Pak Tjip manatap pada Letnan Hanandjoedin dan berucap... 


"Tuan berada dipihak kita, sebeb kita berani berbuat ini demi untuk Negara!".


Maka Bung Anan kembali ke Malang di antar pesawat Curen dan saat turun dari pesawat langsung ditangkap polisi tentara lalu selama beberapa hari Letnan Hanandjoedin ditahan di sel atas pelanggaran disiplin. 


Saat di intrograsi siapa yang punya ide melarikan pesawat itu, sang letnan mantap menjawab bahwa itu semua atas inisiatif diri nya! Berkali di tanya tetap ia jawab itu. 


Dikepala letnan Hanandjoedin ia tak mau membuat keruh suasana dengan menyebut bahwa ide membawa kabur pesawat itu adalah Komodor Muda Udara Adi Soetjipto. 


Namun Letnan Hanandjoedin bangga bahwa pesawat yang ia bawa "kabur" dari Malang ke Jogja sangat berguna bagi perjuangan. 


Ia mendapat kabar bahwa pesawat itu digunakan oleh para kadet yang sedang belajar terbang di lapangan terbang Maguwo. Bahkan digunakan oleh para pejabat untuk perjuangan Indonesia Merdeka. 


Sumber

Buku Sang Elang H. AS. HANANDJOEDIN

Di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI

Karya Bang Haril Andersen 


Beny Rusmawan

No comments:

Post a Comment