21 May 2025

Mataram selepas Perjanjian Giyanti. Terpecah menjadi 4. 2 Kerajaan dan 2 Kadipaten. Perjanjian Giyanti adalah perjanjian penting dalam sejarah Indonesia, khususnya berkaitan dengan runtuhnya Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya dua kerajaan baru: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian ini ditandatangani pada 13 Februari 1755 antara VOC, Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), dan Susuhunan Pakubuwana III. Latar Belakang Perjanjian Giyanti: Perjanjian Giyanti muncul sebagai hasil dari perebutan kekuasaan di Kerajaan Mataram Islam yang dipicu oleh konflik internal keluarga kerajaan dan campur tangan VOC. Konflik tersebut melibatkan Pangeran Mangkubumi, Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa), dan Susuhunan Pakubuwana II (Pangeran Prabusuyasa). VOC, dengan berbagai siasat, turut berperan dalam memicu dan membiarkan konflik ini berlangsung. Isi Perjanjian Giyanti: Perjanjian Giyanti berisi beberapa poin penting, di antaranya: Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dan memerintah wilayah barat Sungai Opak (Yogyakarta). Susuhunan Pakubuwana III (Raden Mas Soerjadi) memerintah wilayah timur Sungai Opak (Surakarta). VOC mengakui kedua kerajaan baru tersebut dan menjalin kerja sama dengan mereka. Perjanjian ini juga mengatur soal kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak, termasuk bantuan militer, penjualan bahan makanan, dan pengakuan terhadap perjanjian-perjanjian sebelumnya antara Mataram dengan VOC. Dampak Perjanjian Giyanti: Perjanjian Giyanti menandai akhir Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya dua kerajaan baru: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian ini juga memiliki dampak lain, seperti: Perubahan peta politik di Jawa, Perubahan sistem pemerintahan, Perubahan ekonomi dan sosial, Pengaruh pada perkembangan budaya dan seni di Yogyakarta dan Surakarta. Monumen Perjanjian Giyanti: Sebagai bukti adanya perjanjian ini, dibangun Monumen Perjanjian Giyanti di Karanganyar, Jawa Tengah, yang berupa prasasti dan pohon beringin.

 Mataram selepas Perjanjian Giyanti. Terpecah menjadi 4. 2 Kerajaan dan 2 Kadipaten. 


Perjanjian Giyanti adalah perjanjian penting dalam sejarah Indonesia, khususnya berkaitan dengan runtuhnya Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya dua kerajaan baru: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian ini ditandatangani pada 13 Februari 1755 antara VOC, Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), dan Susuhunan Pakubuwana III. 



Latar Belakang Perjanjian Giyanti:

Perjanjian Giyanti muncul sebagai hasil dari perebutan kekuasaan di Kerajaan Mataram Islam yang dipicu oleh konflik internal keluarga kerajaan dan campur tangan VOC. Konflik tersebut melibatkan Pangeran Mangkubumi, Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa), dan Susuhunan Pakubuwana II (Pangeran Prabusuyasa). VOC, dengan berbagai siasat, turut berperan dalam memicu dan membiarkan konflik ini berlangsung. 


Isi Perjanjian Giyanti:

Perjanjian Giyanti berisi beberapa poin penting, di antaranya:


Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dan memerintah wilayah barat Sungai Opak (Yogyakarta). 

Susuhunan Pakubuwana III (Raden Mas Soerjadi) memerintah wilayah timur Sungai Opak (Surakarta). 


VOC mengakui kedua kerajaan baru tersebut dan menjalin kerja sama dengan mereka. 

Perjanjian ini juga mengatur soal kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak, termasuk bantuan militer, penjualan bahan makanan, dan pengakuan terhadap perjanjian-perjanjian sebelumnya antara Mataram dengan VOC. 


Dampak Perjanjian Giyanti:

Perjanjian Giyanti menandai akhir Kerajaan Mataram Islam dan lahirnya dua kerajaan baru: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian ini juga memiliki dampak lain, seperti: Perubahan peta politik di Jawa, Perubahan sistem pemerintahan, Perubahan ekonomi dan sosial, Pengaruh pada perkembangan budaya dan seni di Yogyakarta dan Surakarta. 


Monumen Perjanjian Giyanti:

Sebagai bukti adanya perjanjian ini, dibangun Monumen Perjanjian Giyanti di Karanganyar, Jawa Tengah, yang berupa prasasti dan pohon beringin.

No comments:

Post a Comment