02 September 2025

AMAT KOCOLAN, PREMAN BETAWI ZAMAN BELANDA Dulu, di Batavia pernah hidup seorang jagoan bernama Amat "Kocolan". Dia dijuluki Kocolan (Ikan Gabus) lantaran ia licin seperti ikan gabus, sulit diringkus. Koran De Locomotief tanggal 4 Juni 1936 dan De Sumatra Post tanggal 6 Juni 1936 menjuluki Amat Kocolan sebagai raja gangster. Dia bergerak cepat, lincah, dan sulit ditangkap aparat kolonial. Suatu ketika di tahun 1936, Amat ditanya apakah benar jika ada orang membayarnya 15 gulden untuk membunuh seseorang maka orang yang disasar itu pun bisa diatur untuk mati. Amat menjawab " “Wah, betoel! Dengan lima belas gulden, telinga orang itu akan diantar ke rumahnya!” terang Amat Kocolan kepada wartawan yang bertamu ke rumahnya untuk mengobrol. Tarif 15 gulden itu berlaku sebelum tahun 1936. Pada 1936 sendiri menurut Amat, “dulu lebih sulit untuk menyingkirkan seseorang, misalnya, dibandingkan sekarang. Sekarang ini Anda dapat dengan mudah melakukannya dengan sepuluh gulden.” Layaknya gabus yang licin dan lincah, Amat tak pernah tertangkap atas kasus-kasus yang dibuatnya. Dia selalu membuat aparat hukum susah menangkapnya. Kelebihan itu membuatnya ditanyai wartawan mengapa Amat Kocolan tak pernah celaka atau terluka parah dalam beraksi dan menghadapi petugas yang mengejarnya. “Oh, ada isian yang bagus di pipi kananku,” terang Amat Kocolan. Isian yang dimaksudnya merupakan semacam jimat. Menurut Aamt, mirip susuk. “Jauh lebih baik dari seorang jimat,” katanya, menjelaskan bahwa jimat terlalu merepotkan sebab jika berada di tempat yang salah, jimat bisa tak bermanfaat. Dengan isian itu pula Amat mengaku juga punya daya tahan yang baik terhadap rasa sakit. Amat bukan penjahat kolot bermodal nekat. Amat juga pakai pistol, yang di Jakarta dan sekitarnya kerap disebut beceng. Jenisnya revolver, dengan wadah peluru berputar seperti pistol koboi, bukan pistol otomatis yang dikokang. Kepada wartawan, Amat mengaku dari mana dia mendapatkan pistol itu seberapa sulit mendapatkannya. “Oh, selama Priok ada, selama itu juga akan beredar pistol dan revolver gelap! Ada banyak makelar di sana. Pelaut dan orang Tionghoa berdagang revolver dan pistol otomatis, tetapi revolver adalah yang terbaik,” terang Amat. Amat melanjutkan, harga sepucuk pistol revolver dengan beberapa peluru bisa mencapai 60 gulden. Namun, harganya sejatinya tak baku. Menurutnya, dengan 25 gulden saja, kadang-kadang sepucuk pistol yang bagus juga bisa didapat. Foto : Amat Kocolan, 1930 an. CC : Sejarah Cirebon

 AMAT KOCOLAN, PREMAN BETAWI ZAMAN BELANDA


Dulu, di Batavia pernah hidup seorang jagoan bernama Amat "Kocolan". Dia dijuluki Kocolan (Ikan Gabus) lantaran ia licin seperti ikan gabus, sulit diringkus. 


Koran De Locomotief tanggal 4 Juni 1936 dan De Sumatra Post tanggal 6 Juni 1936 menjuluki Amat Kocolan sebagai raja gangster. Dia bergerak cepat, lincah, dan sulit ditangkap aparat kolonial.


Suatu ketika di tahun 1936, Amat ditanya apakah benar jika ada orang membayarnya 15 gulden untuk membunuh seseorang maka orang yang disasar itu pun bisa diatur untuk mati. Amat menjawab " “Wah, betoel! Dengan lima belas gulden, telinga orang itu akan diantar ke rumahnya!” terang Amat Kocolan kepada wartawan yang bertamu ke rumahnya untuk mengobrol.


Tarif 15 gulden itu berlaku sebelum tahun 1936. Pada 1936 sendiri menurut Amat, “dulu lebih sulit untuk menyingkirkan seseorang, misalnya, dibandingkan sekarang. Sekarang ini Anda dapat dengan mudah melakukannya dengan sepuluh gulden.”


Layaknya gabus yang licin dan lincah, Amat tak pernah tertangkap atas kasus-kasus yang dibuatnya. Dia selalu membuat aparat hukum susah menangkapnya.


Kelebihan itu membuatnya ditanyai wartawan mengapa Amat Kocolan tak pernah celaka atau terluka parah dalam beraksi dan menghadapi petugas yang mengejarnya.


“Oh, ada isian yang bagus di pipi kananku,” terang Amat Kocolan.


Isian yang dimaksudnya merupakan semacam jimat. Menurut Aamt, mirip susuk. “Jauh lebih baik dari seorang jimat,” katanya, menjelaskan bahwa jimat terlalu merepotkan sebab jika berada di tempat yang salah, jimat bisa tak bermanfaat. Dengan isian itu pula Amat mengaku juga punya daya tahan yang baik terhadap rasa sakit.


Amat bukan penjahat kolot bermodal nekat. Amat juga pakai pistol, yang di Jakarta dan sekitarnya kerap disebut beceng. Jenisnya revolver, dengan wadah peluru berputar seperti pistol koboi, bukan pistol otomatis yang dikokang. Kepada wartawan, Amat mengaku dari mana dia mendapatkan pistol itu seberapa sulit mendapatkannya.


“Oh, selama Priok ada, selama itu juga akan beredar pistol dan revolver gelap! Ada banyak makelar di sana. Pelaut dan orang Tionghoa berdagang revolver dan pistol otomatis, tetapi revolver adalah yang terbaik,” terang Amat.


Amat melanjutkan, harga sepucuk pistol revolver dengan beberapa peluru bisa mencapai 60 gulden. Namun, harganya sejatinya tak baku. Menurutnya, dengan 25 gulden saja, kadang-kadang sepucuk pistol yang bagus juga bisa didapat.



Foto : Amat Kocolan, 1930 an.

CC : Sejarah Cirebon

No comments:

Post a Comment