Gamawijaya, Pemimpin Begal di Kebumen Yang Berperang Melawan Belanda
Pada waktu berkobarnya perang Diponegoro 1825 -1830, P. Diponegoro bergerilya melewati perbukitan dan sampai di wilayah Kabupaten Panjer (Kebumen) dan Kabupaten Roma (Sempor), beberapa abdi yang ikut bersama P. Diponegoro diantaranya Raden Mas Arya Mangunprawira (adik P. Diponegoro), Raden Mas Jayaprana (adik sepupu P. Diponegoro/putra Pangeran Arya Murdaningrat), P. Adisurya, Bantengwareng, Suroto, dan di dukung oleh para punggawa Kabupaten Panjer, seperti Ki Endang Kertawangsa, Ki Hajar Welaran, Tumenggung Kartanegara IV (Adipati Kab Roma), Ki Kertadrana (Adipati Sigaluh Banjarnegara), Jamenggala, dan Gamawijaya, serta pasukan Kab Panjer.
Setelah pasukan gabungan Belandan dan Pasukan Arung binang IV berhasil menguasai pendopo agung Panjer, pasukan Panjer bergerilya di kawasan perbukitan dan ada yang bergerilya sampai pesisir selatan. Salah satunya adalah Senopati Gamawijaya dan pasukannya yang mundur dari Kaligending sampai ke pegunungan Wanasara dan Karangsari. Dan terus bergerilya sampai ke pesisir selatan.
Gamawijaya, namanya sangat terkenal oleh masyatakat, warga mulai dari Karangbolong hingga Kesultanan Yogyakarta mengetahui namanya. Gamawijaya bersama pengikutnya sering membegal para antek penjajah Belanda yang hendak setor upeti ke Mataram. Hasil begalan tersebut kemudian dibagikan atau dimakan bersama dengan rakyat kecil yang hidup susah akibat penjajahan.
Gamawijaya memang menyulitkan pihak Belanda. Belanda selalu gagal menangkap Gamawijaya karena kesaktiannya yang kebal terhadap peluru. Juga karena tempat persembuyiannya yang sulit dilacak karena dibantu oleh masyarakat setempat.
Untuk menumpasnya pemerintah kolonial Belanda mengadakan sayembara yang isinya: "barang siapa yang mampu menangkap Gamawijaya akan mendapat hadiah besar". Ternyata tidak ada yang berani mengikuti sayembara itu.
Kemudian datanglah seseorang yang berniat mengikuti sayembara itu, yaitu R.M Arya Mangunprawira (adik Pangeran Diponegoro yang pernah ditahan Belanda dan kemudian diangkat jadi collecteur/pengumpul pajak di Kebumen). Mangunprawira awalnya ikut bersama P. Diponegoro berperang melawan Belanda, namun setelah ditangkap oleh Belanda dia bisa "dijinakan" dengan cara diberi jabatan sebagai pengumpul pajak supaya luluh dan tidak melawan Belanda lagi.
Dia kemudian menemui dan berbicara dengan Lurah Desa Sijeruk yang bernama Wargantaka dan putranya Andaga. Wargantaka dan Gamawijaya adalah saudara seperguruan. Mereka sama-sama berguru pada Gamawikangka.
Berkat kerjasama itu, rahasia kekuatan dan kelemahan Gamawijaya akhirnya bisa diketahui oleh Mangunprawira. Kelemahan Gamawijaya ada pada selendang yang berada di kaki sebelah kiri. Maka apabila ingin mengalahkan Gamawijaya syaratnya harus bisa membuka selendang yang menutupi kakinya itu.
kemudian hari pertarungan keduanya pun tiba, dengan bersusah payah RM Mangunprawira berupaya agar selendang yang dipakai Gamawijaha ini bisa dilepas. Dengan banyak cara selendang yang dipakai untuk tali di badan akhirnya terbuka dan kaki sebelah kiri Gamawijaya bisa dipatahkan oleh Mangunprawira. Peristiwa ini konon terjadi di dukuh Jeblog desa Ambal Komolo.
Bahkan karena Gamawijaya ini dianggap mempunyai kekuatan lebih, oleh Mangunprawira tubuh Gamawijaya dipotong-potong. Kepalanya dip*nggal dan dipertontonkan kepada masyarakat supaya masyarakat takut kepada kompeni Belanda, kemudian Kepala Gamawijaya ditanam di Pasar Bocor, Bulus Pesantren, dan pada bagian tubuhnya ditanam ditempat lain.
Dari keberhasilanya membunuh Gamawijaya dan memenangkan sayembara, maka RM Mangunprawira mendapat hadiah jabatan lalu diangkat sebagai Bupati Ambal dan mendapat gelar K.R.A.A. Poerbanegoro.
Bupati Poerbonegoro wafat pada Sabtu Legi 7 Maret 1871 dimakamkan Di Desa Benerwetan, Kecamatan Ambal. satu tahun berikutnya, 17 Maret 1872 pemerintahan Kadipaten Ambal dihapuskan dan dijadikan distrik/wilayah dari Kabupaten Karanganyar (Kebumen)
Gamawijaya, dalam sejarah versi umum digambarkan sebagai berandal yang meresahkan. Terutama bagi penguasa Mataram yang saat itu berhubungan baik dengan VOC. Tapi menurut versi lain, Gamawijaya sesungguhnya sosok yang penuh budi. Setidaknya, lewat aksi-aksinya membuat kekuatan Mataram yang pro penjajah VOC bisa digerogoti.
Memang, hingga saat ini, masih sangat sedikit yang berani mengungkap bahwa Gamawijaya adalah tokoh baik. Setiap membicarakan Kabupaten Ambal, nama Gamawijaya disebut dengan cap penjahat. tetapi ada juga yg menganggap Gamawijaya sebagai tokoh baik yang membegal para antek penjajah VOC yang hendak setor upeti ke Mataram. Hasil begalan tersebut kemudian dibagikan atau dimakan bersama dengan masyarakat. Tapi menurut versi VOC dan Kesultanan Yogyakarta, Gamawijaya adalah penjahat atau brandal yang harus dimusnahkan.
* Abror Subhi
facebook.com/100001856336410/posts/28183351867976647/

No comments:
Post a Comment