Kisah Perjalanan Terakhir Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, di usia yang ke 76, lahir tanggal 12 April 1912, terlihat sehat. Pada tanggal 14 September beliau bersama istri, Ibu Norma, berangkat menuju Jepang. Di Tokio Sri Sultan bergabung dengan rombongan kesenian dari Jogja dan Surakarta yang mengadakan pementasan di kota itu. Pada tanggal 22 September Sri Sultan pergi ke Kyoto. Di kota kuno ini masih terdapat kuil-kuil Zen. Istana Maharaja Jepang lama masih pula berdiri. Esoknya kembali ke Tokyo.
Selama Sri Sultan berada di Jepang, beliau tampak dalam keadaan sehat. Tidak ada tanda-tanda sakit. Pangeran Mangkubumi, anak sulung beliau, juga melihat ayahandanya dalam keadaan sehat. Di Tokyo Sri Sultan memang sering pakai kursi roda karena kakinya keseleo. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai kesehatan beliau.
Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Emil Salim, yang kebetulan ada tugas di Tokyo, sempat bertemu Sri Sultan di Hybia Hall. "Saya duduk di sebelah beliau", kenang Emil Salim. "Kami ngobrol pakai bahasa Belanda. Kesan saya beliau gambira. Beliau mengajak saya makan", kata Emil Salim. Sri Sultan juga mengajak Emil Salim ke Kyoto, tapi karena ada pertemuan tentang lingkungan hidup, Emil tidak bisa pergi.
Pada tanggal 25 September Sri Sultan bersama ibu Norma berangkat menuju New York. Rencananya setelah pemeriksaan rutin kesehatan mata, pada tanggal 20 Oktober Sri Sultan akan kembali ke Indonesia. Pada tanggal 5 November akan diadakan upacara pernikahan besar di keraton Jogja. Empat pangeran akan serempak menikah. Tapi kehendak Tuhan lain.
Pada hari pertama Oktober Sri Sultan merasa masuk angin. Lalu dikerok oleh seorang sekretaris atase pertahanan yang sudah 16 tahun tinggal di Amerika. Setelah dikerok, beliau pun merasa sembuh.
Keesokan harinya, hari Minggu, Sri Sultan makan siang di sebuah restoran di Rockfield. Sebelum kembali ke hotel mereka mampir dulu di sebuah supermarket. Sorenya, di hotel, Sri Sultan muntah-muntah. Karena mengkhawatirkan, ibu Norma menelpon ke kedutaan. Mereka pun menelpon dokter dan ambulans. Ketika Ibu Norma minta menemani suaminya ke dalam ruangan, pihak dokter melarang. Ibu Norma sempat bertanya kepada Sri Sultan apakah beliau sadar, dan dijawab Sri Sultan saya sadar. Itulah percakapan terakhir Sri Sultan dengan Ibu Norma.
Sekitar sejaman lebih dokter memberitahukan kepada Ibu Norma bahwa Sri Sultan sudah meninggal. Ibu Norma terjatuh sambil berterisk beberapa kali, "It's impossible."
Jarum jam menunjuk pukul 19.59 hari Minggu tanggal 2 Oktober 1988 waktu Sri Sultan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pihak dokter menyarankan agar jenazah dibedah sehingga bisa diketahui penyebab kematian. Tapi, setelah menerima saran dari Duta Besar, Ibu Norma menolak saran tersebut.
Berita mangkatnya Sri Sultan ini cepat menyebar ke berbagai tempat. Di Washington DC berita wafatnya Sri Sultan diterima oleh Presiden Reagan di Gedung Putih. Kemudian Presiden Reagan menelpon Presiden Suharto mengucapkan belasungkawa sekaligus mengatakan bahwa pihaknya telah memutuskan menyiapkan pesawat kepresidenan Air Force Two untuk menerbangkan jenazah sampai di Jakarta. Tapi Presiden Suharto meminta cukup sampai Honolulu, Hawai. Pesawat dari Indonesia yang membawa jenazah dari Honolulu ke Jakarta.
Berita kematian Sri Sultan juga sampai di rumah Jalan Halimun tempat Sri Sultan dan Ibu Norma sehari-hari tinggal. Berita per telpon disampaikan Ibu Norma kepada kemenakannya yang tinggal bersama di rumah tersebut. Perwakilan Daerah Istimewa Jogjakarta juga mendapat kabar pagi itu, pukul 8.00 waktu Jakarta. Kabar kematian itu pun sampai di Jogja pagi itu juga.
Berita kematian Sri Sultan paling lengkap dan paling awal diterima Presiden Suharto. Kemudian Kepala Negara memutuskan untuk menyelenggarakan pemakaman kenegaraan untuk Sri Sultan Hamengkubuwono IX, tokoh yang tak pernah tertinggal dalam perkembangan Republik ini.
Pesawat Air Force Two membawa jenazah ke Honolulu pada hari Selasa sore. Sebelumnya jenazah disholatkan di ruang khusus di kedutaan. Hadir Menlu Ali Alatas yang kebetulan ada pertemuan di kantor PBB di New York. Kemudian jenazah dibawa ke Andrews Air Force Base. Di sana sudah menunggu pesawat Boeing 707 berwarna putih biru muda dengan tulisan besar, "United States of America." Enam anggota angkatan udara AS berpakaian lengkap membawa jenazah dari mobil ke pesawat. Sebelum naik ke pesawat Ibu Norma menyalami sambil mengucapkan terima kasih kepada keenam tentara yang mengangkat peti jenazah dan kepada staf kedutaan. Pukul 17.50 pesawat pun meluncur di landasan.
Setelah terbang selama 10 jam pesawat Air Force Two mendarat di landasan udara militer, Honolulu. Di sana sudah menunggu dua pimpinan tertinggi militer AS di Lautan Teduh. Rombongan dari Jakarta yang telah menunggu di Honolulu dipimpin oleh Sekretaris Militer Presiden, Mayjen Syaukat. Ikut dalam rombongan antara lain Pangeran Puger dan istrinya, pengeran Prabukusumo, Hadikusumo, Hadisurya, seorang anak perempuan Sri Sultan, dan anak ibu Norma dari suami sebelumnya.
Upacara serah terima jenazah berlangsung singkat dan hening. Peti jenazah lalu dipindahkan ke pesawat dari Indonesia. Penerbangan sampai Jakarta selama 14 jam. Di Halim sudah menunggu Wakil Presiden Sudharmono, Mensesneg Murdiono, Panglima TNI Jenderal Tri Sutrisno dan Menhan Beny Murdani. Jenazah disemayamkan di kantor perwakilan Daerah Jogjakarta sebelum diberangkatkan ke Jogjakarta.
Upacara pemakaman Sri Sultan berlangsung hikmat walaupun ribuan berbagai lapis masyarakat melepas dan mengiringi keberangkatan jenazah ke tempat pemakamannya. "Kami tidak menduga demikian hebatnya masyarakat memberi kehormatan kepada Sri Sultan," kata Pangeran Joyokusumo, salah seorang anak Sri Sultan.
Pada hari itu pula dinikahkan empat orang Pangeran, yang rencananya menikah pada tanggal 5 November. Mereka menikah di depan peti jenazah.
Jenazah dibawa menggunakan kereta jenazah yang ditarik kuda. Jarak dari Keraton ke pemakaman Imogiri kira-kira 17 km. Di pemakaman jenazah diserahkan oleh Menko Kesejahteraan Rakyat, Supardjo Rustam, mewakili pemerintah, kepada perwakilan keraton Jogjakarta, Pangeran Mangkubumi, untuk selanjutnya dimakamkan.
Sumber: "Sri Sultan: Hari-Hari Hamengkubuwono IX."
No comments:
Post a Comment