07 July 2025

PAKTA WIYATA NUSWARA (Pakta Perdamaian antara Pangeran Diponegoro dan Pemerintah Hindia Belanda) Tanggal: 17 Rabiul Akhir 1246 H / 21 Juli 1830 M Tempat: Tepi Sungai Tuntang, Jawa Tengah Pasal 1: Pengakuan dan Martabat Pemerintah Hindia Belanda mengakui Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin spiritual dan budaya rakyat Jawa, serta sebagai pemangku adat wilayah Mataram bagian selatan. Pasal 2: Penghentian Permusuhan Pihak Pangeran Diponegoro dan pasukan Belanda sepakat untuk menghentikan segala bentuk permusuhan, pengepungan, dan sabotase mulai matahari terbit keesokan hari setelah penandatanganan pakta ini. Pasal 3: Wilayah dan Kekuasaan Pangeran Diponegoro akan diberikan hak otonomi terbatas atas wilayah antara Kali Progo dan Pegunungan Menoreh. Pemerintah kolonial tidak akan membangun jalan, benteng, atau kantor administrasi tanpa izin tertulis dari Dewan Rakyat Mataram. Pasal 4: Agama dan Kepercayaan Pemerintah Hindia Belanda menjamin kebebasan beribadah dan penyebaran syiar Islam di seluruh wilayah Jawa tanpa campur tangan administrasi Belanda. Pasal 5: Imbalan dan Rehabilitasi Para keluarga dan pengikut Pangeran Diponegoro yang ditawan akan dibebaskan, serta diberikan bantuan hidup selama 2 tahun. Desa-desa yang hancur akibat perang akan dibangun kembali bersama-sama oleh rakyat Jawa dan tenaga kerja Belanda. Pasal 6: Dewan Wasiat Bersama Sebuah lembaga gabungan bernama Dewan Wasiat Nuswara akan dibentuk, terdiri dari 5 orang Jawa dan 5 orang Eropa, guna menjaga keadilan dan pelaksanaan pakta ini. Setiap keputusan strategis harus disahkan secara mufakat. Pasal 7: Sumpah Leluhur dan Kutukan Sejarah Kedua belah pihak bersumpah atas nama leluhur dan para dewa langit: Barang siapa yang mengingkari pakta ini akan ditimpa kutukan tujuh turunan, kehilangan martabat, dan dilupakan sejarah. Jika salah satu pihak melanggar, maka langit akan bersaksi, dan tanah Jawa akan menolak pijakannya. Ditetapkan dan ditandatangani di bawah sinar bulan sabit dan kesaksian para penari api. Pihak Pertama: (Ttd.) Pangeran Diponegoro Pangeran Mataram, Putra Sang Khalifatullah Pihak Kedua: (Ttd.) Jendral H. de Kock Komandan Utama Pasukan Hindia Belanda Saksi Rakyat: Kyai Modin Kertaningrat Raden Ayu Sulastri Letnan Jan Van Hoorn Tumenggung Wiranegara

 PAKTA WIYATA NUSWARA


(Pakta Perdamaian antara Pangeran Diponegoro dan Pemerintah Hindia Belanda)

Tanggal: 17 Rabiul Akhir 1246 H / 21 Juli 1830 M

Tempat: Tepi Sungai Tuntang, Jawa Tengah


Pasal 1: Pengakuan dan Martabat

Pemerintah Hindia Belanda mengakui Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin spiritual dan budaya rakyat Jawa, serta sebagai pemangku adat wilayah Mataram bagian selatan.



Pasal 2: Penghentian Permusuhan

Pihak Pangeran Diponegoro dan pasukan Belanda sepakat untuk menghentikan segala bentuk permusuhan, pengepungan, dan sabotase mulai matahari terbit keesokan hari setelah penandatanganan pakta ini.


Pasal 3: Wilayah dan Kekuasaan

Pangeran Diponegoro akan diberikan hak otonomi terbatas atas wilayah antara Kali Progo dan Pegunungan Menoreh. Pemerintah kolonial tidak akan membangun jalan, benteng, atau kantor administrasi tanpa izin tertulis dari Dewan Rakyat Mataram.


Pasal 4: Agama dan Kepercayaan

Pemerintah Hindia Belanda menjamin kebebasan beribadah dan penyebaran syiar Islam di seluruh wilayah Jawa tanpa campur tangan administrasi Belanda.


Pasal 5: Imbalan dan Rehabilitasi

Para keluarga dan pengikut Pangeran Diponegoro yang ditawan akan dibebaskan, serta diberikan bantuan hidup selama 2 tahun. Desa-desa yang hancur akibat perang akan dibangun kembali bersama-sama oleh rakyat Jawa dan tenaga kerja Belanda.


Pasal 6: Dewan Wasiat Bersama

Sebuah lembaga gabungan bernama Dewan Wasiat Nuswara akan dibentuk, terdiri dari 5 orang Jawa dan 5 orang Eropa, guna menjaga keadilan dan pelaksanaan pakta ini. Setiap keputusan strategis harus disahkan secara mufakat.


Pasal 7: Sumpah Leluhur dan Kutukan Sejarah

Kedua belah pihak bersumpah atas nama leluhur dan para dewa langit:


Barang siapa yang mengingkari pakta ini akan ditimpa kutukan tujuh turunan, kehilangan martabat, dan dilupakan sejarah.


Jika salah satu pihak melanggar, maka langit akan bersaksi, dan tanah Jawa akan menolak pijakannya.


Ditetapkan dan ditandatangani di bawah sinar bulan sabit dan kesaksian para penari api.


Pihak Pertama:

(Ttd.) Pangeran Diponegoro

Pangeran Mataram, Putra Sang Khalifatullah


Pihak Kedua:

(Ttd.) Jendral H. de Kock

Komandan Utama Pasukan Hindia Belanda


Saksi Rakyat:

Kyai Modin Kertaningrat

Raden Ayu Sulastri

Letnan Jan Van Hoorn

Tumenggung Wiranegara

No comments:

Post a Comment