02 July 2025

Berikut adalah kisah heroik I Fatimah Daeng Takontu, Karaeng Campagaya — seorang perempuan bangsawan Makassar yang dikenang karena keberaniannya melawan penjajahan VOC Belanda: Kisah Heroik I Fatimah Daeng Takontu, Karaeng Campagaya I Fatimah Daeng Takontu, yang bergelar Karaeng Campagaya, adalah seorang bangsawan perempuan dari Kesultanan Gowa yang hidup di masa-masa penuh gejolak pada abad ke-17 di saat terjadi perang Makassar. Di tengah perlawanan rakyat Makassar terhadap penjajahan Belanda (VOC), I Fatimah muncul sebagai simbol keberanian, keteguhan hati dan semangat juang perempuan Makassar. Latar Belakang I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya, adalah putri Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16, dan seorang pejuang wanita Kesultanan Gowa. Ia dikenal karena keberaniannya dalam melawan VOC dan dijuluki "Garuda Betina dari Timur" oleh seorang penyair Belanda sebagai perbandingan dengan julukan "Ayam Jantan dari Timur" yang diberikan kepada ayahandanya Sultan Hasanuddin oleh VOC. Beliau lahir pada 10 September 1659, putri tunggal Sultan Hasanuddin dari pernikahannya dengan I Daeng Takele dari Sanrobone. Lahir dari kalangan bangsawan Gowa, I Fatimah mendapat pendidikan adat dan ilmu pemerintahan. Sebagai seorang Karaeng (bangsawan tinggi), ia memimpin wilayah Campagaya, salah satu daerah strategis dalam pertahanan Kesultanan Gowa. Pada masa itu, Belanda melalui VOC berusaha menguasai pelabuhan dan jalur rempah-rempah di Sulawesi Selatan. Namun, rakyat Gowa, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, memberikan perlawanan sengit. Peran dalam Perang Makassar I Fatimah Daeng Takontu tidak tinggal diam. Ia memimpin pasukan perempuan dan masyarakat Campagaya dalam mempertahankan benteng dan wilayahnya. Dikenal cerdas dan berwibawa, ia tidak hanya hadir sebagai pemimpin simbolik, tetapi benar-benar memimpin strategi perang dan membakar semangat juang rakyatnya. Dalam berbagai catatan lisan, diceritakan bahwa I Fatimah pernah turun langsung ke medan perang, memegang tombak, menunggang kuda, dan meneriakkan semangat juang kepada pasukannya. Ia menjadi inspirasi, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi seluruh rakyat Gowa. Keberanian Melawan Penjajah Ketika benteng Campagaya terkepung oleh pasukan VOC, I Fatimah tetap menolak menyerah. Ia lebih memilih untuk bertempur habis-habisan. Dalam legenda rakyat, disebut bahwa beliau lebih rela gugur daripada melihat tanahnya diinjak oleh penjajah. Dalam versi lain, disebutkan bahwa ia akhirnya ditangkap dan dibuang ke luar wilayah Gowa oleh Belanda, karena dianggap berbahaya dan bisa memicu semangat perlawanan. Warisan dan Inspirasi Walaupun kisahnya tidak banyak tercatat dalam dokumen resmi VOC atau kolonial, namun dalam tradisi lisan Makassar, nama Karaeng Campagaya tetap harum sebagai simbol perempuan pejuang. Ia dikenang sebagai contoh keberanian, kecintaan pada tanah air dan pemimpin sejati di masa sulit. Penutup Kisah I Fatimah Daeng Takontu menunjukkan bahwa perjuangan melawan penjajahan bukan hanya milik laki-laki. Dalam sejarah Gowa dan Makassar, perempuan pun berdiri di garis depan. Semangatnya hidup dalam setiap cerita rakyat, menjadi inspirasi bagi generasi baru tentang arti sejati keberanian dan cinta pada tanah air. - #kisah #srikandi #fyp

 Berikut adalah kisah heroik I Fatimah Daeng Takontu, Karaeng Campagaya — seorang perempuan bangsawan Makassar yang dikenang karena keberaniannya melawan penjajahan VOC Belanda:



Kisah Heroik I Fatimah Daeng Takontu, Karaeng Campagaya

I Fatimah Daeng Takontu, yang bergelar Karaeng Campagaya, adalah seorang bangsawan perempuan dari Kesultanan Gowa yang hidup di masa-masa penuh gejolak pada abad ke-17 di saat terjadi perang Makassar. Di tengah perlawanan rakyat Makassar terhadap penjajahan Belanda (VOC), I Fatimah muncul sebagai simbol keberanian, keteguhan hati dan semangat juang perempuan Makassar.


Latar Belakang

I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya, adalah putri Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16, dan seorang pejuang wanita Kesultanan Gowa. Ia dikenal karena keberaniannya dalam melawan VOC dan dijuluki "Garuda Betina dari Timur" oleh seorang penyair Belanda sebagai perbandingan dengan julukan "Ayam Jantan dari Timur" yang diberikan kepada ayahandanya Sultan Hasanuddin oleh VOC. Beliau lahir pada 10 September 1659, putri tunggal Sultan Hasanuddin dari pernikahannya dengan I Daeng Takele dari Sanrobone. Lahir dari kalangan bangsawan Gowa, I Fatimah mendapat pendidikan adat dan ilmu pemerintahan. Sebagai seorang Karaeng (bangsawan tinggi), ia memimpin wilayah Campagaya, salah satu daerah strategis dalam pertahanan Kesultanan Gowa.

Pada masa itu, Belanda melalui VOC berusaha menguasai pelabuhan dan jalur rempah-rempah di Sulawesi Selatan. Namun, rakyat Gowa, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, memberikan perlawanan sengit.


Peran dalam Perang Makassar 

I Fatimah Daeng Takontu tidak tinggal diam. Ia memimpin pasukan perempuan dan masyarakat Campagaya dalam mempertahankan benteng dan wilayahnya. Dikenal cerdas dan berwibawa, ia tidak hanya hadir sebagai pemimpin simbolik, tetapi benar-benar memimpin strategi perang dan membakar semangat juang rakyatnya.

Dalam berbagai catatan lisan, diceritakan bahwa I Fatimah pernah turun langsung ke medan perang, memegang tombak, menunggang kuda, dan meneriakkan semangat juang kepada pasukannya. Ia menjadi inspirasi, tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi seluruh rakyat Gowa.


Keberanian Melawan Penjajah

Ketika benteng Campagaya terkepung oleh pasukan VOC, I Fatimah tetap menolak menyerah. Ia lebih memilih untuk bertempur habis-habisan. Dalam legenda rakyat, disebut bahwa beliau lebih rela gugur daripada melihat tanahnya diinjak oleh penjajah.

Dalam versi lain, disebutkan bahwa ia akhirnya ditangkap dan dibuang ke luar wilayah Gowa oleh Belanda, karena dianggap berbahaya dan bisa memicu semangat perlawanan.


Warisan dan Inspirasi

Walaupun kisahnya tidak banyak tercatat dalam dokumen resmi VOC atau kolonial, namun dalam tradisi lisan Makassar, nama Karaeng Campagaya tetap harum sebagai simbol perempuan pejuang. Ia dikenang sebagai contoh keberanian, kecintaan pada tanah air dan pemimpin sejati di masa sulit.


Penutup

Kisah I Fatimah Daeng Takontu menunjukkan bahwa perjuangan melawan penjajahan bukan hanya milik laki-laki. Dalam sejarah Gowa dan Makassar, perempuan pun berdiri di garis depan. Semangatnya hidup dalam setiap cerita rakyat, menjadi inspirasi bagi generasi baru tentang arti sejati keberanian dan cinta pada tanah air.

-

#kisah #srikandi #fyp

No comments:

Post a Comment