Ra Kuti, Anggota Dharmaputra pemimpin Pemberontakan Kuti
______________________________________________
Ra Kuti merupakan tokoh sejarah yang terlibat dalam pemberontakan terhadap Raja Jayanagara, raja kedua Kerajaan Majapahit. Dia adalah anggota Dharmaputra, yaitu pejabat tinggi yang disayangi raja Majapahit. Lembaga ini dibentuk oleh Raden Wijaya, raja pertama Majapahit.
Dharmaputra berjumlah tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa. Karena ini adalah lembaga tinggi kerajaan, Dharmaputra memiliki kedudukan khusus di Majapahit. Mereka dianggap sebagai pengawal setia raja dan memiliki hak istimewa.
Kitab Pararaton menyebut Dharmaputra sebagai "pengalasan wineh suka" atau "pegawai istimewa yang disayangi raja".
Mereka juga memiliki kekuasaan di daerah-daerah tertentu. Ra Kuti sendiri berkuasa di daerah Pajarakan yang sekarang menjadi Kabupaten Probolinggo. Pemberontakan Ra Kuti didasari oleh rasa tidak puas terhadap Raja Jayanagara yang dianggap lemah dan mudah dipengaruhi.
Kitab Pararaton menyebut Raja Jayanagara dengan nama Kalagemet yang berarti "lemah" atau "jahat".Selain itu, asal-usul Jayanagara juga menjadi alasan ketidaksukaan para Dharmaputra.
Jayanagara bukanlah anak Raden Wijaya dari istri permaisuri, melainkan dari istri selir.
Ibunda Jayanagara adalah Dara Petak, putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera.
Jayanagara juga berdarah campuran, bukan turunan murni dari Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singasari yang merupakan pendahulu Majapahit. Pemberontakan Ra Kuti terjadi pada tahun 1241 Saka atau 1319 Masehi. Ra Kuti bersama beberapa Dharmaputra lainnya mengadakan kudeta terhadap Raja Jayanagara.
Mereka menyerang istana dan membunuh beberapa pejabat kerajaan. Raja Jayanagara berhasil melarikan diri dengan bantuan Gajah Mada, mahapatih Majapahit yang saat itu masih berpangkat bhayangkara (prajurit).
Gajah Mada kemudian memimpin pasukan kerajaan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Pertempuran sengit terjadi di daerah Tumapel (sekarang Malang) antara pasukan Gajah Mada dan pasukan Ra Kuti. Akhirnya, Gajah Mada berhasil mengalahkan dan menangkap Ra Kuti beserta pengikutnya. Pemberontakan Ra Kuti memberikan dampak besar bagi sejarah Majapahit.
Pertama, pemberontakan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan politik di dalam kerajaan. Raja Jayanagara tidak mendapatkan dukungan penuh dari para pejabatnya. Bahkan, beberapa pejabat tinggi seperti Dharmaputra berani memberontak terhadap raja. Kedua, pemberontakan ini menunjukkan peran penting Gajah Mada sebagai tokoh militer dan politik di Majapahit.
Gajah Mada memulai kariernya sebagai bhayangkara (prajurit) yang berhasil menyelamatkan raja dari pemberontakan Ra Kuti.
Atas jasanya itu, ia diberi jabatan Patih Daha dan kemudian Patih Kahuripan.
Ia kemudian menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, putri Jayanagara yang menggantikan ayahnya sebagai raja. Gajah Mada membantu Tribhuwana memperluas wilayah Majapahit melalui berbagai ekspedisi militer. Dia juga mengucapkan Sumpah Palapa, yaitu sumpah untuk tidak memakan palapa (makanan berbumbu) sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Situasi ketika Majapahit dikuasai Ra Kuti
Ketika Ra Kuti berhasil menguasai Majapahit untuk sementara waktu, ternyata banyak yang tidak setuju. Salah satunya adalah karena faktor kasta.
Ra Kuti disebut berasal dari kasta sudra, kasta rendah dalam tradisi Hinduisme. Niat para pemberontak pertama adalah menggulingkan Jayanegara dan menggantikannya dengan keturunan Raden Wijaya yang lain. Tapi yang terjadi justru Ra Kuti menobatkan diri sebagai raja Majapahit.
Kisah Ra Kuti, Ditentang Rakyat Majapahit karena Menahbiskan Diri sebagai Raja
_____________________________________________
Pejabat Majapahit, Ra Kuti menahbiskan dirinya sebagai raja Majapahit begitu sukses mengusir Prabu Jayanegara. Namun, hal itu hanya berlangsung dalam beberapa hari saja.
Sebab, mayoritas rakyat Majapahit menolak. Asal usul Ra Kuti yang berasal dari golongan kasta sudra kasta membuat rakyat Majapahit muak. Bahkan, elemen-elemen yang mendukungnya melakukan pemberontakan ikut marah dan tak setuju dengan langkah Ra Kuti.
Menurut mereka, memberontak bukannya untuk melawan negara, tetapi untuk menggulingkan Jayanagara. Kemudian kekuasaan diserahkan kepada keturunan pendiri Kerajaan Majapahit lainnya. Tetapi yang terjadi sebagaimana dikutip dari buku "Sandyakala di Timur Jawa 1042-1527 M Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" dari Prasetya Ramadhan, justru Ra Kuti menobatkan dirinya sebagai raja Majapahit.
Karuan saja banyak yang menolak. Sebab Ra Kuti bukanlah datang dari golongan bangsawan, melainkan sudra, kasta terendah dalam agama Hindu. Alhasil setelah perebutan kekuasaan dan penobatan Ra Kuti sebagai raja, situasi kota Majapahit menjadi tak kondusif. Banyak rakyat yang diam-diam kecewa dengan pengangkatan Ra Kuti. Padahal sebelumnya mereka ikut memberontak menyingkirkan Jayanagara. Sementara itu, Ra Kuti dan komplotannya memburu Jayanagara ke segala arah. Meskipun berhasil merebut istana, Ra Kuti belum tenang sebelum bisa menangkap Jayanagara.
Pada peristiwa itulah, nama Gajah Mada mulai disebut-sebut dalam kitab Pararaton. Jayanagara dibawa ke sebuah desa bernama Bedander di luar kotaraja Majapahit. Erat kaitannya kenapa Jayanagara dibawa ke desa ini oleh Gajah Mada karena Bhayangkara tersebut mengenal betul daerah tersebut.
Ada dua versi yang menyebutkan lokasi tersebut yakni Desa Bedander yang saat ini masuk Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, namun ada versi yang menyebutkan desa itu adalah Desa Dander, yang kini masuk Kabupaten Bojonegoro. Namun banyak hang meyakini Desa Bedander di Jombang-lah yang masuk akal, karena lokasinya yang tak terlalu jauh dari Trowulan.
Di desa itu, Raja Jayanagara ditampung sementara di rumah kepala Desa Bedander, dan keberadaannya benar-benar dirahasiakan. Hal ini karena pasukan Bhayangkara tahu Ra Kuti sedang memburu mereka dan Jayanagara. Bahkan Gajah Mada nekat membunuh seorang pengalasan karena nekat akan meminta izin paksa untuk pulang ke kotaraja Majapahit. Pasca peristiwa pembunuhan yang dilakukan Gajah Mada kemudian berkunjung ke kotaraja Majapahit untuk mencari informasi terkait keberadaan istana. Ia menyamar layaknya intel dan mengumpulkan informasi-informasi terkait kesukaan rakyat kepada Ra Kuti dan Jayanagara.
Dari intelejennya diperoleh informasi bahwa Ra Kuti tidak begitu disukai oleh rakyat dan para pejabat istana yang tengah berkuasa. Kala itu seorang raja tidak ditentukan oleh keperkasaan dan kewibawaannya saja, namun juga trah bangsawannya. Hal ini menjadi salah satu yang dianggap penting. Meskipun dzalim, Jayanagara tetap dipandang tinggi sebagai raja, karena ia adalah trah langsung dari Prabu Kertarajasa, yang mewarisi darah Raja Singasari.
No comments:
Post a Comment