Seri Litografi Mataram #2
Gambar ini dilukis pada sekitat tahun 1865-76 pelukis merekonstruksi tradisi khas Mataraman setiap Senin dan Sabtu yang disebut "Senenan dan Setonan" dalam sebuah lukisan. Latihan Perang/Gladhên ini telah diwajibkan sejak Sultan Agung. Sênènan dan Sêtonan adalah latihan perang dengan menggunakan tombak tumpul sambil menunggang kuda yang dilakukan di alun-alun depan istana kraton. Sebagai contoh pada tahun 1670, Susuhunan Amangkurat I di Plered memerintahkan bahwa setiap bangsawan wajib melaksanakan perang-perangan dengan seragam besi, mantel kain merah dan kopiah berwarna merah.
Dari sumber Belanda digambarkan bahwa sambil mengendalikan kuda dengan lutut dan kakinya pasukan Mataram pandai memainkan senjata pedang dan tombak panjang di tangannya. Dengan cara ini banyak prajurit Belanda terdesak.
Setelah Giyanti (1755) tradisi watangan, baik Senenan maupun Setonan tetap dilanjutkan baik di Kasunanan maupun Kasultanan. Tradisi Watangan atau Setonan dihentikan pada masa pemerintahan Pakubuwono VII (1830~1858) di Surakarta. Juga di Kasultanan ketika perang Jawa berakhir dan segala yg berbau militer dihentikan/dibatasi.
Jadi, kemungkinan saat gambar ini dilukis pada 1860an tradisi ini telah dihentikan.
Menurut anda itu Gunung Merapi atau Lawu ?
bit.ly/sejarahjogyaInstagram
bit.ly/SejarahjogyaYoutube
Sumber : tropenmuseum
Karya Louis Henri Wilhelmus Merckes de Stuers (1876)
Litho. Litho naar een tekening van L.H.W.M. de Stuers. Pagina 11 van de map "De Indische Archipel", Den Haag, 1865-1876, met daarin 24 kleurenlitho's, van objectnr. 3728-430 t/m 3728-479. Een Javaans toernooispel
No comments:
Post a Comment