Prabu Jayabaya Murka dan Bunuh Ki Ajar Usai Disuguhkan 8 Jenis Makanan di Gunung Padang
________________________________________________
Ki Ajar Subrata merupakan seorang murid dari ulama besar yang bernama Maulana Ali Syamsu Zain yang juga seorang guru dari Prabu Jayabaya. Selain itu, ia juga seorang guru spiritual.
Diketahui Maulana Ali Syamsu Zain dalam perjalanan pulangnya dari Kediri, ia singgah ke Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Ia bertujuan mengajarkan Kitab Musarar kepada Ki Ajar Subrata. Sehingga tidak hanya Prabu Jayabaya yang mengetahui isi ramalan dalam Kitab tersebut.
Dalam buku Zaman Kalasurasa, berakhirnya zaman bencana dan mulainya Golden Era Nusantara. Menurut Ramalan Jayabaya mengisahkan, sebulan setelah Maulana Ali Syamsu Zain mengajarkan Kitab Musarar kepada Ki Ajar, Prabu Jayabaya mengajak anaknya yang sudah diangkat sebagai raja bawahan untuk pergi ke Gunung Padang.
Konon Gunung Padang merupakan tempat keramat, di mana pada puncaknya terdapat beberapa situs purbakala. Selain itu, dalam Serat Centhini diceritakan, putri Raja Airlangga yang bernama Ratu Kilisuci juga bertapa di sini.
Bentuk Gunung Padang yang menyerupai piramida dipercaya bahwa gunung tersebut merupakan piramida yang usianya lebih lawas dibandingkan piramida-piramida di Mesir.
Prabu Jayabaya pun bertemu dengan Ki Ajar Subrata di puncak Gunung Padang. Ki Ajar yang seorang guru spiritual mempunyai banyak murid dan tinggal dengan murid-muridnya di Gunung Padang ini, terdapat juga para endang (murid perempuan).
Tentu saja Ki Ajar menyambut dengan hangat kedatangan Prabu Jayabaya dan putranya. Sontak Ki Ajar memanggil seorang endang dan memerintahkannya untuk menyuguhkan jamuan.
Terdapat 7 macam suguhan, 8 beserta endang yang disuguhkan kepada Prabu Jayabaya. Berikut kedelapan suguhan tersebut.
1. Kunir sarimpang (kunyit segerombol).
2. Juadah satakir (semangkuk jadah).
3. Bunga melati saconthong (bunga melati yang ditaruh dalam conthong, wadah yang dibuat dari daun lebar yang dilipat mengerucut).
4. Kayu sauwit (sebatang kayu).
5. Bawang putih satalam (bawang putih sebungkus kain).
6. Darah sapitrah (sekaleng darah, merujuk pada zakat fitrah yang ditakar dengan kaleng).
7. Seorang endang (murid perempuan).
8. Bunga seruni saconthong (bunga seruni satu conthong).
Prabu Jayabaya yang paham makna dari suguhan tersebut sontak saja memancing amarah Prabu Jayabaya dan langsung menghunuskan kerisnya kepada Ki Ajar dan endang yang menyuguhkannya jamuan itu hingga mati.
Putranya terheran-heran dengan apa yang dilakukan ayahnya, ia bertanya-tanya, mengapa seorang guru yang menyambut dengan baik malah dibunuh? Dan mengapa endang itu juga ikut dibunuh padahal tidak tahu apa-apa?
Namun pertanyaan itu tak berani disampaikannya karena melihat Prabu Jayabaya masih murka. Ketika sampai di rumah dan dirasa Ayahnya sudah tidak memperlihatkan kemarahannya, ia pun bertanya mengenai alasan mengapa Ayahnya melakukan perbuatan itu.
Prabu Jayabaya menjelaskan bahwa Ki Ajar telah berkhianat kepada gurunya, yaitu Maulana Ali Syamsu Zain. Namun alasan mengapa Ki Ajar berkhianat tidak dibeberkan oleh Prabu Jayabaya.
Prabu Jayabaya juga mengatakan kepada putranya, “Apan wus den wangseni mring pandhita ing nguni tan kena gingsir ing besuk (Sebagaimana sudah dipesankan oleh pendeta itu bahwa ini adalah kepastian yang tak bisa diubah).”
No comments:
Post a Comment