30 May 2024

Gubernur Jendral Tjarda : Kejatuhan Imperium & Lepasnya Tanah Jajahan Hindia Timur Nama lengkapnya adalah Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh - Stachouwer. Pria kelahiran 7 Maret 1888 di Groningen, Negeri Belanda ini berasal dari keluarga ningrat dan terpandang yang telah mengabdi kepada Kerajaan Belanda sejak abad pertengahan. Tjarda ditunjuk menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda pada 1936 hingga jatuhnya koloni ke tangan wadyabala Jepang pada 1942. Tjarda ditunjuk oleh ratu menggantikan Bonifacius Cornelis de Jonge, seorang gubernur jendral yang terkenal dengan kebijakannya yang bercorak konservatif reaksioner terhadap kaum pergerakan. Ketika Tjarda dipilih untuk menggantikan de Jonge sebagai pemimpin tertinggi tanah jajahan Hindia, kalangan pergerakan sempat menyambutnya dengan cukup positif. Latar belakangnya sebagai seorang diplomat yang humanis, sempat memberikan angin segar dan harapan bahwa kebijakan - kebijakan yang akan dilakukannya akan lebih berpihak pada golongan nasionalis yang selama masa pemerintahan de Jonge diberangus. Pun demikian, harapan tinggal harapan. Posisi Gubernur Jendral Hindia dalam konteks dekade 1930an hingga menjelang Perang Dunia II sangatlah rumit. Berbagai tekanan dan desakan kepentingan yang saling silang sengkarut dan tarik menarik antara tiga faktor utama yaitu negeri induk Belanda, bangkitnya militerisme Jepang dan desakan kaum nasionalis bumiputra di dalam negeri membuat kebijakan yang dikeluarkan oleh Tjarda penuh perhitungan, kehati-hatian dan terkesan tak ubahnya dengan kebijakan de Jonge yang konservatif reaksioner. Dari sudut pandang politik, kebijakan yang diambil Tjarda lebih condong memihak kepentingan negeri induk Belanda yang berdampak pada tidak terakomodasinya kepentingan Jepang yang mendesak berkali - kali diperbesarnya kuota impor bahan mentah pasca embargo Amerika, serta desakan kaum pergerakan yang meminta perubahan fundamental perundangan tanah Hindia untuk bisa segera berdikari dan diatur oleh kaum bumiputra sendiri. Kesalahan perhitungan Gubernur Jendral Tjarda dalam menilai situasi menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya menyebabkan lepasnya imperium Belanda, tanah koloni Hindia Timur ke tangan Jepang pada 1942. Sebuah harga yang harus dibayar mahal oleh kerajaan Belanda. - Chandra Gusta Wisnuwardana - Disarikan dari buku Mempertahankan Imperium : Gubernur Jendral Tjarda van Starkenbrogh - Stachouwer dan Akhir Hindia Belanda karya Christoper Reinhart

 Gubernur Jendral Tjarda : Kejatuhan Imperium & Lepasnya Tanah Jajahan Hindia Timur


Nama lengkapnya adalah Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh - Stachouwer. Pria kelahiran 7 Maret 1888 di Groningen, Negeri Belanda ini berasal dari keluarga ningrat dan terpandang yang telah mengabdi kepada Kerajaan Belanda sejak abad pertengahan. Tjarda ditunjuk menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda pada 1936 hingga jatuhnya koloni ke tangan wadyabala Jepang pada 1942. Tjarda ditunjuk oleh ratu menggantikan Bonifacius Cornelis de Jonge, seorang gubernur jendral yang terkenal dengan kebijakannya yang bercorak konservatif reaksioner terhadap kaum pergerakan. 



Ketika Tjarda dipilih untuk menggantikan de Jonge sebagai pemimpin tertinggi tanah jajahan Hindia, kalangan pergerakan sempat menyambutnya dengan cukup positif. Latar belakangnya sebagai seorang diplomat yang humanis, sempat memberikan angin segar dan harapan bahwa kebijakan - kebijakan yang akan dilakukannya akan lebih berpihak pada golongan nasionalis yang selama masa pemerintahan de Jonge diberangus.


Pun demikian, harapan tinggal harapan. Posisi Gubernur Jendral Hindia dalam konteks dekade 1930an hingga menjelang Perang Dunia II sangatlah rumit. Berbagai tekanan dan desakan kepentingan yang saling silang sengkarut dan tarik menarik antara tiga faktor utama yaitu negeri induk Belanda, bangkitnya militerisme Jepang dan desakan kaum nasionalis bumiputra di dalam negeri membuat kebijakan yang dikeluarkan oleh Tjarda penuh perhitungan, kehati-hatian dan terkesan tak ubahnya dengan kebijakan de Jonge yang konservatif reaksioner.


Dari sudut pandang politik, kebijakan yang diambil Tjarda lebih condong memihak kepentingan negeri induk Belanda yang berdampak pada tidak terakomodasinya kepentingan Jepang yang mendesak berkali - kali diperbesarnya kuota impor bahan mentah pasca embargo Amerika, serta desakan kaum pergerakan yang meminta perubahan fundamental perundangan tanah Hindia untuk bisa segera berdikari dan diatur oleh kaum bumiputra sendiri.


Kesalahan perhitungan Gubernur Jendral Tjarda dalam menilai situasi menjelang pecahnya Perang Asia Timur Raya menyebabkan lepasnya imperium Belanda, tanah koloni Hindia Timur ke tangan Jepang pada 1942. Sebuah harga yang harus dibayar mahal oleh kerajaan Belanda.


- Chandra Gusta Wisnuwardana -


Disarikan dari buku Mempertahankan Imperium : Gubernur Jendral Tjarda van Starkenbrogh - Stachouwer dan Akhir Hindia Belanda karya Christoper Reinhart

No comments:

Post a Comment