26 May 2024

Tak Banyak yang Tahu Rhoma Irama, Mengawali Kariernya dari Genre Barat kita sepakat jika Rhoma Irama adalah raja dangdut. Dialah yang memoles dan membesarkan genre musik ini, hingga terkenal seantero negeri. Bahkan, mancanegara. Bila ada yang berani mengusik dangdut, maka Bang Haji - demikian sapaan populernya- akan turun tangan. Rhoma adalah dangdut. Dangdut adalah Rhoma. Walaupun begitu, karier kemusikan sang raja tidak datang dari orkes melayu, genre musik cikal bakal dangdut. Sebaliknya, perjalanan awal musiknya lebih banyak diwarnai oleh musik-musik bergenre pop rock. Rhoma lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 11 Desember 1946. Nama lahirnya bukanlah Rhoma Irama. Melainkan Raden Irama. Dinukil dari buku Dangdutan, Kumpulan Tulisan Dangdut dan Praktiknya di Masyarakat, karya Michael H.B. Raditya, kedua orang tua Rhoma, R. Burdah dan Tuty Juwariyah memberikan nama Irama karena terinspirasi dari grup sandiwara Irama Baru. Alih-alih menggunakan nama Raden Irama, dia memilih Oma Irama sebgai nama panggungnya. Oma menapaki jejak musiknya dengan bergabung pada grup musik Gahyand, Tornado, juga Varia Irama Melody. Bersama band-band tersebut, Rhoma mengkover karya-karya musisi barat seperti The Beatles, Paul Anka, Golden Singer, Pat Boone, Elvies Presley. Menurut catatan H.B. Raditya, Rhoma sempat bergabung ke beberapa orkes Melayu, seperti OM Chandraleka pimpinan Umar Alatas, OM Purnama pimpinan Awab Haris, OM Pancaran Muda pimpinan Zakaria, pada pertengahan 1960-an. Sayang, Oma tidak puas dengan pencapaiannya kala itu. Dia pun memutuskan untuk kolaborasi dengan beberapa grup musik pop. Salah satunya, berduet dengan Inneke Kusumawati, diiringi band Zaenal Combo dan de Galaxies. Kolaborasi tersebut menghasilkan beberapa karya seperti Jangan Kau Marah dan Cinta Buta. Karier musik pop Oma semakin naik daun, kala dia sukses unjuk gigi di Festival Pop Asia Tenggara pada 1972 di Singapura. Saat itu, Oma berduet dengan Wiwil Abidien keluar sebagai pemenang. Oma mengambil langkah penting pada 1970, dengan membentuk OM sendiri bernama Soneta. Lewat Soneta, Oma berduet dengan Elvy Sukaesih. Di sinilah takdir membawanya menjadi raja dangdut kelak. Album perdananya, berjudul Begadang, meledak di pasaran. Diperkirakan, Begadang terjual 1 juta keping. Kabarnya, bukan Begadang yang dijagokan meraih hits, melainkan Tung Keripit, karena aransemen dan beat lagu. Akan tetapi, pasar punya selera sendiri, Begadang. Bersama Soneta, Oma melakukan terobosan, yaitu pergi haji. Keputusan tersebut mendapat tentangan dari para seniman musik, mengingat panggung musik identik dengan minuman keras, seks bebas, dan penyalahgunaan narkotika. Oma bergeming, dia tetap memutuskan tetap berangkat haji pada 1975. Langkah beraninya kemudian diiringi dengan perubahan nama menjadi Rhoma Irama. R untuk Raden dan H untuk haji. Oma menggapai puncak kejayaannya dengan Soneta pada era 1970-an. Ketika itu, musik dangdut yang ditawarkan Soneta diterima di masyarakat. Lirik-lirik yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, membuat karya-karya Rhoma mendapat tempat di hati masyarakat. Terutama kalangan kelas menengah bawah. Setiap kali manggung, panggung Soneta dijejali oleh masyarakat. Bahkan, Rhoma bersama Soneta harus berkeliling kota terlebih dahulu sebelum manggung. Dalam bincang-bincang di Podcast Helmy Yahya, Rhoma menuturkan, kala itu masyarakat tidak percaya ada Soneta, kalau belum melihat sosok aslinya. Walau namanya melejit berkat dangdut, Rhoma tak melupakan akarnya, yaitu pop. Pada 1977, label Yukawi berjudul Pop Indonesia Vol. I, Rhoma Irama. Demikian diakses dari situs arsip musik Indonesia iramanusantara.org. Dalam vinil itu terdapat lima lagu karya Rhoma Irama, berjudul Remaja, Naviri, Bulan, Luka Derita, dan Mengapa Membisu. Tidak ada suara gendang atau suling dalam lagu-lagu tersebut. Nuansanya cenderung sangat ngepop. Dengan genre rock, Rhoma juga memiliki ikatan yang kuat. Kabar ini sudah lama beredar, karena warna sejumlah lagu Soneta memiliki kesamaan dengan Deep Purple. Beberapa karyanya seperti Seni, Hari Berbangkit, Nafsu Serakah, dan Badai Fitnah, menurut Michael H.B. Raditya dikutip dari popharini.com, terpengaruh oleh Deep Purple. Mengenai Deep Purple, Michael menulis bahwa Rhoma tidak pernah membantah terinspirasi dari band asal Inggris tersebut. Bagi Rhoma, band itu menginspirasinya untuk berkarya. Walaupun demikian, Rhoma bersama Soneta memiliki hubungan negatif dengan rock. Pada 70-an, dangdut Rhoma berseteru dengan rock, saat itu diwakilli oleh Benny Soebardja atau Achmad Albar. Para penggemar musik tersebut terlibat saling ejek. Bahkan, diperkirakan saling terlibat adu fisik. Kedua genre itu pun mencapai rekonsilitasi, ditandai dengan konser bersama Soneta dan God Bless di Istora Senayan Jakarta, pada 1977. "Saya pikir rocker itu brengsek semua. Dulu. Sekarang sudah tidak," ujar Rhoma mengenang perseteruan tersebut bersama Achmad Albar dalam podcast-nya. Keberaniannya memasukkan unsur rock pada musik melayu yang kemudian disebut sebagai dangdut memang patut mendapat apresiasi yang tinggi. Sehingga pada tahun 1985 Majalah Asia Week menempatkan Rhoma Irama sebagai Raja musik Asia Tenggara. Sumbangsih bagi Musik Indonesia Sebagai Raja Dangdut, kontribusi Rhoma terhadap musik nasional sangatlah besar. Dialah figur penting di balik kelahiran genre musik dangdut, pengembangan dari orkes melayu. Keberanian Rhoma meracik berbagai genre itu mengantarkannya pada penghragaan Raja Musik Asia Tenggara oleh majalah Asia Week pada 1985. Melalui Soneta, Rhoma merawat genre dangdut hingga sekarang. Sebanyak 600 lagu diciptakan Rhoma, dan mayoritas sukses di pasaran. Salah satu karyanya, Begadang, masuk dalam daftar 150 musik terbaik Indonesia versi majalah Rolling Stone. Selain itu, pada era kejayaannya, Rhoma juga ikut mengorbitkan para musisi dangdut. Beberapa pemusik seperti Elvy Sukaesih, dan Rita Sugiarto, nama mereka mengorbit berkat Rhoma. Rita sendiri bercerita bahwa karier kedangdutannya melejit setelah dididik sang Raja Dangdut. Pada usianya yang tak muda lagi, Rhoma juga masih berani berinovasi. Pada April 2023, dia membuat heboh jagat media sosial karena menyanyikan lagu berjudul Butter, karya boyband asal Korea Selatan BTS. Lagu itu dibawakan di tengah dia menyanyikan lagu miliknya, berjudul Musik. "Smooth like butter, like a criminal undercover. Gon'pop like trouble breaking into your heart like that, ooh." Meski cuma sepotong, tetapi aksi Rhoma ini berhasil menyita perhatian para Kpopers, terutama Army-fans BTS. Lewat aksinya tersebut, dia seakan memberikan pesan bahwa karier Raja Dangdut belum habis. Selain itu, dangdut adalah musik yang adaptif. Dapat bersanding dengan beragam genre. Termasuk musik Kpop. Era sudah berganti, pesona Raja Dangdut belum pudar. Rhoma masih dipercaya mengisi panggung-panggung musik nasional. Melaui podcast-nya, dia pun membagikan pandangan dan gagasannya.

 Tak Banyak yang Tahu Rhoma Irama, Mengawali Kariernya dari Genre Barat

kita sepakat jika Rhoma Irama adalah raja dangdut. Dialah yang memoles dan membesarkan genre musik ini, hingga terkenal seantero negeri. Bahkan, mancanegara. Bila ada yang berani mengusik dangdut, maka Bang Haji - demikian sapaan populernya- akan turun tangan. Rhoma adalah dangdut. Dangdut adalah Rhoma.


Walaupun begitu, karier kemusikan sang raja tidak datang dari orkes melayu, genre musik cikal bakal dangdut. Sebaliknya, perjalanan awal musiknya lebih banyak diwarnai oleh musik-musik bergenre pop rock.

Rhoma lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 11 Desember 1946. Nama lahirnya bukanlah Rhoma Irama. Melainkan Raden Irama. Dinukil dari buku Dangdutan, Kumpulan Tulisan Dangdut dan Praktiknya di Masyarakat, karya Michael H.B. Raditya, kedua orang tua Rhoma, R. Burdah dan Tuty Juwariyah memberikan nama Irama karena terinspirasi dari grup sandiwara Irama Baru.



Alih-alih menggunakan nama Raden Irama, dia memilih Oma Irama sebgai nama panggungnya. Oma menapaki jejak musiknya dengan bergabung pada grup musik Gahyand, Tornado, juga Varia Irama Melody. Bersama band-band tersebut, Rhoma mengkover karya-karya musisi barat seperti The Beatles, Paul Anka, Golden Singer, Pat Boone, Elvies Presley. 


Menurut catatan H.B. Raditya, Rhoma sempat bergabung ke beberapa orkes Melayu, seperti OM Chandraleka pimpinan Umar Alatas, OM Purnama pimpinan Awab Haris, OM Pancaran Muda pimpinan Zakaria, pada pertengahan 1960-an.


Sayang, Oma tidak puas dengan pencapaiannya kala itu. Dia pun memutuskan untuk kolaborasi dengan beberapa grup musik pop. Salah satunya, berduet dengan Inneke Kusumawati, diiringi band Zaenal Combo dan de Galaxies. Kolaborasi tersebut menghasilkan beberapa karya seperti Jangan Kau Marah dan Cinta Buta. 


Karier musik pop Oma semakin naik daun, kala dia sukses unjuk gigi di Festival Pop Asia Tenggara pada 1972 di Singapura. Saat itu, Oma berduet dengan Wiwil Abidien keluar sebagai pemenang. 


Oma mengambil langkah penting pada 1970, dengan membentuk OM sendiri bernama Soneta. Lewat Soneta, Oma berduet dengan Elvy Sukaesih. Di sinilah takdir membawanya menjadi raja dangdut kelak.


Album perdananya, berjudul Begadang, meledak di pasaran. Diperkirakan, Begadang terjual 1 juta keping. Kabarnya, bukan Begadang yang dijagokan meraih hits, melainkan Tung Keripit, karena aransemen dan beat lagu. Akan tetapi, pasar punya selera sendiri, Begadang. 


Bersama Soneta, Oma melakukan terobosan, yaitu pergi haji. Keputusan tersebut mendapat tentangan dari para seniman musik, mengingat panggung musik identik dengan minuman keras, seks bebas, dan penyalahgunaan narkotika.


Oma bergeming, dia tetap memutuskan tetap berangkat haji pada 1975. Langkah beraninya kemudian diiringi dengan perubahan nama menjadi Rhoma Irama. R untuk Raden dan H untuk haji. 


Oma menggapai puncak kejayaannya dengan Soneta pada era 1970-an. Ketika itu, musik dangdut yang ditawarkan Soneta diterima di masyarakat. Lirik-lirik yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, membuat karya-karya Rhoma mendapat tempat di hati masyarakat. Terutama kalangan kelas menengah bawah. 


Setiap kali manggung, panggung Soneta dijejali oleh masyarakat. Bahkan, Rhoma bersama Soneta harus berkeliling kota terlebih dahulu sebelum manggung. Dalam bincang-bincang di Podcast Helmy Yahya, Rhoma menuturkan, kala itu masyarakat tidak percaya ada Soneta, kalau belum melihat sosok aslinya.


Walau namanya melejit berkat dangdut, Rhoma tak melupakan akarnya, yaitu pop. Pada 1977, label Yukawi berjudul Pop Indonesia Vol. I, Rhoma Irama. Demikian diakses dari situs arsip musik Indonesia iramanusantara.org.


Dalam vinil itu terdapat lima lagu karya Rhoma Irama, berjudul Remaja, Naviri, Bulan, Luka Derita, dan Mengapa Membisu. Tidak ada suara gendang atau suling dalam lagu-lagu tersebut. Nuansanya cenderung sangat ngepop. 


Dengan genre rock, Rhoma juga memiliki ikatan yang kuat. Kabar ini sudah lama beredar, karena warna sejumlah lagu Soneta memiliki kesamaan dengan Deep Purple. Beberapa karyanya seperti Seni, Hari Berbangkit, Nafsu Serakah, dan Badai Fitnah, menurut Michael H.B. Raditya dikutip dari popharini.com, terpengaruh oleh Deep Purple.


Mengenai Deep Purple, Michael menulis bahwa Rhoma tidak pernah membantah terinspirasi dari band asal Inggris tersebut. Bagi Rhoma, band itu menginspirasinya untuk berkarya.


Walaupun demikian, Rhoma bersama Soneta memiliki hubungan negatif dengan rock. Pada 70-an, dangdut Rhoma berseteru dengan rock, saat itu diwakilli oleh Benny Soebardja atau Achmad Albar.


Para penggemar musik tersebut terlibat saling ejek. Bahkan, diperkirakan saling terlibat adu fisik. Kedua genre itu pun mencapai rekonsilitasi, ditandai dengan konser bersama Soneta dan God Bless di Istora Senayan Jakarta, pada 1977. 


"Saya pikir rocker itu brengsek semua. Dulu. Sekarang sudah tidak," ujar Rhoma mengenang perseteruan tersebut bersama Achmad Albar dalam podcast-nya. 


 Keberaniannya memasukkan unsur rock pada musik melayu yang kemudian disebut sebagai dangdut memang patut mendapat apresiasi yang tinggi. Sehingga pada tahun 1985 Majalah Asia Week menempatkan Rhoma Irama sebagai Raja musik Asia Tenggara.

 

Sumbangsih bagi Musik Indonesia

Sebagai Raja Dangdut, kontribusi Rhoma terhadap musik nasional sangatlah besar. Dialah figur penting di balik kelahiran genre musik dangdut, pengembangan dari orkes melayu. Keberanian Rhoma meracik berbagai genre itu mengantarkannya pada penghragaan Raja Musik Asia Tenggara oleh majalah Asia Week pada 1985. 


Melalui Soneta, Rhoma merawat genre dangdut hingga sekarang. Sebanyak 600 lagu diciptakan Rhoma, dan mayoritas sukses di pasaran. Salah satu karyanya, Begadang, masuk dalam daftar 150 musik terbaik Indonesia versi majalah Rolling Stone. 


Selain itu, pada era kejayaannya, Rhoma juga ikut mengorbitkan para musisi dangdut. Beberapa pemusik seperti Elvy Sukaesih, dan Rita Sugiarto, nama mereka mengorbit berkat Rhoma. Rita sendiri bercerita bahwa karier kedangdutannya melejit setelah dididik sang Raja Dangdut. 


Pada usianya yang tak muda lagi, Rhoma juga masih berani berinovasi. Pada April 2023, dia membuat heboh jagat media sosial karena menyanyikan lagu berjudul Butter, karya boyband asal Korea Selatan BTS. Lagu itu dibawakan di tengah dia menyanyikan lagu miliknya, berjudul Musik. "Smooth like butter, like a criminal undercover. Gon'pop like trouble breaking into your heart like that, ooh."


Meski cuma sepotong, tetapi aksi Rhoma ini berhasil menyita perhatian para Kpopers, terutama Army-fans BTS. Lewat aksinya tersebut, dia seakan memberikan pesan bahwa karier Raja Dangdut belum habis. Selain itu, dangdut adalah musik yang adaptif. Dapat bersanding dengan beragam genre. Termasuk musik Kpop. 


Era sudah berganti, pesona Raja Dangdut belum pudar. Rhoma masih dipercaya mengisi panggung-panggung musik nasional. Melaui podcast-nya, dia pun membagikan pandangan dan gagasannya.

No comments:

Post a Comment