27 May 2024

Percaya apa ndak Simbah2 buyut kita dulu gondrong ? . NOTE SEBELUM BACA ARTIKEL Tidak ada hubungannya dengan "belum ada tukang cukur. Kita lihat dari perspektif sejarah lur.Nuwun" Mungkin memang tradisi austronesia - sebelum datangnya kolonial. Sampai akhir abad ke-19, rambut gondrong bagi pria-pria Jawa dan Nusantara merupakan kelaziman. Apa ini sahih ? Setidaknya kita bisa mengecek ke beberapa sumber. Kalau ada waktu kita boleh jalan-jalan ke candi dan arca peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Sumatera, Jawa, dan Bali (awal Masehi hingga runtuhnya Majapahit) pasti tidak sulit menemukan relief pria-pria yang lazim berambut gondrong, saat itu biar rapi maka dicepol (gelung keatas). Ini senada dengan catatan Tiongkok dari Dinasti Liang (502-556 M) serta dari Dinasti Sung (960-1279) yang menuliskan para pria Jawa memiliki rambut gondrong. Ada dua golongan : Rakyat jelata biasa mengurai rambutnya (anak sekarang biasa menyebut ‘gondrong jamet’), tapi kaum bangsawan dan raja menggelung rambut panjang alias dicepol. Masih bingung. Search mbah google “Patih Gajahmada” ya kira-kira begitulah. Sebelum ada foto, orang barat yang hadir di Kepulauan Nusantara melukiskan bagaimana orang disini. Contohnya ya gambar-gambar yang mimin post ini. Dari sekitar 1810an. Masih lazim orang Jawa gondrong. Kapan-kapan kita share foto2 gondrong orang Jawa karena foto-foto lawas dari sekitar peralihan abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masih banyak orang gondrong. Nah kapan itu semua berubah? Ketika Belanda “menyerang” tanah-tanah koloninya dengan gaya rambut, pakaian dan makanan. Diperkirakan setelah 1900, ketika politik etis mulai diberlakukan dan makin banyak pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan, beberapa perubahan juga diterima dan makin menjadi nilai umum. Misalnya gaya pakaian (hem, celana panjang, rok) dan tentu saja : gaya rambut. Tetapi karena belum ada medsos saat itu, tentu perang netizen antara tradisionalis vs modernis tidak terjadi kayak sekarang. Jadi orang Jawa dan Nusantara memang telah biasa menerima budaya luar. Kita tidak pernah antipati. Seperti biasa kita menyerap dan menyesuaikan pengaruh asing dan menjadikan budaya Nusantara yang khas dan unik. Kata orang, yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Seperti apa orang Jawa ? Baca segala sesuatu tentang orang Jawa pada tahun 1810an disini : rb.gy/9eyylr

 Percaya apa ndak

Simbah2 buyut kita dulu gondrong ?

.


NOTE SEBELUM BACA ARTIKEL

Tidak ada hubungannya dengan "belum ada tukang cukur. Kita lihat dari perspektif sejarah lur.Nuwun"


Mungkin memang tradisi austronesia - sebelum datangnya kolonial. Sampai akhir abad ke-19, rambut gondrong bagi pria-pria Jawa dan Nusantara merupakan kelaziman.


Apa ini sahih ? Setidaknya kita bisa mengecek ke beberapa sumber. Kalau ada waktu kita boleh jalan-jalan ke candi dan arca peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Sumatera, Jawa, dan Bali (awal Masehi hingga runtuhnya Majapahit) pasti tidak sulit menemukan relief pria-pria yang lazim berambut gondrong, saat itu biar rapi maka dicepol (gelung keatas). Ini senada dengan catatan Tiongkok dari Dinasti Liang (502-556 M) serta dari Dinasti Sung (960-1279) yang menuliskan para pria Jawa memiliki rambut gondrong. Ada dua golongan : Rakyat jelata biasa mengurai rambutnya (anak sekarang biasa menyebut ‘gondrong jamet’), tapi kaum bangsawan dan raja menggelung rambut panjang alias dicepol. Masih bingung. Search mbah google “Patih Gajahmada” ya kira-kira begitulah.


Sebelum ada foto, orang barat yang hadir di Kepulauan Nusantara melukiskan bagaimana orang disini. Contohnya ya gambar-gambar yang mimin post ini. Dari sekitar 1810an. Masih lazim orang Jawa gondrong.  Kapan-kapan kita share foto2 gondrong orang Jawa karena foto-foto lawas dari sekitar peralihan abad ke-19 sampai awal abad ke-20 masih banyak orang gondrong. 


Nah kapan itu semua berubah?   Ketika Belanda “menyerang” tanah-tanah koloninya dengan gaya rambut, pakaian dan makanan. Diperkirakan setelah 1900, ketika politik etis mulai diberlakukan dan makin banyak pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan, beberapa perubahan juga diterima dan makin menjadi nilai umum. Misalnya gaya pakaian (hem, celana panjang, rok) dan tentu saja : gaya rambut. Tetapi karena belum ada medsos saat itu, tentu perang netizen antara tradisionalis vs modernis tidak terjadi kayak sekarang.


Jadi orang Jawa dan Nusantara memang telah biasa menerima budaya luar. Kita tidak pernah antipati. Seperti biasa kita menyerap dan menyesuaikan pengaruh asing dan menjadikan budaya Nusantara yang khas dan unik. Kata orang, yang abadi adalah perubahan itu sendiri.


Seperti apa orang Jawa ? 

Baca segala sesuatu tentang orang Jawa pada tahun 1810an disini : rb.gy/9eyylr

No comments:

Post a Comment