03 October 2024

Bung Hatta atau Mohammad Hatta terlahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902 di Fort De Kock(Bukittinggi jaman kolonial), Sumatera Barat. Berasal dari keluarga terpandang, sang ayah dari keluarga ulama di Sumatera Barat, sedangkan sang ibu dari keluarga pedagang. Karena berasal dari keluarga terpandang, Bung Hatta bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Setelah mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat, Bung Hatta melanjutkan pendidikan di Europese lagere School(Sekolah Lanjutan dasar untuk orang Eropa dan bangsawan). Pada tahun 1916 beliau menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Orderwijs atau MULO di Padang. Setelah lulus dari MULO, Bung Hatta pergi ke Batavia untuk menimba ilmu pendidikan umum di Hoogere Burgerschool(HBS). Selain mengikuti pendidikan, Bung Hatta juga aktif dalam organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Setelah lulus dari HBS, beliau pergi ke Belanda untuk menempuh pendidikan tinggi di Nederland Handelshogeschool karena mendapatkan bea siswa dari Yayasan Van Deventer. Selama menjadi mahasiswa di Belanda, beliau aktif pada organisasi Indische Vereeniging, sebuah perkumpulan mahasiswa dari Hindia Belanda yang kuliah di Belanda. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Belanda, pada tahun 1932 Bung Hatta kembali ke tanah air. Berbekal pendidikan tinggi dan pengalaman berorganisasi, beliau mulai melakukan pergerakan bersama tokoh tokoh nasionalis lainya untuk memperjuangkan kemerdekaan. Tokoh nasionalis yang menjadi gandengannya adalah Bung Karno dimana setelah merdeka kedua tokoh ini menjadi pasangan presiden dan wakil presiden. Tapi walaupun kedua tokoh ini terlihat seperti sepaket atau dulu sering disebut Dwi Tunggal, ternyata kedua tokoh ini pernah beberapa kali berselisih paham dan berbeda pandangan. Berikut beberapa hal yang pernah menjadi perbedaan antara Bung Karno dan Bung Hatta. • Cara memperjuangkan kemerdekaan. Bung Karno lewat Partai Nasionalis Indonesia(PNI), memperjuangkan kemerdekaan dengan cara mengumpulkan dukungan massa. Sedangkan Bung Hatta lewat PNI(Pendidikan Nasionalis Indonesia), memperjuangkan kemerdekaan dengan cara memberikan pendidikan dan wawasan kemerdekaan kepada masyarakat. Suatu saat Bung Karno pernah mengkritik cara yang digunakan Bung Hatta. “Mendidik rakyat supaya cerdas akan memerlukan waktu bertahun-tahun Bung Hatta. Jalan yang Bung tempuh baru akan tercapai kalua hari sudah kiamat,” kata Soekarno mengomentari metode pergerakan PNI Hatta. Tapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya untuk melakukan perjuangan melalui pendidikan praktis kepada rakyat. Memberikan pendidikan dan pengetahuan menurutnya lebih baik dari pada daya tarik pribadi seorang pemimpin sehingga tidak ada cara untuk pengkaderan pemimpin. Dikemudian hari, apa yang diperkirakan Bung Hatta dengan cara yang dilakukan Bung Karno terbukti, partai PNI tidak berjalan dan bubar ketika Bung Karno sudah tidak ada. • Perbedaan pandangan terhadap sistem demokrasi. Bung Karno merasa bahwa sistem demokrasi parlementer yang berlaku saat itu tidak efektif dan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Lalu Bung Karno mengusulkan sistem demokrasi terpimpin yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada presiden sebagai pemimpin tunggal bangsa. Sedangkan Bung Hatta tetap mempertahankan sistem demokrasi parlementer yang menghargai peran parlemen dan partai-partai politik sebagai wakil rakyat. Bung Hatta juga khawatir bahwa sistem demokrasi terpimpin akan membuka peluang bagi presiden untuk menjadi diktator. Perbedaan inilah yang membuat Bung Hatta akhirnya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. • Perbedaan ideologi politik. Bung Karno cenderung berhaluan sosialis dan nasionalis, sedangkan Bung Hatta lebih condong ke arah liberal dan demokratis. Bung Karno menginginkan pemerintahan yang kuat dan sentralistik, sedangkan Bung Hatta mengusung pemerintahan yang desentralistik dan menghormati otonomi daerah. • Status Irian Barat(Papua) dalam sidang BPUPKI. Bung Karno berpendapat bahwa wilayah Irian Barat dalam sejarah masa lalu adalah bagian dari Indonesia. Sedangkan Bung Hatta berpendapat dari segi genetik dan ras masyarakat Irian Barat berbeda dengan ras masyarakat Indonesia yang lainnya, disamping itu tidak adanya bukti yang otentik bahwa wilayah Irian Barat dulu adalah wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit.

 Bung Hatta atau Mohammad Hatta terlahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902 di Fort De Kock(Bukittinggi jaman kolonial), Sumatera Barat.

Berasal dari keluarga terpandang, sang ayah dari keluarga ulama di Sumatera Barat, sedangkan sang ibu dari keluarga pedagang.


Karena berasal dari keluarga terpandang, Bung Hatta bisa mendapatkan pendidikan yang baik.


Setelah mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat, Bung Hatta melanjutkan pendidikan di Europese lagere School(Sekolah Lanjutan dasar untuk orang Eropa dan bangsawan).


Pada tahun 1916 beliau menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Orderwijs atau MULO di Padang.



Setelah lulus dari MULO, Bung Hatta pergi ke Batavia untuk menimba ilmu pendidikan umum di Hoogere Burgerschool(HBS).


Selain mengikuti pendidikan, Bung Hatta juga aktif dalam organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond.


Setelah lulus dari HBS, beliau pergi ke Belanda untuk menempuh pendidikan tinggi di Nederland Handelshogeschool karena mendapatkan bea siswa dari Yayasan Van Deventer.


Selama menjadi mahasiswa di Belanda, beliau aktif pada organisasi Indische Vereeniging, sebuah perkumpulan mahasiswa dari Hindia Belanda yang kuliah di Belanda.


Setelah menyelesaikan kuliahnya di Belanda, pada tahun 1932 Bung Hatta kembali ke tanah air.


Berbekal pendidikan tinggi dan pengalaman berorganisasi, beliau mulai melakukan pergerakan bersama tokoh tokoh nasionalis lainya untuk memperjuangkan kemerdekaan.


Tokoh nasionalis yang menjadi gandengannya adalah Bung Karno dimana setelah merdeka kedua tokoh ini menjadi pasangan presiden dan wakil presiden.


Tapi walaupun kedua tokoh ini terlihat seperti sepaket atau dulu sering disebut Dwi Tunggal, ternyata kedua tokoh ini pernah beberapa kali berselisih paham dan berbeda pandangan.


Berikut beberapa hal yang pernah menjadi perbedaan antara Bung Karno dan Bung Hatta.


• Cara memperjuangkan kemerdekaan.

Bung Karno lewat Partai Nasionalis Indonesia(PNI), memperjuangkan kemerdekaan dengan cara mengumpulkan dukungan massa.

Sedangkan Bung Hatta lewat PNI(Pendidikan Nasionalis Indonesia), memperjuangkan kemerdekaan dengan cara memberikan pendidikan dan wawasan kemerdekaan kepada masyarakat.

Suatu saat Bung Karno pernah mengkritik cara yang digunakan Bung Hatta.

“Mendidik rakyat supaya cerdas akan memerlukan waktu bertahun-tahun Bung Hatta. Jalan yang Bung tempuh baru akan tercapai kalua hari sudah kiamat,” kata Soekarno mengomentari metode pergerakan PNI Hatta.

Tapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya untuk melakukan perjuangan melalui pendidikan praktis kepada rakyat. 

Memberikan pendidikan dan pengetahuan menurutnya lebih baik dari pada daya tarik pribadi seorang pemimpin sehingga tidak ada cara untuk pengkaderan pemimpin.


Dikemudian hari, apa yang diperkirakan Bung Hatta dengan cara yang dilakukan Bung Karno terbukti, partai PNI tidak berjalan dan bubar ketika Bung Karno sudah tidak ada.


• Perbedaan pandangan terhadap sistem demokrasi. 

Bung Karno merasa bahwa sistem demokrasi parlementer yang berlaku saat itu tidak efektif dan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Lalu Bung Karno mengusulkan sistem demokrasi terpimpin yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada presiden sebagai pemimpin tunggal bangsa. 

Sedangkan Bung Hatta tetap mempertahankan sistem demokrasi parlementer yang menghargai peran parlemen dan partai-partai politik sebagai wakil rakyat. 

Bung Hatta juga khawatir bahwa sistem demokrasi terpimpin akan membuka peluang bagi presiden untuk menjadi diktator.

Perbedaan inilah yang membuat Bung Hatta akhirnya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden.


• Perbedaan ideologi politik. 

Bung Karno cenderung berhaluan sosialis dan nasionalis, sedangkan Bung Hatta lebih condong ke arah liberal dan demokratis. 

Bung Karno menginginkan pemerintahan yang kuat dan sentralistik, sedangkan Bung Hatta mengusung pemerintahan yang desentralistik dan menghormati otonomi daerah.


• Status Irian Barat(Papua) dalam sidang BPUPKI.

Bung Karno berpendapat bahwa wilayah Irian Barat dalam sejarah masa lalu adalah bagian dari Indonesia. 

Sedangkan Bung Hatta berpendapat dari segi genetik dan ras masyarakat Irian Barat berbeda dengan ras masyarakat Indonesia yang lainnya, disamping itu tidak adanya bukti yang otentik bahwa wilayah Irian Barat dulu adalah wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit.

No comments:

Post a Comment