MITOS WARGA CEPU BlORA DAN BOJONEGORO DILARANG MENDAKI GUNUNG
LAWU.
Tak Disangka Ternyata Prabu Brawijaya V yang Melarang Warga Cepu Blora Mendaki Gunung Lawu, Ayah dari Raden Patah, Pendiri Kerajaan Demak Bintoro.
Ilustrasi Pengantin Jawa (Tiyang_jawii)
– Mitos tentang larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro Jawa Timur atau keturunan Adipati Cepu rupanya bermula dari sumpah dari Prabu Brawijaya V yang diketahui sebagai Raja dari Kerajaan Majapahit.
Menurut sejarah, Prabu Brawijaya V memimpin Kerajaan Majapahit pada 1468 hingga 1478 atau selama 10 tahun.
Sosok yang memiliki nama Bhre Kertabumi ini melarang warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturunan Adipati Cepu untuk mendaki Gunung Lawu bukan orang sembarangan.
Dikisahkan, saat itu Prabu Brawijaya V sedang melarikan diri ke Gunung Lawu. Saat pelarian tersebut, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya diikuti oleh pasukan dari Adipati Cepu hingga sampai ke puncak tertinggi Gunung Lawu.
Prabu Brawijaya V pun murka dan mengeluakan sumpahnya. Sumpahnya itu berupa larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturanan Adipati Cepu mendaki Gunung Lawu. Bila larangan itu dilanggar, orang Cepu Blora yang mendaki akan mengalami nasib buruk atau celaka.
Mengutip buku Jejak Islam di Nusantara yang ditulis oleh Adi Teruna Effendi dkk, Prabu Brawijaya V merupakan ayah dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak.
Dikisahkan, Prabu Brawijaya V memiliki seorang selir bernama Siu Ban Ci yang merupakan putri dari saudagar sekaligus ulama Syaikh Bantong atau Syeh Bentong alias Tan Go Hwat.
Pada saat Siu Ban Ci hamil tua, permaisuri Prabu Brawijaya V bernama Ratu Darawati atau Putri Campa cemburu. Kecemburuan ini berakibat Siu Ban Ci diceraikan yang kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar atau Jaka Dilan alias Swan Liong, seorang pemimpin keturunan Tiongha yang berkuasa di Palembang di bawah Kerajaan Majapahit.
Ban Ci akhirnya menikah dengan Arya Damar hingga melahirkan Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.
Kisah ini dipercayai sebagian orang sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan mitologi lokal. Namun, karena sifatnya legenda, kepercayaan terhadap cerita ini sangat subjektif dan bergantung pada keyakinan individu.
No comments:
Post a Comment