15 October 2024

SEJARAH SUMO JEPANG Sumo adalah olahraga gulat tradisional Jepang yang berakar dalam budaya dan sejarah negeri itu, dengan usia yang ditaksir lebih dari 1.500 tahun. Dalam olahraga ini, dua pegulat atau rikishi saling bertarung di atas arena berbentuk lingkaran kecil yang disebut dohyo, di mana tujuannya adalah untuk menjatuhkan lawan atau mendorongnya keluar dari arena. ASAL USUL SUMO Sumo dipercaya berasal dari praktik keagamaan yang terkait dengan agama Shinto, yang dianggap sebagai kepercayaan asli Jepang. Dalam praktik awalnya, sumo bukan hanya olahraga, tetapi juga bagian dari ritual persembahan kepada para dewa (kami) untuk memohon panen yang melimpah. Menurut mitologi Jepang, salah satu pertempuran pertama sumo dilakukan oleh dewa Takemikazuchi melawan dewa tanah Takeminakata, yang menentukan penguasaan atas kepulauan Jepang. Dokumen tertulis pertama yang menyebutkan sumo berasal dari abad ke-8 dalam Kojiki (Catatan Hal-Hal Kuno), yang menyatakan bahwa sumo digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa teritorial. Pada masa itu, sumo lebih menyerupai bentuk pertempuran bebas dengan sedikit aturan dibandingkan sumo yang dikenal sekarang. PERKEMBANGAN SUMO DI ZAMAN KEKAISARAN Pada zaman Nara (710-794) dan Heian (794-1185), sumo mulai diadopsi oleh kalangan kekaisaran dan bangsawan. Selama masa ini, sumo berkembang dari ritual religius menjadi pertunjukan di istana kekaisaran. Kaisar Shomu (701-756) mengadakan turnamen sumo pertama di istana kekaisaran pada tahun 726, yang memperkenalkan sumo sebagai hiburan resmi kerajaan. Namun, sumo pada masa itu tetap brutal, dengan aturan yang sangat longgar dan pertempuran yang sering kali berujung pada cedera parah atau bahkan kematian. Sebagai hasilnya, Kaisar Kammu (781-806) mulai menerapkan aturan yang lebih ketat untuk menjadikan sumo lebih aman dan terstruktur. MASA FEODAL & PEMBENTUKAN ATURAN MODERN Pada masa feodal Jepang, terutama di era Kamakura (1185-1333) dan Muromachi (1336-1573), sumo menjadi bagian dari latihan militer para samurai. Sumo digunakan sebagai cara untuk melatih kekuatan fisik, keterampilan tempur, dan ketahanan. Pada masa ini, sumo mulai mengadopsi aturan yang lebih jelas, seperti batas-batas arena dan cara-cara tertentu untuk memenangkan pertandingan. Sumo seperti yang kita kenal sekarang mulai terbentuk pada periode Edo (1603-1868), ketika olahraga ini menjadi hiburan publik di kalangan umum. Di bawah pengawasan Tokugawa Shogunate, turnamen sumo mulai diadakan secara teratur di Tokyo, yang saat itu dikenal sebagai Edo. Pada abad ke-17, pegulat sumo mulai menjadi tokoh terkenal di masyarakat, dan beya (stables) mulai didirikan untuk melatih rikishi. SUMO DI ERA MODERN Sumo terus berkembang sepanjang era Meiji (1868-1912) hingga era Showa (1926-1989), di mana aturan-aturan yang lebih ketat mulai diterapkan. Pada tahun 1909, Asosiasi Sumo Jepang didirikan untuk mengatur dan mengawasi turnamen-turnamen sumo. Olahraga ini mulai lebih banyak disiarkan di radio dan televisi, yang memperluas popularitasnya di seluruh Jepang. Pegulat-pelatih seperti Raiden Tameemon pada abad ke-19 dan Taiho Koki pada abad ke-20 dikenal sebagai legenda sumo yang membantu memopulerkan olahraga ini di seluruh Jepang dan dunia. Meski sumo tetap berakar kuat pada tradisi Jepang, dalam beberapa dekade terakhir, semakin banyak pegulat dari luar Jepang yang ikut serta dan menjadi juara, seperti Akebono dari Hawaii dan Hakuho dari Mongolia. RITUAL & TRADISI SUMO Sumo penuh dengan ritual dan tradisi kuno yang terkait dengan agama Shinto. Sebelum pertandingan dimulai, para pegulat melakukan serangkaian ritual seperti menepuk tangan, menaburkan garam, dan membungkuk, yang semuanya bertujuan untuk mengusir roh jahat dan membersihkan arena dari energi negatif. Ini adalah warisan dari asal usul sumo sebagai bagian dari upacara keagamaan. Pegulat sumo juga memiliki gaya hidup yang sangat ketat dan teratur. Mereka tinggal di beya, di mana mereka berlatih dan menjalani hidup sehari-hari dengan aturan disiplin. Para pegulat harus menjalani diet ketat dan latihan keras untuk menjaga tubuh mereka dalam kondisi prima untuk bertarung. KONTROVERSI & TANTANGAN DI ERA MODERN Meski sumo tetap menjadi bagian penting dari budaya Jepang, olahraga ini juga menghadapi sejumlah kontroversi di era modern. Skandal-skandal yang melibatkan pengaturan pertandingan, kekerasan dalam pelatihan, serta penurunan minat dari generasi muda Jepang menjadi tantangan tersendiri bagi masa depan sumo. Namun demikian, sumo tetap memiliki tempat istimewa dalam budaya Jepang. Olahraga ini tidak hanya dilihat sebagai pertunjukan fisik, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan nasional dan warisan sejarah yang masih hidup hingga hari ini. KESIMPULAN Sumo bukan hanya sekadar olahraga gulat, tetapi juga cerminan dari sejarah panjang dan tradisi yang mendalam di Jepang. Dari asal-usulnya sebagai bagian dari ritual Shinto hingga menjadi olahraga nasional yang dihormati, sumo telah berkembang dan berubah seiring waktu, tetapi tetap mempertahankan esensinya sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Jepang. Referensi: 1. Collin, Robert. A History of Sumo: Tradition and Transformation. University of California Press, 1996. 2. Light, Jonathan. Shinto Rituals and the Evolution of Sumo. Princeton University Press, 2004. 3. Asosiasi Sumo Jepang. "Sumo: The Traditional Wrestling Sport of Japan."

 SEJARAH SUMO JEPANG


Sumo adalah olahraga gulat tradisional Jepang yang berakar dalam budaya dan sejarah negeri itu, dengan usia yang ditaksir lebih dari 1.500 tahun. Dalam olahraga ini, dua pegulat atau rikishi saling bertarung di atas arena berbentuk lingkaran kecil yang disebut dohyo, di mana tujuannya adalah untuk menjatuhkan lawan atau mendorongnya keluar dari arena.



ASAL USUL SUMO

Sumo dipercaya berasal dari praktik keagamaan yang terkait dengan agama Shinto, yang dianggap sebagai kepercayaan asli Jepang. Dalam praktik awalnya, sumo bukan hanya olahraga, tetapi juga bagian dari ritual persembahan kepada para dewa (kami) untuk memohon panen yang melimpah. Menurut mitologi Jepang, salah satu pertempuran pertama sumo dilakukan oleh dewa Takemikazuchi melawan dewa tanah Takeminakata, yang menentukan penguasaan atas kepulauan Jepang.


Dokumen tertulis pertama yang menyebutkan sumo berasal dari abad ke-8 dalam Kojiki (Catatan Hal-Hal Kuno), yang menyatakan bahwa sumo digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa teritorial. Pada masa itu, sumo lebih menyerupai bentuk pertempuran bebas dengan sedikit aturan dibandingkan sumo yang dikenal sekarang.


PERKEMBANGAN SUMO DI ZAMAN KEKAISARAN

Pada zaman Nara (710-794) dan Heian (794-1185), sumo mulai diadopsi oleh kalangan kekaisaran dan bangsawan. Selama masa ini, sumo berkembang dari ritual religius menjadi pertunjukan di istana kekaisaran. Kaisar Shomu (701-756) mengadakan turnamen sumo pertama di istana kekaisaran pada tahun 726, yang memperkenalkan sumo sebagai hiburan resmi kerajaan.


Namun, sumo pada masa itu tetap brutal, dengan aturan yang sangat longgar dan pertempuran yang sering kali berujung pada cedera parah atau bahkan kematian. Sebagai hasilnya, Kaisar Kammu (781-806) mulai menerapkan aturan yang lebih ketat untuk menjadikan sumo lebih aman dan terstruktur.


MASA FEODAL & PEMBENTUKAN ATURAN MODERN 

Pada masa feodal Jepang, terutama di era Kamakura (1185-1333) dan Muromachi (1336-1573), sumo menjadi bagian dari latihan militer para samurai. Sumo digunakan sebagai cara untuk melatih kekuatan fisik, keterampilan tempur, dan ketahanan. Pada masa ini, sumo mulai mengadopsi aturan yang lebih jelas, seperti batas-batas arena dan cara-cara tertentu untuk memenangkan pertandingan.


Sumo seperti yang kita kenal sekarang mulai terbentuk pada periode Edo (1603-1868), ketika olahraga ini menjadi hiburan publik di kalangan umum. Di bawah pengawasan Tokugawa Shogunate, turnamen sumo mulai diadakan secara teratur di Tokyo, yang saat itu dikenal sebagai Edo. Pada abad ke-17, pegulat sumo mulai menjadi tokoh terkenal di masyarakat, dan beya (stables) mulai didirikan untuk melatih rikishi.


SUMO DI ERA MODERN

Sumo terus berkembang sepanjang era Meiji (1868-1912) hingga era Showa (1926-1989), di mana aturan-aturan yang lebih ketat mulai diterapkan. Pada tahun 1909, Asosiasi Sumo Jepang didirikan untuk mengatur dan mengawasi turnamen-turnamen sumo. Olahraga ini mulai lebih banyak disiarkan di radio dan televisi, yang memperluas popularitasnya di seluruh Jepang.


Pegulat-pelatih seperti Raiden Tameemon pada abad ke-19 dan Taiho Koki pada abad ke-20 dikenal sebagai legenda sumo yang membantu memopulerkan olahraga ini di seluruh Jepang dan dunia. Meski sumo tetap berakar kuat pada tradisi Jepang, dalam beberapa dekade terakhir, semakin banyak pegulat dari luar Jepang yang ikut serta dan menjadi juara, seperti Akebono dari Hawaii dan Hakuho dari Mongolia.


RITUAL & TRADISI SUMO

Sumo penuh dengan ritual dan tradisi kuno yang terkait dengan agama Shinto. Sebelum pertandingan dimulai, para pegulat melakukan serangkaian ritual seperti menepuk tangan, menaburkan garam, dan membungkuk, yang semuanya bertujuan untuk mengusir roh jahat dan membersihkan arena dari energi negatif. Ini adalah warisan dari asal usul sumo sebagai bagian dari upacara keagamaan.


Pegulat sumo juga memiliki gaya hidup yang sangat ketat dan teratur. Mereka tinggal di beya, di mana mereka berlatih dan menjalani hidup sehari-hari dengan aturan disiplin. Para pegulat harus menjalani diet ketat dan latihan keras untuk menjaga tubuh mereka dalam kondisi prima untuk bertarung.


KONTROVERSI & TANTANGAN DI ERA MODERN

Meski sumo tetap menjadi bagian penting dari budaya Jepang, olahraga ini juga menghadapi sejumlah kontroversi di era modern. Skandal-skandal yang melibatkan pengaturan pertandingan, kekerasan dalam pelatihan, serta penurunan minat dari generasi muda Jepang menjadi tantangan tersendiri bagi masa depan sumo.


Namun demikian, sumo tetap memiliki tempat istimewa dalam budaya Jepang. Olahraga ini tidak hanya dilihat sebagai pertunjukan fisik, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan nasional dan warisan sejarah yang masih hidup hingga hari ini.


KESIMPULAN

Sumo bukan hanya sekadar olahraga gulat, tetapi juga cerminan dari sejarah panjang dan tradisi yang mendalam di Jepang. Dari asal-usulnya sebagai bagian dari ritual Shinto hingga menjadi olahraga nasional yang dihormati, sumo telah berkembang dan berubah seiring waktu, tetapi tetap mempertahankan esensinya sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Jepang. 


Referensi:

1.  Collin, Robert. A History of Sumo: Tradition and Transformation. University of California Press, 1996.

2.  Light, Jonathan. Shinto Rituals and the Evolution of Sumo. Princeton University Press, 2004.

3.  Asosiasi Sumo Jepang. "Sumo: The Traditional Wrestling Sport of Japan."

No comments:

Post a Comment