14 October 2024

Orang-Orang Belanda di Tandu oleh Pribumi Jawa dan Menunggang Kuda di Nongkodadjar, 1900 Pada awal abad ke-20, khususnya sekitar tahun 1900, wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) menjadi salah satu pusat kegiatan kolonial Belanda. Salah satu daerah yang menarik perhatian adalah Nongkodadjar, sebuah wilayah yang terletak di dekat pegunungan Tengger, Jawa Timur. Pegunungan ini terkenal dengan pemandangannya yang indah dan kondisi geografis yang menantang. Dalam sebuah potret dokumentasi yang diambil pada tahun 1900 oleh KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde), terlihat bagaimana interaksi sosial dan ekonomi antara kolonial Belanda dan penduduk pribumi Jawa terwujud dalam bentuk transportasi. Dalam gambar tersebut, orang-orang Belanda terlihat menggunakan alat transportasi tradisional berupa tandu yang dibawa oleh penduduk pribumi Jawa. Tandu ini berfungsi sebagai salah satu sarana perjalanan bagi orang Eropa, terutama di medan yang sulit seperti daerah pegunungan. Tidak hanya menggunakan tandu, dalam foto tersebut juga tampak orang-orang Belanda menunggang kuda, yang menjadi salah satu moda transportasi yang lebih umum bagi mereka saat melintasi daerah pedesaan atau pegunungan yang jarang dilalui kendaraan roda empat pada masa itu. Kuda dianggap lebih efisien dan dapat menempuh perjalanan yang lebih jauh dibandingkan tandu, meskipun tetap ada peran penting dari penduduk pribumi sebagai pemandu dan pengawal. Interaksi ini menunjukkan gambaran relasi kekuasaan pada masa kolonial, di mana orang-orang pribumi bekerja sebagai pengangkut tandu atau sebagai pemandu bagi tuan tanah atau pejabat kolonial yang melakukan perjalanan di wilayah pedalaman Jawa. Meskipun begitu, peran penduduk lokal dalam memfasilitasi perjalanan ini juga memperlihatkan kemampuan mereka untuk bertahan di tengah dinamika kehidupan kolonial yang keras. Secara keseluruhan, potret ini menggambarkan lebih dari sekadar perjalanan; ia menyiratkan hubungan yang kompleks antara penguasa kolonial dan penduduk pribumi, yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari pada masa penjajahan. Sumber: 📸: KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).

 Orang-Orang Belanda di Tandu oleh Pribumi Jawa dan Menunggang Kuda di Nongkodadjar, 1900



Pada awal abad ke-20, khususnya sekitar tahun 1900, wilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia) menjadi salah satu pusat kegiatan kolonial Belanda. Salah satu daerah yang menarik perhatian adalah Nongkodadjar, sebuah wilayah yang terletak di dekat pegunungan Tengger, Jawa Timur. Pegunungan ini terkenal dengan pemandangannya yang indah dan kondisi geografis yang menantang.


Dalam sebuah potret dokumentasi yang diambil pada tahun 1900 oleh KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde), terlihat bagaimana interaksi sosial dan ekonomi antara kolonial Belanda dan penduduk pribumi Jawa terwujud dalam bentuk transportasi. Dalam gambar tersebut, orang-orang Belanda terlihat menggunakan alat transportasi tradisional berupa tandu yang dibawa oleh penduduk pribumi Jawa. Tandu ini berfungsi sebagai salah satu sarana perjalanan bagi orang Eropa, terutama di medan yang sulit seperti daerah pegunungan.


Tidak hanya menggunakan tandu, dalam foto tersebut juga tampak orang-orang Belanda menunggang kuda, yang menjadi salah satu moda transportasi yang lebih umum bagi mereka saat melintasi daerah pedesaan atau pegunungan yang jarang dilalui kendaraan roda empat pada masa itu. Kuda dianggap lebih efisien dan dapat menempuh perjalanan yang lebih jauh dibandingkan tandu, meskipun tetap ada peran penting dari penduduk pribumi sebagai pemandu dan pengawal.


Interaksi ini menunjukkan gambaran relasi kekuasaan pada masa kolonial, di mana orang-orang pribumi bekerja sebagai pengangkut tandu atau sebagai pemandu bagi tuan tanah atau pejabat kolonial yang melakukan perjalanan di wilayah pedalaman Jawa. Meskipun begitu, peran penduduk lokal dalam memfasilitasi perjalanan ini juga memperlihatkan kemampuan mereka untuk bertahan di tengah dinamika kehidupan kolonial yang keras.


Secara keseluruhan, potret ini menggambarkan lebih dari sekadar perjalanan; ia menyiratkan hubungan yang kompleks antara penguasa kolonial dan penduduk pribumi, yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari pada masa penjajahan.


Sumber:

📸: KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).

No comments:

Post a Comment