11 May 2024

KERAJAAN ISLAM DI PAPUA Mungkin tidak banyak yang mengetahui, bahwa di Papua setidaknya pernah berdiri 11 (sebelas) Kerajaan Islam. Karena memang jarang terdengar namanya dan kalah populer dengan Kerajaan Islam yang lain seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram atau Kerajaan Kutai Kartanagara. Berikut 11 nama Kerajaan Islam tersebut. https://www.facebook.com/Harryarcheologist/?locale=id_ID 1. Kerajaan Salawati Kerajaan Salawati adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pusat kerajaan Salawati terletak di kampung Samate yang saat ini terletak di kecamatan Salawati Utara, sehingga disebut juga dengan nama Kerajaan Samate. Kerajaan Salawati didirikan oleh seorang raja yang berasal dari Waigeo yakni Fun Malaban atau Fun Tusan yang merupakan leluhur dari gelet (klan kecil) Arfan. Dikisahkan saat fun asal Waigeo itu datang, sudah ada penguasa lokal di Pulau Salawati yang bergelar rejao atau jaja ("tuan tanah" dalam bahasa Ma'ya), yang kemudian setuju memberikan hak dan wewenang setingkat raja bagi penguasa asal Waigeo ini setelah memenangkan fasyukul pampon (pertandingan makan). Pada tahun 1873-1890 penguasa di di Kerajaan Salawati adalah Raja Abdul Al-Kasim. 2. Kerajaan Waigeo Kerajaan Waigeo ni berada di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat dan berpusat di Wewayai, Pulau Waigeo, Raja Ampat. Daerah ini menjadi pusat kekuasaan Kerajaan Waigeo sejak abad ke 16 dan merupakan bawahan Kesultanan Tidore (Uli Siwa). Kerajaan ini didirikan oleh Fun Giwar. Kerajaan ini terbentuk karena pemimpin-pemimpin Papua mengunjungi Kerajaan Bacan di Maluku (tahun 1569) dan adanya hubungan antara daerah-daerah pesisir Papua dengan Sultan-Sultan Maluku. 3. Kerajaan Misool Kerajaan Misool merupakan salah satu kerajaan Islam di Raja Ampat. Pusat pemerintahan di Lilinta, Pulau Misool, Papua. Pengaruh Islam yang kental di Misool disebabkan kekuasaan Kesultanan Tidore dan Ternate. Pendiri kerajaan ini adalah Fun Bis. Fun Bis ini memiliki keturunan yang kemudian terpecah menjadi dua klan, yakni Umkabu dan Soltip. Adapun kedudukan Raja Kerajaan Misool dipegang oleh Klan Umkabu, yang berkedudukan di Lilinta dengan rajanya bernama Fun Madero. Sementara itu, Klan Soltip memegang jabatan sebagai pembantu dengan gelar Kapitan Laut dan berkedudukan di Fafanlap. 4. Kerajaan Sailolof Kerajaan Sailolof merupakan salah satu kampung yang berada di Pulau Salawati, Distrik Salawati Selatan, Sorong, Papua Barat Daya. Kampung ini pada masa lampau merupakan pusat Kerajaan Sailolof, salah satu kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat. Pendiri Kerajaan Sailolof, merupakan seorang bernama fun (raja) Mo. Dia tidak memiliki hubungan patrilineal dengan raja-raja di Waigeo, Salawati, dan Misool. Menurut cerita lisan, fun Mo berasal dari sekitar sungai Malyat dan lahir dari telur baykole dan dibesarkan dengan air tebu sehingga dinamai Ulbisi. Ia kemudian diangkat dengan gelar fun Mo yang artinya "raja orang Moi" di pulau Sabba. Ia kemudian menikah dengan Pinfun Libit, anak perempuan raja Waigeo yang terdampar di dekat Sabba bersama kedua pembantunya. Fun Mo kemudian pindah ke selatan Pulau Salawati di tempat yang kemudian disebut Sailolof. Keturunannya memerintah kerajaan Sailolof dan bergelar Kapita-laut atau Kapatla yang didapat dari hubungan perdagangan dengan Kesultanan Tidore. 5. Kerajaan Fatagar Kerajaan Islam di Papua selanjutnya yakni Kerajaan Fatagar yang didirikan klan Uswanas sekitar tahun 1600an. Ibu kotanya terletak di Merapi, sebelah timur Distrik Fakfak, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Indonesia. Petuanan Fatagar memiliki wilayah adat di Distrik Fakfak dan Distrik Pariwari. Menurut A.L. Vink dalam memorie-(vervolg) van Overgrave van de (Onder) Afdeeling West Nieuw Guinea, 1932, leluhur raja Fatagar dan Patipi merupakan orang asli lokal. Leluhur tersebut disebutkan adalah Wariyang, yang dikisahkan menjelang senja melihat wanita di atas pohon kelapa yang kemudian dinikahinya. Dari perkawinan mereka diturunkanlah raja-raja Fatagar. Gelar raja pertama kali diberikan Sultan Tidore kepada seorang bernama Maraitat. Selanjutnya pusat kerajaan Fatagar berpindah dari Pulau Ega ke Pulau Merapi. 6. Kerajaan Rumbati Kerajaan Rumbati merupakan bagian dari kerajaan tradisional yang terletak di Semenanjung Onin. Kerajaan Rumbati adalah kerajaan marga Bauw. Terletak di Kabupaten Fakfak, prov. Papua Barat. Leluhur pria dari keturunan raja Rumbati disebut Nawa-Nawa Bau. Raja yang paling menonjol dari keturunan Raja Rumbati adalah Newarisa. Sultan Tidore memberi gelar raja pertama kepada Newarisa. Newarisa dalam sejarah tampil sebagai yang paling menonjol dari empat raja Onin (Patipi, Atiati, Fatagar, dan Rumbati). Raja Newarisa memiliki pengaruh yang luas mulai dari sepanjang pantai selatan dan utara Teluk Mac Cluer, sampai ke pedalaman di Teluk Bintuni. seorang penulis Belanda bernama J.W. Van Hille yang pernah mengunjungi Onin Fakfak pada awal 1900-an, memberi sedikit keterangan tentang dinasti pertuanan Rumbati. Ia menggali cerita lisan dari Muhammad Sidik Bauw, Raja Rumbati ke-23 pada masa itu. Berdasarkan cerita lisan, Raja Rumbati menyebut bahwa nenek moyangnya disebut "Bau" yang berasal dari Gresik, Jawa yang berprofesi sebagai pelaut (kapten kapal). Belakangan, Bau menikah dengan dua perempuan Papua yang berasal Anggiluli dan perempuan Kowiai. Jadi, Hille menyimpulkan bahwa "raja pertama Rumbati adalah orang Jawa". (Hille, 1905:255). 7. Kerajaan Namatota Kerajaan Islam ini sering disebut juga dengan nama Kerajaan Kowiai yang terletak di Semenanjung Bomberai , Kaimana, Provinsi Papua Barat. Dari silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua, telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima. Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada tahun 1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana beliau telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta, selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, adalah seorang pejuang yang gigih menentang pemerintah Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum kemudian dibebaskan. 8. Kerajaan Aiduma Kerajaan Aiduma merupakan Kerajaan Islam yang terletak di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Kerajaan Aiduma diperkirakan masa kejayaannya blangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Raja-raja yang memerintah antara lain (1872-1904) Abd al-Majid Jamal ad-Din,(1904-1945) Jamal ad-Din, (1945 –?) : Bahar ad-Din Dekamboe. 9. Kerajaan Atiati Kerajaan Ati Ati adalah kerajaan marga Kerewaindzai. Terletak di distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak, prov. Papua Barat. Raja Atiati merupakan salah satu raja yang memenuhi persyaratan menerima jabatan raja dari Sultan Tidore secara langsung. Dumas, dalam laporan serah terimanya di Fakfak pada 22 Januari 1911, menyatakan bahwa Raja Fatagar dan Raja Atiati masih memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat. Kedua raja tersebut memiliki hak untuk memerintah di wilayah kerajaan mereka masing-masing. Mereka juga menjalin kerja sama dan memajukan berbagai bidang, serta memiliki pengaruh dan kekuasaan yang cukup luas atas penduduknya. 10. Kerajaan Patipi Kerajaan Patipi adalah Kerajaan Islam yang juga berada di Semenanjung Onin, Fakfak, Papua Barat, dan rajanya juga merupakan keturunan campuran Gorom. Patipi merupakan bagian dari kerajaan Rumbati. Patipi memutuskan untuk melepaskan diri dari kerajaan Rumbati pada tahun 1898 yaitu ketika Pax Neerlandica. Untuk sekarang ini, kerajaan Patipi masih diakui secara adat. Kerajaan Patipi mempunyai wilayah beberapa kampung yang tiap kampung dipimpin oleh “kapitan”. 11. Kerajaan Kaimana Kerajaan Kaimana dikenal juga dengan nama Kerajaan Sran atau Kerajaan Komisi; dengan nama lokal Sran Emaan Muun.Terletak di wilayah Semenanjung Bomberai, Papua Barat. Pemerintahan kerajaan ini dipimpin oleh seorang penguasa yang bergelar Rat. Pusat pemerintahan kerajaan berada di Weri, yang terletak di Teluk Tunasgain di wilayah Fakfak. Awalnya jumlah penduduk Kerajaan Kaimana masih sedikit. Pada tahun 1309 Raja Imaga berhasil menyatukan mereka dalam satu pemerintahan adat dengan menyebarkan pengaruhnya dari kampung ke kampung. Salah satu cara raja menyebarkan pengaruhnya adalah melalui perkawinan, sehingga hampir di setiap wilayah terdapat keluarganya. Alhasil, ketika penduduk kerajaan semakin banyak, kerajaan ini dijuluki sebagai kerajaan keluarga. Pada masa pemerintahan Raja Woran kerajaan ini pernah dikunjungi oleh Patih Gajah Mada. Kunjungan ini tercatat dalam tulisan Empu Prapanca yang menyebutkan suatu daerah yang bernama Sran yang pernah dikunjungi oleh Patih Gajah Mada dalam upaya menggenapi Sumpah Palapa yang diucapkannya kepada raja Majapahit. Dalam kunjungannya ke istana raja Sran Rat Adi III yang diberi nama istana San Nabe di Borombouw, Pulau Adi, beliau disambut dengan upacara kebesaran. Istana San Nabe memiliki bumbungan berupa ukiran buaya berwarna putih merah. Dalam kunjungan itu, Patih Gajah Mada memberikan seorang putri dan bendera merah putih kepada raja Woran; sedangkan raja Woran memberikan burung Cenderawasih (syangga) dan seorang putri raja untuk diantar kepada raja Majapahit. Pada abad ke-XV (1460–1541) Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way. Setelah masuk Islam Ade Aria Way berganti nama menjadi Samai. Sumber : https://www.facebook.com/Harryarcheologist/?locale=id_ID, Wikipedia, https://www.goodnewsfromindonesia.id/, https://papua.inews.id/, kompas.com dll

 KERAJAAN ISLAM DI PAPUA


Mungkin tidak banyak yang mengetahui, bahwa di Papua setidaknya pernah berdiri 11 (sebelas) Kerajaan Islam. Karena memang jarang terdengar namanya dan kalah populer dengan Kerajaan Islam yang lain seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram atau Kerajaan Kutai Kartanagara. Berikut 11 nama Kerajaan Islam tersebut. https://www.facebook.com/Harryarcheologist/?locale=id_ID



1.  Kerajaan Salawati

Kerajaan Salawati adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pusat kerajaan Salawati terletak di kampung Samate yang saat ini terletak di kecamatan Salawati Utara, sehingga disebut juga dengan nama Kerajaan Samate. Kerajaan Salawati didirikan oleh seorang raja yang berasal dari Waigeo yakni Fun Malaban atau Fun Tusan yang merupakan leluhur dari gelet (klan kecil) Arfan. Dikisahkan saat fun asal Waigeo itu datang, sudah ada penguasa lokal di Pulau Salawati yang bergelar rejao atau jaja ("tuan tanah" dalam bahasa Ma'ya), yang kemudian setuju memberikan hak dan wewenang setingkat raja bagi penguasa asal Waigeo ini setelah memenangkan fasyukul pampon (pertandingan makan). Pada tahun 1873-1890 penguasa di di Kerajaan Salawati adalah Raja Abdul Al-Kasim.


2. Kerajaan Waigeo

Kerajaan Waigeo  ni berada di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat dan berpusat di Wewayai, Pulau Waigeo, Raja Ampat. Daerah ini menjadi pusat kekuasaan Kerajaan Waigeo sejak abad ke 16 dan merupakan bawahan Kesultanan Tidore (Uli Siwa). Kerajaan ini didirikan oleh Fun Giwar. Kerajaan ini terbentuk karena pemimpin-pemimpin Papua mengunjungi Kerajaan Bacan di Maluku (tahun 1569) dan adanya hubungan antara daerah-daerah pesisir Papua dengan Sultan-Sultan Maluku.


3. Kerajaan Misool 

Kerajaan Misool merupakan salah satu kerajaan Islam di Raja Ampat. Pusat pemerintahan di Lilinta, Pulau Misool, Papua. Pengaruh Islam yang kental di Misool disebabkan kekuasaan Kesultanan Tidore dan Ternate. Pendiri kerajaan ini adalah Fun Bis. Fun Bis ini memiliki keturunan yang kemudian terpecah menjadi dua klan, yakni Umkabu dan Soltip. Adapun kedudukan Raja Kerajaan Misool dipegang oleh Klan Umkabu, yang berkedudukan di Lilinta dengan rajanya bernama Fun Madero. Sementara itu, Klan Soltip memegang jabatan sebagai pembantu dengan gelar Kapitan Laut dan berkedudukan di Fafanlap.


4. Kerajaan Sailolof 

Kerajaan Sailolof merupakan salah satu kampung yang berada di Pulau Salawati, Distrik Salawati Selatan, Sorong, Papua Barat Daya. Kampung ini pada masa lampau merupakan pusat Kerajaan Sailolof, salah satu kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat. Pendiri Kerajaan Sailolof, merupakan seorang bernama fun (raja) Mo. Dia tidak memiliki hubungan patrilineal dengan raja-raja di Waigeo, Salawati, dan Misool. Menurut cerita lisan, fun Mo berasal dari sekitar sungai Malyat dan lahir dari telur baykole dan dibesarkan dengan air tebu sehingga dinamai Ulbisi. Ia kemudian diangkat dengan gelar fun Mo yang artinya "raja orang Moi" di pulau Sabba. Ia kemudian menikah dengan Pinfun Libit, anak perempuan raja Waigeo yang terdampar di dekat Sabba bersama kedua pembantunya. Fun Mo kemudian pindah ke selatan Pulau Salawati di tempat yang kemudian disebut Sailolof. Keturunannya memerintah kerajaan Sailolof dan bergelar Kapita-laut atau Kapatla yang didapat dari hubungan perdagangan dengan Kesultanan Tidore.


5. Kerajaan Fatagar

Kerajaan Islam di Papua selanjutnya yakni Kerajaan Fatagar yang didirikan klan Uswanas sekitar tahun 1600an. Ibu kotanya terletak di Merapi, sebelah timur Distrik Fakfak, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Indonesia. Petuanan Fatagar memiliki wilayah adat di Distrik Fakfak dan Distrik Pariwari. Menurut A.L. Vink dalam memorie-(vervolg) van Overgrave van de (Onder) Afdeeling West Nieuw Guinea, 1932, leluhur raja Fatagar dan Patipi merupakan orang asli lokal. Leluhur tersebut disebutkan adalah Wariyang, yang dikisahkan menjelang senja melihat wanita di atas pohon kelapa yang kemudian dinikahinya. Dari perkawinan mereka diturunkanlah raja-raja Fatagar. Gelar raja pertama kali diberikan Sultan Tidore kepada seorang bernama Maraitat. Selanjutnya pusat kerajaan Fatagar berpindah dari Pulau Ega ke Pulau Merapi.


6. Kerajaan Rumbati 

Kerajaan Rumbati merupakan bagian dari kerajaan tradisional yang terletak di Semenanjung Onin. Kerajaan Rumbati adalah kerajaan marga Bauw. Terletak di Kabupaten Fakfak, prov. Papua Barat. Leluhur pria dari keturunan raja Rumbati disebut Nawa-Nawa Bau. Raja yang paling menonjol dari keturunan Raja  Rumbati adalah Newarisa. Sultan Tidore memberi gelar raja pertama kepada Newarisa. Newarisa dalam sejarah tampil sebagai yang paling menonjol dari empat raja Onin (Patipi, Atiati, Fatagar, dan Rumbati). Raja Newarisa memiliki pengaruh yang luas mulai dari sepanjang pantai selatan dan utara Teluk Mac Cluer, sampai ke pedalaman di Teluk Bintuni. seorang penulis Belanda bernama J.W. Van Hille yang pernah mengunjungi Onin Fakfak pada awal 1900-an, memberi sedikit keterangan tentang dinasti pertuanan Rumbati. Ia menggali cerita lisan dari Muhammad Sidik Bauw, Raja Rumbati ke-23 pada masa itu.  Berdasarkan cerita lisan, Raja Rumbati menyebut bahwa nenek moyangnya disebut "Bau" yang berasal dari Gresik, Jawa yang berprofesi sebagai pelaut (kapten kapal). Belakangan, Bau menikah dengan dua perempuan Papua yang berasal Anggiluli dan perempuan Kowiai. Jadi, Hille menyimpulkan bahwa "raja pertama Rumbati adalah orang Jawa". (Hille, 1905:255). 


7. Kerajaan Namatota 

Kerajaan Islam ini sering disebut juga dengan nama Kerajaan Kowiai yang terletak di Semenanjung Bomberai , Kaimana, Provinsi Papua Barat.  Dari silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua, telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima. Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada tahun 1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana beliau telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta, selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, adalah seorang pejuang yang gigih menentang pemerintah Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum kemudian dibebaskan.


8. Kerajaan Aiduma 

Kerajaan Aiduma merupakan Kerajaan Islam yang terletak di Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Kerajaan Aiduma diperkirakan masa kejayaannya blangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Raja-raja yang memerintah antara lain (1872-1904) Abd al-Majid Jamal ad-Din,(1904-1945) Jamal ad-Din, (1945 –?) : Bahar ad-Din Dekamboe.


9. Kerajaan Atiati 

Kerajaan Ati Ati adalah kerajaan marga Kerewaindzai. Terletak di distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak, prov. Papua Barat. Raja Atiati merupakan salah satu raja yang memenuhi persyaratan menerima jabatan raja dari Sultan Tidore secara langsung. Dumas, dalam laporan serah terimanya di Fakfak pada 22 Januari 1911, menyatakan bahwa Raja Fatagar dan Raja Atiati masih memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat. Kedua raja tersebut memiliki hak untuk memerintah di wilayah kerajaan mereka masing-masing. Mereka juga menjalin kerja sama dan memajukan berbagai bidang, serta memiliki pengaruh dan kekuasaan yang cukup luas atas penduduknya.


10. Kerajaan Patipi 

Kerajaan Patipi adalah Kerajaan Islam yang juga berada di Semenanjung Onin, Fakfak, Papua Barat, dan rajanya juga merupakan keturunan campuran Gorom. Patipi merupakan bagian dari kerajaan Rumbati. Patipi memutuskan untuk melepaskan diri dari kerajaan Rumbati pada tahun 1898 yaitu ketika Pax Neerlandica. Untuk sekarang ini, kerajaan Patipi masih diakui secara adat. Kerajaan Patipi mempunyai wilayah beberapa kampung yang tiap kampung dipimpin oleh “kapitan”.


11. Kerajaan Kaimana 

Kerajaan Kaimana dikenal juga dengan nama Kerajaan Sran  atau Kerajaan Komisi; dengan nama lokal Sran Emaan Muun.Terletak di wilayah Semenanjung Bomberai, Papua Barat. Pemerintahan kerajaan ini dipimpin oleh seorang penguasa yang bergelar Rat.  Pusat pemerintahan kerajaan berada di Weri, yang terletak di Teluk Tunasgain di wilayah Fakfak. Awalnya jumlah penduduk Kerajaan Kaimana masih sedikit. Pada tahun 1309 Raja Imaga berhasil menyatukan mereka dalam satu pemerintahan adat dengan menyebarkan pengaruhnya dari kampung ke kampung. Salah satu cara raja menyebarkan pengaruhnya adalah melalui perkawinan, sehingga hampir di setiap wilayah terdapat keluarganya. Alhasil, ketika penduduk kerajaan semakin banyak, kerajaan ini dijuluki sebagai kerajaan keluarga. Pada masa pemerintahan Raja Woran kerajaan ini pernah dikunjungi oleh Patih Gajah Mada. Kunjungan ini tercatat dalam tulisan Empu Prapanca yang menyebutkan suatu daerah yang bernama Sran yang pernah dikunjungi oleh Patih Gajah Mada dalam upaya menggenapi Sumpah Palapa yang diucapkannya kepada raja Majapahit. Dalam kunjungannya ke istana raja Sran Rat Adi III yang diberi nama istana San Nabe di Borombouw, Pulau Adi, beliau disambut dengan upacara kebesaran. Istana San Nabe memiliki bumbungan berupa ukiran buaya berwarna putih merah. Dalam kunjungan itu, Patih Gajah Mada memberikan seorang putri dan bendera merah putih kepada raja Woran; sedangkan raja Woran memberikan burung Cenderawasih (syangga) dan seorang putri raja untuk diantar kepada raja Majapahit. Pada abad ke-XV (1460–1541) Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way.  Setelah masuk Islam Ade Aria Way berganti nama menjadi Samai. 


Sumber : https://www.facebook.com/Harryarcheologist/?locale=id_ID, Wikipedia, https://www.goodnewsfromindonesia.id/, https://papua.inews.id/, kompas.com dll

No comments:

Post a Comment