27 November 2025

PANGERAN PURBAYA Berawal dari munculnya " Wahyu Gagak Emprit " akhirnya Ki Ageng Pemanahan mengambil jalan tengah yaitu menjodohkan Danang Sutawijaya putranya dengan Niken Purwasari / Rara Lembayung putri dari Ki Ageng Giring III. Akhirnya pernikahan antara Niken Purwasari & Danang Sutawijaya pun berlangsung meski sebenarnya Danang Sutawijaya tidak tertarik dengan Niken Purwasari.Pernikahan berlangsung di rumah Ki Ageng Giring III. Beberapa minggu setelah pernikahan, Danang Sutawijaya meninggalkan istrinya kembali ke Pajang. Sebelum kembali beliau meninggalkan sebuah keris tanpa warangka. Sembilan bulan tlah berlalu, Niken Purwasari melahirkan jabang bayi laki laki yang diberi nama Jaka Umbaran. Jaka Umbaran tumbuh besar dalam asuhan kakeknya Ki Ageng Giring III dan Ibunya Rara Lembayung. Hingga pada suatu hari Jaka Umbaran menanyakan siapa Bapaknya? Ibunya dan kakeknya sebenarnya tidak mau menjelaskan tapi karena desakan putranya akhirnya dengan berat hati Ibunya menjawab bahwa Bapaknya adalah seorang pembesar di Kotagedhe. Singkat cerita berangkatlah Jaka Umbaran ke Kotagedhe untuk menemui Bapaknya. Jaka Umbaran berangkat dengan membawa bukti sebilah keris tanpa warangka peninggalan Bapaknya. Sesampai di Kotagedhe akhirnya Jaka Umbaran bisa bertemu dengan Bapaknya yaitu Danang Sutawijaya yg sekarang menjadi Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati. Tetapi Bapaknya tidak begitu saja menerima Jaka Umbaran sebagai putranya. Panembahan Senopati meminta Jaka Umbaran untuk pulang dan mengajukan syarat bahwa keris tersebut harus diberi warangka yang bernama Kayu Purwasari. Sesampai di Sodo Gunungkidul, Jaka Umbaran menceritakan syarat yg diminta Bapaknya kepada Ibu dan kakeknya. Kejadiannya cepat sekali, Rara Lembayung langsung mengambil keris yang dibawa putranya dan ditusukkan ke perut Rara Lembayung. Rara Lembayung mengorbankan diri demi putranya. Karena yang dimaksud warangka oleh Panembahan Senopati adalah dirinya. Sebelum wafat Rara Lembayung berpesan kepada putranya untuk memakamkan beliau ditempat yang mulia. Setelah wafat Rara Lembayung dimakamkan di Sodo Paliyan. Meski sangat bersedih karena kehilangan Ibunya , Beberapa hari kemudian Jaka Umbaran kembali ke Kotagedhe dan bertemu dengan Bapaknya serta menceritakan tentang Ibunya yang meninggal secara tragis. Panembahan Senopati terdiam sesaat tidak menyangka jika Rara Lembayung mengorbankan dirinya demi putra mereka. Panembahan Senopati kemudian memeluk putranya dan meminta maaf atas kesalahan Beliau. Akhirnya Panembahan Senopati menerima Jaka Umbaran sebagai putranya dan memberi nama Raden Purbaya atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Purbaya. Dan kepada Niken Purwasari istrinya, beliau memberi gelar Anumerta " Kangdjeng Ratu Giring " Pangeran Purbaya selama di Kraton mendapat latihan Kanuragan dan ilmu agama serta Ilmu kehidupan lainnya. Beberapa kali Pangeran Purbaya ikut Bapaknya perang melawan musuh salah satu perang melawan Panembahan Raden Madiun yg kemudian dikenal dengan " Bedhah Madiun " Meskipun Pangeran Purbaya terlahir sebagai putra sulung Panembahan Senopati tetapi tidak terpilih sebagai pengganti Bapaknya sebagai Raja Mataram selanjutnya. Namun demikian kelak keturunannya generasi ke lima menjadi Raja Mataram dengan gelar Susuhunan Pakubuwana I. Pada suatu hari Pangeran Purbaya teringat akan pesan Ibunya untuk dikuburkan ditempat yang mulia. Kemudian Pangeran Purbaya kembali ke Sodo Paliyan Gunungkidul dan menggali makam Ibunya dan memasukkan tulang belulang Ibunya dan memasukkan ke dalam peti dan berusaha mencari tempat yang dimaksud Ibunya. Setelah melewati beberapa desa dan hutan pada suatu malam Beliau melihat cahaya terang yang berjalan dari langit, diikutinya cahaya terang tersebut hingga akhirnya jatuh dan hilang disebuah tempat. Pangeran Purbaya yakin bahwa tempat jatuhnya cahaya tersebut adalah tempat yang dimaksud Ibunya dulu. Akhirnya peti berisi tulang belulang Ibunya kemudian dimakamkan ditempat tersebut dan tempat tersebut beliau beri nama " Wot Galeh " Al Fatihah kagem Kangdjeng Ratu Giring dan Pangeran Purbaya Ditulis oleh K.R.T Koes Sajid Jayaningrat.

 PANGERAN PURBAYA



Berawal dari munculnya " Wahyu Gagak Emprit " akhirnya Ki Ageng Pemanahan mengambil jalan tengah yaitu menjodohkan Danang Sutawijaya putranya dengan Niken Purwasari / Rara Lembayung putri dari Ki Ageng Giring III. Akhirnya pernikahan antara Niken Purwasari & Danang Sutawijaya pun berlangsung meski sebenarnya Danang Sutawijaya tidak tertarik dengan Niken Purwasari.Pernikahan berlangsung di rumah Ki Ageng Giring III.


Beberapa minggu setelah pernikahan, Danang Sutawijaya meninggalkan istrinya kembali ke Pajang. Sebelum kembali beliau meninggalkan sebuah keris tanpa warangka.


Sembilan bulan tlah berlalu, Niken Purwasari melahirkan jabang bayi laki laki yang diberi nama Jaka Umbaran. Jaka Umbaran tumbuh besar dalam asuhan kakeknya Ki Ageng Giring III dan Ibunya Rara Lembayung.

Hingga pada suatu hari Jaka Umbaran menanyakan siapa Bapaknya? Ibunya dan kakeknya sebenarnya tidak mau menjelaskan tapi karena desakan putranya akhirnya dengan berat hati Ibunya menjawab bahwa Bapaknya adalah seorang pembesar di Kotagedhe.

Singkat cerita berangkatlah Jaka Umbaran ke Kotagedhe untuk menemui Bapaknya. Jaka Umbaran berangkat dengan membawa bukti sebilah keris tanpa warangka peninggalan Bapaknya. Sesampai di Kotagedhe akhirnya Jaka Umbaran bisa bertemu dengan Bapaknya yaitu Danang Sutawijaya yg sekarang menjadi Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati. Tetapi Bapaknya tidak begitu saja menerima Jaka Umbaran sebagai putranya. Panembahan Senopati meminta Jaka Umbaran untuk pulang dan mengajukan syarat bahwa keris tersebut harus diberi warangka yang bernama Kayu Purwasari.


Sesampai di Sodo Gunungkidul, Jaka Umbaran menceritakan syarat yg diminta Bapaknya kepada Ibu dan kakeknya.

Kejadiannya cepat sekali, Rara Lembayung langsung mengambil keris yang dibawa putranya dan ditusukkan ke perut Rara Lembayung. Rara Lembayung mengorbankan diri demi putranya. Karena yang dimaksud warangka oleh Panembahan Senopati adalah dirinya. Sebelum wafat Rara Lembayung berpesan kepada putranya untuk memakamkan beliau ditempat yang mulia.

Setelah wafat Rara Lembayung dimakamkan di Sodo Paliyan.

Meski sangat bersedih karena kehilangan Ibunya , Beberapa hari kemudian Jaka  Umbaran kembali ke Kotagedhe dan bertemu dengan Bapaknya serta menceritakan tentang  Ibunya yang meninggal secara tragis. Panembahan Senopati terdiam sesaat tidak menyangka jika Rara Lembayung mengorbankan dirinya demi putra mereka. Panembahan Senopati kemudian memeluk putranya dan meminta maaf atas kesalahan Beliau. Akhirnya Panembahan Senopati menerima Jaka Umbaran sebagai putranya dan memberi nama Raden Purbaya atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Purbaya. Dan kepada Niken Purwasari istrinya, beliau memberi gelar Anumerta " Kangdjeng Ratu Giring "


Pangeran Purbaya selama di Kraton mendapat latihan Kanuragan dan ilmu agama serta Ilmu kehidupan lainnya. Beberapa kali Pangeran Purbaya ikut Bapaknya perang melawan musuh salah satu perang melawan Panembahan Raden Madiun yg kemudian dikenal dengan " Bedhah Madiun "


Meskipun Pangeran Purbaya terlahir sebagai putra sulung Panembahan Senopati tetapi tidak terpilih sebagai pengganti Bapaknya sebagai Raja Mataram selanjutnya. Namun demikian kelak keturunannya generasi ke lima menjadi Raja Mataram dengan gelar Susuhunan Pakubuwana I.


Pada suatu hari Pangeran Purbaya teringat akan pesan Ibunya untuk dikuburkan ditempat yang mulia. Kemudian Pangeran Purbaya kembali ke Sodo Paliyan Gunungkidul dan menggali makam Ibunya dan memasukkan tulang belulang Ibunya dan memasukkan ke dalam peti dan berusaha mencari tempat yang dimaksud Ibunya.

Setelah melewati beberapa desa dan hutan pada suatu malam Beliau melihat cahaya terang yang berjalan dari langit, diikutinya cahaya terang tersebut hingga akhirnya jatuh dan hilang disebuah tempat. Pangeran Purbaya yakin bahwa tempat jatuhnya cahaya tersebut adalah tempat yang dimaksud Ibunya dulu. Akhirnya peti berisi tulang belulang Ibunya kemudian dimakamkan ditempat tersebut dan tempat tersebut beliau beri nama " Wot Galeh " 


Al Fatihah kagem Kangdjeng Ratu Giring dan Pangeran Purbaya


Ditulis oleh K.R.T Koes Sajid Jayaningrat.

No comments:

Post a Comment