Ki Madusena, Cucu Panembahan Senopati Yang Diungsikan Ke Kebumen
Makam Ki Madusena berada di Alian, Kebumen. Ki Madusena adalah putra dari Ki Ageng Mangir IV/Ki Ageng Wikerta dengan putri Panembahan Senopati yang bernama Raden Ayu Pembayun (ada yang berkeyakinan ayah dari Ki Madusena adalah Ki Ageng Mangir III). Pernikahan mereka diawali dengan menyamarnya Pembayun menjadi salah satu ronggeng di wilayah kekuasaan Ki Ageng Mangir atas perintah ayahanya. Tujuannya adalah untuk memikat Ki Ageng Mangir sehingga ia dapat ditaklukkan Mataram.
Strategi tersebut ternyata berhasil, bahkan tidak hanya Ki Ageng Mangir saja, Pembayun yang saat itu menjadi ronggeng pun jatuh cinta kepadanya. Ia kemudian diperisteri Ki Ageng Mangir. Identitas Pembayun yang selama itu dirahasiakan, ia ceritakan kepada suaminya saat Pembayun mengandung usia 7 bulan.
Pengakuan Pembayun tersebut sangat mengagetkan Ki Ageng Mangir sebab selama ini Panembahan Senopati yang merupakan Raja Mataram Islam I tersebut berusaha menaklukkannya dalam rangka memperluas wilayah kerajaan. Dengan besar hati dan itikad baik sebagai rasa hormat akhirnya Ki Ageng Mangir mengirim utusan ke Mataram untuk berdamai dengan Panembahan Senopati yang kini menjadi mertuanya. Ki Ageng Mangir dan Pembayun pun dipanggil menghadap ke Mataram untuk bertemu muka. Dengan para pengawal pilihan akhirnya berangkatlah rombongan Ki Ageng Mangir menuju Mataram.
Kemeriahan menghiasi ibukota Mataram menyambut kedatangan rombongan anak dan menantu Sang Raja. Pertemuan tersebut penuh khidmat dan penghormatan yang tinggi pun diberikan oleh Panembahan Senopati. Dikisahkan pada saat Ki Ageng Mangir dan Pembayun akan memasuki pendopo, Ki Juru Mertani yang merupakan Penasehat Raja memerintahkan Ki Ageng Mangir untuk tidak membawa senjatanya berupa tombak “Baru Upas” jika ia akan sungkem kepada mertuanya. Tombak pun diserahkan kepada pengawalnya yang bersiaga di halaman pendopo.
* Pembunuhan Berencana *
Peristiwa selanjutnya sangat diluar dugaan. Begitu Ki Ageng Mangir beserta Pembayun hendak sungkem kepada Panembahan Senopati, tiba – tiba terdengar teriakan yang selanjutnya dengan cepat dan keras kepala Ki Ageng Mangir dibenturkan pada batu tempat duduk yang ada didepannya. Pecahlah kepala Ki Ageng Mangir, ia meninggal seketika. Pembayun pingsan setelah peristiwa tersebut. Beberapa pengawal Ki Ageng Mangir yang berada di halaman pendopo segera diringkus dengan mudah oleh pasukan Mataram.
* Ada dua versi berbeda mengenai kematian Ki Ageng Mangir tersebut.
- Versi 1:
Panembahan Senopati lah yang membenturkan kepala Ki Ageng Mangir hingga pecah dan meninggal. Siasat ini disusun oleh Ki Juru Mertani dengan sepengetahuan Panembahan Senopati.
- Versi 2:
Ki Ageng Mangir dibenturkan kepalanya oleh Raden Rangga (kakak Pembayun), anak pertama Panembahan Senopati. Siasat ini disusun oleh Ki Juru Mertani bersama Raden Rangga, tanpa sepengetahuan Panembahan Senopati dikarenakan kekhawatiran Ki Juru Mertani terhadap Ki Ageng Mangir bahwa ketundukannya tidak tulus meskipun telah menjadi menantu. Ditakutkan ia akan menyerang tiba – tiba Panembahan Senopati. Setelah kematian Ki Ageng Mangir, Panembahan Senopati pun murka. Secara diam – diam ia menyuruh orang kepercayaannya bersama Ki Raganiti (adik Ki Ageng Mangir) untuk membunuh anaknya sendiri di luar istana. Raden Rongga pun tewas tertusuk tombak “Baru Upas”.
Istri Ki Ageng Mangir, Pembayun yang saat itu sedang hamil tua tidak lama kemudian melahirkan seorang anak yang diberi nama Madusena. setelah melahirkan, Pembanyun kemudian meninggal. Ia dimakamkan di desa Karangturi Kota Gede, Jogja. Madusena diasuh oleh Ki Gondamakuta. Pada usia 7 tahun, Madusena bersama Ki Gondamakuta mengungsi ke Kademangan Karanglo (kini masuk daerah Karanggayam, Kebumen) karena saat itu ia dicari – cari oleh pihak keraton untuk dibunuh dengan alasan kelak dikemudian hari bisa menuntut balas atas kematian ayahnya. Hingga wafatnya Panembahan Senopati, keberadaan Madusena tidak diketahui oleh keraton. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrawati Ia tidak dicari lagi.
* Pernikahan Madusena *
Madusena menikah dengan Dewi Madjadji. Pada tahun 1603 mereka dikaruniai anak pertama dan diberi nama Bagus Badranala. Bagus Badranala inilah yang kelak menjadi tokoh besar Kadipaten Panjer diberi gelar "Ki Gede Panjer Roma I" oleh sultan agung
.
* Abror Subhi
dari berbagai sumber
Sejarah Ki Badranala dan berdirinya Kadipaten Panjer (Kebumen) bisa dilihay di postingan saya:
facebook.com/100001856336410/posts/28409901535321678/

No comments:
Post a Comment