17 March 2025

Nihonjin Kai : Menyibak Asosiasi Orang Jepang di Kota Magelang Memasuki dekade awal abad 20, para pedagang Jepang yang semula berkeliling menjajakan dagangannya sudah mulai berani menetap dan membuka toko. Memasuki tahun 1920an, pertumbuhan toko - toko Jepang di Jawa kian pesat dan berlanjut hingga tahun 1930an. Di tahun 1933 saja jumlah toko Jepang di Jawa bagian tengah dan timur mencapai 534 buah dan beberapa diantaranya dibuka di Kota Magelang. Berdasarkan sensus penduduk di tahun 1930, jumlah diaspora Jepang yang tinggal di Magelang adalah 28 orang dimana 13 diantaranya adalah laki-laki, 7 orang perempuan dan 8 anak - anak. Jumlah orang Jepang ini merupakan yang terbanyak pertama se-Karesidenan Kedu dan kedua terbanyak se Provinsi Midden Java setelah Kota Semarang. Kebanyakan dari mereka bergerak dalam bidang usaha perdagangan dan jasa seperti diantaranya Toko Hikari, Toko Senda, Toko Tjioda, Foto Studio & kelontong Midori serta Studio Foto Oizumi. Untuk melindungi dan mengakomodasi kepentingan mereka, diaspora orang - orang Jepang (nihonjin) di Magelang kemudian membentuk sebuah perkumpulan / asosiasi (Kai) yang kemudian disebut Nihonjinkai. Hampir semua orang Jepang yang ada di Magelang menjadi anggota dari asosiasi ini. Nihonjinkai dimpimpin oleh seorang ketua yang biasanya memiliki pengaruh dan wibawa yang tinggi layaknya para opsir dalam struktur sosial pacinan. Ketua asosiasi bertugas sebagai wakil orang - orang Jepang ketika berurusan dengan pemerintah kolonial dan masyarakat setempat. Uniknya, sang ketua juga sering bertindak atas nama konsul Jepang sehingga bisa dianggap sebagai perwakilan pemerintah Jepang di daerah tempatan. Orang - orang yang duduk dalam kepengurusan Nihonjinkai Magelang diantaranya adalah Ketua asosiasi, Senda Yayokichi, pemilik Toko Senda yang terletak di Pacinan no.24, wakil ketua, Oizumi Keikichi, seorang pengusaha studio foto dan Akiyama Yosaburo sebagai bendahara. Aktivitas ekonomi dan diaspora Jepang dalam Nihonjinkai Magelang mulai mendapatkan tantangan ketika negara mereka secara tiba - tiba menyerang Pearl Harbor. Pada 9 Januari 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda menangkap 2093 orang Jepang yang masih tertinggal di Hindia Belanda. Dua hari berselang yaitu pada tanggal 11 Januari, Kota Tarakan di Kalimantan Timur jatuh ke tangan bala tentara Jepang. Pendaratan dan serangan besar - besaran balatentara Dai Nippon mulai merangsek masuk Hindia Timur. Selang 2 bulan kemudian, tepatnya pada 8 Maret 1942, Imperium Agung Belanda di tanah jajahan harus menyerah di Kalijati. - Chandra Gusta Wisnuwardana -

 Nihonjin Kai : Menyibak Asosiasi Orang Jepang di Kota Magelang


Memasuki dekade awal abad 20, para pedagang Jepang yang semula berkeliling menjajakan dagangannya sudah mulai berani menetap dan membuka toko. Memasuki tahun 1920an, pertumbuhan toko - toko Jepang di Jawa kian pesat dan berlanjut hingga tahun 1930an. Di tahun 1933 saja jumlah toko Jepang di Jawa bagian tengah dan timur mencapai 534 buah dan beberapa diantaranya dibuka di Kota Magelang. 



Berdasarkan sensus penduduk di tahun 1930, jumlah diaspora Jepang yang tinggal di Magelang adalah 28 orang dimana 13 diantaranya adalah laki-laki, 7 orang perempuan dan 8 anak - anak. Jumlah orang Jepang ini merupakan yang terbanyak pertama se-Karesidenan Kedu dan kedua terbanyak se Provinsi Midden Java setelah Kota Semarang. Kebanyakan dari mereka bergerak dalam bidang usaha perdagangan dan jasa seperti diantaranya Toko Hikari, Toko Senda, Toko Tjioda, Foto Studio & kelontong Midori serta Studio Foto Oizumi. 


Untuk melindungi dan mengakomodasi kepentingan mereka, diaspora orang - orang Jepang (nihonjin) di Magelang kemudian membentuk sebuah perkumpulan / asosiasi (Kai) yang kemudian disebut Nihonjinkai. Hampir semua orang Jepang yang ada di Magelang menjadi anggota dari asosiasi ini. Nihonjinkai dimpimpin oleh seorang ketua yang biasanya memiliki pengaruh dan wibawa yang tinggi layaknya para opsir dalam struktur sosial pacinan. Ketua asosiasi bertugas sebagai wakil orang - orang Jepang ketika berurusan dengan pemerintah kolonial dan masyarakat setempat. Uniknya, sang ketua juga sering bertindak atas nama konsul Jepang sehingga bisa dianggap sebagai perwakilan pemerintah Jepang di daerah tempatan. 


Orang - orang yang duduk dalam kepengurusan Nihonjinkai Magelang diantaranya adalah Ketua asosiasi, Senda Yayokichi, pemilik Toko Senda yang terletak di Pacinan no.24, wakil ketua, Oizumi Keikichi, seorang pengusaha studio foto dan Akiyama Yosaburo sebagai bendahara.


Aktivitas ekonomi dan diaspora Jepang dalam Nihonjinkai Magelang mulai mendapatkan tantangan ketika negara mereka secara tiba - tiba menyerang Pearl Harbor. Pada 9 Januari 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda menangkap 2093 orang Jepang yang masih tertinggal di Hindia Belanda. Dua hari berselang yaitu pada tanggal 11 Januari, Kota Tarakan di Kalimantan Timur jatuh ke tangan bala tentara Jepang. Pendaratan dan serangan besar - besaran balatentara Dai Nippon mulai merangsek masuk Hindia Timur. Selang 2 bulan kemudian, tepatnya pada 8 Maret 1942, Imperium Agung Belanda di tanah jajahan harus menyerah di Kalijati.


- Chandra Gusta Wisnuwardana -

No comments:

Post a Comment