DINASTI MATARAM KUNO, DARI SYAILENDRA HINGGA ISYANA
Dinasti Syailendra berasal dari kerajaan Kalingga (424-716 M). Ini adalah kerajaan pertama di Jawa Tengah, di kawasan utara yang sekarang mencakup Pekalongan, dataran tinggi Dieng, Gedong Songo, hingga Jepara. Muncul di abad ke-4 dan berkuasa selama hampir 300 tahun, kerajaan Kalingga berdiri setelah Tarumanegara (358-382 M) di Jawa Barat dan Kutai Martapura (400–1635 M) di Kalimantan Timur.
Dinasti Mataram Kuno (732–1016 M) dimulai dengan berdirinya kerajaan Medang i-Bhumi Mataram (Medang) oleh Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-746 M). Gelar Rakai Mataram menandakan bahwa Sanjaya sebelum menjadi raja adalah seorang kepala daerah (rakai) di kawasan i-Bhumi Mataram (Yogyakarta hingga Keresidenan Kedu).
Sedangkan menurut Carita Parahyangan, Sanjaya bergelar Sang Ratu karena menjadi raja di tiga kerajaan sekaligus yaitu Sunda, Galuh, dan Medang.
Menurut Prasasti Canggal, Sanjaya adalah putra dari raja ketiga Galuh dan Sanaha, cucu Ratu Shima (674-675 M) penguasa Kalingga yang kearifannya konon dikenal hingga Timur Tengah. Menurut Buya Hamka dalam bukunya "Sejarah Umat Islam", kemungkinan besar raja Arab yang disebut-sebut dalam kronik Tiongkok mengirim utusan ke Jawa untuk menguji kearifan Ratu Shima adalah Muawiyah bin Abu Sufyan (661–680 M), pendiri dinasti Umayyah.
Pada saat berdiri, ibu kota Kerajaan Medang ada di Poh Pitu. Sampai saat ini belum bisa dipastikan di mana lokasi persisnya Poh Pitu tersebut.
Dari Poh Pitu, pusat kerajaan dipindahkan ke timur, sekitar Sragen atau Purwodadi-Grobogan oleh Rakai Panangkaran (746-784 M), pengganti Sanjaya.
Periode pemerintahan Rakai Panangkaran ditandai dengan giatnya pembangunan candi-candi Buddha Mahayana di kawasan Dataran Prambanan. Selain candi Kalasan, beberapa candi yang dibangun atas prakarsa Rakai Panangkaran antara lain Candi Sari yang dikaitkan sebagai wihara pendamping Candi Kalasan, Candi Lumbung, Prasada Vajrasana Manjusrigrha (Candi Sewu), dan Abhayagiri Vihara (kompleks Ratu Boko).
Medang menguasai Sriwijaya sejak kepemimpinan Raja ke-6 Rudra Wikrama ditaklukkan oleh Rakai Panangkaran. Sejak itu Sriwajaya menjadi daerah taklukan (jajahan) Medang dinasti Syailendra. Dharanindra, anak Panangkaran, adalah keluarga Syailendra pertama yang diangkat menjadi raja Sriwijaya menggantikan Rudra Wikrama, diteruskan oleh Sri Maharaja Samaratungga (802-842 M) yang membangun candi Borobudur (824 M).
Pada masa pemerintahan Samaratungga, Pangeran Jayawarman II yang telah dilantik menjadi "Kepala Daerah" di Angkor, Kamboja, melepaskan diri dari "penjajahan" Jawa dan mendirikan Kerajaan Khmer, pada tahun 802 M.
Penerus Samaratungga adalah anaknya bernama Balaputradewa (860-900 M). Ini terjadi setelah Balaputradewa berperang saudara dengan Rakai Pikatan berebut takhta Medang namun kalah, kemudian dia pergi ke Sumatra dan mewarisi tahta Sriwijaya ini dari ibunya bernama Dewi Tara, istri Samaratungga.
Memang setelah Rakai Panangkaran meninggal, Medang pecah menjadi dua berdasarkan agama. Keluarga Syailendra penganut Hindu (kemudian disebut Dinasti Sanjaya) menguasai Jawa Tengah bagian utara, dan keluarga Syailendra penganut Buddha menguasai Jawa Tengah bagian selatan. Kedua kubu yang berpecah ini kemudian menyatu lagi ketika terjadi perkawinan "antar agama" antara keturunan Sanjaya yang bernama Rakai Pikatan dan Pramodawardhani anak Samaratungga.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan ini (840-856 M), ibu kota kerajaan Medang berada di Mamrati, di sekitar Poh Pitu. Candi Prambanan pertama kalinya dibangun oleh Rakai Pikatan pada tahun 850 M, kemudian disempurnakan dan diperluas Sri Maharaja Dyah Balitung (898-915 M).
*/ Jadi Rakai Pikatan sang pembangun candi Prambanan adalah menantu dari Samaratungga sang pembangun candi Borobudur /*
Pada era Dyah Balitung, pusat pemerintahan dikembalikan ke Poh Pitu, kemudian balik ke i-Bhumi Mataram lagi pada era Dyah Wawa (924 M).
Kemudian pada tahun 929 M pusat kerajaan Medang dipindahkan lagi, kali ini ke Jawa Timur (sekitar Jombang) oleh Sri Maharaja Rake Hino Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa (Mpu Sindok) yang berkuasa tahun 929-947 M. Semua penguasa Medang edisi Jawa Timur ini adalah keturunan Mpu Sindok sehingga juga dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Dinasti Isyana.
Kekuasaan Dinasti Isyana di Medang alias Mataram Kuno ini pada akhirnya runtuh pada era kekuasaan Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) setelah mendapat serangan balasan dari Sriwijaya. Adik Dharmawangsa Teguh, bernama Gunapriya Dharmmapatni (Mahendradatta), menikah dengan Raja Bali Udayana Warmadewa dan menjadi ratu yang berkuasa di Bali. Pasangan ini punya anak bernama Airlangga (Erlangga). Serangan terjadi pada saat pesta pernikahan antara Airlangga dan Galuh Sekar anak Dharmawangsa Teguh, sepupunya sendiri.
Dharmawangsa Teguh dan keluarganya tewas dalam serangan itu, tapi Airlangga bersama Galuh Sekar beserta pengikutnya selamat meloloskan diri. Kemudian pada tahun 1031 Airlangga mendirikan kerajaan Kahuripan, menyatukan kembali sisa-sisa Medang. Kerajaan Kahuripan ini kemudian pada tahun 1042 M dibagi dua oleh Airlangga untuk anak-anaknya yang berseteru memperebutkan tahta yaitu menjadi Kediri (Panjalu) untuk Sri Samarawijaya dan Jenggala untuk Mapanji Garasakan. Tapi setelah dibagi dua perseteruan terus berlanjut, pada akhirnya Jenggala runtuh dicaplok Prabu Jayabaya Kediri tahun 1135.
Kerajaan Kediri ini mencapai puncaknya pada era Prabu Jayabaya (1135-1159 M) yang terkenal dengan ramalannya itu. Pada masa ini muncul pula karya sastra Jawa Kuno legendaris "Kakawin Bharatayuda" gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan pertempuran hebat antara Pandawa (Kediri) dan Kurawa (Jenggala).
Pada akhirnya hegemoni Mataram Kuno berakhir setelah Kediri runtuh ketika penguasa terakhirnya, Sri Maharaja Kertajaya, tewas terbunuh dalam pemberontakan Tumapel yang dipimpin Ken Arok pada tahun 1422 M. Ken Arok kemudian mendirikan kerajaan Singasari dan berkuasa dengan gelar Sri Ranggah Rajasa. Sampai saat ini jati diri Ken Arok masih misterius, tidak jelas siapa dia dan dari mana asal-usulnya, belum ditemukan bukti dan peninggalan sejarah yang menegaskan eksistensinya.
Pada masa kekuasaan Sri Maharaja Kertanagara, kerajaan Singasari ini pada akhirnya runtuh juga tahun 1292 M akibat serangan Jayakatwang, penguasa Kediri yang membalas dendam. Kertanegara tewas, namun Raden Wijaya, menantunya, berhasil meloloskan diri. Setelah berhasil membunuh Jayakatwang, dibantu adipati Madura Arya Wiraraja dan pasukan Mongol, Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit.
Menurut sumber terpercaya Nagarakretagama, ayah Raden Wijaya (Dyah Lembu Tal), adalah anak Mahesa Campaka, cucu dari anak Ken Arok dan Ken Dedes yang bernama Mahesa Wong Ateleng. Dengan kata lain Raden Wijaya pendiri Majapahit adalah keturunan Ken Arok. Menurut prasasti Balawi yang dibuat tahun 1305 M, Raden Wijaya (bergelar Kertarajasa Jayawardhana) menyatakan dirinya sebagai anggota dinasti Rajasa, dinasti penguasa Singasari yang didirikan Ken Arok.
Secara genealogis maka dinasti Mataram Kuno sudah tidak ada hubungannya lagi dengan kerajaan-kerajaan penerus Majapahit seperti Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, dan Kesultanan Mataram. Majapahit dan semua kerajaan penerusnya adalah keturunan Ken Arok - Ken Dedes. Itu sebabnya maka ada sebutan bagi Ken Dedes yaitu "baboning ratu", artinya raja-raja tanah Jawa (penerus Majapahit) merupakan keturunannya.
No comments:
Post a Comment