04 April 2025

PENANGKAPAN PANGERAN DIPONEGORO DALAM DUA VERSI PERINGATAN 195 TAHUN BERAKHIRNYA PERANG JAWA Pernah tidak kita perhatiin ada 2 lukisan tentang saat Pangeran Diponegoro " ditangkap". Ya ada 2 lukisan tentang kisah itu yang beredar selama ini. Lukisan atas adalah karya pelukis Raden Saleh Bustaman yang diberi judul " Penangkapan Pangeran Diponegoro", sedang lukisan bawah adalah lukisan yang diberi judul "Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro" karya pelukis Belanda Nicolaas Pieneman. Yang jarang kita perhatikan adalah cara detail kedua pelukis itu dalam menggambarkan liciknya Belanda dalam menjebak pimpinan perang Jawa ini. Pieneman melukis Penyerahan Diri Diponegoro pada tahun 1835, atas pesanan Jenderal De Kock saat jenderal itu sudah kembali ke Belanda, sebagai semacam tanda keberhasilan karir militernya menumpas Perang Jawa. Raden Saleh gusar melihat bagaimana sosok Pangeran Diponegoro digambarkan sebagai pihak yang pasrah dan kalah. Maka sekembalinya Raden Saleh ke tanah Jawa, ia mengumpulkan informasi tentang hari penangkapan itu dari kerabat-kerabat Pangeran Diponegoro. Ia melukis penangkapan Sang Pangeran versinya, dua dekade setelah lukisan Pieneman dibuat. Dua lukisan ini memang menceritakan satu peristiwa yang sama, namun dari dua sudut pandang yang jauh berbeda. Kalau kita simak, banyak detil yang menarik untuk dibandingkan. Dalam lukisan Pieneman Pangeran Diponegoro digambarkan berdiri di anak tangga yang posisinya lebih rendah dari Jenderal De Kock, dengan wajah lelah dan kedua tangan terentang seolah menyerah. Beberapa prajuritnya duduk bersimpuh tertunduk, lesu. Tombak-tombak mereka tergeletak di tanah sebagai tanda penyerahan diri. Sementara itu Jenderal De Kock bertolak pinggang dengan ekspresi jumawa. Di latar belakangnya bendera kebangsaan Belanda berkibar gagah. Begitulah peristiwa itu dilihat dari mata bangsa Belanda. Sedangkan Raden Saleh tidak memandang kejadian itu sebagai penyerahan diri. Sesungguhnya, Pangeran Diponegoro memang tidak pernah menyerah kalah. Ia ditangkap melalui tipu muslihat. Kolonel Cleerens, atas perintah Jenderal De Kock, membujuk Sang Pangeran untuk datang ke sebuah perundingan damai di gedung Karesidenan Magelang, yang ternyata jebakan belaka. Karena itulah dalam lukisannya " Penangkapan Pangeran Diponegoro", Raden Saleh melukiskan Sang Pangeran, meski perjuangannya dipatahkan hari itu, tidak pernah mengalah dengan mudah. Ia tetap berdiri dengan kepala tegak dan raut wajah berapi-api, sejajar di hadapan Jenderal De Kock. Pangeran dan para pengikutnya tidak membawa senjata karena mereka memang datang dengan niat baik menyambut tawaran Belanda yang meminta gencatan senjata. Konon mereka tiba tanpa persenjataan juga karena saat itu sedang Idul Fitri bulan yang pantang untuk berperang. Tepat hari ini 195 tahun Berakhirnya Perang Jawa Beny Rusmawan

 PENANGKAPAN PANGERAN DIPONEGORO

DALAM DUA VERSI

PERINGATAN 195 TAHUN BERAKHIRNYA PERANG JAWA


Pernah tidak kita perhatiin ada 2 lukisan tentang saat Pangeran Diponegoro " ditangkap".


Ya ada 2 lukisan tentang kisah itu yang beredar selama ini.


Lukisan atas adalah karya pelukis Raden Saleh Bustaman yang diberi judul " Penangkapan Pangeran Diponegoro", sedang lukisan bawah adalah lukisan yang diberi judul "Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro" karya pelukis Belanda Nicolaas Pieneman.



Yang jarang kita perhatikan adalah cara detail kedua pelukis itu dalam menggambarkan liciknya Belanda dalam menjebak pimpinan perang Jawa ini.


Pieneman melukis Penyerahan Diri Diponegoro pada tahun 1835, atas pesanan Jenderal De Kock saat jenderal itu sudah kembali ke Belanda, sebagai semacam tanda keberhasilan karir militernya menumpas Perang Jawa. 


Raden Saleh gusar melihat bagaimana sosok Pangeran Diponegoro digambarkan sebagai pihak yang pasrah dan kalah.


Maka sekembalinya Raden Saleh ke tanah Jawa, ia mengumpulkan informasi tentang hari penangkapan itu dari kerabat-kerabat Pangeran Diponegoro. Ia melukis penangkapan Sang Pangeran versinya, dua dekade setelah lukisan Pieneman dibuat.


Dua lukisan ini memang menceritakan satu peristiwa yang sama, namun dari dua sudut pandang yang jauh berbeda. Kalau kita simak, banyak detil yang menarik untuk dibandingkan.


Dalam lukisan Pieneman Pangeran Diponegoro digambarkan berdiri di anak tangga yang posisinya lebih rendah dari Jenderal De Kock, dengan wajah lelah dan kedua tangan terentang seolah menyerah. Beberapa prajuritnya duduk bersimpuh tertunduk, lesu. Tombak-tombak mereka tergeletak di tanah sebagai tanda penyerahan diri. Sementara itu Jenderal De Kock bertolak pinggang dengan ekspresi jumawa. Di latar belakangnya bendera kebangsaan Belanda berkibar gagah. Begitulah peristiwa itu dilihat dari mata bangsa Belanda.


Sedangkan Raden Saleh tidak memandang kejadian itu sebagai penyerahan diri. Sesungguhnya, Pangeran Diponegoro memang tidak pernah menyerah kalah. Ia ditangkap melalui tipu muslihat. Kolonel Cleerens, atas perintah Jenderal De Kock, membujuk Sang Pangeran untuk datang ke sebuah perundingan damai di gedung Karesidenan Magelang, yang ternyata jebakan belaka.


Karena itulah dalam lukisannya " Penangkapan Pangeran Diponegoro", Raden Saleh melukiskan Sang Pangeran, meski perjuangannya dipatahkan hari itu, tidak pernah mengalah dengan mudah. Ia tetap berdiri dengan kepala tegak dan raut wajah berapi-api, sejajar di hadapan Jenderal De Kock. 


Pangeran dan para pengikutnya tidak membawa senjata karena mereka memang datang dengan niat baik menyambut tawaran Belanda yang meminta gencatan senjata. Konon mereka tiba tanpa persenjataan juga karena saat itu sedang Idul Fitri bulan yang pantang untuk berperang.


Tepat hari ini 195 tahun Berakhirnya Perang Jawa 


Beny Rusmawan

No comments:

Post a Comment