Lahir dan besar di Yogyakarta di tengah kehidupan rakyat biasa, Basiyo tumbuh akrab dengan suasana kampung, budaya keraton, serta irama gamelan yang kelak membentuk gaya humornya yang khas.
Tahun-tahun 1930-an menjadi awal perjalanan penting dalam karier seninya. Basiyo mulai dikenal di pentas-pentas dagelan Mataram yang tampil di wilayah Solo seperti Sriwedari, Balekambang, hingga Mangkunegaran.
Gaya lawaknya yang menggabungkan kritik sosial, bahasa sehari-hari, serta kesederhanaan membuatnya mudah diterima oleh masyarakat luas.
Basiyo semakin populer ketika bergabung dengan RRI Yogyakarta. Di sinilah ia menemukan ruang yang lebih luas untuk mengekspresikan dirinya.
Sejak awal 1970-an, Basiyo mulai merekam karya-karyanya dalam bentuk kaset, bekerja sama dengan studio-studio rekaman di Yogyakarta dan Semarang.
Puluhan rekaman kaset dagelannya, yang diproduksi oleh berbagai label seperti Ramayana Record, Lokananta, Fajar Record, dan Irama Record, beredar luas dan menjadi hiburan favorit di banyak rumah. Diperkirakan, ada lebih dari 70 judul rekaman yang ia hasilkan.
Dari sinilah dagelan-dagelannya menjangkau pendengar di luar Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Judul-judul seperti Degan Wasiat, Kibir Kejungkir, Maling Kontrang-Kantring menjadi bagian dari warisan budaya populer Jawa.
Basiyo tutup usia pada 31 Agustus 1979 karena penyakit jantung. Ia dimakamkan di Pemakaman Terban, Yogyakarta. Kepergiannya meninggalkan duka bagi dunia seni Jawa, namun warisannya tetap hidup dalam memori kolektif masyarakat.
#spiritual21 #pelawak #basiyo #humor #standupcomedy #comedy #laporpak #srimulat
No comments:
Post a Comment