Kenapa ya tradisi piring terbang bertahan di Solo...tapi tidak di Yogya (Kota) ?
Padahal ini merupakan tradisi khas Mataraman.
.
TRADISI MATARAMAN YANG MEMUDAR : RACIKAN ALIAS "PIRING TERBANG"
Dahulu, di wilayah Mataram, pernikahan adalah tradisi sakral yang diresapi dan dihormati. Setidaknya tidak terburu-buru, rebat cekap, salaman, foto, makan berdiri, rampung.
Tamu akan datang pada jam resepsi yang tertera di undangan dan sebelum acara dimulai !
Acara biasanya dimulai (dimana undangan sudah memenuhi joglo tempat resepsi) dengan panggih/balang2an suruh, lalu menginjak telur (wijikan & ngidak endog) dan kirab dari keluarga pria yang memasuki ruangan diikuti dengan keluarga wanita. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan adanya sambutan dari mempelai pria dan kemudian diikuti dengan sambutan dari mempelai wanita dan juga doa, termasuk acara2 adat lainnya.
Nah selama acara berlangsung inilah, makanan akan mengalir melalui petugas sinoman. Semua sudah disiapkan alias diracik oleh yg empunya hajat. Tamu hanya cukup duduk manis di kursi dan meja sejajar yang dihadapkan ke pelaminan. Sembari duduk menikmati acara, tamu-tamu pun disajikan dengan piring-piring penuh hidangan yang seakan-akan terbang dari tangan pramusaji ke meja tamu. Mungkin inilah kenapa adat ini disebut sebagai "piring terbang". Kadang tamu yang duduk paling dekat dengan jalan akan melakukan estafet piring ke satu barisan di sebelahnya, saling menerima dan membagikan hingga terpenuhi satu baris.
.
Tradisi buffet atau sentra2 makanan/stand ini cenderung membuat acara kemrungsung... cepet2an nglarisi... mangan ngadheg.. dan membuat acara kurang khidmad.
Ada masukan?
No comments:
Post a Comment