05 August 2022

Wajah Patih Gajah Mada

 WAJAH  PATIH GAJAH MADA 

 

Ada sebuah Arca yang berada di Museum Nasional bernama Kertala  atau disebut juga Arca Brajanata. Museum Nasional memberi nomor inventaris 310d dan disebut berasal dari Gunung Penanggungan. Arca Kertala atau Arca  

Brajanata oleh Prof. Dr. Muhammad Yamin dikatakan merupakan perwujudan lain dari Mahapatih dari Kerajaan Majapahit, yaitu :  Mahapatih Gajah Mada. Pada suatu hari Prof. Dr. Muhammad Yamin pernah mengunjungi Trowulan untuk melihat jejak-jejak Kerajaan Majapahit. Saat itulah Prof. Dr. Muhammad Yamin menemukan pecahan terakota berupa kepala pria berwajah gempal dan berambut ikal. Menurut pendapatnya Arca Kertala atau Arca Bratanala ini digali dekat puri Gajah Mada di Trowulan, Majapahit. 


Prof. Dr. Muhammad Yamin mengidentifikasi bahwa wajah itu sebagai wajah Gajah Mada. Menurutnya dalam Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara, air muka arca itu penuh dengan kegiatan yang mahatangkas. Wajahnya menyinarkan keberanian seorang ahli politikus yang berpandangan jauh.


Hal yang berbeda disampaikan oleh Arkeolog dari Universitas Indonesia, bernama Agus Aris Munandar berpendapat lain soal wajah Gajah Mada. Dalam Gajah Mada Biografi Politik, ia menjelaskan arca Brajanata dan Bima sebagai dua perkembangan dari penggambaran Gajah Mada.


Mahapatih Gajah Mada atau Mpu Mada sudah meninggal dunia 1364 Masehi, dal versi yang lain dianggap mokhsa namun tetap dikenang dan pada masa Majapahit dianggap sebagai titisan Dewa. Menurut pendapat dari Agus Aris Munandar : 

" Gajahmada dipandang sebagai dewata yang dapat dimintai pertolongan masyarakat yang sengsara akibat peperangan,” 

Selepas Hayam Wuruk, perang terus terjadi di Majapahit. Pada masa itu pula arca-arca perwujudan Gajah Mada terus diciptakan. Nampaknya masyarakat ingin mendatangkan kembali masa gemilang pemerintahan raja dan patihnya itu.


Gajah Mada Berwujud Brajanata


Kisah Panji, menurut Agus Aris Munandar juga 

menyimpan metafora kehidupan Raja Hayam Wuruk. Penggambaran Kisah Panji pertama kali terdapat di Candi Miri Gambar, Blitar. 

Candi ini didirikan setelah Hayam Wuruk wafat dan saat menantunya, Raja Wikramawarddhana berkuasa. Kisah ini dihiasi dengan tokoh Panji dan Brajanata, dua tokoh yang paling dominan dalam beberapa kisah panji paling awal.


Tokoh-tokoh utama dalam Kisah Panji bisa disejajarkan dengan tokoh sejarah pada masa Majapahit. Misalnya Raden Panji adalah Raja   Hayam Wuruk. Ayahanda Panji, Raja Keling atau Raja Jenggala atau Raja Kahuripan adalah Kertawarddhana alias Raden Cakradhara. Ibunda Panji adalah permaisuri dari Raja Keling yaitu : Tribhuwana Wijayottunggadewi karena  Ibu Hayam Wuruk ini juga memiliki gelar Bhre Kahuripan. Sedangkan Raja Daha adalah paman Panji. Kenyataannya, Raja Daha juga paman Hayam Wuruk dan Permaisuri Raja Daha atau bibi dari Raja Hayam Wuruk bergelar Bhre Daha.


Dewi Sekar Taji, putri dari Raja Daha adalah permaisuri Raden Panji. Dalam sejarah Majapahit, permaisuri Raja Hayam Wuruk adalah sepupunya sendiri, yaitu putri dari Bhre Daha. Dalam Kitab Pararaton namanya disebut  Paduka Sori. Lalu kekasih Raden Panji, yaitu : Dewi Angreni bisa dipadankan dengan putri dari  Sunda yang bunuh diri dalam peristiwa Bubat yaitu : Dyah Pitaloka.


Dengan banyaknya kesamaan penokohan itu, rasanya tidak berlebihan jika menyamakan Raden Brajanata sebagai Gajah Mada. 

Raden Brajanata adalah kakak Raden Panji yang berbeda ibu. Namanya disebut dalam Hikayat Panji Kuda Semirang dan Hikayat Panji Angreni dari Palembang.


Peranan Brajanata mirip dengan Gajah Mada. Brajanata juga selalu mengawal Raden Panji, sebagaimana Gajah Mada dengan Hayam Wuruk. 

" Brajanata dalam kisahnya disuruh ayah dan  

. ibu dari Raden Panji untuk menghabisi Dewi 

   Angreni.

" Brajanata digambarkan tinggi besar, badan

   tegap, berkumis tebal, berambut ikal dan 

   mungkin merupakan ikon dari Gajah Mada " 


Itu sesuai dengan pendapat Poerbatjaraka dalam Tjerita Pandji dalam Perbandingan mengenai relief Panji Gambyok di Kediri. 

Tokoh berambut ikal dan berbadan tegap itu adalah Brajanata.


Arca Brajanata


Dengan demikian, menurut Agus, arca koleksi Museum Nasional bernomor inventaris 310d dari Gunung Penanggungan yang dinamai Kertala lebih tepat jika diidentifikasi sebagai Brajanata. “Arca itu sangat mirip dengan figur pria tegap berambut keriting yang digambarkan di kanan kiri pipi tangga Candi Miri,” katanya.


Apalagi tokoh Kertala dalam Cerita Panji hanya berperan sedikit jika dibandingkan dengan pengiring Raden Panji yang lainnya, seperti Brajanata, Carang Waspa, atau Prasanta. “Tokoh yang diarcakan tentunya tokoh yang mengesankan, tidak cukup hanya dalam relief, melainkan perlu sosok arcanya,” kata Agus Aris Munandar. 


Maka jika Brajanata adalah ikon Gajah Mada, Arca Brajanata  itu dapat ditafsirkan sebagai penggambaran dari Gajah Mada. Arca itu menampilkan sosok berbadan tegap, kumis melintang, rambut ikal berombak, di bagian puncak kepala terdapat ikatan rambut dengan pita membentuk topi tekes. Ia mengenakan busana, gelang dan kelat lengan atas berupa ular. Lingga atau bagian kemaluannya diukir menonjol.


Namun seiring waktu pandangan masyarakat berubah. Gajah Mada kemudian lebih banyak digambarkan sebagai Bima. Pada masa akhir Majapahit, pertengahan abad ke-15, banyak dibuat arca Bima yang cirinya mirip dengan arca tokoh Brajanata.

“Hal itu bukanlah kebetulan belaka,” kata Agus

  Aris Munandar. 


* Gajah Mada sebagai Bima


Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Triwurjani juga  menjelaskan dalam “Bima sebagai Tokoh yang Dikultuskan” termuat di Proceedings Pertemuan Ilmiah Arkeologi V, bahwa kurang lebih pada awal abad ke-15 muncul kultus terhadap tokoh Bima yang dikenal dari kisah Mahabharata. Arca Bima beberapa kali ditemukan pada bangunan suci yang terdapat di beberapa daerah di Jawa Timur. Misalnya Arca Bima dari Trenggalek, Jawa Timur. Di bagian belakang Arca Bima itu terdapat inskripsi. Model tulisannya sejaman dengan prasasti yang dikeluarkan oleh Gajah Mada pada tahun 1357.


“…Pada waktu itu… pendeta Mpu Wirata… memberikan pratistha kepada telapak…,” tulisan dalam inkskripsi itu.


Menurut Triwurjani adanya kata pratistha dapat  berarti bahwa arca itu adalah arca perwujudan. Ini disepakati oleh Agus Aris Munandar. Arca itu sesuai dengan ciri arca perwujudan masa Majapahit. Sikap arca tidak memperlihatkan gerak tubuh. Kedua tangan terjulur di samping tubuh. Mata digambarkan setengah terpejam seperti sikap meditasi. Agus Aris Munandar juga mengaitkan tokoh itu sebagai perwujudan Gajah Mada.


Secara fisik Arca Bima berkumis, berbadan tegap, kemaluannya menonjol dari balik kain. Dan hal ini mirip dengan arca Brajanata. Bedanya hanya pada tata rambut. Brajanata rambutnya menyerupai tutup kepala tekes. Arca Bima rambutnya berbentuk supit urang. Dalam Arca Bima dari Trenggalek ini Bima juga digambarkan memiliki kuku yang panjang dan disebut Pancanaka. 


Menurut Agus Aris Munandar gejala itu juga  menunjukkan ada pergeseran penggambaran dari Gajah Mada sebagai Brajanata ke dalam  penggambarannya sebagai tokoh Bima. 

“Para pemuja dan pengagum Gajah Mada mulai pertengahan abad ke-15 lebih menyukai mengarcakan Gajah Mada sebagai Arca Bima daripada sebagai Arca Brajanata,” 


Alasannya, tokoh Bima lebih terkenal dibanding Brajanata. Tokoh Brajanata baru dikenal dalam karya sastra muda, yaitu Kisah Panji. Kisah ini baru berkembang pada era Majapahit akhir. Sementara tokoh Bima sudah dikenal sejak masuknya pengaruh India dan Hindu ke Jawa. Tokoh Bima terkesan lebih sakral dibanding Brajanata. Bila Brajanata adalah manusia biasa maka Bima adalah aspek Siwa yang berwujud manusia.

 “Karenanya pengagum Gajah Mada lebih

   senang menyetarakannya dengan Bima,” 


Menurut Agus, tokoh Bima punya kesamaan dengan Gajah Mada. Berdasarkan namanya, Gajah Mada, bisa dibayangkan orangnya tinggi besar dan bertenaga besar seperti Gajah. Bima kebetulan mempunyai kemiripan perawakan dengan Gajah Mada. Sebenarnya banyak juga tokoh yang bercirikan seperti itu dalam kisah epos Mahabharata. Namun Bima lebih punya banyak peran. Tokoh Bima juga ditempatkan sebagai tokoh protagonis dalam kisah epos Mahabharata. 


Dalam konsep agama, Bima juga disetarakan dengan Gajah Mada. Dalam Kitab Jawa Kuno, Brahmanda Purana, menyebut Bima sebagai aspek Siwa. Sedangkan raja-raja Majapahit seringkali disetarakan sebagai Siwa. Maka, Patih Amangkubhumi-nya sebagai aspek dari Sang Dewa. Selama ini Arca Bima banyak ditemukan dari masa Kerajaan Majapahit. Pertanyaannya : " Siapakah yang hendak diwujudkan oleh arca itu..? "

Dan Agus Aris Munandar yakin, tokoh yang dimaksud adalah Sang Mahapatih Gajah Mada.


Sumber : Historia



No comments:

Post a Comment