02 January 2024

Sejarah Orang 'Gipsi' Romani: Terusir dari Negeri, Ditolak di Eropa ________________________________________________ Istilah "orang Gipsi" berasal dari bahasa Inggris yang mengacu kepada kelompok etnis Romani. Istilah ini cenderung merendahkan secara rasial kepada kelompok etnis yang suka berpindah-pindah di sekitaran Inggris dan Wales. Diskriminasi ini bukan hanya karena etnis Romani yang budayanya nomaden, melainkan juga karena perbedaan ras.Karena rasnya yang berbeda seperti orang Timur Tengah, Eropa Timur, atau Asia Tengah, orang Eropa Barat meyebut mereka sebagai orang Mesir atau 'Mesir kecil'. Istilah ini seperti kawasan di semenanjung Peloponnese, Yunani selatan. Kenyataannya, seiring berkembangnya penelitian genetika dan tata bahasa pada abad ke-18, etnis Romani bukan dari Mesir dan Yunani. Etnis Romani justru berasal dari barat laut India yang bermigrasi melalui Persia pada antara abad keenam dan abad ke-12 menuju negara-negara Balkan. Pergerakan migrasi mereka pun sampai ke Eropa barat sejak abad kelima belas, dan terus meluas ke seluruh dunia seiring dengan munculnya kolonialisme Eropa. Dari India ke Eropa Alasan mengapa etnis Romani yang berasal dari India barat laut ini harus bermigrasi meninggalkan tanah kelahirannya belum jelas dalam sejarah. Beberapa teori mengatakan, kondisi politik Asia Tengah, Asia Selatan, dan Persia, menyebabkan cerita sejarah etnis Romani menjadi pengungsi dan bermigrasi. Dalam catatan sejarah, India barat laut merupakan kawasan yang tidak stabil. Ada banyak penguasaan antara sesama dinasti dan kerajaan India sendiri, serangan bangsa Mongol, dan penaklukkan dari Persia. Misalnya saja, pada awal abad ke-11, Kekaisaran Ghaznawiyah menguasai utara dan barat laut sub-benua India dari Dinasti Hindu Shahi. Kekaisaran dari Persia tersebut jatuh pada 1037 dan digantikan dengan Kekaisaran Seljuk dan Kekaisaran Ghuriyah. Kekaisaran Ghuriyah pun menguasai bagian utara sub-benua India hingga Teluk Bengala. Perebutan kekuasaan yang terus berlangsung menyebabkan banyak penduduk harus berpindah. Terlebih, dengan adanya kekuasaan baru yang datang dari Persia dan Turki, akses migrasi ke barat pun semakin memudahkan penduduk bermigrasi. Mungkin, pada masa awal migrasi, mereka adalah pengungsi yang terusir dari kampung halamannya. Namun, teori ini belum begitu jelas untuk disepakati para ahli sejarah tentang etnis Romani. Yang jelas, kejatuhan Konstantinopel pada 1453 oleh Kekaisaran Ottoman merupakan tonggak sejarah penting bagi komunitas Romani bertempat di Balkan Eropa. Sejak abad ke-16, Kekaisaran Ottoman telah meluas sampai ke Mesir. Ditambah dengan keberadaan orang non-kulit putih di Eropa pada abad pertengahan, menyebabkan orang Romani dipandang sebagai 'orang Mesir'. Hidup "Gipsi" ala orang Romani Orang Romani terbiasa dengan hidup nomaden. Mereka selalu identik dengan karavan yang memudahkan mobilitas mereka untuk berpindah ke tempat yang baru. Teknologi mereka juga berganti seiring perkembangan zaman, seperti penggunaan mobil, truk, atau kontainer. Modernisasi ini didorong karena keberadaan orang Romani yang sering menyambangi kota-kota Eropa yang berkembang pesat sejak abad ke-15. Interaksi dengan masyarakat lokal pun memengaruhi pengetahuan mereka dan keterlibatan di ruang publik. Dengan kebiasaan nomaden ini pula, kebudayaan dan bahasa tetap lestari di kalangan komunitas orang Romani. Secara struktural, kehidupan kolektif kelompok dan keluarga sangat dihargai, berbeda dengan masyarakat Eropa yang cenderung individualistis. Nuansa kebudayaan pun sangat identik dengan budaya India. Selain itu, kelompok ini memiliki bahasa yang termasuk rumpun Indo-Arya (rumpun bahasa dominan di Iran dan India). Kondisinya yang menetap, membuat beberapa kelompok telah bercampur dengan bahasa lokal. Meski berpindah tempat, pekerjaan yang umum dilakukan oleh orang Romani beragam. Umumnya mereka bekerja sebagai pedagang, cendekiawan pengembara, penyanyi dan penghibur keliling (termasuk sirkus), penggiling pisau, mekanik, dan bahkan tabib keliling yang pengobatannya mujarab. Hal ini membuat daya tarik orang Eropa Barat atas kehadiran orang Romani yang terkesan eksotis. Diskriminasi terhadap orang Romani Meski dipandang eksotis, etnis Romani tidak jarang mendapatkan diskriminasi di Eropa dalam sejarah. Pada abad ke-15 dan ke-16, seperti di Inggris era Elizabeth I, kedatangan etnis Romani menambah jumlah gelandangan. Pertumbuhan orang miskin dan gelandangan di Inggris pada kalangan etnis Romani disebabkan karena kombinasi pendapatan riil, pertumbuhan penduduk, dan masa panen yang buruk. Ada pun kondisi orang Eropa harus berpindah ke kota demi menunjang kehidupan. Hal ini menyebabkan kondisi ekonomi-sosial perkotaan dan pedesaan jomplang. Sementara itu, perpindahan orang Eropa ke kota-kota besar menyebabkan gelandangan, tanpa tempat menetap. Gelandangan begitu berbahaya bagi tatanan pemerintahan di Eropa. Contohnya dalam sejarah, gelandangan dan kemiskinan akan mendorong gerakan anarkisme dan revolusi. Gaya hidup gelandangan kerap dipandang sebagai kehidupan orang Gipsi, sehingga pemerintah menetapkan peraturan. Tahun 1547, Raja Edward VI bahkan menyebabkan peraturan yang melarang pengemis dan gelandangan dengan hukuman dua tahun kerja paksa dan eksekusi mati. Sejarah aturan itu merupakan lanjutan dari perundang-undangan diskriminatif yang, bahkan, disebut sebagai Undang-undang Mesir tahun 1530. Undang-undang Mesir memisahkan kelompok miskin, tidak layak, dan tidak punya tempat tinggal, dari masyarakat utama dalam sejarah Inggris. Kenyataannya di lapangan, peraturan ini mendiskriminasi etnis Romani yang hidup secara nomaden.

 Sejarah Orang 'Gipsi' Romani: Terusir dari Negeri, Ditolak di Eropa

________________________________________________



Istilah "orang Gipsi" berasal dari bahasa Inggris yang mengacu kepada kelompok etnis Romani. Istilah ini cenderung merendahkan secara rasial kepada kelompok etnis yang suka berpindah-pindah di sekitaran Inggris dan Wales.


Diskriminasi ini bukan hanya karena etnis Romani yang budayanya nomaden, melainkan juga karena perbedaan ras.Karena rasnya yang berbeda seperti orang Timur Tengah, Eropa Timur, atau Asia Tengah, orang Eropa Barat meyebut mereka sebagai orang Mesir atau 'Mesir kecil'. 


Istilah ini seperti kawasan di semenanjung Peloponnese, Yunani selatan. Kenyataannya, seiring berkembangnya penelitian genetika dan tata bahasa pada abad ke-18, etnis Romani bukan dari Mesir dan Yunani.


Etnis Romani justru berasal dari barat laut India yang bermigrasi melalui Persia pada antara abad keenam dan abad ke-12 menuju negara-negara Balkan. Pergerakan migrasi mereka pun sampai ke Eropa barat sejak abad kelima belas, dan terus meluas ke seluruh dunia seiring dengan munculnya kolonialisme Eropa.


Dari India ke Eropa


Alasan mengapa etnis Romani yang berasal dari India barat laut ini harus bermigrasi meninggalkan tanah kelahirannya belum jelas dalam sejarah. Beberapa teori mengatakan, kondisi politik Asia Tengah, Asia Selatan, dan Persia, menyebabkan cerita sejarah etnis Romani menjadi pengungsi dan bermigrasi.


Dalam catatan sejarah, India barat laut merupakan kawasan yang tidak stabil. Ada banyak penguasaan antara sesama dinasti dan kerajaan India sendiri, serangan bangsa Mongol, dan penaklukkan dari Persia.


Misalnya saja, pada awal abad ke-11, Kekaisaran Ghaznawiyah menguasai utara dan barat laut sub-benua India dari Dinasti Hindu Shahi. Kekaisaran dari Persia tersebut jatuh pada 1037 dan digantikan dengan Kekaisaran Seljuk dan Kekaisaran Ghuriyah. Kekaisaran Ghuriyah pun menguasai bagian utara sub-benua India hingga Teluk Bengala.


Perebutan kekuasaan yang terus berlangsung menyebabkan banyak penduduk harus berpindah. Terlebih, dengan adanya kekuasaan baru yang datang dari Persia dan Turki, akses migrasi ke barat pun semakin memudahkan penduduk bermigrasi. Mungkin, pada masa awal migrasi, mereka adalah pengungsi yang terusir dari kampung halamannya.


Namun, teori ini belum begitu jelas untuk disepakati para ahli sejarah tentang etnis Romani. Yang jelas, kejatuhan Konstantinopel pada 1453 oleh Kekaisaran Ottoman merupakan tonggak sejarah penting bagi komunitas Romani bertempat di Balkan Eropa.


Sejak abad ke-16, Kekaisaran Ottoman telah meluas sampai ke Mesir. Ditambah dengan keberadaan orang non-kulit putih di Eropa pada abad pertengahan, menyebabkan orang Romani dipandang sebagai 'orang Mesir'.


Hidup "Gipsi" ala orang Romani


Orang Romani terbiasa dengan hidup nomaden. Mereka selalu identik dengan karavan yang memudahkan mobilitas mereka untuk berpindah ke tempat yang baru. Teknologi mereka juga berganti seiring perkembangan zaman, seperti penggunaan mobil, truk, atau kontainer.


Modernisasi ini didorong karena keberadaan orang Romani yang sering menyambangi kota-kota Eropa yang berkembang pesat sejak abad ke-15. Interaksi dengan masyarakat lokal pun memengaruhi pengetahuan mereka dan keterlibatan di ruang publik.


Dengan kebiasaan nomaden ini pula, kebudayaan dan bahasa tetap lestari di kalangan komunitas orang Romani. Secara struktural, kehidupan kolektif kelompok dan keluarga sangat dihargai, berbeda dengan masyarakat Eropa yang cenderung individualistis. Nuansa kebudayaan pun sangat identik dengan budaya India.


Selain itu, kelompok ini memiliki bahasa yang termasuk rumpun Indo-Arya (rumpun bahasa dominan di Iran dan India). Kondisinya yang menetap, membuat beberapa kelompok telah bercampur dengan bahasa lokal.


Meski berpindah tempat, pekerjaan yang umum dilakukan oleh orang Romani beragam. Umumnya mereka bekerja sebagai pedagang, cendekiawan pengembara, penyanyi dan penghibur keliling (termasuk sirkus), penggiling pisau, mekanik, dan bahkan tabib keliling yang pengobatannya mujarab.


Hal ini membuat daya tarik orang Eropa Barat atas kehadiran orang Romani yang terkesan eksotis.


Diskriminasi terhadap orang Romani


Meski dipandang eksotis, etnis Romani tidak jarang mendapatkan diskriminasi di Eropa dalam sejarah. Pada abad ke-15 dan ke-16, seperti di Inggris era Elizabeth I, kedatangan etnis Romani menambah jumlah gelandangan.


Pertumbuhan orang miskin dan gelandangan di Inggris pada kalangan etnis Romani disebabkan karena kombinasi pendapatan riil, pertumbuhan penduduk, dan masa panen yang buruk.


Ada pun kondisi orang Eropa harus berpindah ke kota demi menunjang kehidupan. Hal ini menyebabkan kondisi ekonomi-sosial perkotaan dan pedesaan jomplang. Sementara itu, perpindahan orang Eropa ke kota-kota besar menyebabkan gelandangan, tanpa tempat menetap.


Gelandangan begitu berbahaya bagi tatanan pemerintahan di Eropa. Contohnya dalam sejarah, gelandangan dan kemiskinan akan mendorong gerakan anarkisme dan revolusi. Gaya hidup gelandangan kerap dipandang sebagai kehidupan orang Gipsi, sehingga pemerintah menetapkan peraturan.


Tahun 1547, Raja Edward VI bahkan menyebabkan peraturan yang melarang pengemis dan gelandangan dengan hukuman dua tahun kerja paksa dan eksekusi mati. Sejarah aturan itu merupakan lanjutan dari perundang-undangan diskriminatif yang, bahkan, disebut sebagai Undang-undang Mesir tahun 1530.


Undang-undang Mesir memisahkan kelompok miskin, tidak layak, dan tidak punya tempat tinggal, dari masyarakat utama dalam sejarah Inggris. Kenyataannya di lapangan, peraturan ini mendiskriminasi etnis Romani yang hidup secara nomaden.

No comments:

Post a Comment