Namanya Jang Mat bin Mat Suroh, usia 18 tahun di tahun 1987. Kerjaannya sebagai gembala dari kerbau-kerbau milik ayah angkatnya. Ayah angkatnya bernama Haji Ranim. Mat tinggal di rumah ayah angkatnya yang tak jauh dari rumah Ibunya. Orang tua Mat sudah bercerai. Ibunya dengan 4 anak plus 3 menantu dan 10 cucu tinggal di rumah berdinding bambu berukuran 9X6 m persegi. Ibu Mat sendiri bekerja sebagai buruh serabutan.
Rumah ibunya dan rumah ayah angkatnya tak jauh dari rel kereta api, hanya sekitar 20 meter. Setiap hari ketika pergi dan pulang menggembala, Mat selalu menelusuri jalur kereta. Mat sampai tahu kapan kereta lewat. Lebaran tahun 1988 dari hasil tabungan menggembala, ia membeli sebuah jam tangan di pasar . Dengan jam tangannya selain ia tahu jam menggembala kerbau, juga tahu jam-jam kereta api lewat.
Kebiasaan Mat, pergi sholat Subuh berjamaah di Surau. Ia selalu selalu mengenakan satu-satunya pakaian terbaik berupa kaus merah & celana panjang, yang dibelinya lebaran tahun lalu seharga Rp.3000 rumah dari seorang pedagang keliling. Dari surau ia buru-buru berangkat ke rumah ayah angkatnya untuk menggembalakan kerbau. Ia juga harus segera berganti pakaian dengan pakaian dinas gembala yang robek-robek.
Jalanan dari surau ke rumah ayahnya berada sepanjang rel kereta api, tepatnya di kampung Jatungeun Wetan, Desa Mekar Sari Kecamatan Tigaraksa Tangerang. Ia melihat angka di jam tangannya menunjukkan jam 5.30, saat tiba-tiba matanya melihat ada satu kelainan di rel yang ditelusurinya. Sebuah rel patah, melesak dan terpisah sejarak lima senti meter, terlepas dari ikatan relnya (Pandroll). “Ini bahaya, sebenar lagi ada KA 225 akan lewat” pikirnya. Kenangan akan KA 225 masih tebal di ingatannya, karena sebulan sebelumnya, 19 Oktober 1987, rangkaian KA nomor ini tabrakan dahsyat dengan KA 220 dari arah Tanah Abang di Bintaro. 139 jiwa melayang dalam peristiwa itu.
Kini, 20 November, ada rel patah yang bisa menyebabkan KA terguling bila lewat dengan kecepatan tingi. Baru saja kepikiran akan melapor keadaan rel ke stasiun kecil, Daru, 750 meter dari tempat rel patah. Namun dari tempat ia berdiri sudah bisa merasakan dari getaran halus rel itu sendiri meski KA itu sendiri belum muncul dari tikungan.
Ia masih berdiri, ketika lok kuning BB 306 mulai muncul dari tikungan sejarak 350 meter dari tempatnya berdiri. Masinis membunyikan peluit karena ada seseorang di atas rel. Jang Mat langsung melepas baju kaos merah yang dikenakannya, dengan telanjang dada, ia melambai-lambaikan kaosnya sambil satu tangannya menunjuk ke rel yang patah. Beberapa saat kemudian masinis menarik rem karena ia mengira ada remaja putus asa dan mau bunuh diri. Kereta api itu tak langsung berhenti. Baru pada jarak dua meter dari Mat berdiri mendadak kereta berhenti. Banyak penumpang yang khawatir peristiwa Bintaro terulang, ketika rem mendadak ditarik, banyak penumpang yang berhamburan keluar gerbong.
Sesudah diberi tahu kepada masinis bahwa ada rel yang patah. Masinis memeriksa rel yang ditunjuk oleh Jang Mat. Lalu ia memandang mata remaja itu, berkata “Terima kasih, aduh terima kasih. Jang kamu ngasih tau”.
Masinis semula akan mengundurkan kembali rangkai KA itu ke stasiun Daru tetapi setelah berunding dengan awak KA, niat itu dibatalkannya. Pak Haji Ranim ayah angkat Mat dan Mat sendiri mendapat ide, mencangkul batu ballast di bawah rel, kemudian dicari balok untuk mengganjal sehingga rel yang patah itu bisa lurus kembali. Lebih dari satu jam kemudian rel bermerek Carnege et USA 1921 itu baru bisa duduk dengan sempurna, sehingga KA bisa lewat dengan kecepatan sangat rendah. Jam tangan Mat menunjukkan angka 7.07 ketika rangkaian gerbong terakhir bisa lewat dengan selamat.
Semua penumpang bergembira dan mereka mengajak Mat naik KA itu ke Parungpanjang. Mat naik di gerbong belakang dan semua penumpang di ujung gerbong menyalaminya. Ia pun berjalan dari ujung gerbong belakang ke gerbong depan, menerima ucapan selamat dari penumpang secara spontan dan haru. Hari itu, ia dianggap pahlawan penyelamat penumpang KA.
Sumber: Kompas, 1-12-1987 hal 1. Koleksi Surat Kabar Langka-Perpustakaan Nasional Salemba (SKALA-Team)
#penyelamat #kereta-api #transportasi #peristiwa
No comments:
Post a Comment