08 March 2025

Raja Vorstenlanden

 Raja Vorstenlanden



Para pekerja mengayak tepung dengan di awasi dua orang Belanda di Pabrik roti Salatiga, 23 Oktober 1947 📷 Nationaal Archief

 Para pekerja mengayak tepung dengan di awasi dua orang Belanda di Pabrik roti Salatiga, 23 Oktober 1947



📷 Nationaal Archief

Konvoi Sepeda Motor di Karang waru Magelang Jawa tengah 1977. Foto: Frans Zurya.

 Konvoi Sepeda Motor di Karang waru Magelang Jawa tengah 1977.




Foto: Frans Zurya.

06 March 2025

BAGELEN Bagelen kini tidak setenar dahulu, sebab kini Bagelen hanya sebuah nama kecamatan saja, padahal dahulu yaitu sebelum abad ke 20 awal Bagelen dikenal sebagai Provinsi/Keadipatian/Keresidenan yang wilayahnya meliputi Kab Purworejo dan Kab Kebumen Sekarang. Bagelen surut pamornya setelah dibubarkan Belanda pada tahun 1901. Secara geografis Bagelen merupakan sebuah wilayah di pesisir selatan Jawa Tengah yang sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Adapun Purworejo merupakan nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan, ibukota Karesidenan Bagelen. Karesidenan Bagelen terdiri atas Kabupaten Brengkelan (Purworejo), Kabupaten Semawung (Kutoarjo), Kabupaten Karangduwur (Kemiri), dan Kabupaten Ngaran ( masuk wilayah Kebumen). Kabupaten Purworejo sekarang meliputi wilayah yang termasuk ke dalam Karesidenan Bagelen dahulu, yaitu gabungan antara wilayah Brengkelan, Semawung dan Karangduwur. Kedudukan Bagelen sebagai sebuah karesidenan kemudian dihapus pada 1 Agustus 1901 dan dimasukkan ke dalam wilayah Karesidenan Kedu. Sementara nama Bagelen sekarang hanya dipergunakan sebagai nama sebuah kecamatan di Kabupaten Purworejo. Oleh : Sejarah Cirebon

 BAGELEN



Bagelen kini tidak setenar dahulu, sebab kini Bagelen hanya sebuah nama kecamatan saja, padahal dahulu yaitu sebelum abad ke 20 awal Bagelen dikenal sebagai Provinsi/Keadipatian/Keresidenan yang wilayahnya meliputi Kab Purworejo dan Kab Kebumen Sekarang. Bagelen surut pamornya setelah dibubarkan Belanda pada tahun 1901.


Secara geografis Bagelen merupakan sebuah wilayah di pesisir selatan Jawa Tengah yang sekarang lebih dikenal sebagai Purworejo. Adapun Purworejo merupakan nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan, ibukota Karesidenan Bagelen.


Karesidenan Bagelen terdiri atas Kabupaten Brengkelan (Purworejo), Kabupaten Semawung (Kutoarjo), Kabupaten Karangduwur (Kemiri), dan Kabupaten Ngaran ( masuk wilayah Kebumen). Kabupaten Purworejo sekarang meliputi wilayah yang termasuk ke dalam Karesidenan Bagelen dahulu, yaitu gabungan antara wilayah Brengkelan, Semawung dan Karangduwur.


Kedudukan Bagelen sebagai sebuah karesidenan kemudian dihapus pada 1 Agustus 1901 dan dimasukkan ke dalam wilayah Karesidenan Kedu. Sementara nama Bagelen sekarang hanya dipergunakan sebagai nama sebuah kecamatan di Kabupaten Purworejo.


Oleh : Sejarah Cirebon

04 March 2025

Letnan Komarudin Prajurit Legendaris TNI Kebal Peluru Letnan Komarudin adalah seorang prajurit TNI yang legendaris karena kemampuannya yang luar biasa dikenal kebal peluru dan suntikan. Dia adalah tentara kebanggaan Indonesia yang memiliki kemampuan di luar nalar. Komarudin menjadi terkenal ketika pasukannya berlindung di balik tubuhnya yang kebal peluru saat diberondong peluru oleh tentara Belanda. Keberanian dan kekebalan Komarudin membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan diandalkan oleh banyak prajurit. Komarudin memiliki peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Meski terjadi kesalahan tanggal, di mana serangan dilakukan sehari lebih awal, keberanian Komarudin dan pasukannya dalam menyerang tangsi Belanda menjadi salah satu alasan mengapa Belanda lengah. Serangan ini menunjukkan keberanian dan strategi yang berani dari Komarudin dan pasukannya. Dikutip dari berbagai sumber, Komarudin bernama asli Eli Yakim Teniwut, lahir di Desa Ohoidertutu, Maluku Tenggara. Dia merupakan keturunan ulama sakti, Kiai Abdur Rahman (Mbah Tanjung), dan panglima perang Pangeran Diponegoro, Bantengwareng. Latar belakang ini membuat banyak orang percaya bahwa kekebalan Komarudin terhadap senjata adalah warisan dari leluhurnya. Komarudin sering memimpin serangan yang mengguncang pertahanan Belanda di Yogyakarta. Kekebalannya terhadap peluru membuat dia dan pasukannya bisa mengatasi sergapan Belanda tanpa terluka. Keberanian dan ketenangan Komarudin dalam menghadapi musuh menjadikannya sosok yang ditakuti oleh tentara Belanda. Setelah kematian Jenderal Soedirman, karier militer Komarudin meredup akibat tuduhan keterlibatan dengan gerakan DI/TII. Sumber : beritabeta.com Merdeka.com

 Letnan Komarudin

Prajurit Legendaris TNI Kebal Peluru



Letnan Komarudin adalah seorang prajurit TNI yang legendaris karena kemampuannya yang luar biasa dikenal kebal peluru dan suntikan. Dia adalah tentara kebanggaan Indonesia yang memiliki kemampuan di luar nalar.


Komarudin menjadi terkenal ketika pasukannya berlindung di balik tubuhnya yang kebal peluru saat diberondong peluru oleh tentara Belanda. Keberanian dan kekebalan Komarudin membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan diandalkan oleh banyak prajurit.


Komarudin memiliki peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Meski terjadi kesalahan tanggal, di mana serangan dilakukan sehari lebih awal, keberanian Komarudin dan pasukannya dalam menyerang tangsi Belanda menjadi salah satu alasan mengapa Belanda lengah.


Serangan ini menunjukkan keberanian dan strategi yang berani dari Komarudin dan pasukannya. Dikutip dari berbagai sumber, Komarudin bernama asli Eli Yakim Teniwut, lahir di Desa Ohoidertutu, Maluku Tenggara.


Dia merupakan keturunan ulama sakti, Kiai Abdur Rahman (Mbah Tanjung), dan panglima perang Pangeran Diponegoro, Bantengwareng. Latar belakang ini membuat banyak orang percaya bahwa kekebalan Komarudin terhadap senjata adalah warisan dari leluhurnya.


Komarudin sering memimpin serangan yang mengguncang pertahanan Belanda di Yogyakarta. Kekebalannya terhadap peluru membuat dia dan pasukannya bisa mengatasi sergapan Belanda tanpa terluka.


Keberanian dan ketenangan Komarudin dalam menghadapi musuh menjadikannya sosok yang ditakuti oleh tentara Belanda. Setelah kematian Jenderal Soedirman, karier militer Komarudin meredup akibat tuduhan keterlibatan dengan gerakan DI/TII.


Sumber : beritabeta.com

                 Merdeka.com

03 March 2025

KOLONEL DARWIS DJAMIN SALAH SATU PENDIRI TNI AL Saat TKR Djawatan Laoet dibentuk, Darwis menjadi komandan Pangkalan Laut Tegal, usai perang kemerdekaan ia mendirikan Perusahaan Pelayaran swasta terbesar yakni Djakarta Lloyd.

 KOLONEL DARWIS DJAMIN

SALAH SATU  PENDIRI TNI AL


Saat TKR Djawatan Laoet dibentuk, Darwis menjadi komandan Pangkalan Laut Tegal, usai perang kemerdekaan ia mendirikan Perusahaan Pelayaran swasta terbesar yakni Djakarta Lloyd.


Pengetahuan lur. ~Makam Pangeran Benawa di Desa Pakuncen Kec. Pegandon Kab. Kendal, Jawa Tengah~ Pangeran Benawa atau Raden Hadiningrat. Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Kanjeng Adipati Pengging/ Pangeran Benawa/ Pangeran Hadipati Benawa / Sultan Prabuwijaya. * Silsilah Pangeran Benawa. Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram. Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram. Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta. * Kisah Hidup Pangeran Benawa. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara. Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri. Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Makam Pangeran Benawa, yang berada di kompleks makam Desa Pakuncen, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. sekitar dua kilometer dari kompleks makam Pekuncen, terdapat sebuah goa yang dinamakan Goa Pekukulan dimana Pangeran Benawa bertapa. sumber : buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hammam Rokhani.

 Pengetahuan lur.


~Makam Pangeran Benawa di Desa Pakuncen Kec. Pegandon Kab. Kendal, Jawa Tengah~



Pangeran Benawa atau Raden Hadiningrat. Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Kanjeng

Adipati Pengging/ Pangeran Benawa/ Pangeran Hadipati Benawa / Sultan Prabuwijaya.


* Silsilah Pangeran Benawa.

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram. Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram. Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak

menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


* Kisah Hidup Pangeran Benawa.

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri. Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya.

Makam Pangeran Benawa, yang berada di kompleks makam Desa Pakuncen, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. sekitar dua kilometer dari kompleks makam Pekuncen, terdapat sebuah goa yang dinamakan Goa Pekukulan dimana Pangeran Benawa bertapa.


sumber : buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hammam Rokhani.

Perang Jawa Libur Selama Ramadan, P. Diponegoro Fokus Ibadah Kebumen adalah tempat pertama kalinya P. Diponegoro bertemu dengan utusan Jenderal De Kock yang bernama Jan Baptist Cleerens. Pada Selasa 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro bertemu dengan Cleerens di Desa Romakamal (Sempor, Kebumen) di hulu Kali Cingcingguling, tak jauh dari tempat persembunyian P. Diponegoro. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1830 untuk kedua kalinya Kolonel Cleerens menemui P. Diponegoro, Kali ini mereka mengadakan pertemuan di desa Kejawang (Sruweng, Kebumen) sebelah timur Roma kamal. P. Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan De Kock dan penentuan perundingan dengan De Kock akan diadakan setelah selesai bulan puasa ramadhan (akhir maret 1830). Karena De Kock masih di Batavia, Pangeran Diponegoro bermaksud menunggunya di Bagelen Barat (Wilayah Kebumen). Namun, Cleerens membujuk agar Diponegoro melanjutkan perjalanan dan menunggu di Menoreh. Beberapa hari setelah pertemuan itu, P. Diponegoro beserta pengikutnya pun berangkat dari desa Kejawang menuju Magelang Pada 21 Februari 1830, empat hari menjelang bulan Ramadan, Pangeran Diponegoro tiba di Menoreh, pegunungan perbatasan Bagelen dan Kedu. Kedatangannya berdasarkan kesepakatan gencatan senjata selama bulan Ramadhan dengan Belanda yang dimediasi oleh Jan Baptist Cleerens. Hari pertama puasa 1 Ramadhan 1245 hijriah jatuh pada 25 Februari 1830. Pangeran Diponegoro menghabiskan waktu selama bulan puasa di Magelang sambil beristirahat dan memulihkan sakitnya. Pangeran sangat menderita akibat serangan malaria selama bergerilya di hutan Bagelen Barat. P. Diponegoro pernah menderita Malaria ketika sedang dalam persembunyian di perbukitan daerah Brujul (sekarang Peniron, Pejagoan, Kebumen) kuda beliau ditambatkan disebuah batu berwarna hitam, dan sampai sekarang batu tersebut dikenal dengan situs Watu Jaran. P. Diponegoro dirawat di sebuah gubuk milik seorang pande besi bernama Empu Astrajingga. Selama dirawat, beliau dijaga oleh Pangeran Adisurya (adiknya) dan beberapa abdinya seperti Bantengwareng, Suroto, Basah Gondokusumo, Basah Mertonegoro. Selama beristirahat Di Menoreh, Pangeran Diponegoro dan 800 pengikutnya tinggal di sebuah pesanggrahan sederhana. Setiap pagi selama bulan puasa, mereka giat berlatih olah kanuragan dan menjalankan ibadah. Masyarakat Kedu pun banyak yang datang mengunjungi P. Diponegoro dengan membawa gula Jawa sebagai tanda penghormatan mereka kepada P. Dipanegoro sebagai pemimpin Perang Jawa. Awal Maret 1830, Cleerens memberitahu Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock bahwa P. Diponegoro tidak akan melakukan pembicaraan tentang perang selama bulan puasa karena sedang istirahat dan fokus ibadah. De Kock pun setuju. Karena masih dalam suasana gencatan senjata selama bulan Ramadhan, De Kock dan stafnya pun beberapa kali mengunjungi P. Diponegoro di pesanggrahannya. De Kock bertemu dengan Pangeran Diponegoro tiga kali: dua kali saat jalan subuh di taman keresidenan dan sekali di pesanggrahan. De Kock bahkan bermanis muka kepada Diponegoro dengan memberinya seekor kuda bagus warna abu-abu dan uang sebesar 10.000 gulden yang dicicil dua kali untuk biaya para pengikutnya selama bulan puasa. Sikap manis De Kock ternyata bermuatan politis, Dia ingin membuat P. Diponegoro terlena agar menyerah tanpa syarat kepada Belanda. Namun, Pangeran Diponegoro tidak tertipu dan tetap pada pendirianya, yaitu melawan penjajah Belanda. Seorang mata-mata bernama Tumenggung Mangunkusumo dikirim oleh Belanda untuk menyusup dan berbaur dengan pasukan Diponegoro di pesanggrahanya untuk mencari informasi tentang rencana P. Diponegoro. Mata-mata itu kemudian melaporkan kepada De Kock bahwa P. Diponegoro tetap kukuh dalam niatnya untuk tetap melawan Belanda. Pada 25 Maret 1830, dua hari sebelum bulan puasa berakhir, De Kock diam-diam memerintahkan Louis du Perron dan A.V Michels untuk mempersiapkan penangkapan Pangeran Diponegoro pada pertemuan setelah lebaran, tepatnya 28 Maret 1830. Bersambung.... * Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber facebook.com/100001856336410/posts/28704969045814924/

 Perang Jawa Libur Selama Ramadan, P. Diponegoro Fokus Ibadah

Kebumen adalah tempat pertama kalinya P. Diponegoro bertemu dengan utusan Jenderal De Kock yang bernama Jan Baptist Cleerens. Pada Selasa 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro bertemu dengan Cleerens di Desa Romakamal (Sempor, Kebumen) di hulu Kali Cingcingguling, tak jauh dari tempat persembunyian P. Diponegoro. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1830 untuk kedua kalinya Kolonel Cleerens menemui P. Diponegoro, Kali ini mereka mengadakan pertemuan di desa Kejawang (Sruweng, Kebumen) sebelah timur Roma kamal. P. Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan De Kock dan penentuan perundingan dengan De Kock akan diadakan setelah selesai bulan puasa ramadhan (akhir maret 1830).



Karena De Kock masih di Batavia, Pangeran Diponegoro bermaksud menunggunya di Bagelen Barat (Wilayah Kebumen). Namun, Cleerens membujuk agar Diponegoro melanjutkan perjalanan dan menunggu di Menoreh. Beberapa hari setelah pertemuan itu, P. Diponegoro beserta pengikutnya pun berangkat dari desa Kejawang menuju Magelang

Pada 21 Februari 1830, empat hari menjelang bulan Ramadan, Pangeran Diponegoro tiba di Menoreh, pegunungan perbatasan Bagelen dan Kedu. Kedatangannya berdasarkan kesepakatan gencatan senjata selama bulan Ramadhan dengan Belanda yang dimediasi oleh Jan Baptist Cleerens.


Hari pertama puasa 1 Ramadhan 1245 hijriah jatuh pada 25 Februari 1830. Pangeran Diponegoro menghabiskan waktu selama bulan puasa di Magelang sambil beristirahat dan memulihkan sakitnya. Pangeran sangat menderita akibat serangan malaria selama bergerilya di hutan Bagelen Barat. P. Diponegoro pernah menderita Malaria ketika sedang dalam persembunyian di perbukitan daerah Brujul (sekarang Peniron, Pejagoan, Kebumen) kuda beliau ditambatkan disebuah batu berwarna hitam, dan sampai sekarang batu tersebut dikenal dengan situs Watu Jaran. P. Diponegoro dirawat di sebuah gubuk milik seorang pande besi bernama Empu Astrajingga. Selama dirawat, beliau dijaga oleh Pangeran Adisurya (adiknya) dan beberapa abdinya seperti Bantengwareng, Suroto, Basah Gondokusumo, Basah Mertonegoro.


Selama beristirahat Di Menoreh, Pangeran Diponegoro dan 800 pengikutnya tinggal di sebuah pesanggrahan sederhana. Setiap pagi selama bulan puasa, mereka giat berlatih olah kanuragan dan menjalankan ibadah. Masyarakat Kedu pun banyak yang datang mengunjungi P. Diponegoro dengan membawa gula Jawa sebagai tanda penghormatan mereka kepada P. Dipanegoro sebagai pemimpin Perang Jawa.


Awal Maret 1830, Cleerens memberitahu Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock bahwa P. Diponegoro tidak akan melakukan pembicaraan tentang perang selama bulan puasa karena sedang istirahat dan fokus ibadah. De Kock pun setuju.

Karena masih dalam suasana gencatan senjata selama bulan Ramadhan, De Kock dan stafnya pun beberapa kali mengunjungi P. Diponegoro di pesanggrahannya. 

De Kock bertemu dengan Pangeran Diponegoro tiga kali: dua kali saat jalan subuh di taman keresidenan dan sekali di pesanggrahan.

De Kock bahkan bermanis muka kepada Diponegoro dengan memberinya seekor kuda bagus warna abu-abu dan uang sebesar 10.000 gulden yang dicicil dua kali untuk biaya para pengikutnya selama bulan puasa.


Sikap manis De Kock ternyata bermuatan politis, Dia ingin membuat P. Diponegoro terlena agar menyerah tanpa syarat kepada Belanda.

Namun, Pangeran Diponegoro tidak tertipu dan tetap pada pendirianya, yaitu melawan penjajah Belanda. Seorang mata-mata bernama Tumenggung Mangunkusumo dikirim oleh Belanda untuk menyusup dan berbaur dengan pasukan Diponegoro di pesanggrahanya untuk mencari informasi tentang rencana P. Diponegoro. Mata-mata itu kemudian melaporkan kepada De Kock bahwa P. Diponegoro tetap kukuh dalam niatnya untuk tetap melawan Belanda.


Pada 25 Maret 1830, dua hari sebelum bulan puasa berakhir, De Kock diam-diam memerintahkan Louis du Perron dan A.V Michels untuk mempersiapkan penangkapan Pangeran Diponegoro pada pertemuan setelah lebaran, tepatnya 28 Maret 1830.

Bersambung....

* Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber

facebook.com/100001856336410/posts/28704969045814924/

Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno, selalu menebar pesona di mana-mana. Rakyat rindu untuk bertemu dengannya. Foto seperti ini jarang kita lihat: 'Putra sang Fajar' mendekap seorang perempuan kawula yang begitu mengidolakannya dan mungkin sudah lama ingin berjumpa dengannya. Ya, tentulah banyak orang yang ingin "menjatakan rindunja kepada Bung Karno". Akan tetapi sang wartawan majalah Garuda yang mempublikasikan ini tampaknya cukup iseng juga. la berkomentar "A[n]da bilang apa bung?". Bahasa sekarangnya "Nah, anda mau bilang apa lagi bung?", dengan harapan agar Bung Karno tidak lagi menyangkal, bahwa beliau memang idola. Sumber: Majalah Garuda, No. 27, 22 Djuli 1951: 4 #sejarah #tempodulu

 Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno, selalu menebar pesona di mana-mana. Rakyat rindu untuk bertemu dengannya. Foto seperti ini jarang kita lihat: 'Putra sang Fajar' mendekap seorang perempuan kawula yang begitu mengidolakannya dan mungkin sudah lama ingin berjumpa dengannya. Ya, tentulah banyak orang yang ingin "menjatakan rindunja kepada Bung Karno". Akan tetapi sang wartawan majalah Garuda yang mempublikasikan ini tampaknya cukup iseng juga. la berkomentar "A[n]da bilang apa bung?". Bahasa sekarangnya "Nah, anda mau bilang apa lagi bung?", dengan harapan agar Bung Karno tidak lagi menyangkal, bahwa beliau memang idola.



Sumber: Majalah Garuda, No. 27, 22 Djuli 1951: 4


#sejarah #tempodulu

02 March 2025

Rumah joglo rumah tradisional Jawa tahun 30'an. Untuk ukuran jaman itu yang memiliki rumah seperti ini setingkat kepala desa, karena rumah yang sudah pakai genting sudah termasuk orang mampu. Rumah seperti ini halamanya luas ditumbuhi berbagai macam pohon buah-buahan biasanya ada pohon sukun, Rambutan, mangga, dll. Kalau masuk lantainya masih tanah dan atasnya tanpa pelapon. Disebelahnya suka ada kandang sapi atau kerbau. Sampai tahun 90'an dipeloksok Banyumas masih banyak rumah seperti ini, tapi meski rumah sederhana tapi jangan di tanya berapa ekor sapinya, berapa luas sawah dan kebunya! bisa hektaran. Sampai saat ini masih kangen tinggal dirumah seperti ini sejuk dan adem. Kalau pagi dihidangkan teh panas pakai gula batu yang tehnya masih terlihat batangnya. Kalau malam menikmati goreng mendoan dengan cabe pedas. Pokoknya nganenin! Apalagi kalau lama diperantauan.

 Rumah joglo rumah tradisional Jawa tahun 30'an. Untuk ukuran jaman itu yang memiliki rumah seperti ini setingkat kepala desa, karena rumah yang sudah pakai genting sudah termasuk orang mampu. Rumah seperti ini halamanya luas ditumbuhi berbagai macam pohon buah-buahan biasanya ada pohon sukun, Rambutan, mangga, dll. 



Kalau masuk lantainya masih tanah dan atasnya tanpa pelapon. Disebelahnya suka ada kandang sapi atau kerbau.


Sampai tahun 90'an dipeloksok Banyumas masih banyak rumah seperti ini, tapi meski rumah sederhana tapi jangan di tanya berapa ekor sapinya, berapa luas sawah dan kebunya!  bisa hektaran. 


Sampai saat ini masih kangen tinggal dirumah seperti ini sejuk dan adem. Kalau pagi dihidangkan teh panas pakai gula batu yang tehnya masih terlihat batangnya. Kalau malam menikmati goreng mendoan dengan cabe pedas. 

Pokoknya nganenin! Apalagi kalau lama diperantauan.

Prajurit Belanda Jefke Bautz van Berg bij Sitard, Belanda, memberikan pakaian kepada penduduk yang ditangkapnya saat bertugas. Kekurangan tekstil ditemukan parah di seluruh wilayah Republik, sekitar 1947. IMS Vintage Photos #sejarah #tempodulu

 Prajurit Belanda Jefke Bautz van Berg bij Sitard, Belanda, memberikan pakaian kepada penduduk yang ditangkapnya saat bertugas. Kekurangan tekstil ditemukan parah di seluruh wilayah Republik, sekitar 1947.



IMS Vintage Photos



TERBUNUHNYA JAYA NEGARA Membunuh Jaya Negara terbilang susah, sebab selain seorang Raja yang selalu dijaga ketat oleh Para Bhayangkara, Jaya Negara juga memiliki ilmu kebal, begitulah yang diinformasikan serat Pararaton pada bagian ke 8. Meskipun begitu Ra Tanca rupanya punya teknik jitu untuk membunuhnya. Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit, menurut Negara Kertagama Jaya Negara naik tahta pada 1309 Masehi dengan Gelar Abhiseka Wiralandaghopala, ia naik tahta selepas kemangkatan ayahnya Dyah Wijaya. Jaya Negara merupakan anak laki-laki satu-satunya Dyah Wijaya, ibunya adalah Indradewi atau Dara Petak seorang Putri Melayu dari Kerajaan Dhamasraya. Meskipun Jaya Negara terlahir dari seorang selir, akan tetapi karena sejak kecil ia diakui anak oleh Sri Prameswari Dyah Dewi Tribuaneswari (Permaisuri) maka secara otomatis kedudukan Jaya Negara berubah menjadi Putra Mahkota, apalagi Permaisuri tidak mempunyai anak laki-laki sehingga kedudukan Jaya Negara sebagai penerus tahta tidak ada yang membantah. Pada masa Jaya Negara memerintah Majapahit, kondisi kerajaan dirundung banyak masalah, karena Jaya Negara termakan hasutan Dyah Halayuda yang dikenal menghalalkan segala cara demi memperoleh jabatan sebagai Mahapatih. Pada masa Jaya Negara memerintah 1309-1328 tercatat beberapa kali terjadi pemberontakan yang diakibatkan oleh hasutan Dyah Halyuda, diantaranya Pemberontakan Mahapatih Nambi, dan Pemberontakan Ra Kuti. Semua pemberontakan pada akhirnya mampu dipadamkan Jaya Negara, biang perusak kerajaanpun (Dyah Halayuda) akhirnya dibunuh Jaya Negara melalui tangan Gajah Mada. Meskipun demikian asap dari Pemberontakan rupanya masih tetap ada. Ra Tanca salah satu dari 7 Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana menyimpan dendam dalam-dalam terhadap Jaya Negara. Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa dendam Jaya Negara muncul selepas istrinya diperlakukan tidak senonoh oleh Raja, selain itu, ia juga masih menyimpan dendam terhadap kematian teman-teman seperjuangannya di Dharmaputra. Ra Tanca tidak menyukai kelakuan Jaya Negara yang a moral, dalam serat Pararaton, Jaya Negara dikisahkan sebagai Raja yang banyak membuat kecewa dan sengsara rakyat, juga dikenal sebagai Raja yang mau mengawini adik perempuannya sendiri agar tahta Majapahit tetap utuh ditangannya. Kemuakan Ra Tanca pada Jaya Negara melahirkan rencana pembunuhan, ia berniat menghabisinya. Akan tetapi karena ketatnya penjagaan, Ra Tanca memilih untuk bersabar, hingga suatu ketika datang kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Serat Pararaton menceritakan, bahwa suatu ketika Jaya Negara terkena sakit bisul, sehingga ia tidak bisa berjalan karena mengalami pembengkakan. Gajah Mada kemudian memanggil Ra Tanca ke Istana untuk mengoperasi penyakit Raja. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Ra Tanca, iapun mempersiapkan alat oprasi yang sanggup dijadikan sebagai alat bunuh, mengingat dalam kamar Raja, Ra Tanca tidak diperkenankan membawa senjata. Ketika kesempatan membunuh didepan mata, Ra Tanca menusukan pisau operasi (Taji) pada bagian tubuh Jaya Negara yang membengkak, namun sang Raja rupanya tak bergeming, Jaya Negara kebal senjata. Dengan alasan hendak mengoperasi penyakit sang Raja, Ra Tanca akhirnya merayu Rajanya untuk melepaskan jimat kekebalan yang dimiliki, malangnya Jaya Negara menurutinya, sehingga pembunuhan pun akhirnya terjadi. Jaya Negara dihujani pisau operasi berkali-kali hingga tewas. Sementara disisi lain, Gajah Mada dan para Bhayangkara yang memergoki peristiwa pembunuhan menjadi kalang kabut, Gajah Mada kemudian menusuk Ra Tanca dengan sebilah keris, Ra Tancapun akhirnya tewas bersimbah darah.

 TERBUNUHNYA JAYA NEGARA


Membunuh Jaya Negara terbilang susah, sebab selain seorang Raja yang selalu dijaga ketat oleh Para Bhayangkara, Jaya Negara juga memiliki ilmu kebal, begitulah yang diinformasikan serat Pararaton pada bagian ke 8. Meskipun begitu Ra Tanca rupanya punya teknik jitu untuk membunuhnya.



Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit, menurut Negara Kertagama Jaya Negara naik tahta pada 1309 Masehi dengan Gelar Abhiseka Wiralandaghopala, ia naik tahta selepas kemangkatan ayahnya Dyah Wijaya. Jaya Negara merupakan anak laki-laki satu-satunya Dyah Wijaya, ibunya adalah Indradewi atau Dara Petak seorang Putri Melayu dari Kerajaan Dhamasraya.


Meskipun Jaya Negara terlahir dari seorang selir, akan tetapi karena sejak kecil ia diakui anak  oleh Sri Prameswari Dyah Dewi Tribuaneswari (Permaisuri) maka secara otomatis kedudukan Jaya Negara berubah menjadi Putra Mahkota, apalagi Permaisuri tidak mempunyai anak laki-laki sehingga kedudukan Jaya Negara sebagai penerus tahta tidak ada yang membantah.


Pada masa Jaya Negara memerintah Majapahit, kondisi kerajaan dirundung banyak masalah, karena Jaya Negara termakan hasutan Dyah Halayuda yang dikenal menghalalkan segala cara demi memperoleh jabatan sebagai Mahapatih.


Pada masa Jaya Negara memerintah 1309-1328 tercatat beberapa kali terjadi pemberontakan yang diakibatkan oleh hasutan Dyah Halyuda, diantaranya Pemberontakan Mahapatih Nambi, dan Pemberontakan Ra Kuti.


Semua pemberontakan pada akhirnya mampu dipadamkan Jaya Negara, biang perusak kerajaanpun (Dyah Halayuda) akhirnya dibunuh Jaya Negara melalui tangan Gajah Mada. Meskipun demikian asap dari Pemberontakan rupanya masih tetap ada.


Ra Tanca salah satu dari 7 Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana menyimpan dendam dalam-dalam terhadap Jaya Negara. Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa dendam Jaya Negara muncul selepas istrinya diperlakukan tidak senonoh oleh Raja, selain itu,  ia juga masih menyimpan dendam terhadap kematian teman-teman seperjuangannya di Dharmaputra.


Ra Tanca tidak menyukai kelakuan Jaya Negara yang a moral, dalam serat Pararaton, Jaya Negara dikisahkan sebagai Raja yang banyak membuat kecewa dan sengsara rakyat, juga dikenal sebagai Raja yang mau mengawini adik perempuannya sendiri agar tahta Majapahit tetap utuh ditangannya.


Kemuakan Ra Tanca pada Jaya Negara melahirkan rencana pembunuhan, ia berniat menghabisinya. Akan tetapi karena ketatnya penjagaan, Ra Tanca memilih untuk bersabar, hingga suatu ketika datang kesempatan yang ia tunggu-tunggu.


Serat Pararaton menceritakan, bahwa suatu ketika Jaya Negara terkena sakit bisul, sehingga ia tidak bisa berjalan karena mengalami pembengkakan. Gajah Mada kemudian memanggil Ra Tanca ke Istana untuk mengoperasi penyakit Raja.


Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Ra Tanca, iapun mempersiapkan alat oprasi yang sanggup dijadikan sebagai alat bunuh, mengingat dalam kamar Raja, Ra Tanca tidak diperkenankan membawa senjata.


Ketika kesempatan membunuh didepan mata, Ra Tanca menusukan pisau operasi (Taji) pada bagian tubuh Jaya Negara yang membengkak, namun sang Raja rupanya tak bergeming, Jaya Negara kebal senjata.


Dengan alasan hendak mengoperasi penyakit sang Raja, Ra Tanca akhirnya merayu Rajanya untuk melepaskan jimat kekebalan yang dimiliki, malangnya Jaya Negara menurutinya, sehingga pembunuhan pun akhirnya terjadi. Jaya Negara dihujani pisau operasi berkali-kali hingga tewas.


Sementara disisi lain, Gajah Mada dan para Bhayangkara yang memergoki peristiwa pembunuhan menjadi kalang kabut, Gajah Mada kemudian menusuk Ra Tanca dengan sebilah keris, Ra Tancapun akhirnya tewas bersimbah darah.

Piagam Bendasari Bukti Penyelesaian Peradilan Sengketa Tanah di Kerajaan Majapahit ________________________________________________ Momen persidangan sengketa tanah di zaman Kerajaan Majapahit dicatat dalam Piagam Bendasari. Saat itu terdapat perselisihan tanah di Desa Manuk antara Mapanji Sarana dan para pembesar-pembesar alias pejabat di Sima Tiga. Mapanji Sarana yang berstatus rakyat biasa dibantu kawan-kawannya yakni Ki Karna, Mapanji Manakara, Ajaran Reka, Ki Saran, dan Ki Jumput. Sedangkan pembesar-pembesar Sima Tiga diwakili Panji Anawang Harsa sebagai juru bicaranya. Menurut Mapanji Sarana, hak pakai tanah di atas sudah dimilikinya sejak dahulu kala. Sebaliknya, Panji Anawung Harsa menyatakan tanah tersebut adalah tanah sanda-gadai pada zaman sebelum ada uang perak di Jawa. Tanah itu digadaikan oleh nenek moyangnya sebanyak dua takar perak. Demikianlah silih pendapat kedua belah pihak. Sejarawan Prof Slamet Muljana pada bukunya "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" menjelaskan, bagaimana proses persidangan diawali tanda rakryan memanggil orang-orang di sekitar tanah sengketa untuk memberikan kesaksian. Keterangan para saksi dari desa-desa di sekelilingnya menyebutkan bahwa menurut pendengaran mereka tanah sima itu adalah tanah sanda-gadai, namun tidak diketahui asal-usul pemakaian istilah sanda-gadai. Darı keterangan para saksi itu diputuskan, Panji Anawung Harsa kalah dalam sengketa tanah. Hakim memutuskan sengketa tanah itu sah milik Mapanji Sarana yang dikukuhkan pengadilan Majapahit. Pengadil memerintahkan membuat piagam. Keputusan perkara itu berdasarkan kitab perundang- undangan Kutara Manawa dan kitab undang-undang lainnya serta merupakan keputusan resmi pengadilan. Piagam yang memuat keputusan tentang sengketa yang demikian disebut Jayapatra, bukti tertulis tanda kemenangan diserahkan kepada pemenang. Prasasti Walandit yang dikeluarkan pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk memberitakan tentang keputusan sengketa antara orang-orang di Desa Walandit dan orang-orang di Desa Himad. Desa Walandit semula adalah daerah Swatantra, penduduknya mendapat tugas untuk memelihara dharma kabuyutan atau candi leluhur di Walandit. Mereka hanya mengakui kekuasaan dharma kabuyutan atas lembah dan bukit di sekitar Desa Walandit. Namun, dalam perkembangan sejarah para pejabat Desa Himad menguasai Walandit. Penduduk Walandit enggan mengakui kekuasaan pejabat-pejabat Himad dan menuduh mereka mencampuri urusan Desa Walandit. Sebagai bukti, mereka mengemukakan piagam yang dikeluarkan Raja Sindok dan kesaksian orang-orang cacat yang bekerja di dharma kabuyutan. Sengketa antara orang-orang Desa Walandit dan para pejabat Himad diputuskan di luar pengadilan.

 Piagam Bendasari Bukti Penyelesaian Peradilan Sengketa Tanah di Kerajaan Majapahit

________________________________________________



Momen persidangan sengketa tanah di zaman Kerajaan Majapahit dicatat dalam Piagam Bendasari. Saat itu terdapat perselisihan tanah di Desa Manuk antara Mapanji Sarana dan para pembesar-pembesar alias pejabat di Sima Tiga. Mapanji Sarana yang berstatus rakyat biasa dibantu kawan-kawannya yakni Ki Karna, Mapanji Manakara, Ajaran Reka, Ki Saran, dan Ki Jumput. Sedangkan pembesar-pembesar Sima Tiga diwakili Panji Anawang Harsa sebagai juru bicaranya.


Menurut Mapanji Sarana, hak pakai tanah di atas sudah dimilikinya sejak dahulu kala. Sebaliknya, Panji Anawung Harsa menyatakan tanah tersebut adalah tanah sanda-gadai pada zaman sebelum ada uang perak di Jawa.


Tanah itu digadaikan oleh nenek moyangnya sebanyak dua takar perak. Demikianlah silih pendapat kedua belah pihak. 


Sejarawan Prof Slamet Muljana pada bukunya "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" menjelaskan, bagaimana proses persidangan diawali tanda rakryan memanggil orang-orang di sekitar tanah sengketa untuk memberikan kesaksian.


Keterangan para saksi dari desa-desa di sekelilingnya menyebutkan bahwa menurut pendengaran mereka tanah sima itu adalah tanah sanda-gadai, namun tidak diketahui asal-usul pemakaian istilah sanda-gadai.


Darı keterangan para saksi itu diputuskan, Panji Anawung Harsa kalah dalam sengketa tanah. Hakim memutuskan sengketa tanah itu sah milik Mapanji Sarana yang dikukuhkan pengadilan Majapahit. 


Pengadil memerintahkan membuat piagam. Keputusan perkara itu berdasarkan kitab perundang- undangan Kutara Manawa dan kitab undang-undang lainnya serta merupakan keputusan resmi pengadilan. Piagam yang memuat keputusan tentang sengketa yang demikian disebut Jayapatra, bukti tertulis tanda kemenangan diserahkan kepada pemenang. 


Prasasti Walandit yang dikeluarkan pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk memberitakan tentang keputusan sengketa antara orang-orang di Desa Walandit dan orang-orang di Desa Himad. Desa Walandit semula adalah daerah Swatantra, penduduknya mendapat tugas untuk memelihara dharma kabuyutan atau candi leluhur di Walandit.


Mereka hanya mengakui kekuasaan dharma kabuyutan atas lembah dan bukit di sekitar Desa Walandit. Namun, dalam perkembangan sejarah para pejabat Desa Himad menguasai Walandit. 


Penduduk Walandit enggan mengakui kekuasaan pejabat-pejabat Himad dan menuduh mereka mencampuri urusan Desa Walandit. Sebagai bukti, mereka mengemukakan piagam yang dikeluarkan Raja Sindok dan kesaksian orang-orang cacat yang bekerja di dharma kabuyutan. Sengketa antara orang-orang Desa Walandit dan para pejabat Himad diputuskan di luar pengadilan.

Osvaldo Dorticós Torrado (Presiden Kuba), Presiden Soekarno, dan Fidel Castro (Perdana Menteri Kuba) di Havana, Kuba.1960 Sumber: Corbis #sejarah #tempodulu


Osvaldo Dorticós Torrado (Presiden Kuba), Presiden Soekarno, dan Fidel Castro (Perdana Menteri Kuba) di Havana, Kuba.1960



Sumber: Corbis




Studio foto dari tentara KNIL. Baris kedua dari kiri: P. Matakena, baris ketiga dari kiri: Wattilete. Duduk: Adam Siuta. Tanggal pembuatan: Tahun 1948 Sumber: Molukse geschiedenis en culture in beeld, Moluks Historisch Museum #Sejarah #SejarahMaluku #KNIL #KNILAmbon #Sejarahindonesia #mollucas

 Studio foto dari tentara KNIL. Baris kedua dari kiri: P. Matakena, baris ketiga dari kiri: Wattilete. Duduk: Adam Siuta.



Tanggal pembuatan: Tahun 1948



Sumber: Molukse geschiedenis en culture in beeld, Moluks Historisch Museum


#

PAHALWAN DARI MALUKU. Komarudin adalah seorang prajurit ganteng nan selebor berbaret hitam. Ia digambarkan sangat pemberani menembus hujan peluru, memburu para tentara Belanda. Bahkan ketika bergerak mundur sekalipun tetap saja menembakkan senjatanya menembus hujan peluru.

 PAHALWAN DARI MALUKU.

Komarudin adalah seorang prajurit ganteng nan selebor berbaret hitam. Ia digambarkan sangat pemberani menembus hujan peluru, memburu para tentara Belanda. Bahkan ketika bergerak mundur sekalipun tetap saja menembakkan senjatanya menembus hujan peluru.



TERBUNUHNYA JAYA NEGARA Membunuh Jaya Negara terbilang susah, sebab selain seorang Raja yang selalu dijaga ketat oleh Para Bhayangkara, Jaya Negara juga memiliki ilmu kebal, begitulah yang diinformasikan serat Pararaton pada bagian ke 8. Meskipun begitu Ra Tanca rupanya punya teknik jitu untuk membunuhnya. Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit, menurut Negara Kertagama Jaya Negara naik tahta pada 1309 Masehi dengan Gelar Abhiseka Wiralandaghopala, ia naik tahta selepas kemangkatan ayahnya Dyah Wijaya. Jaya Negara merupakan anak laki-laki satu-satunya Dyah Wijaya, ibunya adalah Indradewi atau Dara Petak seorang Putri Melayu dari Kerajaan Dhamasraya. Meskipun Jaya Negara terlahir dari seorang selir, akan tetapi karena sejak kecil ia diakui anak oleh Sri Prameswari Dyah Dewi Tribuaneswari (Permaisuri) maka secara otomatis kedudukan Jaya Negara berubah menjadi Putra Mahkota, apalagi Permaisuri tidak mempunyai anak laki-laki sehingga kedudukan Jaya Negara sebagai penerus tahta tidak ada yang membantah. Pada masa Jaya Negara memerintah Majapahit, kondisi kerajaan dirundung banyak masalah, karena Jaya Negara termakan hasutan Dyah Halayuda yang dikenal menghalalkan segala cara demi memperoleh jabatan sebagai Mahapatih. Pada masa Jaya Negara memerintah 1309-1328 tercatat beberapa kali terjadi pemberontakan yang diakibatkan oleh hasutan Dyah Halyuda, diantaranya Pemberontakan Mahapatih Nambi, dan Pemberontakan Ra Kuti. Semua pemberontakan pada akhirnya mampu dipadamkan Jaya Negara, biang perusak kerajaanpun (Dyah Halayuda) akhirnya dibunuh Jaya Negara melalui tangan Gajah Mada. Meskipun demikian asap dari Pemberontakan rupanya masih tetap ada. Ra Tanca salah satu dari 7 Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana menyimpan dendam dalam-dalam terhadap Jaya Negara. Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa dendam Jaya Negara muncul selepas istrinya diperlakukan tidak senonoh oleh Raja, selain itu, ia juga masih menyimpan dendam terhadap kematian teman-teman seperjuangannya di Dharmaputra. Ra Tanca tidak menyukai kelakuan Jaya Negara yang a moral, dalam serat Pararaton, Jaya Negara dikisahkan sebagai Raja yang banyak membuat kecewa dan sengsara rakyat, juga dikenal sebagai Raja yang mau mengawini adik perempuannya sendiri agar tahta Majapahit tetap utuh ditangannya. Kemuakan Ra Tanca pada Jaya Negara melahirkan rencana pembunuhan, ia berniat menghabisinya. Akan tetapi karena ketatnya penjagaan, Ra Tanca memilih untuk bersabar, hingga suatu ketika datang kesempatan yang ia tunggu-tunggu. Serat Pararaton menceritakan, bahwa suatu ketika Jaya Negara terkena sakit bisul, sehingga ia tidak bisa berjalan karena mengalami pembengkakan. Gajah Mada kemudian memanggil Ra Tanca ke Istana untuk mengoperasi penyakit Raja. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Ra Tanca, iapun mempersiapkan alat oprasi yang sanggup dijadikan sebagai alat bunuh, mengingat dalam kamar Raja, Ra Tanca tidak diperkenankan membawa senjata. Ketika kesempatan membunuh didepan mata, Ra Tanca menusukan pisau operasi (Taji) pada bagian tubuh Jaya Negara yang membengkak, namun sang Raja rupanya tak bergeming, Jaya Negara kebal senjata. Dengan alasan hendak mengoperasi penyakit sang Raja, Ra Tanca akhirnya merayu Rajanya untuk melepaskan jimat kekebalan yang dimiliki, malangnya Jaya Negara menurutinya, sehingga pembunuhan pun akhirnya terjadi. Jaya Negara dihujani pisau operasi berkali-kali hingga tewas. Sementara disisi lain, Gajah Mada dan para Bhayangkara yang memergoki peristiwa pembunuhan menjadi kalang kabut, Gajah Mada kemudian menusuk Ra Tanca dengan sebilah keris, Ra Tancapun akhirnya tewas bersimbah darah. Oleh : Sejarah Cirebon

 TERBUNUHNYA JAYA NEGARA


Membunuh Jaya Negara terbilang susah, sebab selain seorang Raja yang selalu dijaga ketat oleh Para Bhayangkara, Jaya Negara juga memiliki ilmu kebal, begitulah yang diinformasikan serat Pararaton pada bagian ke 8. Meskipun begitu Ra Tanca rupanya punya teknik jitu untuk membunuhnya.



Jaya Negara adalah Raja kedua Majapahit, menurut Negara Kertagama Jaya Negara naik tahta pada 1309 Masehi dengan Gelar Abhiseka Wiralandaghopala, ia naik tahta selepas kemangkatan ayahnya Dyah Wijaya. Jaya Negara merupakan anak laki-laki satu-satunya Dyah Wijaya, ibunya adalah Indradewi atau Dara Petak seorang Putri Melayu dari Kerajaan Dhamasraya.


Meskipun Jaya Negara terlahir dari seorang selir, akan tetapi karena sejak kecil ia diakui anak  oleh Sri Prameswari Dyah Dewi Tribuaneswari (Permaisuri) maka secara otomatis kedudukan Jaya Negara berubah menjadi Putra Mahkota, apalagi Permaisuri tidak mempunyai anak laki-laki sehingga kedudukan Jaya Negara sebagai penerus tahta tidak ada yang membantah.


Pada masa Jaya Negara memerintah Majapahit, kondisi kerajaan dirundung banyak masalah, karena Jaya Negara termakan hasutan Dyah Halayuda yang dikenal menghalalkan segala cara demi memperoleh jabatan sebagai Mahapatih.


Pada masa Jaya Negara memerintah 1309-1328 tercatat beberapa kali terjadi pemberontakan yang diakibatkan oleh hasutan Dyah Halyuda, diantaranya Pemberontakan Mahapatih Nambi, dan Pemberontakan Ra Kuti.


Semua pemberontakan pada akhirnya mampu dipadamkan Jaya Negara, biang perusak kerajaanpun (Dyah Halayuda) akhirnya dibunuh Jaya Negara melalui tangan Gajah Mada. Meskipun demikian asap dari Pemberontakan rupanya masih tetap ada.


Ra Tanca salah satu dari 7 Pejabat Dharmaputra yang berprofesi sebagai Tabib Istana menyimpan dendam dalam-dalam terhadap Jaya Negara. Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa dendam Jaya Negara muncul selepas istrinya diperlakukan tidak senonoh oleh Raja, selain itu,  ia juga masih menyimpan dendam terhadap kematian teman-teman seperjuangannya di Dharmaputra.


Ra Tanca tidak menyukai kelakuan Jaya Negara yang a moral, dalam serat Pararaton, Jaya Negara dikisahkan sebagai Raja yang banyak membuat kecewa dan sengsara rakyat, juga dikenal sebagai Raja yang mau mengawini adik perempuannya sendiri agar tahta Majapahit tetap utuh ditangannya.


Kemuakan Ra Tanca pada Jaya Negara melahirkan rencana pembunuhan, ia berniat menghabisinya. Akan tetapi karena ketatnya penjagaan, Ra Tanca memilih untuk bersabar, hingga suatu ketika datang kesempatan yang ia tunggu-tunggu.


Serat Pararaton menceritakan, bahwa suatu ketika Jaya Negara terkena sakit bisul, sehingga ia tidak bisa berjalan karena mengalami pembengkakan. Gajah Mada kemudian memanggil Ra Tanca ke Istana untuk mengoperasi penyakit Raja.


Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Ra Tanca, iapun mempersiapkan alat oprasi yang sanggup dijadikan sebagai alat bunuh, mengingat dalam kamar Raja, Ra Tanca tidak diperkenankan membawa senjata.


Ketika kesempatan membunuh didepan mata, Ra Tanca menusukan pisau operasi (Taji) pada bagian tubuh Jaya Negara yang membengkak, namun sang Raja rupanya tak bergeming, Jaya Negara kebal senjata.


Dengan alasan hendak mengoperasi penyakit sang Raja, Ra Tanca akhirnya merayu Rajanya untuk melepaskan jimat kekebalan yang dimiliki, malangnya Jaya Negara menurutinya, sehingga pembunuhan pun akhirnya terjadi. Jaya Negara dihujani pisau operasi berkali-kali hingga tewas.


Sementara disisi lain, Gajah Mada dan para Bhayangkara yang memergoki peristiwa pembunuhan menjadi kalang kabut, Gajah Mada kemudian menusuk Ra Tanca dengan sebilah keris, Ra Tancapun akhirnya tewas bersimbah darah.  


Oleh : Sejarah Cirebon

Seorang marinir berbicara dengan seorang prajurit TRI (Tentara Republik Indonesia), Surabaya, sekitar Oktober 1946. Negatieven Mariniersbrigade - Wilmar, Hugo A #sejarah #tempodulu

 Seorang marinir berbicara dengan seorang prajurit TRI (Tentara Republik Indonesia), Surabaya, sekitar Oktober 1946.


Negatieven Mariniersbrigade - Wilmar, Hugo A




01 March 2025

Penandatanganan kontrak karya Freeport Dalam foto ini nampak Menteri Pertambangan RI, Ir. Slamet Bratanata (duduk paling kanan) lalu di sebelahnya adalah Robert C. Hills, Presiden dari Freeport Sulphur dan duduk di sudut kiri adalah Manager Freeport Indonesia, Forbes K. Wilson. Duta Besar Amerika Serikat (saat itu) untuk Indonesia, Marshall Green, nampak berdiri di ujung kiri yang terjadi pada tanggal 7 April 1967 #sejarah #tempodulu

 Penandatanganan kontrak karya Freeport 


Dalam foto ini nampak Menteri Pertambangan RI, Ir. Slamet Bratanata (duduk paling kanan) lalu di sebelahnya adalah Robert C. Hills, Presiden dari Freeport Sulphur dan duduk di sudut kiri adalah Manager Freeport Indonesia, Forbes K. Wilson. Duta Besar Amerika Serikat (saat itu) untuk Indonesia, Marshall Green, nampak berdiri di ujung kiri yang terjadi pada tanggal 7 April 1967




ASAL-USUL RATU KALINAYAMAT & PANGERAN KALINYAMAT Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat. Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus. Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib. Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Demak, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri. Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara. Oleh: Sejarah Cirebon

 ASAL-USUL RATU KALINAYAMAT & PANGERAN KALINYAMAT


Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.



Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.


Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.


Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri Sultan Demak, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.


Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.


Oleh: Sejarah Cirebon

28 February 2025

Potret Bung Karno dan Bu Fat sungkem di kaki Ida Ayu Nyoman Rai ini diambil fotografer Life John Florea di Blitar 19 Des 1945. Potret kiri itu rusak, negatifnya mungkin berjamur dsb. Bukan sengaja diedit. @mere_cetphoto #sejarah #soekarno #tempodulu

 Potret Bung Karno dan Bu Fat sungkem di kaki Ida Ayu Nyoman Rai ini diambil fotografer Life John Florea di Blitar 19 Des 1945.



Potret kiri itu rusak, negatifnya mungkin berjamur dsb. Bukan sengaja diedit. @mere_cetphoto



Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor Hoesein Djajadiningrat adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Ia lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat Watu, Serang, Banten. Riwayat pendidikan: Lulus dari Hoogere Burgerschool (HBS) Melanjutkan pendidikan ke Leiden University, Belanda Memperoleh gelar doktor pada 3 Mei 1913 Karya tulis: Disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten yang membahas pandangan kritis terhadap sejarah Banten Pencapaian: Salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia Pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar Ahli keislaman yang terkenal pada masa hidupnya Bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia Kiprah: Mengajar Recht Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia Mengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI) Membuka mata kuliah Islamologi di Fakultas Ilmu Budaya UI CC : @Sejarah Cirebon

 Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor


Hoesein Djajadiningrat adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Ia lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat Watu, Serang, Banten. 



Riwayat pendidikan: 

Lulus dari Hoogere Burgerschool (HBS)

Melanjutkan pendidikan ke Leiden University, Belanda

Memperoleh gelar doktor pada 3 Mei 1913


Karya tulis: 

Disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten yang membahas pandangan kritis terhadap sejarah Banten


Pencapaian: 

Salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia

Pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar

Ahli keislaman yang terkenal pada masa hidupnya

Bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia


Kiprah: 

Mengajar Recht Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia

Mengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI)

Membuka mata kuliah Islamologi di Fakultas Ilmu Budaya UI


CC : @Sejarah Cirebon

Anggota Laskar pasukan milisi rakyat pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, berpose sambil menunggu kereta di peron, kemungkinan di Batavia, sekitar 1947. (1) Fotografer: Cas Oorthuys #potolawasjakarta #batavia #jakarta #pejuang

 Anggota Laskar pasukan milisi rakyat pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, berpose sambil menunggu kereta di peron, kemungkinan di Batavia, sekitar 1947. (1) 

Fotografer: Cas Oorthuys




PERANG TONDANO II Perang Tondano di Minahasa vs Belanda (1808-1809) terjadi karena para pemimpin Minahasa menolak monopoli beras Belanda, serta menolak perekrutan pemuda² Minahasa untuk diterjunkan dalam.perang² Belanda di Jawa & Sumatera. Para Waraney (prajurit Munahasa) bahkan kaum wanita melakukan perlawanan luar biasa hingga titik darah penghabisan. Benteng Moraya dan danau Tondano berubah jadi warna merah darah. Belanda mendatangkan pasukan bantuan dari kesultanan Ternate (dikenal dengan pasukan perahu/kora2) dan kerajaan lainnya sekitar Minahasa. Di bundel Ternate nomor 1160 September 1909 tertulis bahwa para pemimpin Minahasa yang adalah penyusun strategi dalam.perang tersebut diantaranya: Tewu, Matulandi, Sarapung, Korengkeng (Tondano), Mamahit (Remboken) & Lontoh (Kamasi Tomohon). Meski perjuangan & kematian para Waraney ini begitu mengenaskan karena Belanda menggunakan taktik tipu daya dengan menyandera wanita dan anak anak, hingga sebagian Waraney rela menukarkan diri mereka untuk dibunuh demi menyelamatkan para sandera......., tapi kami orang Minahasa tak pernah menganggap bahwa orang Ternate dan yang lainnya adalah pengkhianat, karena 2 hal: 1. Saat itu NKRI blm tercipta 2. Sesama kami orang Minahasa juga sebelumnya saling berperang seperti negara² kota di Yunani.. masa sebelum kami menyebut diri kami sebagai Minahasa (Mina Esa) yg artinya: MENJADI SATU. Foto 1 : Suasana dalam benteng Moraya setelah dikuasai Belanda. Foto 2 : Patung monumen Mamahit dari Rembiken. Foto 3 : Adegan film Benteng Moraya

 PERANG TONDANO II


Perang Tondano di Minahasa vs Belanda  (1808-1809) terjadi karena para pemimpin Minahasa menolak monopoli beras Belanda, serta menolak perekrutan pemuda² Minahasa untuk diterjunkan dalam.perang² Belanda di Jawa & Sumatera.

Para Waraney (prajurit Munahasa) bahkan kaum wanita melakukan perlawanan luar biasa hingga titik darah  penghabisan. Benteng Moraya dan danau Tondano berubah jadi warna merah darah.   Belanda mendatangkan pasukan bantuan dari kesultanan Ternate (dikenal dengan pasukan perahu/kora2) dan kerajaan lainnya sekitar Minahasa.


Di bundel Ternate nomor 1160 September 1909 tertulis bahwa

para pemimpin Minahasa yang adalah penyusun strategi dalam.perang tersebut diantaranya: Tewu, Matulandi, Sarapung, Korengkeng (Tondano), Mamahit (Remboken) & Lontoh (Kamasi Tomohon).


Meski perjuangan & kematian para Waraney ini begitu mengenaskan karena Belanda menggunakan taktik tipu daya dengan menyandera wanita dan anak anak, hingga sebagian Waraney rela menukarkan diri mereka untuk dibunuh demi menyelamatkan para sandera......., tapi kami orang Minahasa tak pernah menganggap bahwa orang Ternate dan yang lainnya adalah pengkhianat,  karena 2 hal:

1. Saat itu NKRI  blm tercipta

2. Sesama kami orang Minahasa juga sebelumnya saling berperang seperti negara² kota di Yunani..  masa sebelum kami menyebut diri kami sebagai Minahasa (Mina Esa) yg artinya: MENJADI SATU.


Foto 1 :  Suasana dalam benteng Moraya setelah dikuasai Belanda.




Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947. Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul. Nationaal Archief #sejarah #tempodulu

 Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947.


Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul.


Nationaal Archief



Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947. Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul. Nationaal Archief #sejarah #tempodulu

 Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947.



Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul.


Nationaal Archief


#sejarah #tempodulu

27 February 2025

**Sejarah Singkat Suku Betawi** Suku Betawi adalah salah satu kelompok etnis asli Indonesia yang berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Nama "Betawi" sendiri berasal dari kata "Batavia," nama yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Jakarta pada abad ke-17. Suku Betawi merupakan hasil dari akulturasi berbagai budaya yang terjadi selama berabad-abad, menjadikannya salah satu suku yang kaya akan keragaman budaya di Indonesia. **Asal Usul dan Perkembangan** Suku Betawi baru diakui sebagai etnis tersendiri pada awal abad ke-20. Sebelumnya, wilayah Jakarta adalah tempat bertemunya berbagai kelompok etnis dari berbagai penjuru Nusantara dan dunia, seperti Melayu, Bugis, Jawa, Sunda, Bali, Ambon, Tionghoa, Arab, dan India. Akulturasi antara kelompok-kelompok ini, yang terjadi akibat perdagangan, pernikahan, dan interaksi sehari-hari, membentuk identitas budaya Betawi yang unik. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Batavia menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan, menarik pendatang dari berbagai daerah dan negara. Pendatang ini membawa tradisi dan budaya mereka, yang kemudian bercampur dengan budaya lokal. Generasi keturunan dari hasil percampuran ini dikenal sebagai masyarakat Betawi. Identitas Betawi semakin jelas setelah kelompok ini mulai menetap di sekitar Jakarta, terutama setelah sistem tanam paksa dan urbanisasi. **Budaya dan Tradisi** Budaya Betawi sangat beragam dan merupakan perpaduan elemen lokal dengan pengaruh asing. Dalam bidang seni, Betawi dikenal dengan kesenian seperti **Lenong** (teater tradisional), **Ondel-Ondel** (boneka raksasa), dan musik tradisional seperti **Gambang Kromong**, yang memadukan alat musik tradisional dengan pengaruh Tionghoa. Dalam hal kuliner, masakan Betawi juga mencerminkan keragaman ini. Beberapa makanan khas Betawi seperti **Soto Betawi**, **Kerak Telor**, dan **Asinan Betawi** menunjukkan perpaduan bahan dan cita rasa yang kaya. Pakaian adat Betawi juga mencerminkan pengaruh multikultural. Misalnya, pakaian kebaya yang dipakai perempuan Betawi terpengaruh budaya Melayu dan Tionghoa, sedangkan pria Betawi biasanya mengenakan baju koko dan peci, yang menunjukkan pengaruh Arab. **Kehidupan Sosial ** Masyarakat Betawi dikenal dengan gaya hidup yang santai dan ramah. Mereka memegang erat tradisi kekeluargaan, gotong royong, dan adat istiadat. Salah satu tradisi penting dalam budaya Betawi adalah perayaan **Lebaran Betawi**, sebuah acara besar yang biasanya diadakan untuk merayakan Idul Fitri sambil memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas. **Perubahan dan Tantangan** Seiring perkembangan Jakarta menjadi ibu kota negara, masyarakat Betawi menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas budaya mereka. Urbanisasi, modernisasi, dan tekanan ekonomi membuat banyak orang Betawi pindah ke pinggiran kota, seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini menyebabkan budaya Betawi kerap tergeser oleh budaya urban yang serba modern. Meski demikian, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan budaya Betawi. Pemerintah DKI Jakarta dan komunitas lokal sering mengadakan festival budaya, pelatihan seni tradisional, dan promosi kuliner Betawi untuk menjaga warisan budaya mereka tetap hidup. ** Penutup** Suku Betawi adalah cerminan nyata dari keragaman dan perpaduan budaya yang membentuk Indonesia. Meskipun menghadapi tantangan zaman, semangat masyarakat Betawi untuk mempertahankan identitas mereka tetap kuat. Dengan melestarikan tradisi dan budaya mereka, suku Betawi terus menjadi salah satu kekayaan budaya yang berharga bagi Indonesia. #betawi #sukubetawi #jakarta #batavia #sejarahbetawi #sejarahbatavia

**Sejarah Singkat Suku Betawi**  

Suku Betawi adalah salah satu kelompok etnis asli Indonesia yang berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Nama "Betawi" sendiri berasal dari kata "Batavia," nama yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Jakarta pada abad ke-17. Suku Betawi merupakan hasil dari akulturasi berbagai budaya yang terjadi selama berabad-abad, menjadikannya salah satu suku yang kaya akan keragaman budaya di Indonesia.  



**Asal Usul dan Perkembangan**
  
Suku Betawi baru diakui sebagai etnis tersendiri pada awal abad ke-20. Sebelumnya, wilayah Jakarta adalah tempat bertemunya berbagai kelompok etnis dari berbagai penjuru Nusantara dan dunia, seperti Melayu, Bugis, Jawa, Sunda, Bali, Ambon, Tionghoa, Arab, dan India. Akulturasi antara kelompok-kelompok ini, yang terjadi akibat perdagangan, pernikahan, dan interaksi sehari-hari, membentuk identitas budaya Betawi yang unik.  

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Batavia menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan, menarik pendatang dari berbagai daerah dan negara. Pendatang ini membawa tradisi dan budaya mereka, yang kemudian bercampur dengan budaya lokal. Generasi keturunan dari hasil percampuran ini dikenal sebagai masyarakat Betawi. Identitas Betawi semakin jelas setelah kelompok ini mulai menetap di sekitar Jakarta, terutama setelah sistem tanam paksa dan urbanisasi.  

**Budaya dan Tradisi**  

Budaya Betawi sangat beragam dan merupakan perpaduan elemen lokal dengan pengaruh asing. Dalam bidang seni, Betawi dikenal dengan kesenian seperti **Lenong** (teater tradisional), **Ondel-Ondel** (boneka raksasa), dan musik tradisional seperti **Gambang Kromong**, yang memadukan alat musik tradisional dengan pengaruh Tionghoa.  

Dalam hal kuliner, masakan Betawi juga mencerminkan keragaman ini. Beberapa makanan khas Betawi seperti **Soto Betawi**, **Kerak Telor**, dan **Asinan Betawi** menunjukkan perpaduan bahan dan cita rasa yang kaya.  

Pakaian adat Betawi juga mencerminkan pengaruh multikultural. Misalnya, pakaian kebaya yang dipakai perempuan Betawi terpengaruh budaya Melayu dan Tionghoa, sedangkan pria Betawi biasanya mengenakan baju koko dan peci, yang menunjukkan pengaruh Arab.  

**Kehidupan Sosial **  
Masyarakat Betawi dikenal dengan gaya hidup yang santai dan ramah. Mereka memegang erat tradisi kekeluargaan, gotong royong, dan adat istiadat. Salah satu tradisi penting dalam budaya Betawi adalah perayaan **Lebaran Betawi**, sebuah acara besar yang biasanya diadakan untuk merayakan Idul Fitri sambil memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat luas.  

**Perubahan dan Tantangan**
  
Seiring perkembangan Jakarta menjadi ibu kota negara, masyarakat Betawi menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas budaya mereka. Urbanisasi, modernisasi, dan tekanan ekonomi membuat banyak orang Betawi pindah ke pinggiran kota, seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini menyebabkan budaya Betawi kerap tergeser oleh budaya urban yang serba modern.  

Meski demikian, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan budaya Betawi. Pemerintah DKI Jakarta dan komunitas lokal sering mengadakan festival budaya, pelatihan seni tradisional, dan promosi kuliner Betawi untuk menjaga warisan budaya mereka tetap hidup.  

** Penutup**  

Suku Betawi adalah cerminan nyata dari keragaman dan perpaduan budaya yang membentuk Indonesia. Meskipun menghadapi tantangan zaman, semangat masyarakat Betawi untuk mempertahankan identitas mereka tetap kuat. Dengan melestarikan tradisi dan budaya mereka, suku Betawi terus menjadi salah satu kekayaan budaya yang berharga bagi Indonesia.

#betawi #sukubetawi #jakarta #batavia #sejarahbetawi #sejarahbatavia

Sebuah tank Sherman milik Belanda mengalami kerusakan di Surabaya, 1946 Royal Netherlands Navy #sejarah #tempodulu

 Sebuah tank Sherman milik Belanda mengalami kerusakan di Surabaya, 1946


Royal Netherlands Navy



#sejarah #tempodulu

KNIL Jawa saat di Aceh tersenyum, bersama penjajah Belanda CC, sejarah cirebon

 KNIL Jawa saat di Aceh tersenyum, bersama penjajah Belanda



CC, sejarah cirebon

KECELAKAAN "ADU BANTENG" ERA SCS Salah satu kecelakaan kereta api paling disorot di jalur milik perusahaan trem SCS terjadi pada tgl 11 Mei 1921. Dari keterangan foto ini berasal, ditulis jika lokasinya ada di Djerakah. Namun berdasarkan dari laporan SCS, secara spesifik peristiwa ini terjadi dekat Stopplaats Karangbalong, sebuah perhentian trem antara St. Semarang West / Poncol dan Halte Djerakah. Kecelakaan ini melibatkan kereta barang yang dihela traksi ganda lokomotif, SCS seri 101 (kini; B5021) dan 117 (B5217) dari Semarang yang "beradu banteng" dengan kereta rangkaian campuran dari arah berlawanan dengan lokomotif no. 23 (kelas B20). Tercatat 3 penumpang pribumi tewas, 17 penumpang pribumi lainnya luka-luka, dan 3 pegawai KA mengalami cedera. Serta dampak kerusakan materiil yang cukup besar Kepala St. Semarang Poncol bernama De Lang menjadi tersangka tunggal atas perkara pilu tsb. Saat proses peradilan, ia mengakui kesalahannya melepas keberangkatan kereta barang dari St. Poncol tanpa menunggu terlebih dulu kedatangan kereta campuran dari arah barat di St. Poncol. De Lang mengungkap jika lalu lintas dan jadwal di stasiun yang sibuk terkait mondar-mandirnya kereta pengangkut pasir untuk proyek jalur baru membuatnya kebingungan. Tahun 1921 diketahui SCS memang masih sibuk dengan penyelesaian proyek beberapa petak ruas jalur "shortcut" Semarang - Cirebon. Foto: Wereldculturen.nl

 KECELAKAAN "ADU BANTENG" ERA SCS


Salah satu kecelakaan kereta api paling disorot di jalur milik perusahaan trem SCS terjadi pada tgl 11 Mei 1921. Dari keterangan foto ini berasal, ditulis jika lokasinya ada di Djerakah. Namun berdasarkan dari laporan SCS, secara spesifik peristiwa ini terjadi dekat Stopplaats Karangbalong, sebuah perhentian trem antara St. Semarang West / Poncol dan Halte Djerakah.  



Kecelakaan ini melibatkan kereta barang yang dihela traksi ganda lokomotif, SCS seri 101 (kini; B5021) dan 117 (B5217) dari Semarang yang "beradu banteng" dengan kereta rangkaian campuran dari arah berlawanan dengan lokomotif no. 23 (kelas B20). 


Tercatat 3 penumpang pribumi tewas, 17 penumpang pribumi lainnya luka-luka, dan 3 pegawai KA mengalami cedera. Serta dampak kerusakan materiil yang cukup besar


Kepala St. Semarang Poncol bernama De Lang menjadi tersangka tunggal atas perkara pilu tsb. Saat proses peradilan, ia mengakui kesalahannya melepas keberangkatan kereta barang dari St. Poncol tanpa menunggu terlebih dulu kedatangan kereta campuran dari arah barat di St. Poncol. 


De Lang mengungkap jika lalu lintas dan jadwal di stasiun yang sibuk terkait mondar-mandirnya kereta pengangkut pasir untuk proyek jalur baru membuatnya kebingungan.


Tahun 1921 diketahui SCS memang masih sibuk dengan penyelesaian proyek beberapa petak ruas jalur "shortcut" Semarang - Cirebon.


Foto: Wereldculturen.nl

REKOR 1 ABAD KEKOSONGAN KEKUASAAN KERAJAAN SRIWIJAYA Berdasarkan catatan berita dari Kronik China dari zaman Dinasti Tang Chou I (618 - 690 M) tercatat bahwa Shih-li-fo-shih (Sriwijaya) pernah mengirim duta utusan ke China antara tahun 670 - 673 Masehi. Selanjutnya dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Tang II (705 - 907 Masehi) dikatakan bahwa Shih-li-fo-shih mengirim duta utusan ke China antara tahun 713 - 741 Masehi. Selanjutnya pengiriman duta utusan ke China yang terakhir terjadi pada tahun 742 Masehi, lalu pada tahun 775 Masehi Sriwijaya membuat Prasasti Ligor sisi A (di Thailand), lalu tidak lama setelah itu di tahun yang sama Jawa membuat Prasasti Ligor sisi B menggunakan Aksara Jawa Kuno (di Thailand), dan setelah itu tidak ada kabar berita lagi dari Sriwijaya atau bisa dikatakan hilang sejarahnya hingga sampai tahun 859 Masehi? Setelah lama menghilang, pada tahun 860 Masehi, berita tentang Swarnabhumi muncul lagi pada Prasasti Nalanda (di India) atas nama Balaputradewa cucu dari Raja Jawa. Dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Song (960 - 1279 Masehi) datang lagi duta utusan pada tahun 960 Masehi dari San-fo-tsi (Swarnabhumi) atas nama Raja She-li-hou-ta-hsia. Nama raja Swarnabhumi yang dimaksud oleh catatan berita dari Kronik China tersebut adalah Udayaditya Warmadewa (960 - 988 Masehi). Menurut komparasi dari Kronik China dengan prasasti-prasasti yang disebutkan di atas tersebut, telah terjadi kekosongan kekuasaan di Sriwijaya dari tahun 775 - 859 Masehi. Menurut Kronik China, Sriwijaya (Shih-li-fo-shih) telah digantikan oleh kerajaan Swarnabhumi (San-fo-tsi). Pertanyaannya adalah apakah yang terjadi pada Sriwijaya antara tahun 775 - 859 Masehi? KESIMPULAN : Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya benar-benar terjadi masa vakum/kekosongan kekuasaan selama hampir satu abad. Hipotesa : Ada hipotesa yang sangat liar dari kami bahwa ulasan tersebut mengindikasikan telah terjadi kehancuran di Sriwijaya? Entah itu karena bencana alam atau kalah perang atau malah penjajahan dari kerajaan yang lain (walaupun hal tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang lama/tidak lebih dari satu abad)? Ringkasan : Tahun 746 Masehi. Menurut Prasasti Wanwa Tnah menyebut Maharaja Panangkaran naik tahta sebagai Raja Mataram Kuno (746 M). Tahun 775 Masehi. Menurut Prasasti Ligor sisi A (775 M) menyebut gelar Raja Sriwijaya dengan sebutan Raja, Bupati, dan Pati. Menurut Prasasti Ligor sisi B yang menggunakan Aksara Jawa Kuno (Kawi) menyebut gelar Maharaja dan Sailendra. Tahun 778 Masehi. Menurut Prasasti Kalasan menyebut Maharaja Panangkaran dengan gelar Maharaja dan Sailendra (778 M). Prasasti Ligor dengan Prasasti Kalasan adalah Prasasti-prasasti satu jaman karena hanya berjarak 3 tahun (775 - 778 M). Tahun 851 Masehi. Menurut Catatan Sulaiman "RIHLAH AS-SIRAFIY" (851 M) Sriwijaya masih dalam jajahan Jawa. Tahun 860 Masehi. Menurut Prasasti Nalanda, Balaputradewa menjadi Raja Swarnabhumi (860 M), berita ini menggunakan Aksara Pallawa. Jawab : (Mari cari jawabannya) Pelaut Persia bernama SULAIMAN AL-TAJIR AL-SIRAFI (Pada tahun 851 Masehi) dalam bukunya : "RIHLAH AS-SIRAFIY" menjelaskan : 1. ZABAJ (Jawa/Pulau Jelai/Padi). Raja ZABAJ menguasai KALAH (atau Kedah Malaysia) dan Raja ZABAJ juga menguasai SRIBUZA (atau Sriwijaya). Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kekuasaan Jawa, karena Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Jawa menurut Prasasti NALANDA dan Prasasti LIGOR sisi B. 2. MAHARAJA (Rajadiraja). Raja ZABAJ disebut MAHARAJA (atau AL-MAHARIJ). Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Kerajaan Jawa, karena gelaran Maharaja sesuai dengan gelar Raja Mataram Kuno. 3. PANJANG PULAU. Panjang pulau ZABAJ hanya setengah dari panjang pulau AL-RAMI (atau SUMATERA). Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan perbandingan kondisi kedua Pulau yaitu antara panjang Pulau Jawa berbanding dengan panjang Pulau Sumatera, panjang Pulau Jawa hanya setengah dari panjang Pulau Sumatera. 4. Di pulau AL-Rami ada penduduk yang KANIBAL. 5. ZABAG PENDUDUKNYA PADAT. ZABAJ disebut penduduknya sangat padat. Karena ketika fajar, ayam-ayam dari desa satu ke desa yang lain saling bersahutan (bisa saling terhubung hingga saling sahut-bersahutan/saking padatnya). Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kondisi Demografi di Jawa yang sangat padat. 6. GUNUNG VULKANIK TERAKTIF. ZABAJ mempunyai Gunung Berapi yang ketika malam berasap, dan saat siang mengeluarkan lahar/erupsi. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai juga dengan Gunung Merapi di Yogyakarta, karena Gunung Merapi di Yogyakarta ini adalah Gunung Vulkanik yang paling aktif. 7. KEAGUNGAN MAHARAJA ZABAJ. Maharaja ZABAJ menguasai banyak pulau di sekitarnya, sampai 1000 farsakh jauhnya atau lebih. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Kemaharajaan Mataram Kuno menguasai Khmer Kamboja, menguasai Filipina, menguasai Champa, menguasai Sriwijaya dan wilayahnya. Lihat prasasti Keping Tembaga Laguna Filipina, prasasti Po Nagar, prasasti Yang Tikuh, dan lain-lain. 8. SUJUD KEPADA ZABAJ. Penduduk Khmer sangat menghormati Maharaja ZABAG, setiap pagi mereka bersujud ke arah ZABAG. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Raja Khmer Kamboja yaitu Jayawarman II pernah tinggal di Jawa. 9. JARAK. Jarak ZABAJ dari KALAH (atau KEDAH MALAYSIA) yaitu 20 hari perjalanan kapal. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan jarak Semenanjung dengan Jawa. Sama seperti dalam kisah Hang Tuah waktu pergi berkunjung ke Majapahit. 10. ZABAJ MENYERANG KAMBOJA. Bala tentara ZABAJ pernah menyerang KHMER Kamboja dengan Armada Kapal yang besar jumlahnya. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan beberapa prasasti Sejarah. Sangat sesuai dengan prasasti di Kamboja yaitu prasasti Po Nagar. Penjelasan, prasasti Po Ngar menyebutkan bahwa Jawa pernah menyerang Chen-la Kamboja hingga tahun 802. 11. SUBUR. Tanah ZABAJ disebutkan sangat subur. Konfirmasi : Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Jawa lagi ini. KESIMPULAN : "Sangat jelas dari bukti-bukti ini bahwa JAWA YANG PERNAH MENGUASAI SWARNADWIPA". Catatan Tambahan : ZABAJ itu adalah : Jawa. Sriwijaya itu adalah : SRIBUZA. Al-Rami itu adalah : Sumatera. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa ZABAJ penduduknya padat, dan ZABAJ itu luasnya separuh dari pulau AL-RAMI (atau SUMATRA) Zabaj itu Jawa (Kemaharajaan Mdang ri Bhumi Mataram ~> Mataram Kuno). ZABAJ mempunyai Raja bergelar Maharaja. Dalam banyak Prasasti disebutkan bahwa Jawa itu rajanya bergelar Sri Maharaja dan dipuji sebagai Sailendra vamsa tilaka sya. Wangsa ini juga disebut yang berhasil menjajah Sriwijaya. Dalam Catatan Sejarah Sulaiman ini : ZABAJ disebutkan telah menyerang Khmer. Dan dalam Sejarah serta banyak Prasasti, hanya Jawa yang disebutkan telah berhasil menang menyerang Khmer, bukan Sriwijaya. Prasasti Keping Tembaga Laguna FILIPINA juga menyebut : PENGUASA MDANG (Mataram Kuno). Tidak ada bukti peninggalan Sriwijaya di Filipina. PRASASTI NALANDA juga menyebut bahwa Balaputradewa adalah cucu dari Raja Jawa, semakin sesuai dengan Laporan Catatan Sejarah dari Sulaiman. Prasasti Ligor sisi B (Di Thailand) juga terindikasi mengandung pengaruh Jawa, karena memakai Aksara Jawa Kuno (Kawi) dan ada gelar Raja Jawa di dalamnya. TIADA JEJAK HISTORIS WANGSA SAILENDRA DI SRIWIJAYA SEBELUM ABAD KE-9 MASEHI. KEHADIRAN wangsa Sailendra di Sriwijaya pda awalnya dmulai pda abad ke-9 Masehi setelah Balaputradewa mnjadi Raja Sriwijaya. Pda prasasti Nalanda diterangkan bahawa Balaputradewa adalah cucu Raja Jawa. Dngn demikian mulai hadirlah wangsa Sailendra di Sriwijaya yng dbawa oleh Balaputradewa berasal dari Jawa. PERTANYAANNYA adalah jika Balaputradewa orang Jawa, ini artinya anak-keturunan Balaputradewa yng mnjadi Raja-Raja di Sriwijaya (dari abad ke-9 hingga ke-11 Masehi) adalah keturunan Jawa semua. Walaupun Raja-Raja Sriwijaya keturunan Jawa semua, tpi kuli-kuli dan budak-budaknya tetap saja orang-orang Sriwijaya. Sriwijaya mulai menghilang dri sejarah terjadi pda abad ke-11 Masehi setelah Sriwijaya dijajah oleh Chola (Orang-orang Tamil Dravida dri India Selatan), maka dri itu wajah orang-orang Sriwijaya macem Dravida, kerna dah beranak-pinak.

 REKOR 1 ABAD KEKOSONGAN KEKUASAAN KERAJAAN SRIWIJAYA


Berdasarkan catatan berita dari Kronik China dari zaman Dinasti Tang Chou I (618 - 690 M) tercatat bahwa Shih-li-fo-shih (Sriwijaya) pernah mengirim duta utusan ke China antara tahun 670 - 673 Masehi.



Selanjutnya dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Tang II (705 - 907 Masehi) dikatakan bahwa Shih-li-fo-shih mengirim duta utusan ke China antara tahun 713 - 741 Masehi.


Selanjutnya pengiriman duta utusan ke China yang terakhir terjadi pada tahun 742 Masehi, lalu pada tahun 775 Masehi Sriwijaya membuat Prasasti Ligor sisi A (di Thailand), lalu tidak lama setelah itu di tahun yang sama Jawa membuat Prasasti Ligor sisi B menggunakan Aksara Jawa Kuno (di Thailand), dan setelah itu tidak ada kabar berita lagi dari Sriwijaya atau bisa dikatakan hilang sejarahnya hingga sampai tahun 859 Masehi?


Setelah lama menghilang, pada tahun 860 Masehi, berita tentang Swarnabhumi muncul lagi pada Prasasti Nalanda (di India) atas nama Balaputradewa cucu dari Raja Jawa.


Dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Song (960 - 1279 Masehi) datang lagi duta utusan pada tahun 960 Masehi dari San-fo-tsi (Swarnabhumi) atas nama Raja She-li-hou-ta-hsia.


Nama raja Swarnabhumi yang dimaksud oleh catatan berita dari Kronik China tersebut adalah Udayaditya Warmadewa (960 - 988 Masehi).


Menurut komparasi dari Kronik China dengan prasasti-prasasti yang disebutkan di atas tersebut, telah terjadi kekosongan kekuasaan di Sriwijaya dari tahun 775 - 859 Masehi.


Menurut Kronik China, Sriwijaya (Shih-li-fo-shih) telah digantikan oleh kerajaan Swarnabhumi (San-fo-tsi).


Pertanyaannya adalah apakah yang terjadi pada Sriwijaya antara tahun 775 - 859 Masehi?


KESIMPULAN :


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya benar-benar terjadi masa vakum/kekosongan kekuasaan selama hampir satu abad.


Hipotesa :


Ada hipotesa yang sangat liar dari kami bahwa ulasan tersebut mengindikasikan telah terjadi kehancuran di Sriwijaya? Entah itu karena bencana alam atau kalah perang atau malah penjajahan dari kerajaan yang lain (walaupun hal tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang lama/tidak lebih dari satu abad)?


Ringkasan :


Tahun 746 Masehi.

Menurut Prasasti Wanwa Tnah menyebut Maharaja Panangkaran naik tahta sebagai Raja Mataram Kuno (746 M).


Tahun 775 Masehi.

Menurut Prasasti Ligor sisi A (775 M) menyebut gelar Raja Sriwijaya dengan sebutan Raja, Bupati, dan Pati.

Menurut Prasasti Ligor sisi B yang menggunakan Aksara Jawa Kuno (Kawi) menyebut gelar Maharaja dan Sailendra.


Tahun 778 Masehi.

Menurut Prasasti Kalasan menyebut Maharaja Panangkaran dengan gelar Maharaja dan Sailendra (778 M).

Prasasti Ligor dengan Prasasti Kalasan adalah Prasasti-prasasti satu jaman karena hanya berjarak 3 tahun (775 - 778 M).


Tahun 851 Masehi.

Menurut Catatan Sulaiman "RIHLAH AS-SIRAFIY" (851 M) Sriwijaya masih dalam jajahan Jawa.


Tahun 860 Masehi.

Menurut Prasasti Nalanda, Balaputradewa menjadi Raja Swarnabhumi (860 M), berita ini menggunakan Aksara Pallawa.


Jawab : (Mari cari jawabannya)


Pelaut Persia bernama SULAIMAN AL-TAJIR AL-SIRAFI (Pada tahun 851 Masehi) dalam bukunya : "RIHLAH AS-SIRAFIY" menjelaskan : 


1. ZABAJ (Jawa/Pulau Jelai/Padi).

Raja ZABAJ menguasai KALAH (atau Kedah Malaysia) dan Raja ZABAJ juga menguasai SRIBUZA (atau Sriwijaya).

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kekuasaan Jawa, karena Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Jawa menurut Prasasti NALANDA dan Prasasti LIGOR sisi B.


2. MAHARAJA (Rajadiraja).

Raja ZABAJ disebut MAHARAJA (atau AL-MAHARIJ).

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Kerajaan Jawa, karena gelaran Maharaja sesuai dengan gelar Raja Mataram Kuno.


3. PANJANG PULAU.

Panjang pulau ZABAJ hanya setengah dari panjang pulau AL-RAMI (atau SUMATERA).

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan perbandingan kondisi kedua Pulau yaitu antara panjang Pulau Jawa berbanding dengan panjang Pulau Sumatera, panjang Pulau Jawa hanya setengah dari panjang Pulau Sumatera.


4. Di pulau AL-Rami ada penduduk yang KANIBAL.


5. ZABAG PENDUDUKNYA PADAT.

ZABAJ disebut penduduknya sangat padat. Karena ketika fajar, ayam-ayam dari desa satu ke desa yang lain saling bersahutan (bisa saling terhubung hingga saling sahut-bersahutan/saking padatnya).

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kondisi Demografi di Jawa yang sangat padat.


6. GUNUNG VULKANIK TERAKTIF.

ZABAJ mempunyai Gunung Berapi yang ketika malam berasap, dan saat siang mengeluarkan lahar/erupsi.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai juga dengan Gunung Merapi di Yogyakarta, karena Gunung Merapi di Yogyakarta ini adalah Gunung Vulkanik yang paling aktif.


7. KEAGUNGAN MAHARAJA ZABAJ.

Maharaja ZABAJ menguasai banyak pulau di sekitarnya, sampai 1000 farsakh jauhnya atau lebih.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Kemaharajaan Mataram Kuno menguasai Khmer Kamboja, menguasai Filipina, menguasai Champa, menguasai Sriwijaya dan wilayahnya. Lihat prasasti Keping Tembaga Laguna Filipina, prasasti Po Nagar, prasasti Yang Tikuh, dan lain-lain.


8. SUJUD KEPADA ZABAJ.

Penduduk Khmer sangat menghormati Maharaja ZABAG, setiap pagi mereka bersujud ke arah ZABAG.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Raja Khmer Kamboja yaitu Jayawarman II pernah tinggal di Jawa.


9. JARAK.

Jarak ZABAJ dari KALAH (atau KEDAH MALAYSIA) yaitu 20 hari perjalanan kapal.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan jarak Semenanjung dengan Jawa. Sama seperti dalam kisah Hang Tuah waktu pergi berkunjung ke Majapahit.


10. ZABAJ MENYERANG KAMBOJA.

Bala tentara ZABAJ pernah menyerang KHMER Kamboja dengan Armada Kapal yang besar jumlahnya.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan beberapa prasasti Sejarah. Sangat sesuai dengan prasasti di Kamboja yaitu prasasti Po Nagar. Penjelasan, prasasti Po Ngar menyebutkan bahwa Jawa pernah menyerang Chen-la Kamboja hingga tahun 802.


11. SUBUR.

Tanah ZABAJ disebutkan sangat subur.

Konfirmasi :

Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Jawa lagi ini.


KESIMPULAN :


"Sangat jelas dari bukti-bukti ini bahwa JAWA YANG PERNAH MENGUASAI SWARNADWIPA".


Catatan Tambahan :


ZABAJ itu adalah : Jawa.


Sriwijaya itu adalah : SRIBUZA.


Al-Rami itu adalah : Sumatera.


Dalam buku tersebut disebutkan bahwa ZABAJ penduduknya padat, dan ZABAJ itu luasnya separuh dari pulau AL-RAMI (atau SUMATRA)


Zabaj itu Jawa (Kemaharajaan Mdang ri Bhumi Mataram ~> Mataram Kuno).


ZABAJ mempunyai Raja bergelar Maharaja.


Dalam banyak Prasasti disebutkan bahwa Jawa itu rajanya bergelar Sri Maharaja dan dipuji sebagai Sailendra vamsa tilaka sya.


Wangsa ini juga disebut yang berhasil menjajah Sriwijaya.


Dalam Catatan Sejarah Sulaiman ini : ZABAJ disebutkan telah menyerang Khmer.


Dan dalam Sejarah serta banyak Prasasti, hanya Jawa yang disebutkan telah berhasil menang menyerang Khmer, bukan Sriwijaya.


Prasasti Keping Tembaga Laguna FILIPINA juga menyebut : PENGUASA MDANG (Mataram Kuno).


Tidak ada bukti peninggalan Sriwijaya di Filipina.


PRASASTI NALANDA juga menyebut bahwa Balaputradewa adalah cucu dari Raja Jawa, semakin sesuai dengan Laporan Catatan Sejarah dari Sulaiman.


Prasasti Ligor sisi B (Di Thailand) juga terindikasi mengandung pengaruh Jawa, karena memakai Aksara Jawa Kuno (Kawi) dan ada gelar Raja Jawa di dalamnya.


TIADA JEJAK HISTORIS WANGSA SAILENDRA DI SRIWIJAYA SEBELUM ABAD KE-9 MASEHI.


KEHADIRAN wangsa Sailendra di Sriwijaya pda awalnya dmulai pda abad ke-9 Masehi setelah Balaputradewa mnjadi Raja Sriwijaya.


Pda prasasti Nalanda diterangkan bahawa Balaputradewa adalah cucu Raja Jawa.


Dngn demikian mulai hadirlah wangsa Sailendra di Sriwijaya yng dbawa oleh Balaputradewa berasal dari Jawa.


PERTANYAANNYA adalah jika Balaputradewa orang Jawa, ini artinya anak-keturunan Balaputradewa yng mnjadi Raja-Raja di Sriwijaya (dari abad ke-9 hingga ke-11 Masehi) adalah keturunan Jawa semua.


Walaupun Raja-Raja Sriwijaya keturunan Jawa semua, tpi kuli-kuli dan budak-budaknya tetap saja orang-orang Sriwijaya.


Sriwijaya mulai menghilang dri sejarah terjadi pda abad ke-11 Masehi setelah Sriwijaya dijajah oleh Chola (Orang-orang Tamil Dravida dri India Selatan), maka dri itu wajah orang-orang Sriwijaya macem Dravida, kerna dah beranak-pinak.

26 February 2025

Tomonggong Djaja Negara atau Tamanggung Ambo (ejaan Dayak Ngaju) adalah seorang Kepala suku Dayak yang memimpin Pulau Petak Ulu (dan Pulau Telo), yang kemudian dilantik sebagai Distriktshoofd van Kwala-Kapoeas (Kepala Distrik Kuala Kapuas). Dia diangkat oleh Belanda untuk memimpin benteng di Ujung Murung pada tahun 1860. Dia adalah tokoh Dayak Ngaju. Dia membangun rumah betang di Hampatung pada tahun 1863. Sayangnya, dia termasuk pihak yang membantu Belanda dalam memerangi Tumenggung Surapati dalam Perang Barito. berijut merupakan Lukisan dari Tamanggung Ambo Nikodemus yang dibuat oleh kolonial Hindia Belanda. #sejarah #kalimantantengah

 Tomonggong Djaja Negara atau Tamanggung Ambo (ejaan Dayak Ngaju) adalah seorang Kepala suku Dayak yang memimpin Pulau Petak Ulu (dan Pulau Telo), yang kemudian dilantik sebagai Distriktshoofd van Kwala-Kapoeas (Kepala Distrik Kuala Kapuas).



Dia diangkat oleh Belanda untuk memimpin benteng di Ujung Murung pada tahun 1860. Dia adalah tokoh Dayak Ngaju. Dia membangun rumah betang di Hampatung pada tahun 1863. Sayangnya, dia termasuk pihak yang membantu Belanda dalam memerangi Tumenggung Surapati dalam Perang Barito.


berijut merupakan Lukisan dari Tamanggung Ambo Nikodemus yang dibuat oleh kolonial Hindia Belanda. #sejarah #kalimantantengah

Kisah Perseteruan Majapahit Timur dan Majapahit Barat Dipicu Stempel dari Kaisar China ________________________________________________ Kerajaan Majapahit menjalin hubungan dengan Kekaisaran China semasa Raja Hayam Wuruk berkuasa. Hubungan bilateral ini terus berjalan saat Majapahit terbelah menjadi dua timur dan barat. Di Kerajaan Majapahit barat Wikramawardhana tampil sebagai raja masih meneruskan tradisi hubungan baik dengan Kekaisaran China itu. Ketika Cheng Tsu naik tahta sebagai kaisar baru di China juga memberitahukan kepada Raja Wikramawardhana. Sang Kaisar yang bergelar Yung Lo ini juga sering mengirimkan utusan ke Kerajaan Majapahit. Pada awal masa pemerintahan Kaisar Yung Lo inilah menugaskan Laksamana Cheng Ho yang sangat terkenal dan berulang kali dikirim ke Majapahit. Kaisar Yung Lo memerintah dari tahun 1403 hingga 1424. Bahkan secara khusus Yung Lo sebagaimana dikisahkan pada "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" ia mengirimkan utusan penobatannya sebagai kaisar baru pada 1403 yang disambut dengan pengiriman utusan balasan oleh Wikramawardhana. Utusan balasan ini untuk mengucapkan selamat atas terpilihnya sang kaisar memimpin wilayah Kekaisaran China. Hubungan antara negeri China dan Majapahit makin hari bertambah rapat, lebih-lebih setelah Raja Majapahit Wikramawardhana menerima stempel perak berlapis emas dari Kaisar. Sebagai tanda terima kasih Wikramawardhana mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti. Tetapi rupanya kiriman stempel perak berlapis emas itu membangkitkan niat Raja Kerajaan Majapahit bagian Timur untuk juga mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti. Namun maksud utama pengiriman utusan itu ialah untuk minta stempel sebagai tanda pengakuan resmi dari pihak kaisar. Ternyata permintaan itu dikabulkan, pemberian stempel itu membuktikan bahwa Kaisar Yung Lo memperlakukan Kerajaan Timur sejajar dengan Kerajaan Barat, atau Kerajaan Majapahit utama, sekaligus merupakan pengakuan resmi Kaisar kepada Kerajaan Timur lepas dari kekuasaan Kerajaan Barat. Hal itu pasti membangkitkan ketidaksenangan pihak Kerajaan Barat. Kemudian timbul ketegangan antara Kerajaan Majapahit Barat dan Kerajaan Majapahit Timur. Sejarah Dinasti Ming menyatakan bahwa raja Kerajaan Majapahit Timur itu bernama Put-ling-ta-ha. Nama itu kiranya ialah transliterasi Cina dari gelar asli Bhre (ng) Daha; suatu bukti bahwa Bhre Wirabhumi benar bergelar Bhre Daha sejak tahun 1371 sepeninggal Bhre Daha Dyah Wiyat Sri Rajadewi. Apa yang dilakukan oleh Kaisar Yung Lo terhadap Kerajaan Timur, sama tepat dengan apa yang dilakukan Kaisar Hung Wu terhadap Suwarnabhumi pada tahun 1376. Tindakan itu merugikan kesatuan Kerajaan Majapahit, karena tindakan itu memecah-belah kesatuan negara Majapahit. Demikianlah bagi Majapahit hubungan dengan China kala itu lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

 Kisah Perseteruan Majapahit Timur dan Majapahit Barat Dipicu Stempel dari Kaisar China

________________________________________________



Kerajaan Majapahit menjalin hubungan dengan Kekaisaran China semasa Raja Hayam Wuruk berkuasa. Hubungan bilateral ini terus berjalan saat Majapahit terbelah menjadi dua timur dan barat. Di Kerajaan Majapahit barat Wikramawardhana tampil sebagai raja masih meneruskan tradisi hubungan baik dengan Kekaisaran China itu. Ketika Cheng Tsu naik tahta sebagai kaisar baru di China juga memberitahukan kepada Raja Wikramawardhana.


Sang Kaisar yang bergelar Yung Lo ini juga sering mengirimkan utusan ke Kerajaan Majapahit. Pada awal masa pemerintahan Kaisar Yung Lo inilah menugaskan Laksamana Cheng Ho yang sangat terkenal dan berulang kali dikirim ke Majapahit. Kaisar Yung Lo memerintah dari tahun 1403 hingga 1424.


Bahkan secara khusus Yung Lo sebagaimana dikisahkan pada "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" ia mengirimkan utusan penobatannya sebagai kaisar baru pada 1403 yang disambut dengan pengiriman utusan balasan oleh Wikramawardhana. Utusan balasan ini untuk mengucapkan selamat atas terpilihnya sang kaisar memimpin wilayah Kekaisaran China. Hubungan antara negeri China dan Majapahit makin hari bertambah rapat, lebih-lebih setelah Raja Majapahit Wikramawardhana menerima stempel perak berlapis emas dari Kaisar. Sebagai tanda terima kasih Wikramawardhana mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti.


Tetapi rupanya kiriman stempel perak berlapis emas itu membangkitkan niat Raja Kerajaan Majapahit bagian Timur untuk juga mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti. Namun maksud utama pengiriman utusan itu ialah untuk minta stempel sebagai tanda pengakuan resmi dari pihak kaisar. Ternyata permintaan itu dikabulkan, pemberian stempel itu membuktikan bahwa Kaisar Yung Lo memperlakukan Kerajaan Timur sejajar dengan Kerajaan Barat, atau Kerajaan Majapahit utama, sekaligus merupakan pengakuan resmi Kaisar kepada Kerajaan Timur lepas dari kekuasaan Kerajaan Barat.


Hal itu pasti membangkitkan ketidaksenangan pihak Kerajaan Barat. Kemudian timbul ketegangan antara Kerajaan Majapahit Barat dan Kerajaan Majapahit Timur. Sejarah Dinasti Ming menyatakan bahwa raja Kerajaan Majapahit Timur itu bernama Put-ling-ta-ha. Nama itu kiranya ialah transliterasi Cina dari gelar asli Bhre (ng) Daha; suatu bukti bahwa Bhre Wirabhumi benar bergelar Bhre Daha sejak tahun 1371 sepeninggal Bhre Daha Dyah Wiyat Sri Rajadewi. Apa yang dilakukan oleh Kaisar Yung Lo terhadap Kerajaan Timur, sama tepat dengan apa yang dilakukan Kaisar Hung Wu terhadap Suwarnabhumi pada tahun 1376. Tindakan itu merugikan kesatuan Kerajaan Majapahit, karena tindakan itu memecah-belah kesatuan negara Majapahit. Demikianlah bagi Majapahit hubungan dengan China kala itu lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

DAFTAR PRASASTI YANG MENYEBUT MEDANG DAN JAWA DILUAR NEGERI pada Abad 7 Masehi. Priode abad 7 Masehi Vietnam : 1. Prasasti Po nagar 2. Prasasti Champa 3. Prasasti Samrong 4. Prasasti Yan Tikuh Kamboja : 1. Prasasti Sdok ka thom 2. Prasasti Khmer 3. Prasasti Sri Maharaja Zabag Filipina : 1. Prasasti Tembaga Laguna Perpaduan Borobudur dan Prambanan. Fakta" silpin-silpin Jawa melahirkan Karya Seni arsitektur Nusantara, Dan Tipologi bangunan di pakai sampai belahan ASIA TENGGARA. ●Borobudur dibangun tahun 770 Masehi Dan Menurut prasasti Siwagrha, candi pramabanan dibangun pada tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa Kerajaan Medang Mataram. ●Candi Kamboja dibangun pada 881 Masehi oleh Indrawarman I, raja Kamboja. Bakong adalah salah salah satu generasi candi pertama Kamboja yang terletak di Hariharalaya (sekarang Rulous), ibukota pertama kerajaan Kamboja. Kenapa sebuah candi yang terletak jauh dari Jawa terpengaruh arsitektur candi Jawa? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat prasasti Sdok Kok Thom. Prasasti Sdok Kok Thom yang ditemukan di Kamboja bahwa Jayawarman II, pendiri dinasti Angkor Kamboja, dulunya besar dan dididik di Jawa, sebelum ia kembali ke Kamboja. Kerajaan Jawa yang berkuasa saat itu adalah Mataram Kuno yang kekuasannya membentang dari pesisir Kamboja di Barat hingga selatan Filipina di timur (lihat prasasti Manila Bay di Filipina).

 DAFTAR PRASASTI YANG MENYEBUT MEDANG DAN JAWA DILUAR NEGERI pada Abad 7 Masehi.



Priode abad 7 Masehi

Vietnam : 

1. Prasasti Po nagar

2. Prasasti Champa

3. Prasasti Samrong

4. Prasasti Yan Tikuh 


Kamboja :

1. Prasasti Sdok ka thom

2. Prasasti Khmer

3. Prasasti Sri Maharaja Zabag 


Filipina :

1. Prasasti Tembaga Laguna


 Perpaduan Borobudur dan Prambanan.


Fakta" silpin-silpin Jawa melahirkan Karya Seni arsitektur Nusantara, Dan Tipologi bangunan di pakai sampai belahan ASIA TENGGARA.


●Borobudur dibangun tahun 770 Masehi Dan Menurut prasasti Siwagrha, candi pramabanan dibangun pada  tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa Kerajaan Medang Mataram.


●Candi Kamboja  dibangun pada 881 Masehi oleh Indrawarman I, raja Kamboja. 


Bakong adalah salah salah satu generasi candi pertama Kamboja yang terletak di Hariharalaya (sekarang Rulous), ibukota pertama kerajaan Kamboja.


Kenapa sebuah candi yang terletak jauh dari Jawa terpengaruh arsitektur candi Jawa? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat prasasti Sdok Kok Thom.


Prasasti Sdok Kok Thom yang ditemukan di Kamboja bahwa Jayawarman II, pendiri dinasti Angkor Kamboja, dulunya besar dan dididik di Jawa, sebelum ia kembali ke Kamboja. Kerajaan Jawa yang berkuasa saat itu adalah Mataram Kuno yang kekuasannya membentang dari pesisir Kamboja di Barat hingga selatan Filipina di timur (lihat prasasti Manila Bay di Filipina).

Dua prajurit TNI dari front Semarang menjadi perhatian khalayak. Di latar belakang tampak pamflet "Ati-ati Telinga Mata Musuh" Dok. Indonesia zaman dulu Sumber. 📷 Hugo Wilmar. Spaarnestad Photo Waktu/tempat. Yogyakarta, Desember 1947 Peristiwa. #sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #semarang #yogyakarta #divisisiliwangi #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

 Dua prajurit TNI dari front Semarang menjadi perhatian khalayak. Di latar belakang tampak pamflet "Ati-ati Telinga Mata Musuh"



Dok. Indonesia  zaman dulu

Sumber.

📷 Hugo Wilmar. Spaarnestad Photo

Waktu/tempat. Yogyakarta, Desember 1947

Peristiwa. 


#sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #semarang #yogyakarta #divisisiliwangi #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

Misteri Makam Keramat Sepanjang 7 Meter di Hutan Angker Alas Purwo. Alas Purwo di Banyuwangi disebut sebagai tempat terangker di Jawa Timur, bahkan di Pulau Jawa. Konon, Alas Purwo menjadi lokasi kerajaan jin. Kalau melihat dengan kedua mata biasa, Alas Purwo memang terlihat seperti hutan pada umumnya. Akan tetapi, bagi pemilik mata batin mereka akan melihat ada sebuah kerajaan jin yang besar dan megah di hutan ini. Ada yang mengatakan jika seseorang memiliki niat jahat saat masuk ke Alas Purwo, maka orang tersebut tidak akan pernah bisa menemukan jalan keluar, orang-orang yang tersesat di Alas Purwo ini sudah diculik oleh bangsa jin. Kalaupun ada yang kembali karena bisa menemukan jalan keluar, orang tersebut akan mengalami gangguan jiwa alias gila. Sejumlah orang yang dinyatakan hilang di Alas Purwo tidak pernah ditemukan jasadnya. Misteri makam sepanjang 7 meter di Alas Purwo, ukuran makam pada umumnya adalah 1×2 meter. Panjang makam rata-rata tidak lebih dari 3 meter. Namun di Alas Purwo ada sebuah makam dengan panjang 7 meter. Makam yang diberi nama Makam "Mbah Dowo" ini dikramatkan oleh masyarakat sekitar. Makam dengan panjang 7 meter ini menjadi salah satu misteri Alas Purwo. Konon, yang dikubur di makan ini bukanlah jasad manusia, melainkan tombak pusaka milik Mpu Barada yang dititipkan pada Suryo Bojonegoro untuk diberikan kepada Raja Klungkung (Bali). Tombak sakti ini nantinya akan digunakan oleh Raja Klungkung untuk melawan seorang wanita dengan ilmu hitam yang tinggi. Sayangnya, Suryo Bojonegoro melanggar amanah yang dipercayakan kepadanya dengan membuka tempat tombak pusaka tersebut sebelum ia sampai di Kerajaan Klungkung. Secara ajaib, tombak ajaib tersebut kembali ke dalam tanah dan tidak bisa diambil oleh siapapun. Akhirnya, Suryo Bojonegoro mengabdikan seluruh hidupnya untuk menjaga benda pusaka yang terkubur di dalam tanah itu. Saat ini, Makam Mbah Dowo dianggap sebagai salah satu tempat dengan aura positif di Alas Purwo. Penjaga makam ini berwujud sosok tak kasat mata yang menyerupai senopati, tetapi bukan sosok Suryo Bojonegoro. Komplek makam dijaga oleh prajurit tak kasat mata, sehingga aura di sekitar makam ini positif dan kontras sekali dengan aura di luar komplek makam yang sarat dengan aura negatif.

 Misteri Makam Keramat Sepanjang 7 Meter di Hutan Angker Alas Purwo.

Alas Purwo di Banyuwangi disebut sebagai tempat terangk


er di Jawa Timur, bahkan di Pulau Jawa. Konon, Alas Purwo menjadi lokasi kerajaan jin.


Kalau melihat dengan kedua mata biasa, Alas Purwo memang terlihat seperti hutan pada umumnya. Akan tetapi, bagi pemilik mata batin mereka akan melihat ada sebuah kerajaan jin yang besar dan megah di hutan ini.

Ada yang mengatakan jika seseorang memiliki niat jahat saat masuk ke Alas Purwo, maka orang tersebut tidak akan pernah bisa menemukan jalan keluar, orang-orang yang tersesat di Alas Purwo ini sudah diculik oleh bangsa jin. Kalaupun ada yang kembali karena bisa menemukan jalan keluar, orang tersebut akan mengalami gangguan jiwa alias gila. Sejumlah orang yang dinyatakan hilang di Alas Purwo tidak pernah ditemukan jasadnya.

Misteri makam sepanjang 7 meter di Alas Purwo, ukuran makam pada umumnya adalah 1×2 meter. Panjang makam rata-rata tidak lebih dari 3 meter. Namun di Alas Purwo ada sebuah makam dengan panjang 7 meter. Makam yang diberi nama Makam "Mbah Dowo" ini dikramatkan oleh masyarakat sekitar.

Makam dengan panjang 7 meter ini menjadi salah satu misteri Alas Purwo. Konon, yang dikubur di makan ini bukanlah jasad manusia, melainkan tombak pusaka milik Mpu Barada yang dititipkan pada Suryo Bojonegoro untuk diberikan kepada Raja Klungkung (Bali). Tombak sakti ini nantinya akan digunakan oleh Raja Klungkung untuk melawan seorang wanita dengan ilmu hitam yang tinggi.

Sayangnya, Suryo Bojonegoro melanggar amanah yang dipercayakan kepadanya dengan membuka tempat tombak pusaka tersebut sebelum ia sampai di Kerajaan Klungkung. Secara ajaib, tombak ajaib tersebut kembali ke dalam tanah dan tidak bisa diambil oleh siapapun. Akhirnya, Suryo Bojonegoro mengabdikan seluruh hidupnya untuk menjaga benda pusaka yang terkubur di dalam tanah itu.

Saat ini, Makam Mbah Dowo dianggap sebagai salah satu tempat dengan aura positif di Alas Purwo. Penjaga makam ini berwujud sosok tak kasat mata yang menyerupai senopati, tetapi bukan sosok Suryo Bojonegoro. Komplek makam dijaga oleh prajurit tak kasat mata, sehingga aura di sekitar makam ini positif dan kontras sekali dengan aura di luar komplek makam yang sarat dengan aura negatif.

25 February 2025

Jaka Umbaran, Anak "Yang Terlantar" Menjadi Penasehat Kerajaan Mataram Jaka Umbaran merupakan putra dari Sutawijaya (Panembahan Senopati). Kisah berawal saat Ki Ageng Pemanahan, ayah dari Sutawijaya, menjodohkan Sutawijaya dengan Niken Purwasari atau Rara Lembayung, putri dari Ki Ageng Giring III. Namun, Sutawijaya tidak memiliki ketertarikan pada Niken Purwasari. Meski demikian, pernikahan tetap dilangsungkan di kediaman Ki Ageng Giring III, Beberapa minggu setelah pernikahan tersebut, Danang Sutawijaya memutuskan untuk kembali ke Pajang dan meninggalkan Niken Purwasari dengan sebuah keris tanpa sarung. Sebuah benda yang kelak akan menjadi simbol bukti dirinya sebagai ayah dari anak yang akan lahir dari Niken Purwasari. Tak lama setelah itu, Niken Purwasari melahirkan seorang putra yang diberi nama "Jaka Umbaran" yang artinya "anak laki laki yang ditelantarkan", yang kemudian diasuh dan dibesarkan oleh sang ibu dan kakeknya, Ki Ageng Giring III. Dalam asuhan keluarga besar Giring, Jaka Umbaran tumbuh menjadi sosok yang ingin tahu akan identitas ayahnya. Ketika Jaka Umbaran beranjak dewasa, ia mulai mempertanyakan asal-usulnya dan menanyakan sosok ayahnya kepada sang ibu. Meski enggan menceritakan, Niken Purwasari akhirnya mengakui bahwa ayah Jaka Umbaran adalah seorang bangsawan besar di Kotagede. Berbekal keris tanpa sarung yang dulu ditinggalkan oleh ayahnya, Jaka Umbaran berangkat ke Kotagede untuk mencari sosok ayahnya. Setibanya di Kotagede, Jaka Umbaran berhasil bertemu dengan Sutawijaya, yang saat itu telah menjadi Raja Mataram bergelar Panembahan Senopati. Jaka Umbaran meminta kepada Panembahan senopati supaya diakui sebagai anaknha. Namun, Panembahan Senopati sebagai ayah enggan menerima Jaka Umbaran begitu saja sebagai putranya. Setelah melalui perjuangan yang berat, Jaka Umbaran akhirnya berhasil mendapat pengakuan sebagai putra Mataram dengan gelar "Pangeran Purbaya". Di Keraton Mataram, Pangeran Purbaya menerima pendidikan keras dalam seni bela diri, ilmu agama, dan berbagai ilmu kehidupan lainnya. Ia dikenal sebagai sosok pemberani dan terampil di medan perang, bahkan beberapa kali terlibat dalam berbagai pertempuran. Salah satu pertempuran besar yang ia ikuti adalah melawan penguasa Madiun, Pangeran Timur, yang dikenal dengan sebutan “Bedhah Madiun.” Perang tersebut menandai ketangguhan Pangeran Purbaya sebagai ksatria yang mewarisi semangat perjuangan ayahnya. Pangeran Purbaya bukanlah putra mahkota, Posisi putra mahkota jatuh kepada Raden Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati. Naskah babad mengisahkan putra Panembahan Senopati yang paling sakti ada dua. Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda, sedangkan yang kedua adalah Purbaya. Ia merupakan pelindung takhta Mataram saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645). Pangeran Purbaya sangat berjasa dalam membantu Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar, membangun kerajaan yang besar dan kuat. Sultan Agung sendiri merupakan keponakan Pangeran Purbaya Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung). Pangeran Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur dalam pertempuran tersebut sebagai seorang yang telah mengabdi kepada tiga generasi Mataram. * Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber

 Jaka Umbaran, Anak "Yang Terlantar" Menjadi Penasehat Kerajaan Mataram

Jaka Umbaran merupakan putra dari Sutawijaya (Panembahan Senopati). Kisah berawal saat Ki Ageng Pemanahan, ayah dari Sutawijaya, menjodohkan Sutawijaya dengan Niken Purwasari atau Rara Lembayung, putri dari Ki Ageng Giring III. Namun, Sutawijaya tidak memiliki ketertarikan pada Niken Purwasari. 



Meski demikian, pernikahan tetap dilangsungkan di kediaman Ki Ageng Giring III, Beberapa minggu setelah pernikahan tersebut, Danang Sutawijaya memutuskan untuk kembali ke Pajang dan meninggalkan Niken Purwasari dengan sebuah keris tanpa sarung. 

Sebuah benda yang kelak akan menjadi simbol bukti dirinya sebagai ayah dari anak yang akan lahir dari Niken Purwasari. Tak lama setelah itu, Niken Purwasari melahirkan seorang putra yang diberi nama "Jaka Umbaran" yang artinya "anak laki laki yang ditelantarkan", yang kemudian diasuh dan dibesarkan oleh sang ibu dan kakeknya, Ki Ageng Giring III. 

Dalam asuhan keluarga besar Giring, Jaka Umbaran tumbuh menjadi sosok yang ingin tahu akan identitas ayahnya. Ketika Jaka Umbaran beranjak dewasa, ia mulai mempertanyakan asal-usulnya dan menanyakan sosok ayahnya kepada sang ibu. Meski enggan menceritakan, Niken Purwasari akhirnya mengakui bahwa ayah Jaka Umbaran adalah seorang bangsawan besar di Kotagede. 

Berbekal keris tanpa sarung yang dulu ditinggalkan oleh ayahnya, Jaka Umbaran berangkat ke Kotagede untuk mencari sosok ayahnya. 

Setibanya di Kotagede, Jaka Umbaran berhasil bertemu dengan Sutawijaya, yang saat itu telah menjadi Raja Mataram bergelar Panembahan Senopati. Jaka Umbaran meminta kepada Panembahan senopati supaya diakui sebagai anaknha. Namun, Panembahan Senopati sebagai ayah enggan menerima Jaka Umbaran begitu saja sebagai putranya.

Setelah melalui perjuangan yang berat, Jaka Umbaran akhirnya berhasil mendapat pengakuan sebagai putra Mataram dengan gelar "Pangeran Purbaya".

Di Keraton Mataram, Pangeran Purbaya menerima pendidikan keras dalam seni bela diri, ilmu agama, dan berbagai ilmu kehidupan lainnya. Ia dikenal sebagai sosok pemberani dan terampil di medan perang, bahkan beberapa kali terlibat dalam berbagai pertempuran. 

Salah satu pertempuran besar yang ia ikuti adalah melawan penguasa Madiun, Pangeran Timur, yang dikenal dengan sebutan “Bedhah Madiun.” Perang tersebut menandai ketangguhan Pangeran Purbaya sebagai ksatria yang mewarisi semangat perjuangan ayahnya.

Pangeran Purbaya bukanlah putra mahkota, Posisi putra mahkota jatuh kepada Raden Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati.

Naskah babad mengisahkan putra Panembahan Senopati yang paling sakti ada dua. Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda, sedangkan yang kedua adalah Purbaya. Ia merupakan pelindung takhta Mataram saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645).

Pangeran Purbaya sangat berjasa dalam membantu Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar, membangun kerajaan yang besar dan kuat. Sultan Agung sendiri merupakan keponakan Pangeran Purbaya

Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).

Pangeran Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676  saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur dalam pertempuran tersebut sebagai seorang yang telah mengabdi kepada tiga generasi Mataram.

* Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber

CANDI TERTUA SE-PULAU JAWA DAN SE-INDONESIA ADA DI TENGAH -TENGAH MASYARAKAT BETAWI. Para ahli sejarah di Indonesia telah sekian lama meneliti candi ini. Meskipun ukuran candinya tidak besar, tapi ternyata usianya beberapa abad lebih tua jika dibandingkan dengan Candi Borobudur. Para ahli juga sangat meyakini jika di area ini masih sangat banyak candi yang terkubur. Belum terungkap. Masih misteri. Candi Borobudur yang berasal dari abad ke -8 saja, terkubur tanah saat pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda. Apalagi candi di wilayah ini yang usianya beberapa abad lebih tua dari Borobudur. Bahkan ada sumber berita yang mengatakan jika semua candi itu berhasil tergali, maka Indonesia akan punya komplek percandian yang sangat luas seperti yang ada di Bagan Myanmar. Ini adalah komplek percandian Batujaya yang terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh juga dari perbatasan Kabupaten Bekasi. Candi ini adalah peninggalan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Hindu pertama dan tertua di Pulau Jawa. Kemunculanya hampir 1000 tahun lebih dulu dari Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Bagian Timur. Tarumanagara dianggap sebagai kerajaan tertua di Jawa, karena merujuk pada prasasti kerajaan yang ditemukan memiliki angka lebih tua daripada prasasti-prasasti kerajaan lainya di Pulau Jawa. Memang kerajaan ini bercorak India. Akan tetapi bukan berarti penghuni mula-mula pulau Jawa (Yavadvipa), khususnya Jawa Bagian Barat yang kini dihuni salah satunya oleh Orang Betawi adalah Orang India. Di bagian Barat Pulau Jawa terdapat Piramida Gunung Padang yang disinyalir usianya lebih tua dari Piramida Mesir Kuno. Ini merupakan salah satu bukti yang menunjukan sudah adanya kehidupan manusia sebelum Tarumanagara. Bukti lainya adalah masyarakat lokal di wilayah Pulau Jawa, khususnya Jawa Bagian Barat sudah memiliki keyakinan agama sendiri sebelum adanya agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh Orang India. Ini terlihat dari ditemukanya banyak tempat-tempat pemujaan. Sampai sekarang pun agama-agama tua itu masih bisa kita lihat seperti agama Sunda Wiwitan, dan beragam agama kebatinan lainya. Tapi, karena kesepakatan para ahli sejarah yang menentukan awal mula dimulainya era sejarah itu setelah adanya peninggalan tulisan, dan karena prasasti adalah salah satu bentuk tulisan, maka Tarumanagara lah yang diakui sebagai awal permulaan era sejarah di pulau Jawa (Yavadvipa / Pulau kaya beras). Bangsa India membawa agama Hindu dan Budha. Selain itu juga membawa sistem kerajaan, budaya menulis prasasti, dan kebiasaan membangun Candi di Yavadvipa. Mereka berinteraksi dengan masyarakat lokal yang sudah ada di Nusantara. Memberi warna dalam perjalanan sejarah bagi Bangsa Indonesia. Masyarakat Betawi patut berbangga. Karena, meskipun candi-candi yang ada di area ini bukanlah peninggalan orang-orang Betawi, tapi orang Betawi punya andil dalam menjaga situs kekayaan sejarah bangsa Indonesia yang ada di sini. Situs percandian ini berada di tengah area masyarakat Betawi (dan juga masyarakat Sunda) di Karawang yang telah saling berbaur. Corak budaya kehidupan masyarakat di sekitar candi yang menjadi aura daya tarik tersendiri dari tempat ini. Tidak ada salahnya kita mempromosikan wisata sejarah candi ini. Agar semakin banyak orang yang tahu dan mendapat banyak sudut pandang soal perjalanan sejarah kehidupan bangsa. Selain itu agar semakin banyak orang datang mengenal ke lingkungan masyarakat Betawi Karawang yang ada di sekitar Candi.

 CANDI TERTUA SE-PULAU JAWA DAN SE-INDONESIA ADA DI TENGAH -TENGAH MASYARAKAT BETAWI. 


Para ahli sejarah di Indonesia telah sekian lama meneliti candi ini. Meskipun ukuran candinya tidak besar, tapi ternyata usianya beberapa abad lebih tua jika dibandingkan dengan Candi Borobudur. 



Para ahli juga sangat meyakini jika di area ini masih sangat banyak candi yang terkubur. Belum terungkap. Masih misteri. Candi Borobudur yang berasal dari abad ke -8 saja, terkubur tanah saat pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda. Apalagi candi di wilayah ini yang usianya beberapa abad lebih tua dari Borobudur.  


Bahkan ada sumber berita yang mengatakan jika semua candi itu berhasil tergali, maka Indonesia akan punya komplek percandian yang sangat luas seperti yang ada di Bagan Myanmar. 


Ini adalah komplek percandian Batujaya yang terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh juga dari perbatasan Kabupaten Bekasi. 


Candi ini adalah peninggalan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Hindu pertama dan tertua di Pulau Jawa. Kemunculanya hampir 1000 tahun lebih dulu dari Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Bagian Timur. 


Tarumanagara dianggap sebagai kerajaan tertua di Jawa, karena merujuk pada prasasti kerajaan yang ditemukan memiliki angka lebih tua daripada prasasti-prasasti kerajaan lainya di Pulau Jawa. 


Memang kerajaan ini bercorak India. Akan tetapi bukan berarti penghuni mula-mula pulau Jawa (Yavadvipa), khususnya Jawa Bagian Barat yang kini dihuni salah satunya oleh Orang Betawi adalah Orang India. 


Di bagian Barat Pulau Jawa terdapat Piramida Gunung Padang yang disinyalir usianya lebih tua dari Piramida Mesir Kuno. Ini merupakan salah satu bukti yang menunjukan sudah adanya kehidupan manusia sebelum Tarumanagara. Bukti lainya adalah masyarakat lokal di wilayah Pulau Jawa, khususnya Jawa Bagian Barat sudah memiliki keyakinan agama sendiri sebelum adanya agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh Orang India. Ini terlihat dari ditemukanya banyak tempat-tempat pemujaan. Sampai sekarang pun agama-agama tua itu masih bisa kita lihat seperti agama Sunda Wiwitan, dan beragam agama kebatinan lainya. 


Tapi, karena kesepakatan para ahli sejarah yang menentukan awal mula dimulainya era sejarah itu setelah adanya peninggalan tulisan, dan karena prasasti adalah salah satu bentuk tulisan, maka Tarumanagara lah yang diakui sebagai awal permulaan era sejarah di pulau Jawa (Yavadvipa / Pulau kaya beras). 


Bangsa India membawa agama Hindu dan Budha. Selain itu juga membawa sistem kerajaan, budaya menulis prasasti, dan kebiasaan membangun Candi di Yavadvipa. Mereka berinteraksi dengan masyarakat lokal yang sudah ada di Nusantara. Memberi warna dalam perjalanan sejarah bagi Bangsa Indonesia. 


Masyarakat Betawi patut berbangga. Karena, meskipun candi-candi yang ada di area ini bukanlah peninggalan orang-orang Betawi, tapi orang Betawi punya andil dalam menjaga situs kekayaan sejarah bangsa Indonesia yang ada di sini. Situs percandian ini berada di tengah area masyarakat Betawi (dan juga masyarakat Sunda) di Karawang yang telah saling berbaur. Corak budaya kehidupan masyarakat di sekitar candi yang menjadi aura daya tarik tersendiri dari tempat ini. 


Tidak ada salahnya kita mempromosikan wisata sejarah candi ini. Agar semakin banyak orang yang tahu dan mendapat banyak sudut pandang soal perjalanan sejarah kehidupan bangsa. Selain itu agar semakin banyak orang datang mengenal ke lingkungan masyarakat Betawi Karawang yang ada di sekitar Candi.

Kerajaan Kediri bisa dihancurkan oleh tiga gabungan pasukan Mongol, pasukan Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja, dari Madura. Langkah selanjutnya yakni bagaimana caranya mengusir tentara Mongol dari Pulau Jawa. Sekali lagi Raden Wijaya dan Arya Wiraraja menggunakan strategi licik dan cerdik. Kemenangan peperangan melawan Kediri ini konon membuat pasukan Tartar Mongol begitu senang. Selayaknya kemenangan perang, maka diadakanlah pesta yang melibatkan seluruh pasukan Mongol, Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja. Tapi menariknya di sela-sela pesta itu Raden Wijaya dan pasukannya pamit pulang. Alasannya mereka kembali ke Desa Tarik, untuk mempersiapkan diri menyerahkan dirinya ke tentara Mongol. Dikisahkan pada "Sandyakala di Timur Jawa (1042 - 1527 M) : Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" pulangnya Raden Wijaya dan pasukannya ke Tarik disetujui oleh pimpinan pasukan Mongol. Bahkan pimpinan pasukan Mongol secara khusus mengutus sekitar ratusan pasukannya untuk mengawal kepulangan rombongan Majapahit ini. Pengawalan ini sebagai bentuk bagian dari skema penyerahan diri yang disepakati antara Raden Wijaya dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol dari Cina. Sejarah Cina kemudian mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya yang kembali ke Tarik membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit. Penumpasan pertama rombongan Mongol itu dilakukan oleh Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang Majapahit yang merupakan paman dan keponakan tersebut. Setelah rombongan yang jadi penghalang itu telah habis, Raden Wijaya dan para panglimanya menyusun rencana lanjutan, yaitu untuk menyerang balik pasukan Mongol yang sedang dilanda 'mabuk kemenangan'. Dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju markas utama pasukan Mongol dan melancarkan serangan tiba-tiba. Pasukan Mongol yang masih larut dalam pesta pora usai menang perang tak menyangka bakal menerima serangan balasan, dari pasukan yang turut serta berperang melawan Kediri di Daha. Alhasil serangan gabungan Majapahit dan pasukan Madura dari Arya Wiraraja ini mampu membunuh banyak prajurit Mongol di markas utama. Sisanya berusaha untuk lari ke kapal mereka. Tapi mereka terus dikejar oleh pasukan gabungan Jawa-Madura. Setelah mencapai sebuah candi, tentara Mongol disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu. Raden Wijaya tidak menyerang Mongol secara langsung, sebaliknya ia menggunakan semua taktik yang memungkinkan untuk mengacaukan dan mengurangi pasukan musuh sedikit demi sedikit. Selama pelarian itulah pasukan Mongol juga kehilangan semua rampasan perang yang ditangkap sebelum dari Kediri. Mereka terpaksa harus memikirkan nyawa masing-masing agar bisa selamat kembali ke kapal, dan cabut dari tanah Jawa. Sumber: Okezone #fyp #viral #viralkan #trending #foto #tokodunia #sorotan #motivasi #pramoedyaanantatoer #seabadpramoedyaanantatoer #quotes #kutipantokoh #sastra #sastrawan #tetralogiburu #bumimanusia #anaksemuabangsa #jejaklangkah #rumahkaca #buku #novel #bukusastra #singgasanakata

 Kerajaan Kediri bisa dihancurkan oleh tiga gabungan pasukan Mongol, pasukan Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja, dari Madura. Langkah selanjutnya yakni bagaimana caranya mengusir tentara Mongol dari Pulau Jawa. Sekali lagi Raden Wijaya dan Arya Wiraraja menggunakan strategi licik dan cerdik.



Kemenangan peperangan melawan Kediri ini konon membuat pasukan Tartar Mongol begitu senang. Selayaknya kemenangan perang, maka diadakanlah pesta yang melibatkan seluruh pasukan Mongol, Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja. Tapi menariknya di sela-sela pesta itu Raden Wijaya dan pasukannya pamit pulang.


Alasannya mereka kembali ke Desa Tarik, untuk mempersiapkan diri menyerahkan dirinya ke tentara Mongol. Dikisahkan pada "Sandyakala di Timur Jawa (1042 - 1527 M) : Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" pulangnya Raden Wijaya dan pasukannya ke Tarik disetujui oleh pimpinan pasukan Mongol.


Bahkan pimpinan pasukan Mongol secara khusus mengutus sekitar ratusan pasukannya untuk mengawal kepulangan rombongan Majapahit ini. Pengawalan ini sebagai bentuk bagian dari skema penyerahan diri yang disepakati antara Raden Wijaya dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol dari Cina.


Sejarah Cina kemudian mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya yang kembali ke Tarik membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit. Penumpasan pertama rombongan Mongol itu dilakukan oleh Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang Majapahit yang merupakan paman dan keponakan tersebut.


Setelah rombongan yang jadi penghalang itu telah habis, Raden Wijaya dan para panglimanya menyusun rencana lanjutan, yaitu untuk menyerang balik pasukan Mongol yang sedang dilanda 'mabuk kemenangan'. Dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju markas utama pasukan Mongol dan melancarkan serangan tiba-tiba.


Pasukan Mongol yang masih larut dalam pesta pora usai menang perang tak menyangka bakal menerima serangan balasan, dari pasukan yang turut serta berperang melawan Kediri di Daha. Alhasil serangan gabungan Majapahit dan pasukan Madura dari Arya Wiraraja ini mampu membunuh banyak prajurit Mongol di markas utama.


Sisanya berusaha untuk lari ke kapal mereka. Tapi mereka terus dikejar oleh pasukan gabungan Jawa-Madura.


Setelah mencapai sebuah candi, tentara Mongol disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu. Raden Wijaya tidak menyerang Mongol secara langsung, sebaliknya ia menggunakan semua taktik yang memungkinkan untuk mengacaukan dan mengurangi pasukan musuh sedikit demi sedikit.


Selama pelarian itulah pasukan Mongol juga kehilangan semua rampasan perang yang ditangkap sebelum dari Kediri. Mereka terpaksa harus memikirkan nyawa masing-masing agar bisa selamat kembali ke kapal, dan cabut dari tanah Jawa.


Sumber: Okezone

#fyp #viral #viralkan #trending #foto #tokodunia #sorotan #motivasi 

#pramoedyaanantatoer #seabadpramoedyaanantatoer #quotes #kutipantokoh #sastra #sastrawan #tetralogiburu #bumimanusia #anaksemuabangsa #jejaklangkah #rumahkaca #buku #novel #bukusastra #singgasanakata

Gerbang Amsterdam atau Amsterdamsche Poort adalah pintu masuk Kastil Batavia bagian selatan, yang kini sudah lenyap. Bentuk Gerbang Amsterdam mirip Arc de Triomphe, monumen kemenangan berbentuk pelengkung di Paris, Perancis. Gerbang Amsterdam, yang eksis sejak abad ke-17, sempat direnovasi dan berdiri megah, tetapi akhirnya digempur untuk pembuatan jalur trem. Sisa-sisa gerbang ini lenyap sepenuhnya pada sekitar tahun 1950-an. 📸 Koleksi Perpustakaan Library #bangunanlondo #gerbangamsterdam #amsterdamschepoort #kastilbatavia #jakarta

 Gerbang Amsterdam atau Amsterdamsche Poort adalah pintu masuk Kastil Batavia bagian selatan, yang kini sudah lenyap. Bentuk Gerbang Amsterdam mirip Arc de Triomphe, monumen kemenangan berbentuk pelengkung di Paris, Perancis. Gerbang Amsterdam, yang eksis sejak abad ke-17, sempat direnovasi dan berdiri megah, tetapi akhirnya digempur untuk pembuatan jalur trem. Sisa-sisa gerbang ini lenyap sepenuhnya pada sekitar tahun 1950-an.



📸 Koleksi Perpustakaan Library


#bangunanlondo #gerbangamsterdam #amsterdamschepoort #kastilbatavia #jakarta

24 February 2025

PERTEMPURAN DI KANDANGHAUR (INDRAMAYU) Pada tanggal 8 Desember 1816 sekitar empat bulan setelah Jawa diserahkan kembali dari Britania kepada Belanda, beredar kabar bahwa sekitar 2500 orang penduduk yang berasal dari Karawang, Ciasem dan Pamanukan dengan bersenjata lengkap berusaha mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Kelompok perlawanan rakyat tersebut dipimpin oleh seorang pemuda berusia 16 tahun yang bernama Bagus Jabin, Bagus Jabin merupakan keponakan dari Bagus Rangin yang telah dihukum mati oleh pemerintah kolonial Britania pada tanggal 12 Juli 1812 di wilayah Karang Sambung.Kelompok Bagus Jabin berkumpul di Lohbener dan berniat untuk menyerang Kandang Haur, alasan penyerangan adalah untuk menggulingkan kepala daerah yang bekerjasama dengan Belanda, menuntut Belanda menghentikan sistem upeti dan mengurangi pajak. Pada tanggal 9 Desember 1816 kelompok Bagus Jabin berhasil menduduki Kandang Haur, mendengar berita pendudukan Kandang Haur, Residen Belanda untuk Cirebon yaitu Willem Nicolaas Servatius segera mengepung wilayah Kandang Haur selama sepuluh hari, Residen Willem Nicolaas Servatius kemudian memberikan peringatan agar Bagus Jabin segera menyerahkan diri namun peringatan Residen Willem Nicolaas Servatius tidak ditanggapi, maka pada tanggal 20 Desember 1816 Residen segera menyerang Kandang Haur dari arah Losarang (timur), serangan Residen Willem Nicolaas Servatius dapat ditahan oleh kelompok Bagus Jabin. Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman turut mengirim pasukannya yang berangkat melalui Wanayasa, pasukan Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman diperkuat oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Raden Adipati Adiwijaya (putera bupati Sumedang Pangeran Kusumahdinata IX) yang juga merupakan bupati Limbangan sejak 1813 (sekarang bagian dari kabupaten Garut). Pasukan keduanya kemudian berkumpul di Losarang, selain dari Priyangan dan pasukan Raden Adipati Adiwijaya, Belanda juga turut mengirim pasukan dari Semarang sebanyak 160 orang serta pasukan dari Bengawan Wetan (Palimanan) yang dipimpin oleh Raden Tumenggung Nitidiningrat, besarnya pasukan bantuan Belanda membuat kelompok Bagus Jabin terdesak, anggota kelompok Bagus Jabin yang hendak menyelamatkan diri menyebrangi Cimanuk di sebelah selatan dan timur harus berhadapan dengan pasukan Belanda yang datang dari arah Cirebon, dari peristiwa pertempuran Kandang Haur hanya dua puluh lima orang kelompok Bagus Jabin yang berhasil menyelamatkan diri, sementara 500 orang lainnya berhasil ditangkap, 100 orang mengalami luka berat dan 60 orang tewas dalam pertempuran tersebut, sementara dari pihak Belanda 15 orang tewas, termasuk didalamnya 4 orang asing dan 11 orang pribumi. Kelompok Bagus Jabin yang berhasil ditawan kemudian dibawa ke Cianjur untuk diadili. CC : @Sejarah Cirebon

 PERTEMPURAN DI KANDANGHAUR (INDRAMAYU)


Pada tanggal 8 Desember 1816 sekitar empat bulan setelah Jawa diserahkan kembali dari Britania kepada Belanda, beredar kabar bahwa sekitar 2500 orang penduduk yang berasal dari Karawang, Ciasem dan Pamanukan dengan bersenjata lengkap berusaha mengadakan perlawanan terhadap Belanda. 



Kelompok perlawanan rakyat tersebut dipimpin oleh seorang pemuda berusia 16 tahun yang bernama Bagus Jabin, Bagus Jabin merupakan keponakan dari Bagus Rangin yang telah dihukum mati oleh pemerintah kolonial Britania pada tanggal 12 Juli 1812 di wilayah Karang Sambung.Kelompok Bagus Jabin berkumpul di Lohbener dan berniat untuk menyerang Kandang Haur, alasan penyerangan adalah untuk menggulingkan kepala daerah yang bekerjasama dengan Belanda, menuntut Belanda menghentikan sistem upeti dan mengurangi pajak.


Pada tanggal 9 Desember 1816 kelompok Bagus Jabin berhasil menduduki Kandang Haur, mendengar berita pendudukan Kandang Haur, Residen Belanda untuk Cirebon yaitu Willem Nicolaas Servatius segera mengepung wilayah Kandang Haur selama sepuluh hari, Residen Willem Nicolaas Servatius kemudian memberikan peringatan agar Bagus Jabin segera menyerahkan diri namun peringatan Residen Willem Nicolaas Servatius tidak ditanggapi, maka pada tanggal 20 Desember 1816 Residen segera menyerang Kandang Haur dari arah Losarang (timur), serangan Residen Willem Nicolaas Servatius dapat ditahan oleh kelompok Bagus Jabin.


Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman turut mengirim pasukannya yang berangkat melalui Wanayasa, pasukan Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman diperkuat oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Raden Adipati Adiwijaya (putera bupati Sumedang Pangeran Kusumahdinata IX) yang juga merupakan bupati Limbangan sejak 1813 (sekarang bagian dari kabupaten Garut).


Pasukan keduanya kemudian berkumpul di Losarang, selain dari Priyangan dan pasukan Raden Adipati Adiwijaya, Belanda juga turut mengirim pasukan dari Semarang sebanyak 160 orang serta pasukan dari Bengawan Wetan (Palimanan) yang dipimpin oleh Raden Tumenggung Nitidiningrat, besarnya pasukan bantuan Belanda membuat kelompok Bagus Jabin terdesak, anggota kelompok Bagus Jabin yang hendak menyelamatkan diri menyebrangi Cimanuk di sebelah selatan dan timur harus berhadapan dengan pasukan Belanda yang datang dari arah Cirebon, dari peristiwa pertempuran Kandang Haur hanya dua puluh lima orang kelompok Bagus Jabin yang berhasil menyelamatkan diri, sementara 500 orang lainnya berhasil ditangkap, 100 orang mengalami luka berat dan 60 orang tewas dalam pertempuran tersebut, sementara dari pihak Belanda 15 orang tewas, termasuk didalamnya 4 orang asing dan 11 orang pribumi. Kelompok Bagus Jabin yang berhasil ditawan kemudian dibawa ke Cianjur untuk diadili.


CC : @Sejarah Cirebon