01 December 2025

RADEN NGABEHI RONGGOWARSITO Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah Pujangga Kesusastraan Jawa Klasik dari Kraton Surakarta. Beliau terlahir dengan nama Bagus Burhan pada hari Senin Legi tanggal 15 Maret 1802 di Dalem Yosodipuran Surakarta. Beliau wafat pada Rabu Pon tanggal 24 Desember 1873 dalam usia 71 tahun dan dimakamkan di Desa Palar, Trucuk Klaten. Sejak usia 2 tahun hingga 12 tahun Bagus Burhan diasuh oleh kakeknya Raden Ngabehi Yosodipuro II Menginjak usia 12 tahun, pada tahun 1813 Bagus Burhan dikirim oleh kakeknya belajar ke pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo. Pesantren Gebang Tinatar diasuh oleh seorang guru kenamaan pada masanya yaitu Kyai Ageng Kasan Besari. Pada waktu awal belajar di Gebang Tinatar Bagus Burhan kurang tekun mengaji dan mempelajari bahasa Arab dan cenderung nakal, tetapi berkat bimbingan Kyai Kasan Besari, Bagus Burhan bisa meninggalkan sifat kenakalannya dan meningkatkan kemampuan rohaninya. Setelah selesai belajar di Pesantren Gebang Tinatar, tahun 1815 Bagus Burhan kembali ke Dalem Yosodipuran Surakarta dan diasuh kembali oleh kakeknya R Ng Yosodipuro II. Oleh kakeknya diajarkan seni budaya dan kesusastraan Jawa. Selain itu Bagus Burhan juga berguru kepada Gusti Pangeran Buminata, adik dari Sunan Pakubuwana IV. Beliau belajar ilmu kanuragan dan jaya kawijayan. Setelah selesai berguru, tahun 1819 oleh Gusti Pangeran Buminata Bagus Burhan diabdikan ke Kraton Surakarta sebagai juru tulis, mengingat saat itu Gusti Buminata menjabat sebagai Kepala Administrasi Kraton Surakarta. Setahun menjadi juru tulis, tahun 1820 Sunan Pakubuwana IV wafat. Pada usia 19 tahun, Bagus Burhan dinikahkan dengan Raden Ayu Gombak putri dari Bupati Kediri KRA Cakraningrat cucu dari Sunan Pakubuwana III juga putra dari Gusti Pangeran Buminata. Pernikahan dilaksanakan tanggal 19 November 1821 di Dalem Buminatan perayaan dilakukan 5 hari di Dalem Buminatan dan 5 hari di Dalem Yosodipuran. 30 hari kemudian kedua mempelai diboyong ke Kediri. Setelah beberapa hari tinggal di Kadipaten Kediri, Bagus Burhan memohon ijin untuk melanjutkan menuntut ilmu ditempat lain. Meski dengan berat hati Mertua dan Istri beliau mengijinkan Bagus Burhan untuk mengembara menuntut ilmu dan pengalaman hidup selagi masih muda. Pengembaraan Bagus Burhan diawali di Ngadiluwih, disana tinggal seorang pertapa bernama Ki Tunggul Wulung. Seorang pertapa yang bijaksana dan memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Bagus Burhan banyak menimba ilmu dari beliau hingga berkat kecerdasan ketekunan dan ketrampilan mempelajari ilmu kemudian oleh Ki Tunggul Wulung, Bagus Burhan disarankan berguru kepada Ki Ajar Wirakanta di Banyuwangi. Setelah belajar di Padepokan Ki Wirakanta, Bagus Burhan melanjutkan belajar ketempat guru Ki Wirakanta yaitu Ki Ajar Sidalaku di Tabanan Bali.Setelah selesai belajar di Tabanan, Bagus Burhan kembali pulang ke Kediri menemui istrinya yang telah ditinggalkan 7 bulan lamanya. Tidak lama tinggal di Kediri, beliau dipanggil oleh Gusti Buminata untuk pulang ke Surakarta karena beliau masih punya tanggung jawab sebagai juru tulis Kraton Surakarta. Kemudian berkat usaha Gusti Buminata, Bagus Burhan diangkat sebagai Abdi Dalem Carik di Kepatihan tertanggal 28 Oktober 1822. Atas jabatan barunya beliau mendapat nama gelar Ronggo Pujangga Anom. Tahun 1826 Ronggo Pujangga Anom dinaikkan pangkatnya menjadi Mantri Carik Kadipaten Anom dengan gelar Mas Ngabehi Surataka. Ketika RT Sastranegara ayahanda beliau ditangkap Belanda dan dibawa ke Batavia, Bagus Burhan diangkat menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai Abdi Dalem Panewu Sedasa hingga tahun 1844 dengan nama gelar Raden Ngabehi Ronggowarsito. Kemudian ketika kakeknya wafat, atas usulan Gusti Buminata, Bagus Burhan menggantikan kedudukan kakeknya sebagai Pujangga Kraton Surakarta dengan gelar Kliwon Carik pada tanggal 14 September 1845 masih dengan nama gelar Raden Ngabehi Ronggowarsito. Ternyata pada masa masa itu Raden Ngabehi Ronggowarsito mengalami cobaan yang silih berganti. Setelah wafatnya sang ayahanda di Batavia kemudian meninggalnya sang kakek, tahun 1847 beliau kehilangan putra kesayangannya yang meninggal dalam usia 10 tahun. Tidak beberapa lama Gusti Buminata yang sudah beliau anggap sebagai ayahandanya juga wafat. Tahun 1848 istri beliay RAy Gombak juga wafat dalam usia 47 tahun. Tahun 1852 ibundanya juga wafat. Tahun 1852 Raden Ngabehi Ronggowarsito menikah dengan putri Bupati Wonosobo. Silsilah Raden Ngabehi Ronggowarsito: Silsilah dari garis Ayah: Sultan Hadiwijaya menikah dengan putri Sultan Trenggana berputra: 1. Pangeran Adipati Benawa (Sultan Prabuwijaya), berputra: 2. Pangeran Emas, adipati di Pajang, berputra: 3. Pangeran Arya Prabuwijaya (Panembahan Raden), berputra: 4. Pangeran Arya Wiramanggala (Kajoran), berputra: 5. Pangeran Adipati Wiramanggala di Cengkalsewu, menantu Sinuhun Seda Tegalarum, berputra: 6. Pangeran Arya Danupaya di Cengkal Sewu, berputra: 7. Raden Tumenggung Padmanagara di Pekalongan, berputra: 8. Raden Ngabei Yasadipura I, berputra: 9. Raden Tumenggung Sastranagara (Yasadipura II atau Ronggowarsito I), berputra: 10. Raden Ngabehi Mas Pajang Swara (Ronggowarsito II), berputra: 11. Raden Ngabehi Ronggowarsito III (makam di Palar). Silsilah garis Ibu: 1. Sultan Trenggana menurunkan 2. Pangeran Tg Mangkurat menurunkan 3. Pangeran Tg Sujanapura menurunkan 4. RT Wongsoboyo menurunkan 5. Ki Ageng Wongsotaruna menurunkan 6. Ki Ageng Nayataruna menurunkan 7. Raden Ng Suradirja menurunkan 8. Raden Ngt Sastranegara / Ronggowarsito II menurunkan 9. Raden Ngabehi Ronggowarsito Garwa R Ngabehi Ronggowarsito 1. RAy Gombak, trah Sunan PB III & KGPAA MNI Menurunkan: 1. RM Panji Yosokusumo 2. RM Natawijaya 3. RM Ngabehi Sontodikoro 4. RM Ronggo Cakra Pranata 5. RAy Joyo Darsono 6. RAy Yoso Pranoto Beberapa karya sastra Raden Ngabehi Ronggowarsito: 1. Serat Jaya Baya 2. Serat Kalatidha 3. Serat Pustaka Raja Purwa 4. Serat Paramayoga 5. Serat Djoko Lodang 6. Serat Cemporet 7. Serat Wirid Hidayat Jati 8. Serat Witaradya 9. Serat Jiptasara 10 Serat Wedharaga 11. Serat Pamoring Kawula Gusti 12. Suluk Sukma Lelana 13. Aji Pamasa 14. Suluk Seloka Jiwa Serat Kalatidha: Amenangi jaman edan Ewuh aya ing pambudi Melu edan nora tahan Yen tan melu anglakoni Boya keduman melik Kaliren Wekasanipun Dilalah kersa Allah Begja-begjane kang lali Luwih begja kang eling lan waspada Serat Djoko Lodang ,pupuh Gambuh : Wong alim-alim pulasan Njaba putih njero kuning Ngulama mangsah maksiat Madat madon minum main Kaji-kaji ambataning Dulban kethu putih mamprung Wadon nir wadorina Prabaweng salaka rukmi Kabeh-kabeh mung marono tingalira "Banyak orang berlagak sok alim (penuh kepalsuan), luarnya “putih” dalamnya “kuning”, banyak ulama gemar maksiat. Suka mabuk, main perempuan, dan berjudi. Yang sudah naik haji pun rusak moral dan kelakuannya. Perempuan kehilangan kewanitaannya, karena mengejar harta benda. Harta benda menjadi tujuan hidup semua orang." Oleh K.R.T Koes Sajid Jayaningrat

 RADEN NGABEHI RONGGOWARSITO



Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah Pujangga Kesusastraan Jawa Klasik dari Kraton Surakarta.

Beliau terlahir dengan nama Bagus Burhan pada hari Senin Legi tanggal 15 Maret 1802 di Dalem Yosodipuran Surakarta. Beliau wafat pada Rabu Pon  tanggal 24 Desember 1873 dalam usia 71 tahun dan dimakamkan di Desa Palar, Trucuk Klaten.

Sejak usia 2 tahun hingga 12 tahun Bagus Burhan diasuh oleh kakeknya Raden Ngabehi Yosodipuro II

Menginjak usia 12 tahun, pada tahun 1813 Bagus Burhan dikirim oleh kakeknya belajar ke pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo. Pesantren Gebang Tinatar diasuh oleh seorang guru kenamaan pada masanya yaitu Kyai Ageng Kasan Besari. Pada waktu awal belajar di Gebang Tinatar Bagus Burhan kurang tekun mengaji dan mempelajari bahasa Arab dan cenderung nakal, tetapi berkat bimbingan Kyai Kasan Besari, Bagus Burhan bisa meninggalkan sifat kenakalannya dan meningkatkan kemampuan rohaninya. Setelah selesai belajar di Pesantren Gebang Tinatar, tahun 1815 Bagus Burhan kembali ke Dalem Yosodipuran Surakarta dan diasuh kembali oleh kakeknya R Ng Yosodipuro II. Oleh kakeknya diajarkan seni budaya dan kesusastraan Jawa.

Selain itu Bagus Burhan juga berguru kepada Gusti Pangeran Buminata, adik dari Sunan Pakubuwana IV. Beliau belajar ilmu kanuragan dan jaya kawijayan. Setelah selesai berguru, tahun 1819 oleh Gusti Pangeran Buminata Bagus Burhan diabdikan ke Kraton Surakarta sebagai juru tulis, mengingat saat itu Gusti Buminata menjabat sebagai Kepala Administrasi Kraton Surakarta. Setahun menjadi juru tulis, tahun 1820 Sunan Pakubuwana IV wafat.

Pada usia 19 tahun, Bagus Burhan dinikahkan dengan Raden Ayu Gombak putri dari Bupati Kediri KRA Cakraningrat cucu dari Sunan Pakubuwana III juga putra dari Gusti Pangeran Buminata. Pernikahan dilaksanakan tanggal 19 November 1821 di Dalem Buminatan perayaan dilakukan 5 hari di Dalem Buminatan dan 5 hari di Dalem Yosodipuran. 30 hari kemudian kedua mempelai diboyong ke Kediri. Setelah beberapa hari tinggal di Kadipaten Kediri, Bagus Burhan memohon ijin untuk melanjutkan menuntut ilmu ditempat lain. Meski dengan berat hati Mertua dan Istri beliau mengijinkan Bagus Burhan untuk mengembara menuntut ilmu dan pengalaman hidup selagi masih muda. 

Pengembaraan Bagus Burhan diawali di Ngadiluwih, disana tinggal seorang pertapa bernama Ki Tunggul Wulung. Seorang pertapa yang bijaksana dan memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Bagus Burhan banyak menimba ilmu dari beliau hingga berkat kecerdasan ketekunan dan ketrampilan mempelajari ilmu kemudian oleh Ki Tunggul Wulung, Bagus Burhan disarankan berguru kepada Ki Ajar Wirakanta di Banyuwangi. Setelah belajar di Padepokan Ki Wirakanta, Bagus Burhan melanjutkan belajar ketempat guru Ki Wirakanta yaitu Ki Ajar Sidalaku di Tabanan Bali.Setelah selesai belajar di Tabanan, Bagus Burhan kembali pulang ke Kediri menemui istrinya yang telah ditinggalkan 7 bulan lamanya. Tidak lama tinggal di Kediri, beliau dipanggil oleh Gusti Buminata untuk pulang ke Surakarta karena beliau masih punya tanggung jawab sebagai juru tulis Kraton Surakarta. Kemudian berkat usaha Gusti Buminata, Bagus Burhan diangkat sebagai Abdi Dalem Carik di Kepatihan tertanggal 28 Oktober 1822. Atas jabatan barunya beliau mendapat nama gelar Ronggo Pujangga Anom. Tahun 1826 Ronggo Pujangga Anom dinaikkan pangkatnya menjadi Mantri Carik Kadipaten Anom dengan gelar Mas Ngabehi Surataka.

Ketika RT Sastranegara ayahanda beliau ditangkap Belanda dan dibawa ke Batavia, Bagus Burhan diangkat menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai Abdi Dalem Panewu Sedasa hingga tahun 1844 dengan nama gelar Raden Ngabehi Ronggowarsito. Kemudian ketika kakeknya wafat, atas usulan Gusti Buminata, Bagus Burhan menggantikan kedudukan kakeknya sebagai Pujangga Kraton Surakarta dengan gelar Kliwon Carik pada tanggal 14 September 1845 masih dengan nama gelar Raden Ngabehi Ronggowarsito.

Ternyata pada masa masa itu Raden Ngabehi Ronggowarsito mengalami cobaan yang silih berganti. Setelah wafatnya sang ayahanda di Batavia kemudian meninggalnya sang kakek, tahun 1847 beliau kehilangan putra kesayangannya yang meninggal dalam usia 10 tahun. Tidak beberapa lama Gusti Buminata yang sudah beliau anggap sebagai ayahandanya juga wafat. Tahun 1848 istri beliay RAy Gombak juga wafat dalam usia 47 tahun. Tahun 1852 ibundanya juga wafat. 

Tahun 1852 Raden Ngabehi Ronggowarsito menikah dengan putri Bupati Wonosobo.


Silsilah Raden Ngabehi Ronggowarsito:


Silsilah dari garis Ayah:


Sultan Hadiwijaya  menikah dengan putri Sultan Trenggana berputra:

1. Pangeran Adipati Benawa (Sultan Prabuwijaya), berputra:

2. Pangeran Emas, adipati di Pajang, berputra:

3. Pangeran Arya Prabuwijaya (Panembahan Raden), berputra:

4. Pangeran Arya Wiramanggala (Kajoran), berputra:

5. Pangeran Adipati Wiramanggala di Cengkalsewu, menantu Sinuhun Seda Tegalarum, berputra:

6. Pangeran Arya Danupaya di Cengkal Sewu, berputra:

7. Raden Tumenggung Padmanagara di Pekalongan, berputra:

8. Raden Ngabei Yasadipura I, berputra:

9. Raden Tumenggung Sastranagara (Yasadipura II atau Ronggowarsito I), berputra:

10. Raden Ngabehi Mas Pajang Swara (Ronggowarsito II), berputra:

11. Raden Ngabehi Ronggowarsito III (makam di Palar).


Silsilah garis Ibu:

1. Sultan Trenggana menurunkan

2. Pangeran Tg Mangkurat menurunkan

3. Pangeran Tg Sujanapura  menurunkan 

4. RT Wongsoboyo menurunkan 

5. Ki Ageng Wongsotaruna menurunkan 

6. Ki Ageng Nayataruna menurunkan 

7. Raden  Ng Suradirja menurunkan  

8. Raden  Ngt Sastranegara / Ronggowarsito II menurunkan

9. Raden Ngabehi Ronggowarsito


Garwa R Ngabehi Ronggowarsito

1. RAy Gombak, trah Sunan PB III & KGPAA MNI

Menurunkan:

1. RM Panji Yosokusumo

2. RM Natawijaya

3. RM Ngabehi Sontodikoro

4. RM Ronggo Cakra Pranata

5. RAy Joyo Darsono

6. RAy Yoso Pranoto


Beberapa karya sastra Raden Ngabehi Ronggowarsito:

1. Serat Jaya Baya

2. Serat Kalatidha

3. Serat Pustaka Raja Purwa

4. Serat Paramayoga

5. Serat Djoko Lodang

6. Serat Cemporet

7. Serat Wirid Hidayat Jati

8. Serat Witaradya

9. Serat Jiptasara

10 Serat Wedharaga

11. Serat Pamoring Kawula Gusti

12. Suluk Sukma Lelana

13. Aji Pamasa

14. Suluk Seloka Jiwa


Serat Kalatidha:

Amenangi jaman edan

Ewuh aya ing pambudi

Melu edan nora tahan

Yen tan melu anglakoni

Boya keduman melik

Kaliren Wekasanipun

Dilalah kersa Allah

Begja-begjane kang lali

Luwih begja kang eling lan waspada


Serat Djoko Lodang ,pupuh Gambuh :

Wong alim-alim pulasan

Njaba putih njero kuning

Ngulama mangsah maksiat

Madat madon minum main

Kaji-kaji ambataning

Dulban kethu putih mamprung

Wadon nir wadorina

Prabaweng salaka rukmi

Kabeh-kabeh mung marono tingalira


"Banyak orang berlagak sok alim (penuh kepalsuan), luarnya “putih” dalamnya “kuning”, banyak ulama gemar maksiat. Suka mabuk, main perempuan, dan berjudi. Yang sudah naik haji pun rusak moral dan kelakuannya. Perempuan kehilangan kewanitaannya, karena mengejar harta benda. Harta benda menjadi tujuan hidup semua orang."


Oleh K.R.T Koes Sajid Jayaningrat

No comments:

Post a Comment