05 October 2025

TRAGEDI MANGUNYUDA SEDALOJI Tahun 1743 terjadi peristiwa besar di istana Mataram Kartasura. Geger Pacina atau pemberontakan orang Cina melawan Belanda. Raja Mataram, Paku Buwana II, memanfaatkan gerakan itu. Mendukung pemberontak Cina. Termasuk mengijinkan pasukan Cina menyerang benteng Belanda di Kartasura. Sang raja yang selama ini benci Belanda namun tidak bisa melawan, merasa mendapat tunggangan. Maka diperintahkanlah Ngabehi Mangunyuda, Kliwon Banyumas, untuk memimpin penyerangan ke benteng Belanda. Pesannya, "Seluruh prajurit Belanda yang berjaga di ruang bawah boleh dibunuh, tapi sepasang suami istri di ruang atas jangan dibunuh." Maka demikianlah. Malam harinya, Ngabehi Mangunyuda memimpin pasukannya menyerbu benteng Belanda. Terjadilah pertempuran sengit. Prajurit Belanda berhasil ditumpas dalam penyerangan malam ini. Namun, semua prajuritnya juga terbunuh. Melihat hal itu, Ngabehi Mangunyuda kalap. Marah luar biasa. Ingin membalas dengan membunuh seluruh orang Belanda. Maka diburulah orang Belanda yang masih ada di dalam benteng, di ruangan atas. Tanpa diketahui olehnya, di ruang atas benteng ada sepasang suami istri berpakaian Belanda. Keduanya adalah Raja Mataram, Paku Buwana II bersama istrinya yang sedang menyamar. Dalam gelap malam, dengan gelap mata, ingin dibunuh semua orang Belanda dalam benteng itu. Sementara, Paku Buwana II yang berpakaian Belanda panik. Perintahnya agar dua orang di ruang atas jangan dibunuh, ternyata diabaikan oleh Ngabehi Mangunyuda. Maka, ketika sang ngabehi sampai di tangga atas, dilemparlah gada-gada besi yang sangat berat ke arahnya Dari berat puluhan kilo hingga ratusan kilo. Gada-gada yang kemudian menghantam tubuh Ngabehi Mangunyuda. Robohlah badannya dengan luka parah, ambruk ke bawah. Ketika melihat gada-gada itu, ia mengenali senjata tersebut, milik Paku Buwana II. Hingga, teringatlah pesannya bahwa agar jangan membunuh dua orang di lantai atas benteng. Ngabehi Mangunyuda marah luar biasa. Ia merasa dikibuli. Diperintahkan menyerang benteng Belanda, tapi rajanya justru berlindung dengan menyamar di dalam benteng itu. Maka, dalam amarah penuh serapah ia bersumpah, tidak rela anak keturunannya menjadi bawahan Keraton Mataram lagi. Dengan luka sekujur badan, darah membasah ke seluruh pakaian, Ngabehi Mangunyuda pun gugur bersama seluruh pasukannya. Gugur membela kerajaan, namun dikhianati rajanya. Ketika itu, Ngabehi Mangunyuda mengenakan pakaian berupa ikat kepala berwarna wulung, baju dan celana keprajuritan berwarna putih. Jenazahnya dibawa pulang ke Banjar. Dimakamkan di Petambakan. Pakaian yang dikenakan, yang berlumur darah, disimpan oleh keturunannya. (Sumber: Babad Banyumas) #books #wrapped #jayz #hotgilrsummer #holidaycookies #presents

 TRAGEDI MANGUNYUDA SEDALOJI


Tahun 1743 terjadi peristiwa besar di istana Mataram Kartasura. Geger Pacina atau pemberontakan orang Cina melawan Belanda.



Raja Mataram, Paku Buwana II, memanfaatkan gerakan itu. Mendukung pemberontak Cina. Termasuk mengijinkan pasukan Cina menyerang benteng Belanda di Kartasura.


Sang raja yang selama ini benci Belanda namun tidak bisa melawan, merasa mendapat tunggangan.


Maka diperintahkanlah Ngabehi Mangunyuda, Kliwon Banyumas, untuk memimpin penyerangan ke benteng Belanda.


Pesannya, "Seluruh prajurit Belanda yang berjaga di ruang bawah boleh dibunuh, tapi sepasang suami istri di ruang atas jangan dibunuh."


Maka demikianlah. Malam harinya, Ngabehi Mangunyuda memimpin pasukannya menyerbu benteng Belanda. 


Terjadilah pertempuran sengit. Prajurit Belanda berhasil ditumpas dalam penyerangan malam ini. Namun, semua prajuritnya juga terbunuh.


Melihat hal itu, Ngabehi Mangunyuda kalap. Marah luar biasa. Ingin membalas dengan membunuh seluruh orang Belanda. Maka diburulah orang Belanda yang masih ada di dalam benteng, di ruangan atas.


Tanpa diketahui olehnya, di ruang atas benteng ada sepasang suami istri berpakaian Belanda. Keduanya adalah Raja Mataram, Paku Buwana II bersama istrinya yang sedang menyamar.


Dalam gelap malam, dengan gelap mata, ingin dibunuh semua orang Belanda dalam benteng itu.


Sementara, Paku Buwana II yang berpakaian Belanda panik. Perintahnya agar dua orang di ruang atas jangan dibunuh, ternyata diabaikan oleh Ngabehi Mangunyuda.


Maka, ketika sang ngabehi sampai di tangga atas, dilemparlah gada-gada besi yang sangat berat ke arahnya Dari berat puluhan kilo hingga ratusan kilo.


Gada-gada yang kemudian menghantam tubuh Ngabehi Mangunyuda. Robohlah badannya dengan luka parah, ambruk ke bawah.


Ketika melihat gada-gada itu, ia mengenali senjata tersebut, milik Paku Buwana II. Hingga, teringatlah pesannya bahwa agar jangan membunuh dua orang di lantai atas benteng.


Ngabehi Mangunyuda marah luar biasa. Ia merasa dikibuli. Diperintahkan menyerang benteng Belanda, tapi rajanya justru berlindung dengan menyamar di dalam benteng itu.


Maka, dalam amarah penuh serapah ia bersumpah, tidak rela anak keturunannya menjadi bawahan Keraton Mataram lagi.


Dengan luka sekujur badan, darah membasah ke seluruh pakaian, Ngabehi Mangunyuda pun gugur bersama seluruh pasukannya. Gugur membela kerajaan, namun dikhianati rajanya.


Ketika itu, Ngabehi Mangunyuda mengenakan pakaian berupa ikat kepala berwarna wulung,  baju dan celana keprajuritan berwarna putih.


Jenazahnya dibawa pulang ke Banjar. Dimakamkan di Petambakan.


Pakaian yang dikenakan, yang berlumur darah, disimpan oleh keturunannya.


(Sumber: Babad Banyumas) 


#books #wrapped #jayz #hotgilrsummer #holidaycookies #presents

No comments:

Post a Comment