15 October 2025

Baret Merah di Lereng Merapi: Misi Mematikan Menumpas Gerombolan PKI Kolonel Sahirman Setelah gagalnya Gerakan 30 September 1965, kekuatan PKI di berbagai daerah mulai tercerai-berai. Namun di Jawa Tengah, seorang tokoh penting bernama Kolonel Sahirman tak mau menyerah begitu saja. Bersama sejumlah pimpinan PKI lainnya, ia berupaya melanjutkan perlawanan dengan cara membentuk Dewan Revolusi Jawa Tengah, mengambil alih Markas Kodam Diponegoro, serta menguasai RRI Semarang untuk menyebarkan propaganda. Namun upaya itu tidak berlangsung lama. Pasukan Angkatan Darat di bawah pimpinan Brigjen Surjo segera bergerak cepat dari Magelang dengan membawa pasukan kavaleri, tank, dan panser. Kehadiran kendaraan tempur tersebut membuat barisan PKI panik dan tercerai-berai. Dalam waktu singkat, markas Kodam berhasil direbut kembali, sementara Kolonel Sahirman dan para pengikutnya melarikan diri ke kawasan Gunung Merapi-Merbabu, tempat yang mereka anggap aman. Pengejaran Berdarah di Gunung Merapi-Merbabu Melihat situasi ini, Mayjen Soeharto memerintahkan pasukan elit Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah komando Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk memburu sisa-sisa kekuatan PKI di pegunungan tersebut. Pasukan Baret Merah yang terkenal dengan disiplin, ketegasan, dan keberanian luar biasa ini segera diterjunkan ke medan berat di lereng Merapi yang terjal dan berbatu. Komandan Batalyon RPKAD, Mayor C.I. Santosa, dengan yakin mengatakan bahwa pasukannya akan mampu menumpas sisa pemberontak dalam waktu paling lama dua minggu. Ia menilai kelompok Kolonel Sahirman tak akan bertahan lama tanpa dukungan rakyat, apalagi saat itu masyarakat sekitar sudah banyak yang berbalik membantu militer. Akhir Tragis Kolonel Sahirman Benar saja, pengepungan semakin rapat. Satu demi satu tokoh PKI Jawa Tengah tewas atau ditangkap. Eks Letkol Usman, salah satu pimpinan Dewan Revolusi, ditembak mati saat mencoba kabur. Pasukan RPKAD dengan koordinasi pasukan lokal terus mempersempit ruang gerak kelompok Sahirman. Tanggal 14 Desember 1965, Kolonel Sahirman dan beberapa pengikutnya yang kelaparan mencoba turun gunung untuk mencari perlindungan. Namun langkah itu menjadi akhir bagi mereka. Dalam penyergapan kilat yang dilakukan pasukan RPKAD, Sahirman tertembak mati, menandai berakhirnya kekuasaan Dewan Revolusi Jawa Tengah. Puji dari Mayjen Soeharto Atas keberhasilan operasi ini, Mayjen Soeharto memberikan pujian tinggi kepada Kolonel Sarwo Edhie dan pasukan elitnya. > “Sarwo Edhie turun lagi dengan Komando Operasi Merapinya di bulan Desember 1965, dan Sahirman serta kawan-kawannya dapat ditumpas,” ujar Soeharto dengan nada bangga. Operasi di lereng Merapi-Merbabu bukan hanya menandai berakhirnya pemberontakan PKI di Jawa Tengah, tetapi juga mempertegas reputasi RPKAD sebagai pasukan elit paling tangguh dan disiplin di Indonesia, yang menjadi ujung tombak dalam menjaga keutuhan bangsa di masa penuh gejolak itu. Sumber : Merdeka.com #BaretMerah #RPKAD #SarwoEdhieWibowo #Soeharto1965 #G30S #GunungMerapiMerbabu #PKIJawaTengah

 Baret Merah di Lereng Merapi: Misi Mematikan Menumpas Gerombolan PKI Kolonel Sahirman


Setelah gagalnya Gerakan 30 September 1965, kekuatan PKI di berbagai daerah mulai tercerai-berai. Namun di Jawa Tengah, seorang tokoh penting bernama Kolonel Sahirman tak mau menyerah begitu saja. Bersama sejumlah pimpinan PKI lainnya, ia berupaya melanjutkan perlawanan dengan cara membentuk Dewan Revolusi Jawa Tengah, mengambil alih Markas Kodam Diponegoro, serta menguasai RRI Semarang untuk menyebarkan propaganda.



Namun upaya itu tidak berlangsung lama. Pasukan Angkatan Darat di bawah pimpinan Brigjen Surjo segera bergerak cepat dari Magelang dengan membawa pasukan kavaleri, tank, dan panser. Kehadiran kendaraan tempur tersebut membuat barisan PKI panik dan tercerai-berai. Dalam waktu singkat, markas Kodam berhasil direbut kembali, sementara Kolonel Sahirman dan para pengikutnya melarikan diri ke kawasan Gunung Merapi-Merbabu, tempat yang mereka anggap aman.


Pengejaran Berdarah di Gunung Merapi-Merbabu


Melihat situasi ini, Mayjen Soeharto memerintahkan pasukan elit Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah komando Kolonel Sarwo Edhie Wibowo untuk memburu sisa-sisa kekuatan PKI di pegunungan tersebut. Pasukan Baret Merah yang terkenal dengan disiplin, ketegasan, dan keberanian luar biasa ini segera diterjunkan ke medan berat di lereng Merapi yang terjal dan berbatu.


Komandan Batalyon RPKAD, Mayor C.I. Santosa, dengan yakin mengatakan bahwa pasukannya akan mampu menumpas sisa pemberontak dalam waktu paling lama dua minggu. Ia menilai kelompok Kolonel Sahirman tak akan bertahan lama tanpa dukungan rakyat, apalagi saat itu masyarakat sekitar sudah banyak yang berbalik membantu militer.


Akhir Tragis Kolonel Sahirman


Benar saja, pengepungan semakin rapat. Satu demi satu tokoh PKI Jawa Tengah tewas atau ditangkap. Eks Letkol Usman, salah satu pimpinan Dewan Revolusi, ditembak mati saat mencoba kabur. Pasukan RPKAD dengan koordinasi pasukan lokal terus mempersempit ruang gerak kelompok Sahirman.


Tanggal 14 Desember 1965, Kolonel Sahirman dan beberapa pengikutnya yang kelaparan mencoba turun gunung untuk mencari perlindungan. Namun langkah itu menjadi akhir bagi mereka. Dalam penyergapan kilat yang dilakukan pasukan RPKAD, Sahirman tertembak mati, menandai berakhirnya kekuasaan Dewan Revolusi Jawa Tengah.


Puji dari Mayjen Soeharto


Atas keberhasilan operasi ini, Mayjen Soeharto memberikan pujian tinggi kepada Kolonel Sarwo Edhie dan pasukan elitnya.


> “Sarwo Edhie turun lagi dengan Komando Operasi Merapinya di bulan Desember 1965, dan Sahirman serta kawan-kawannya dapat ditumpas,” ujar Soeharto dengan nada bangga.


Operasi di lereng Merapi-Merbabu bukan hanya menandai berakhirnya pemberontakan PKI di Jawa Tengah, tetapi juga mempertegas reputasi RPKAD sebagai pasukan elit paling tangguh dan disiplin di Indonesia, yang menjadi ujung tombak dalam menjaga keutuhan bangsa di masa penuh gejolak itu.

Sumber : Merdeka.com 


#BaretMerah

#RPKAD

#SarwoEdhieWibowo

#Soeharto1965

#G30S

#GunungMerapiMerbabu

#PKIJawaTengah

No comments:

Post a Comment