12 March 2019

Tentang Sejarah Magelang - Benny Widyono Second Prince from Java - Putra Magelang yang jadi Gubernur Siem Riep Kamboja masa UNTAC (1992-1993)


Oleh :
Benny Widyono Second Prince from Java - Putra Magelang yang jadi Gubernur Siem Riep Kamboja masa UNTAC (1992-1993)
Diantara kita pasti ada yang pernah nonton film "The Killing Fields" (1984) yang meraih 3 piala Oscar, atau paling tidak mendengar lagu "Imagine" karya John Lennon yang menjadi lagu utama dalam film tersebut. Film ini menggambarkan penderitaan rakyat Kamboja dalam pemerintahan Khmer Merah (1975 - 1979) yang brutal dimana sekitar 1.7 juta rakyat Kambodja mati karena dibunuh Khmer Merah dan juga karena kelaparan dan penyakit.
Khmer Merah adalah gerilya komunis yang beraliansi dengan RRC dan tidak harmonis dengan Komunis Vietnam yang beraliansi dengan Rusia. Di tahun 1979, Khmer Merah berseteru terbuka dan perang dengan Vietnam dan kalah. Kamboja kemudian dikuasai oleh Vietnam selama 6 tahun. Pada tahun 1985 Kamboja diberikan kemerdekaan oleh Vietnam. Hun Sen seorang perwira Khmer Merah yang membelot ke Vietnam diangkat jadi Perdana Menteri.
Walaupun kalah pasukan Khmer Merah tetap bergerilya dan tetap punya perwakilan di PBB karena dibantu oleh Amerika dan RRC. Sedang Vietnam pada waktu itu belum menjadi anggota PBB. Selain Khmer Merah, ada kelompok gerilya yang lain yaitu kelompok Royalist (pendukung keluarga Raja) yang dipimpin oleh putra sulung Raja Sihanouk. Perang saudara Kamboja terjadi diwilayah perbatasan antara Kamboja dan Thailand karena para pemimpin gerilya pemberontak bermukim di Thailand.
Perang saudara ini terjadi hingga tahun 1991, ketika kemudian Indonesia memprakasai pertemuan perdamaian Kamboja di Jakarta dan kemudian disusul dengan Muktamar Perdamaian Paris th 1991. Muktamar Paris ini memutuskan bahwa Pemerintahan Kamboja diserahkan dibawah administrasi PBB selama 2 tahun (1992-1993) dan selama itu diadakan pelucutan senjata dan pe-nonaktifan militer dari semua pihak. Melaksanaan Pemilu ditahun 1993 untuk membentuk pemerintahan sah Kamboja yg baru.
UNTAC atau United Nation Transitional Authority in Cambodia dipimpin oleh Yasushi Akashi dari Jepang dan Pasukan Perdamaian PBB yang berjumlah sekitar 15 ribu dipimpin oleh Jendral John Sanderson dari Australia. Pasukan Perdamaian PBB ini terdiri dari tentara dari 46 negara anggota PBB, tetapi yang terbesar berasal dari 3 negara yaitu Indonesia (sekitar 2000), Malaysia (sekitar 1500) dan Perancis (sekitar 1000).
Dalam administrasi pemerintahan transisi PBB, ditingkat nasional Yasushi Akashi berperanan setara dengan Perdana Menteri dan disetiap propinsi diangkat Gubernur masa transisi yang semuanya adalah Diplomat PBB dari kantor di New York. Ada 21 propinsi pada masa UNTAC dan salah satunya adalah Propinsi Siem Riep yang dipimpin oleh Gubernur Benny Widyono asal Magelang.
Pak Benny lahir di Magelang (Oktober 16, 1936). Beliau adalah alumni dari Universitas Indonesia (1955-1959), University of Kansas (1959-1961), University of Texas (1961-1963) dan kemudian berkarier sebagai Diplomat PBB di kantor pusat di New York. Oleh PBB dia diikut sertakan dalam team UNTAC dan ditempatkan sebagai Gubernur di Propinsi Siem Riep. Selama saya bekerja di Camboja saya hanya berkesempatan bertemu beliau dua kali dalam upacara resmi di Phnom Penh. Saya memimpin proyek di 5 propinsi, tetapi tidak termasuk Siem Riep. Pada masa itu keadaan diwilayah Siem Riep tidak aman, karena beberapa sempalan Khmer Merah menjadi gerombolan perampok dan jalan darat penuh dengan ranjau aktif.
Tugas pelucutan senjata dan menon-aktifkan tentara dari semua faksi yg berperang sangat sulit pada waktu itu. Walau tentara PBB dimana mana keadaan sangat tidak aman. Ada sekitar 500 ribu tentara dinegara yang berpenduduk hanya 5 juta pada waktu itu. Tentara Khmer Merah yg bergerilya terpecah dalam gerombolan kecil kecil yang pemimpinnya mengaku berpangkat jendra. Diduga ada sekitar 7000 jendral dan kelompok gerilya ini secara praktis adalah gerombolan rampok liar bersenjata. Tentara reguler pemerintah Hun Sen yg dilucuti dan non-aktif kehilangan pangkat dan gaji. Daripada menyerahkan senjata pada PBB, mereka menjual secara gelap. Saya sering ditawari pistol, AK7 atau M16 dengan harga sekitar $50 sampai $150.
Kalau saya melakukan kunjungan kelapangan saya selalu ditemani oleh mantri kesehatan Pemerintah yg membawa M16 dan dimobil dipasang bendera dari LSM saya. Saya mengadakan pelatihan kader kesehatan desa dan para peserta latihan yang petani datang dengan bawa AK7. Suatu ketika sedang belanja dipasar ada bekas tentara yang datang minta uang ke salah satu penjual jam tangan dengan membawa granat. Saya jadi ikut lari tunggang langang. Hampir setiap hari atau malam terdengar tembakan.
Pak Benny menulis buku tentang pengalamannya di Kamboja dengan judul "Dancing in Shadows: Sihanouk, the Khmer Rouge, and the United Nations in Cambodia, (Rowman & Littlefield Publishers, Inc., New York, October 2007). Buku ini bisa dibeli di Amazon, harganya sekitar $50. Dalam bukunya pak Benny menceritakan bahwa dalam pertemuannya dengan Raja Sihanouk, pak Benny dijuluki "Second Prince from Java" atau Pangeran Jawa yang kedua. Julukan ini merujuk pada sejarah Jayavarman II yang merupakan Pangeran Jawa Pertama yang datang ke Siem Riep ditahun 802. (Halaman 56 Bab 4).
Saya lampirkan disini video wawancara pak Benny dengan KabariTV tentang peranan Indonesia dalam perdamaian Kamboja.

Sumber
https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/

No comments:

Post a Comment