MENJUAL KOTA MAGELANG SEBAGAI LOKASI SHOOTING FILM SEJARAH (bagian 1)
Oleh Bagus Priyana
Sumber :
https://www.facebook.com/bagus.priyana?__tn__=%2CdC-R-R&eid=ARD6003zl_D6rIjVvrcdUxUVC5B22pHdXMWrFG000tBchk8m7u3SWH1GMrqR3IGZqu488f5TPWbq-YOd&hc_ref=ARQOZ1QqsMYNOEWSGfcKfJi3iGAfuIqUQXgzUUsSeIXgZtGtFseVNs57v4dJFzZ9FsE&fref=nf
Kota Magelang banyak memiliki bangunan tua era kolonial yang potensial untuk "dijual" sebagai lokasi shooting film dan sinetron bersetting sejarah. Berbagai film dan sinetron bertema perjuangan dan roman sangat cocok dibuat di kota kita ini. Kawasan Residenan, tangsi militer Rindam, RST, RSJ, Kwarasan, seputar Aloon-aloon, dll yang sangat potensial untuk shooting film sejarah.
Bukan cuma sekadar sebagai tempat shooting saja, pemilihan kota ini tentunya sudah melalui proses riset yang panjang dan mendalam dari pihak pembuat film dan sinetron tersebut. Artinya bahwa pemilihan Kota Magelang bukan sekadar kebetulan semata, tetapi didasarkan pada riset yang tepat.
Lalu apa manfaatnya bagi kota kita?
Dari segi ekonomi tentunya sangat signifikan mengingat pelaksanaan shooting bisa lebih dari sehari, artinya para kru film itu akan bermalam di hotel. Dan tentu saja orang-orang yang terlibat membutuhkan makan minum. Perputaran uang tentu saja tidak sedikit. Akan lebih besar jika shooting dilakukan berhari-hari.
Terlebih buat pemilik atau pengelola bangunan yang menjadi lokasi shooting tersebut. Pasti akan mendapatkan uang tidak sedikit dari beaya sewa lokasi.
Terlebih buat pemilik atau pengelola bangunan yang menjadi lokasi shooting tersebut. Pasti akan mendapatkan uang tidak sedikit dari beaya sewa lokasi.
Para vendor penyedia properti seperti mebel lawas, aksesoris kuno dll juga turut menikmati keuntungan dari proses pembuatan film tersebut. Belum lagi dengan makin populernya kota kita jika dipromosikan lewat film tersebut. Ini akan menjadi promosi gratis tentunya.
Hal-hal tersebut perlu dan harus direspon secara serius oleh pemerintah Kota Magelang dan masyarakatnya adalah dengan menjaga, merawat dan melestarikan bangunan-bangunan tua di kota ini. Dan tentu saja mempermudah ijin penggunaan suatu tempat untuk lokasi shooting film tersebut.
Berikut ini beberapa film dan sinetron bertema sejarah dan roman yang sebagian shootingnya dilakukan di Magelang.
1. CAU-BAU-KAN
Ca-bau-kan adalah film drama romantis produksi tahun 2002 dari Indonesia yang diangkat dari novel "Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa" karya penulis Indonesia Remy Sylado. Film ini mengangkat budaya Tionghoa Peranakan di Hindia Belanda dan Indonesia, dengan latar cerita yang mencakup zaman kolonial Belanda pada tahun 1930-an, pendudukan Jepang pada 1940-an, hingga pasca-kemerdekaan tahun 1960. Istilah Ca-bau-kan sendiri adalah Bahasa Hokkian yang berarti "perempuan", yang saat zaman kolonial diasosiasikan dengan pelacur, gundik, atau perempuan simpanan orang Tionghoa. Pada zaman kolonial Hindia Belanda, banyak Ca-bau-kan yang sebelumnya bekerja sebagai wanita penghibur sebelum diambil sebagai selir oleh orang Tionghoa.
Ca-bau-kan adalah film drama romantis produksi tahun 2002 dari Indonesia yang diangkat dari novel "Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa" karya penulis Indonesia Remy Sylado. Film ini mengangkat budaya Tionghoa Peranakan di Hindia Belanda dan Indonesia, dengan latar cerita yang mencakup zaman kolonial Belanda pada tahun 1930-an, pendudukan Jepang pada 1940-an, hingga pasca-kemerdekaan tahun 1960. Istilah Ca-bau-kan sendiri adalah Bahasa Hokkian yang berarti "perempuan", yang saat zaman kolonial diasosiasikan dengan pelacur, gundik, atau perempuan simpanan orang Tionghoa. Pada zaman kolonial Hindia Belanda, banyak Ca-bau-kan yang sebelumnya bekerja sebagai wanita penghibur sebelum diambil sebagai selir oleh orang Tionghoa.
Setelah mendapat izin dari Remy Sylado, Nia di Nata memulai proses pembuatan Ca-bau-kan dengan melakukan riset serius untuk penataan artistik. Tim risetnya memulai riset pada Maret 2000 dengan melibatkan pengajar program studi bahasa Cina di Universitas Indonesia, Eddy Prabowo, yang melakukan penelitian berdasarkan dokumentasi foto kebudayaan Cina periode 1930-1950. Dari riset ditemukan sejumlah lokasi, antara lain Gedung Arsip Nasional di kawasan Kota Jakarta, Cileungsi di Bogor, pelabuhan Sunda Kelapa, Lasem, Klenteng Cina Tay Kak Sie di gang Lombok dan gedung Lawang Sewu di Semarang, Rumah Sakit di Magelang, dan stasiun kereta api lama di Ambarawa.
Pembuatan film Ca-bau-kan mengonsumsi dana sebesar kurang lebih 5 miliar rupiah. Banyak dana yang habis untuk keperluan syuting berpindah-pindah di daerah pecinan di Lasem, Semarang, Ambarawa, Bantir, Tuntang dan Magelang (salah satunya di Museum BPK sekarang ini).
2. SANG KIAI
Untuk memproduksi film dengan skala besar tentunya butuh persiapan yang matang. Rapi Films menghabiskan lebih dari 2,5 tahun hingga 'Sang Kyai' siap ditayangkan di bioskop.
Untuk memproduksi film dengan skala besar tentunya butuh persiapan yang matang. Rapi Films menghabiskan lebih dari 2,5 tahun hingga 'Sang Kyai' siap ditayangkan di bioskop.
Proses syutingnya sendiri hanya memakan waktu sekitar 60 hari. Namun selama 2,5 tahun dihabiskan untuk pra-produksi serta 6 bulan masa post production.
Persiapan 2,5 tahun ini untuk mencari bahan informasi, pencarian lokasi, dan pemain yang sesuai dengan karakter. Syuting film arahan sutradara Rako Prijanto yang berlatar belakang tahun 1940-an itu mengambil lokasi di Kediri, Gondang, Magelang, Ambarawa dan Semarang.
Shooting di Magelang dilakukan di Pendopo gedung Residenan (Bakorwil II).
Shooting di Magelang dilakukan di Pendopo gedung Residenan (Bakorwil II).
'Sang Kyai' mengisahkan kehidupan, peran dan perjuangan KH Hasyim Asyari pada era 1942-1947. Sebagai tokoh sentral bagi muslim tradisional, KH Hasyim adalah tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan hingga upaya mempertahankannya. Fatwanya yang kemudian dikenal sebagai resolusi jihad telah menjadi spirit besar bagi para santri dan para pejuang pada umumnya untuk turun ke medan laga melawan penjajah. Dengan 5000 figuran dan beaya sebesar Rp 10 milyar.
(Bersambung)
Sumber:
- Wikipedia, dll.
Sumber:
- Wikipedia, dll.
No comments:
Post a Comment