KARYO BASUKI..
Saya tidak tahu sampai dimana ketenaran nama ini, tapi orang Magelang Selatan, baik dewasa maupun anak-anak tahu nama ini. Saya hafal betul nama itu meski belum pernah bertemu orangnya. M Hasan Suryoyudho juga hafal banget karena setiap pulang dari pisangan, dia selalu berhenti di depan rumahnya sambil mengeja "Letter" yang terpasang di depan rumahnya: KARYO BASUKI.
Rumah Karyo Basuki berada di tengah-tengah kawasan pelacuran Candi Nambangan. Kawasan pelacuran itu cukup luas, membentang dari timur ke barat dan dibelah oleh jalan Cangoek - Ngenthak atau Bogeman yang cukup lebar (Sekarang jalan: Telaga Warna). Kawasan itu dikelilingi kuburan (pemakaman umum), Kalau dari Barat, rumah Karyo Basuki berada di kiri (Utara) jalan. Aku masih ingat betul rumah itu, begitu masuk pintu depan, langsung ada tangga beton ke bawah. Aku tahu karena pintu rumah itu tak pernah ditutup. Menurut cerita orang kala itu, Karyo Basuki adalah "Lurah" kawasan pelacuran Candi Nambangan itu.
Saat itu, di Magelang ada beberapa kompleks pelacuran, seperti di Pakelan, Mbabrik Es (sepanjang sisi kali Manggis dari Keplekan sampai Sablongan) yang katanya untuk kelas murahan, dan beberapa tempat lain, tapi Candi Nambangan adalah kompleks yang paling besar dan paling ramai.
Meski tidak ada aturan tertulis, semua orang tahu bahwa kawasan Karyo Basuki hanyalah untuk orang dewasa. Aku belum pernah dengar ada anak SMP atau yang lebih kecil bisa membeli jasa itu. Aku banyak kenal siapa-siapa yang sering berkunjung ke kawasan itu karena mereka orang sekampung atau paling tetangga kampung. Tapi banyak juga wajah yang saya tidak kenal.
Bagi orang dewasa, datang ke tempat itu dan bersenang senang di sana waktu itu kayaknya sah-sah saja. Sedang aku dan teman sebayaku yang masih SD atau SMP cuma sekedar antusias dengerin critane orang yang habis senang senang di situ. Sering saya dengar cerita mereka, tadi memakai siapa, hebatnya apa dan kita yang masih kecil just wondering to know sambil mlongo.
Aku juga masih ingat betul orang-orang yang baru pertama kalinya njajan. Mereka biasanya datang rombongan beberapa orang, terus sampai dikawasan itu mereka jorok jorokan..kowe sing ngarep..kowe sing ngarep....
Tak mau kalah dengan mereka yang sudah dewasa, anak-anak juga sering ikut seneng seneng dengan mbak-mbak anak buah Karyo Basuki itu. Ada beberapa cara, salah satunya: Nginjen kalau mereka lagi mandi kali Ketepeng. Anak-anak seusiaku sering pura-pura jalan sambil megang joran pancing, menyuri kali Ngaran dari arah kuburan Kyai Panjang. DI sana kita akan ketemu pancuran tempat embak-embak itu mandi dan kita lewat di atas pancuran itu. Mereka kadang pura-pura marah: Ehh bocah cilik ngopo nginjen barang, mrene tak dusi sisan...
Cara lain bagi anak-anak untuk ikut seneng dengan mbak-mbak anak buah Karyo Basuki itu dengan ikut Volly dengan mereka atau setidaknya menjadi tukang ngambilin bolanya. Di sisi timur lapangan bola Candi Nambangan, ada makan yang tidak terlalu luas dan di situ ada lapangan volly. Mbak-mbak anak buah Karyo Basuki itu pada hari tertentu main volly di situ. Anak-anak yang semula pura-pura latihan sepak bola, akhirnya ngrubung mbak-mbak yang main volly itu.
Saat itu, norma dan tata krama masih dipatuhi. Meski punya kesempatan dan kadang punya duit, tidak ada anak-anak yang sengaja melanggar memakai jasa mereka. Dan embak-embak itu nampaknya juga komit melarang anak-anak dekat dengan mereka. Apakah Karyo Basuki berperanan dalam menjada norma dan tatakrama itu... entahlah.
No comments:
Post a Comment