MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN
Oleh Bagus Priyana
CERITA DALAM SEKEPING KASET
Respon masyarakat terhadap keberadaan kaset pita sangat positif lantaran mereka bisa lebih menikmati musik dari para penyanyi favoritnya. Para pecinta musik, terutama anak muda, pun akhirnya hampir tak bisa lepas dari kaset.
KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN
Oleh Bagus Priyana
CERITA DALAM SEKEPING KASET
Respon masyarakat terhadap keberadaan kaset pita sangat positif lantaran mereka bisa lebih menikmati musik dari para penyanyi favoritnya. Para pecinta musik, terutama anak muda, pun akhirnya hampir tak bisa lepas dari kaset.
Akun facebook Are Soo Yanto misalnya, koleksinya sungguh diluar dugaan.
Ribuan kaset sudah dikoleksi oleh laki-laki asli Magelang yang kini
tinggal di Bandung ini.
Saking banyaknya, tidak terhitung secara terperinci.
Untuk mengumpulkan kaset-kaset tersebut, Are Soo Yanto tak segan-segan berburu keliling Jawa! Wow...
Koleksinya pun bermacam-macam, baik artis dalam maupun luar negeri. Meskipun mayoritas berasal dari luar negeri, misalnya Pink Floyd, Rush, Kitaro, dll. Bahkan yang sangat unik adalah Are Soo Yanto bisa mendapatkan kaset dari artis musik tradisional yang merekam sendiri kasetnya, semacam rekaman indie saat ini. Koleksinya pun beraneka ragam, mulai dari pop, rock, klasik, metal, mellow, dll.
Berbeda dengan Radio Wigno, lelaki baya asli Magelang ini juga mengkoleksi kaset meskipun tidak sebanyak milik Are Soo Yanto. Radio mengatakan jika dulu dia membeli kaset seharga 3500 rupiah per kaset. Yang disukainya adalah artis musik seperti Rinto Harahap, Bimbo, Obbie Messakh, Lex Trio, Petty Bersaudara, Melky Goeslaw, Bob Tutupoly, dll.
MASA REDUP SI GULUNGAN PITA
Namun, kemilau era keemasan kaset itu hampir sirna. Zaman mengharuskannya legowo memberi tempat kepada yang lebih muda. Seperti pendahulunya, piringan hitam, kaset harus memberikan tempat kepada teknologi yang lebih muda, mudah, dan murah, dari Compact Disk (CD) hingga MP3.
Berangsur-angsur, produser pun bermigrasi dari kaset pita ke CD. Untuk album lama, banyak produser yang mentransfer album-album kasetnya ke keping cakram dengan menggunakan alat pentransfer yang tersedia di pasaran. Kualitas suara bisa dipoles lebih baik dan jauh lebih mudah dengan teknologi digital.
Betapa pun kaset telah menggoreskan kenangan dengan segala plus minusnya. Banyak orang kini melupakannya, meski tak sedikit yang merindukannya. Desis suara atau pita kusut saat di setel, me-rewind atau memutar lebih cepat untuk mendapatkan lagu yang disukainya, menggulung pita dengan pulpen atau pensil, menyambung pita yang terputus, atau merekam lagu-lagu favorit ke dalam kaset kosong kini hanya bagian cerita masa lalu.
Dan kenangan itu masih dirawat oleh segelintir orang terutama kolektor kaset.
(Selesai)
Sumber:
- majalah Historia no. 11 tahun 1 2013
- FB KOTA TOEA MAGELANG.
Saking banyaknya, tidak terhitung secara terperinci.
Untuk mengumpulkan kaset-kaset tersebut, Are Soo Yanto tak segan-segan berburu keliling Jawa! Wow...
Koleksinya pun bermacam-macam, baik artis dalam maupun luar negeri. Meskipun mayoritas berasal dari luar negeri, misalnya Pink Floyd, Rush, Kitaro, dll. Bahkan yang sangat unik adalah Are Soo Yanto bisa mendapatkan kaset dari artis musik tradisional yang merekam sendiri kasetnya, semacam rekaman indie saat ini. Koleksinya pun beraneka ragam, mulai dari pop, rock, klasik, metal, mellow, dll.
Berbeda dengan Radio Wigno, lelaki baya asli Magelang ini juga mengkoleksi kaset meskipun tidak sebanyak milik Are Soo Yanto. Radio mengatakan jika dulu dia membeli kaset seharga 3500 rupiah per kaset. Yang disukainya adalah artis musik seperti Rinto Harahap, Bimbo, Obbie Messakh, Lex Trio, Petty Bersaudara, Melky Goeslaw, Bob Tutupoly, dll.
MASA REDUP SI GULUNGAN PITA
Namun, kemilau era keemasan kaset itu hampir sirna. Zaman mengharuskannya legowo memberi tempat kepada yang lebih muda. Seperti pendahulunya, piringan hitam, kaset harus memberikan tempat kepada teknologi yang lebih muda, mudah, dan murah, dari Compact Disk (CD) hingga MP3.
Berangsur-angsur, produser pun bermigrasi dari kaset pita ke CD. Untuk album lama, banyak produser yang mentransfer album-album kasetnya ke keping cakram dengan menggunakan alat pentransfer yang tersedia di pasaran. Kualitas suara bisa dipoles lebih baik dan jauh lebih mudah dengan teknologi digital.
Betapa pun kaset telah menggoreskan kenangan dengan segala plus minusnya. Banyak orang kini melupakannya, meski tak sedikit yang merindukannya. Desis suara atau pita kusut saat di setel, me-rewind atau memutar lebih cepat untuk mendapatkan lagu yang disukainya, menggulung pita dengan pulpen atau pensil, menyambung pita yang terputus, atau merekam lagu-lagu favorit ke dalam kaset kosong kini hanya bagian cerita masa lalu.
Dan kenangan itu masih dirawat oleh segelintir orang terutama kolektor kaset.
(Selesai)
Sumber:
- majalah Historia no. 11 tahun 1 2013
- FB KOTA TOEA MAGELANG.
MAGELANG TEMPO DOELOE:
KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN
(bagian 2)
TOKO KASET
Begitu juga yang terjadi di Magelang. Demam kaset pita pun melanda para pecinta musik di kota kecil ini. Di tahun 1980-2000, tak sedikit bermunculan toko-toko kaset, khususnya di wilayah pusat kota seperti di Pecinan. Misalnya Gandem Marem, Yaik, Nasional, Podorejo, Sakura, dll. Bagi peminat kaset seperti Koes plus, Bimbo, Hetty Koes Endang, Beatles, Rolling Stones, Queen, dll bisa konsumen dapatkan di toko-toko kaset tersebut.
KISAH SI KASET PITA, KENANGAN TAK TERLUPAKAN
(bagian 2)
TOKO KASET
Begitu juga yang terjadi di Magelang. Demam kaset pita pun melanda para pecinta musik di kota kecil ini. Di tahun 1980-2000, tak sedikit bermunculan toko-toko kaset, khususnya di wilayah pusat kota seperti di Pecinan. Misalnya Gandem Marem, Yaik, Nasional, Podorejo, Sakura, dll. Bagi peminat kaset seperti Koes plus, Bimbo, Hetty Koes Endang, Beatles, Rolling Stones, Queen, dll bisa konsumen dapatkan di toko-toko kaset tersebut.
Toko Kaset Gandem
Marem menjadi toko kaset papan atas di saat itu. Bagaimana tidak jika
toko ini sangat memanjakan para penikmatnya dengan fasilitas yang
terbilang mewah di saat itu. Toko yang terletak di Jl. Pemuda 45 dan Jl.
Tidar 10 ini terbilang komplit dalam menyajikan kaset-kaset, baik kaset
lokal, nasional maupun internasional. Plus fasilitas AC (Air
Conditioner) yang mendinginkan ruangan, makin membuat nyaman pengunjung.
Ini dapat dilihat dari slogan yang benar-benar memanjakan konsumen
yaitu SELF SERVICE SISTEM yang artinya konsumen bisa memilih, mengambil
dan mencoba sendiri kaset-kaset yang dipilih. Tentu saja ini sebuah
strategi bisnis yang mampu memikat konsumennya.
Di Toko Kaset Podorejo di Pecinan juga hampir mirip dengan Gandem Marem. Di toko ini, beratus kaset dalam dan luar negeri dipajang pada display kaset. Sehingga pengunjung bisa memilih kaset yang diminati. Makin nyaman juga dengan suasana toko yang enjoy buat konsumen kaset.
Kaset juga membuka lahan bisnis barang-barang pendukung atau turunan seperti walkman, radio tape dan alat-alat yang dipakai label dalam memproduksi sebuah album, kaset dengan beragam model atau cairan pembersih kaset merupakan sedikit banyaknya produk turunan kaset.
Para pengusaha yang jeli kerap memanfaatkan bentuk kaset sebagai model produknya, semisal gantungan kunci atau tas bermodel kaset.
Di era keemasannya, kaset memberikan pemasukan besar kepada negara. Tercatat pada akhir 1980-an, industri musik menyumbang hampir 100 milyar rupiah kepada kas negara. Pemasukan itu diperoleh melalui stiker Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 575,- setiap kaset yang dipasarkan.
Adanya toko kaset ini, menjadikan muda mudi sebagai salah satu tempat yang dikunjungi. Tak hanya membeli tetapi juga sebagai tempat ngobrol dan nongkrong. Kondisi ini dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk memasarkan dagangannya seperti tiket konser, kaos ataupun produk perawatan kaset.
(Bersambung)
Di Toko Kaset Podorejo di Pecinan juga hampir mirip dengan Gandem Marem. Di toko ini, beratus kaset dalam dan luar negeri dipajang pada display kaset. Sehingga pengunjung bisa memilih kaset yang diminati. Makin nyaman juga dengan suasana toko yang enjoy buat konsumen kaset.
Kaset juga membuka lahan bisnis barang-barang pendukung atau turunan seperti walkman, radio tape dan alat-alat yang dipakai label dalam memproduksi sebuah album, kaset dengan beragam model atau cairan pembersih kaset merupakan sedikit banyaknya produk turunan kaset.
Para pengusaha yang jeli kerap memanfaatkan bentuk kaset sebagai model produknya, semisal gantungan kunci atau tas bermodel kaset.
Di era keemasannya, kaset memberikan pemasukan besar kepada negara. Tercatat pada akhir 1980-an, industri musik menyumbang hampir 100 milyar rupiah kepada kas negara. Pemasukan itu diperoleh melalui stiker Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 575,- setiap kaset yang dipasarkan.
Adanya toko kaset ini, menjadikan muda mudi sebagai salah satu tempat yang dikunjungi. Tak hanya membeli tetapi juga sebagai tempat ngobrol dan nongkrong. Kondisi ini dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk memasarkan dagangannya seperti tiket konser, kaos ataupun produk perawatan kaset.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment