12 March 2019

BELAJAR AKSARA JAWA KUNA DI CANDI NGAWEN


oleh :
Bagus Priyana
BELAJAR AKSARA JAWA KUNA DI CANDI NGAWEN
Aksara Jawa Kuna bisa jadi terasa asing bagi masyarakat kita, barangkali pula tak sepopuler aksara Jawa. Hal ini bisa dimengerti mengingat jenis aksara ini populer ribuan tahun yang lalu. Mengingat jenis aksara ini terancam punah, TAKSAKA, sebuah komunitas pecinta aksara Jawa Kuna di Magelang berusaha untuk lebih mengenalkan ke masyarakat.
Secara rutin setiap bulan digelar acara pelatihan belajar aksara Jawa Kuna yang diikuti oleh berbagai kalangan. Biasanya acara diadakan di Museum BPK RI Jl. Diponegoro, tapi khusus di bulan Maret ini pelatihan diadakan di Candi Ngawen Muntilan. Seperti tampak hari Minggu pagi lalu (10/3).
Menurut Koordinator TAKSAKA, Nugroho Wibisono, komunitasnya sudah berdiri sejak 3 tahun yang lalu dan secara konsisten melakukan pembelajaran.
"Saya ingin aksara Jawa Kuna dikenal oleh masyarakat dan bisa lestari. Jangan sampai punah," tegasnya.
Untuk proses pembelajaran ini, TAKSAKA menghadirkan Goenawan A. Sambodo, seorang pengajar epigraf. Menurutnya, memang jenis aksara ini cukup sulit, maka harus dipelajari secara rutin dan terus menerus. Tak jarang, para peserta ada yang putus di tengah jalan. Tetapi pihaknya tak mengenal lelah untuk melakukan pelatihan.
Tetapi tak sedikit yang secara rutin mengikuti pelatihan ini. Salah satu manfaat dari pelatihan ini adalah untuk membaca prasasti dan mempelajari sebuah peristiwa bersejarah di jaman dulu. Sebagaimana diketahui bahwa tak sedikit prasasti-prasasti peninggalan Hindu banyak memakai huruf aksara Jawa Kuna. Tidak hanya prasasti berbahan batu, tetapi juga termasuk prasasti berbahan logam seperti tembaga.
Menurut salah satu peserta, Agung, pelatihan aksara Jawa Kuna ini sangat bermanfaat. Selain untuk melestarikan aksara Jawa Kuna peninggalan nenek moyang, juga untuk mengetahui sebuah peristiwa di masa lalu.
"Kita bisa mengetahui peristiwa di masa lalu ya dari prasasti ini," tuturnya.
Pelatihan aksara Jawa Kuna di Candi Ngawen ini juga menarik. Dengan beralaskan terpal plastik yang digelar di halaman candi, sekitar 30-an peserta dari berbagai kota seperti Jogja dan Magelang terlihat menikmati acara ini.
Termasuk juga para peserta diajak untuk mengenal lebih dekat sejarah Candi Ngawen Muntilan tersebut.
Candi Ngawen (bahasa Jawa: ꦕꦤ꧀ꦝꦶ​ꦔꦮꦺꦤ꧀, translit. Candhi Ngawèn) adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Menurut Soekmono keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah bangunan suci yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: 'Hutan Bambu').
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya tampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih tampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Bulan April mendatang (7/4), akan digelar acara bertajuk "Membedah Prasasti Mantyasih" oleh Goenawan A. Sambodo bertempat di pendopo kawasan budaya Mantyasih Kota Magelang. Seperti diketahui, penetapan Hari Jadi Magelang merujuk pada Prasasti Mantyasih yang berisi tentang penetapan Desa Mantyasih sebagai desa perdikan pada 11 April 907 M. Dengan membedah prasasti tersebut, bisa diketahui isi sebenarnya prasasti itu.


Sumber :
https://www.facebook.com/bagus.priyana/posts/2438996962778660

No comments:

Post a Comment