MAGELANG TEMPO DOELOE:
RIWAYAT PERSEPAKBOLAAN, LEBIH DARI 100 TAHUN 'MENENDANG' BOLA (1911-2019)
Oleh : Bagus Priyono
'DRIBLING' BOLA DI MUNTILAN
Muntilan, sebuah kecamatan berjarak sekitar 17 km arah tenggara dari Magelang. Letaknya strategis antara Magelang dan Jogja.
Di kota kecil ini, dunia persebakbolaan berkembang karena peran dari misi Katolik.
Sebelum kedatangan Pastor Fransiskus van Lith ke Muntilan, Yogya, kegiatan pelayanan umat dan misi Katolik sudah ada di Pulau Jawa. Namun kegiatan ini mengalami hambatan karena berbagai soal.
Sebabnya antara lain kekurangan jumlah personel yang mau berkarya di kalangan orang Jawa, kemudian kekurangan dana untuk mengadakan kegiatan misi serta adanya prasangka orang Jawa terhadap misi Katolik yang dianggap sebagai bagian dari penjajahan Belanda
Kedatangan Pastor F. van Lith ke Muntilan pada 1897 barangkali menjadi titik awal dari kegiatan misi di Jawa bagian Tengah. Van Lith menyadari bahwa sukses tidaknya misi di Jawa tergantung dari kemampuan menyatu dengan masyarakat sekitar, oleh karena itulah beliau mempelajari bahasa dan kebudayaan Jawa.
Pada awalnya Pastor F. van Lith tinggal di sebuah rumah yang disewa Pastor Stiphout yang lokasinya berada di kawasan Pecinan, di pinggir jalan Magelang-Yogya. Namun F. van Lith merasa suasana tempat tinggalnya sekarang cukup ramai dan beliau merasa kesulitan mengadakan kontak dengan masyakarat Jawa, oleh karena itulah beliau pindah ke desa Semampir yang lokasinya tidak begitu jauh dari pusat pemeritahan Muntilan (DR. Jan Wietjens SJ, 1995;7). Kelak rumah sederhana di desa Semiran ini akan menjadi basis misi Katolik di Jawa bagian tengah.
Selanjutnya pada 20 Desember 1898, Pastor Van Lith, Houvenars, Hebrans, dan Engebers memutuskan bahwa Kedu akan menjadi titik awal penyebaran misi Katolik di wilayah Jawa Tengah dengan pertimbangan bahwa posisi Kedu berada dekat dengan Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa serta Semarang yang dapat memberi harapan cerah untuk perkembangan misi.
Dalam menyebarkan misi, Pastor Van Lith menggunakan jalur pendidikan sebagai sarana misi karena diharapkan dari jalur ini bisa memberikan sumbangan bagi masyakarat Jawa yang pada waktu itu dalam kondisi cukup menderita di bawah tekanan pemerintah kolonial. Sebagai langkah awal, Pastor Van Lith membuka sebuah sekolah dasar dan seiring berjalannya waktu, sekolah ini kian berkembang.
Pada awalnya bangunan sekolah ini masih sangat sederhana dan dengan semakin banyaknya jumlah murid yang datang, tentunya bangunan sekolah dirasa kurang memadai. Selain itu perkembangan jumlah murid ini ternyata tidak diimbangi dengan jumlah guru yang tersedia, oleh karena itu Pastor Van Lith harus membuka sekolah sendiri untuk menyediakan tenaga pengajar. Barulah pada tahun 1911, berkat bantuan dari pemerintah, dibangunlah gedung sekolah yang permanen dan tentunya lebih nyaman untuk belajar.
Pembangunan sekolah ini selesai pada tanggal 18 Juni 1911 dan diberi nama “Xaverius College”. Sekolah ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti asrama, kamar-kamar untuk para guru, ruang makan sekaligus ruang sandiwara dan lapangan sepakbola, serta terdapat kebun tempat praktek ilmu pertanian. Kompleks ini kemudian dilengkapi dengan bangunan gereja, pastoran, susteran, dan bruderan.
Foto sekitar tahun 1930-an di bawah ini adalah suasana lapangan bola dengan latar belakang sekolah misi Xaverius College yang didirikan oleh Van Lith. Terlihat sebuah pertandingan sepakbola, seragam pemain putih hitam bergaris dengan celana putih.
Sumber: Jejak Kolonial
https://www.facebook.com/bagus.priyana
Foto: KITLV
RIWAYAT PERSEPAKBOLAAN, LEBIH DARI 100 TAHUN 'MENENDANG' BOLA (1911-2019)
Oleh : Bagus Priyono
'DRIBLING' BOLA DI MUNTILAN
Muntilan, sebuah kecamatan berjarak sekitar 17 km arah tenggara dari Magelang. Letaknya strategis antara Magelang dan Jogja.
Di kota kecil ini, dunia persebakbolaan berkembang karena peran dari misi Katolik.
Sebelum kedatangan Pastor Fransiskus van Lith ke Muntilan, Yogya, kegiatan pelayanan umat dan misi Katolik sudah ada di Pulau Jawa. Namun kegiatan ini mengalami hambatan karena berbagai soal.
Sebabnya antara lain kekurangan jumlah personel yang mau berkarya di kalangan orang Jawa, kemudian kekurangan dana untuk mengadakan kegiatan misi serta adanya prasangka orang Jawa terhadap misi Katolik yang dianggap sebagai bagian dari penjajahan Belanda
Kedatangan Pastor F. van Lith ke Muntilan pada 1897 barangkali menjadi titik awal dari kegiatan misi di Jawa bagian Tengah. Van Lith menyadari bahwa sukses tidaknya misi di Jawa tergantung dari kemampuan menyatu dengan masyarakat sekitar, oleh karena itulah beliau mempelajari bahasa dan kebudayaan Jawa.
Pada awalnya Pastor F. van Lith tinggal di sebuah rumah yang disewa Pastor Stiphout yang lokasinya berada di kawasan Pecinan, di pinggir jalan Magelang-Yogya. Namun F. van Lith merasa suasana tempat tinggalnya sekarang cukup ramai dan beliau merasa kesulitan mengadakan kontak dengan masyakarat Jawa, oleh karena itulah beliau pindah ke desa Semampir yang lokasinya tidak begitu jauh dari pusat pemeritahan Muntilan (DR. Jan Wietjens SJ, 1995;7). Kelak rumah sederhana di desa Semiran ini akan menjadi basis misi Katolik di Jawa bagian tengah.
Selanjutnya pada 20 Desember 1898, Pastor Van Lith, Houvenars, Hebrans, dan Engebers memutuskan bahwa Kedu akan menjadi titik awal penyebaran misi Katolik di wilayah Jawa Tengah dengan pertimbangan bahwa posisi Kedu berada dekat dengan Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa serta Semarang yang dapat memberi harapan cerah untuk perkembangan misi.
Dalam menyebarkan misi, Pastor Van Lith menggunakan jalur pendidikan sebagai sarana misi karena diharapkan dari jalur ini bisa memberikan sumbangan bagi masyakarat Jawa yang pada waktu itu dalam kondisi cukup menderita di bawah tekanan pemerintah kolonial. Sebagai langkah awal, Pastor Van Lith membuka sebuah sekolah dasar dan seiring berjalannya waktu, sekolah ini kian berkembang.
Pada awalnya bangunan sekolah ini masih sangat sederhana dan dengan semakin banyaknya jumlah murid yang datang, tentunya bangunan sekolah dirasa kurang memadai. Selain itu perkembangan jumlah murid ini ternyata tidak diimbangi dengan jumlah guru yang tersedia, oleh karena itu Pastor Van Lith harus membuka sekolah sendiri untuk menyediakan tenaga pengajar. Barulah pada tahun 1911, berkat bantuan dari pemerintah, dibangunlah gedung sekolah yang permanen dan tentunya lebih nyaman untuk belajar.
Pembangunan sekolah ini selesai pada tanggal 18 Juni 1911 dan diberi nama “Xaverius College”. Sekolah ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti asrama, kamar-kamar untuk para guru, ruang makan sekaligus ruang sandiwara dan lapangan sepakbola, serta terdapat kebun tempat praktek ilmu pertanian. Kompleks ini kemudian dilengkapi dengan bangunan gereja, pastoran, susteran, dan bruderan.
Foto sekitar tahun 1930-an di bawah ini adalah suasana lapangan bola dengan latar belakang sekolah misi Xaverius College yang didirikan oleh Van Lith. Terlihat sebuah pertandingan sepakbola, seragam pemain putih hitam bergaris dengan celana putih.
Sumber: Jejak Kolonial
https://www.facebook.com/bagus.priyana
Foto: KITLV
No comments:
Post a Comment