MAGELANG TEMPO DOELOE:
ROMANSA HOTEL TELOMOYO
Barangkali nama hotel ini tak sepopuler dengan nama hotel lainnya di kota ini. Misalnya dengan hotel-hotel di era Belanda seperti Loze, Montagne, Thay Thong, Sindoro, Centrum, & Khoe A Bwan. Atau dengan hotel-hotel di era pasca kemerdekaan (1950-an) seperti Bandung, Tionghoa, Merapi, Surabaya, dan Jakarta. Ataupun di era yang lebih muda yakni di tahun 1960-an seperti Hotel Senopati, Pringgading, City dan Wijaya.
Namanyapun sulit untuk dilacak di buku telepon Magelang dari tahun 1939 hingga 1972. Entah mengapa, sarana penting untuk menginap ini tak pernah tercatat dalam deretan nomor-nomor pelanggan telepon.
ROMANSA HOTEL TELOMOYO
Barangkali nama hotel ini tak sepopuler dengan nama hotel lainnya di kota ini. Misalnya dengan hotel-hotel di era Belanda seperti Loze, Montagne, Thay Thong, Sindoro, Centrum, & Khoe A Bwan. Atau dengan hotel-hotel di era pasca kemerdekaan (1950-an) seperti Bandung, Tionghoa, Merapi, Surabaya, dan Jakarta. Ataupun di era yang lebih muda yakni di tahun 1960-an seperti Hotel Senopati, Pringgading, City dan Wijaya.
Namanyapun sulit untuk dilacak di buku telepon Magelang dari tahun 1939 hingga 1972. Entah mengapa, sarana penting untuk menginap ini tak pernah tercatat dalam deretan nomor-nomor pelanggan telepon.
Meski demikian, hotel ini perlu ditulis dalam catatan sejarah
hotel-hotel yang pernah eksis di kota ini. Terletak di Bottonweg 64 yang
merupakan basis pemukiman orang Eropa, menjadikan hotel ini
'menyendiri' dibandingkan dengan hotel lainnya. Hotel Telomoyo didirikan
dan dimiliki oleh keluarga Djojodihardjo yang rumahnya persis di
selatan hotel ini. Belum diketahui mulai kapan hotel ini didirikan.
Datang ke Magelang pada tahun 1918 dari Rembang, Djojodihardjo merintis usaha perdagangannya yakni garam dan ikan asin. Meski hanya berdagang garam dan ikan asin, Djojodihardjo menjadi pedagang sukses. Setelah mendapatkan ijin dari pihak pemerintah kota, Djojodihardjo membeli tanah luas di Botton. Setelah memiliki tanah tersebut, sebagian dibeli lagi oleh pemerintah untuk pendirian MULO School yang kini menjadi SMPN 1 Kota Magelang.
Lalu sebidang tanah antara sekolah dan rumah Djojodihardjo didirikanlah sebuah hotel yang diberi nama 'Telomoyo'. Belum diketahui alasan pemberian nama ini. Tetapi di kota ini, nama gunung biasa dipakai sebagai nama hotel, misalnya Sindoro (kini rumah dokter Setyati Pranantyo di Poncol) dan Merapi (kini eks Hotel Mulia di selatan Supermarket Gardena). Sedangkan Telomoyo adalah nama sebuah gunung di timur laut Grabag, sebuah kecamatan kecil di kaki Gunung Andong.
Hotel Telomoyo dikelola secara kekeluargaan oleh keluarga Djojodihardjo (kakek Edi Sumardi alias Edi Londo). Dari foto di bawah ini dapat dilihat bagaimana bentuk rupa hotel tersebut, mirip rumah biasa yang difungsikan sebagai hotel. Jendela krepyak tinggi besar ada di sidi kanan rumah dengan dominan jendela kaca pada ruang lobinya. Deretan kamar untuk penginap ada di bagian dalam. Pada dinding depan di atas jendela kaca terpampang sebuah tulisan "TELOMOJO". Dan pada halaman depan pojok kiri, terdapat sebuah plang kayu bertuliskan "HOTEL TELOMOJO".
Hotel Telomoyo difoto dari seberang hotel yakni dari SMPN 4 ketika ada kunjungan tamu di sekolah tersebut. Tampak di latar belakang sebelah kiri adalah SMPN 1.
Pada awal tahun 1980-an, hotel ini mengakhiri masa beroperasinya dan berpindahtangan. Lalu fisik bangunan hotel dibongkar dan di atasnya dibangun Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pahlawan di Jl. Pahlawan 64 Botton.
Datang ke Magelang pada tahun 1918 dari Rembang, Djojodihardjo merintis usaha perdagangannya yakni garam dan ikan asin. Meski hanya berdagang garam dan ikan asin, Djojodihardjo menjadi pedagang sukses. Setelah mendapatkan ijin dari pihak pemerintah kota, Djojodihardjo membeli tanah luas di Botton. Setelah memiliki tanah tersebut, sebagian dibeli lagi oleh pemerintah untuk pendirian MULO School yang kini menjadi SMPN 1 Kota Magelang.
Lalu sebidang tanah antara sekolah dan rumah Djojodihardjo didirikanlah sebuah hotel yang diberi nama 'Telomoyo'. Belum diketahui alasan pemberian nama ini. Tetapi di kota ini, nama gunung biasa dipakai sebagai nama hotel, misalnya Sindoro (kini rumah dokter Setyati Pranantyo di Poncol) dan Merapi (kini eks Hotel Mulia di selatan Supermarket Gardena). Sedangkan Telomoyo adalah nama sebuah gunung di timur laut Grabag, sebuah kecamatan kecil di kaki Gunung Andong.
Hotel Telomoyo dikelola secara kekeluargaan oleh keluarga Djojodihardjo (kakek Edi Sumardi alias Edi Londo). Dari foto di bawah ini dapat dilihat bagaimana bentuk rupa hotel tersebut, mirip rumah biasa yang difungsikan sebagai hotel. Jendela krepyak tinggi besar ada di sidi kanan rumah dengan dominan jendela kaca pada ruang lobinya. Deretan kamar untuk penginap ada di bagian dalam. Pada dinding depan di atas jendela kaca terpampang sebuah tulisan "TELOMOJO". Dan pada halaman depan pojok kiri, terdapat sebuah plang kayu bertuliskan "HOTEL TELOMOJO".
Hotel Telomoyo difoto dari seberang hotel yakni dari SMPN 4 ketika ada kunjungan tamu di sekolah tersebut. Tampak di latar belakang sebelah kiri adalah SMPN 1.
Pada awal tahun 1980-an, hotel ini mengakhiri masa beroperasinya dan berpindahtangan. Lalu fisik bangunan hotel dibongkar dan di atasnya dibangun Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pahlawan di Jl. Pahlawan 64 Botton.
No comments:
Post a Comment