18 November 2024

SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia. Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern. Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban. Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. sumber: scient explorist.

 SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. 


Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia.



Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern.


Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. 


Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban.


Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. 


sumber: scient explorist.

16 November 2024

SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat): "Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam" Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini: "Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" (Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830) Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap. Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV). Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut: (1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa. (2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf. (3) Suluk, berupa syair mistik Jawa. (4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran. (5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam. (6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam. Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html

 SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"



Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830"

(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut:

(1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa.

(2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf.

(3) Suluk, berupa syair mistik Jawa.

(4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran.

(5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam.

(6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam.

Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html


11 November 2024

Suku Alifuru Maluku Megaliptik 1200 SM Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang mana kita tahu Pernah masuk ke Maluku untuk Tujuan Perdagangan, Penyiaran Agama maupun untuk Menjajah. A r a b masuk di Maluku Ternate Tahun 1257 Portugis masuk di Maluku Ambon Tgl 16 Februari Thn 1497 Spanyol masuk di Maluku / Tidore 1521 Belanda masuk di Maluku Tahun 1605 Doc : Moluks Historisch Museum

 Suku  Alifuru   Maluku  Megaliptik  1200 SM

Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras  Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang  mana kita tahu  Pernah masuk  ke Maluku  untuk Tujuan  Perdagangan, Penyiaran Agama maupun  untuk  Menjajah.

A r a b  masuk di Maluku Ternate  Tahun  1257

Portugis masuk di Maluku  Ambon Tgl 16 Februari   Thn    1497

Spanyol  masuk di Maluku / Tidore  1521

Belanda  masuk di Maluku  Tahun    1605



Doc  :

Moluks  Historisch  Museum

03 November 2024

Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912

 Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912



01 November 2024

Manusia PENAKLUK PETIR.. "Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir. Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir. Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak. Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang. Kisah menangkap petir" Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

 Manusia PENAKLUK PETIR..


"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.

Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.



Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).


Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.


Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.


Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.


Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Kisah menangkap petir"


Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.


Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.


Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.


Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.


Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.


Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.


Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.


Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

30 October 2024


Sejarah Loano Purworejo: Pertempuran Simbarjoyo & Simalodra




Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html

Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html

29 October 2024

Potret studio seorang wanita muda dengan putranya dari Yogyakarta sekitar tahun 1900. 📸 C. Cephas, Leiden. #wanitajawa #wanitayogyakarta #sejarajawa #sejarahindonesia #lintasansejarahindonesia #hindiabelanda

 Potret studio seorang wanita muda dengan putranya dari Yogyakarta sekitar tahun 1900.




📸 C. Cephas, Leiden.


#wanitajawa #wanitayogyakarta #sejarajawa #sejarahindonesia #lintasansejarahindonesia #hindiabelanda


MITOS WARGA CEPU BlORA DAN BOJONEGORO DILARANG MENDAKI GUNUNG LAWU. Tak Disangka Ternyata Prabu Brawijaya V yang Melarang Warga Cepu Blora Mendaki Gunung Lawu, Ayah dari Raden Patah, Pendiri Kerajaan Demak Bintoro. Ilustrasi Pengantin Jawa (Tiyang_jawii) – Mitos tentang larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro Jawa Timur atau keturunan Adipati Cepu rupanya bermula dari sumpah dari Prabu Brawijaya V yang diketahui sebagai Raja dari Kerajaan Majapahit. Menurut sejarah, Prabu Brawijaya V memimpin Kerajaan Majapahit pada 1468 hingga 1478 atau selama 10 tahun. Sosok yang memiliki nama Bhre Kertabumi ini melarang warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturunan Adipati Cepu untuk mendaki Gunung Lawu bukan orang sembarangan. Dikisahkan, saat itu Prabu Brawijaya V sedang melarikan diri ke Gunung Lawu. Saat pelarian tersebut, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya diikuti oleh pasukan dari Adipati Cepu hingga sampai ke puncak tertinggi Gunung Lawu. Prabu Brawijaya V pun murka dan mengeluakan sumpahnya. Sumpahnya itu berupa larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturanan Adipati Cepu mendaki Gunung Lawu. Bila larangan itu dilanggar, orang Cepu Blora yang mendaki akan mengalami nasib buruk atau celaka. Mengutip buku Jejak Islam di Nusantara yang ditulis oleh Adi Teruna Effendi dkk, Prabu Brawijaya V merupakan ayah dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak. Dikisahkan, Prabu Brawijaya V memiliki seorang selir bernama Siu Ban Ci yang merupakan putri dari saudagar sekaligus ulama Syaikh Bantong atau Syeh Bentong alias Tan Go Hwat. Pada saat Siu Ban Ci hamil tua, permaisuri Prabu Brawijaya V bernama Ratu Darawati atau Putri Campa cemburu. Kecemburuan ini berakibat Siu Ban Ci diceraikan yang kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar atau Jaka Dilan alias Swan Liong, seorang pemimpin keturunan Tiongha yang berkuasa di Palembang di bawah Kerajaan Majapahit. Ban Ci akhirnya menikah dengan Arya Damar hingga melahirkan Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Kisah ini dipercayai sebagian orang sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan mitologi lokal. Namun, karena sifatnya legenda, kepercayaan terhadap cerita ini sangat subjektif dan bergantung pada keyakinan individu.

 MITOS WARGA CEPU BlORA DAN BOJONEGORO DILARANG MENDAKI GUNUNG


LAWU. 


Tak Disangka Ternyata Prabu Brawijaya V yang Melarang Warga Cepu Blora Mendaki Gunung Lawu, Ayah dari Raden Patah, Pendiri Kerajaan Demak Bintoro. 

Ilustrasi Pengantin Jawa (Tiyang_jawii)

 


 – Mitos tentang larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro Jawa Timur atau keturunan Adipati Cepu rupanya bermula dari sumpah dari Prabu Brawijaya V yang diketahui sebagai Raja dari Kerajaan Majapahit.


Menurut sejarah, Prabu Brawijaya V memimpin Kerajaan Majapahit pada 1468 hingga 1478 atau selama 10 tahun.


Sosok yang memiliki nama Bhre Kertabumi ini melarang warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturunan Adipati Cepu untuk mendaki Gunung Lawu bukan orang sembarangan. 


Dikisahkan, saat itu Prabu Brawijaya V sedang melarikan diri ke Gunung Lawu. Saat pelarian tersebut, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya diikuti oleh pasukan dari Adipati Cepu hingga sampai ke puncak tertinggi Gunung Lawu.


Prabu Brawijaya V pun murka dan mengeluakan sumpahnya. Sumpahnya itu berupa larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturanan Adipati Cepu mendaki Gunung Lawu. Bila larangan itu dilanggar, orang Cepu Blora yang mendaki akan mengalami nasib buruk atau celaka.


Mengutip buku Jejak Islam di Nusantara yang ditulis oleh Adi Teruna Effendi dkk, Prabu Brawijaya V merupakan ayah dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak.


Dikisahkan, Prabu Brawijaya V memiliki seorang selir bernama Siu Ban Ci yang merupakan putri dari saudagar sekaligus ulama Syaikh Bantong atau Syeh Bentong alias Tan Go Hwat.


Pada saat Siu Ban Ci hamil tua, permaisuri Prabu Brawijaya V bernama Ratu Darawati atau Putri Campa cemburu. Kecemburuan ini berakibat Siu Ban Ci diceraikan yang kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar atau Jaka Dilan alias Swan Liong, seorang pemimpin keturunan Tiongha yang berkuasa di Palembang di bawah Kerajaan Majapahit.


Ban Ci akhirnya menikah dengan Arya Damar hingga melahirkan Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.


Kisah ini dipercayai sebagian orang sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan mitologi lokal. Namun, karena sifatnya legenda, kepercayaan terhadap cerita ini sangat subjektif dan bergantung pada keyakinan individu.

28 October 2024

ILMU & AJIAN SAKTI DARI INDONESIA DAN PANDANGAN DARI SISI ILMIAH 1. AJIAN RAWA RONTEK Ajian Rawa Rontek sering disebut sebagai ilmu kekebalan tubuh yang membuat penggunanya seakan-akan tidak bisa mati. Sejarahnya banyak terkait dengan mitos atau legenda yang berasal dari tanah Jawa, di mana konon para jawara yang menguasai ilmu ini memiliki kemampuan regenerasi instan. Jadi setiap bagian tubuh yg terpotong akan tumbuh atau tersambung kembali. Misal tangan yg terputus pedang, maka tangan yang terputus itu akan menyambung kembali apabila menyentuh tanah. Kedahsyatan ajian ini bisa dilihat pada Film Jaka Sembung Vs Ki Hitam saat adegan pertarungan kedua pendekar fiksi legendaris tersebut. Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, regenerasi total tubuh manusia seperti pada ajian ini tentu tidak mungkin. Meski beberapa hewan memiliki kemampuan regenerasi, seperti kadal dengan ekornya, manusia hanya bisa menyembuhkan jaringan tubuh secara terbatas. Ilmu kedokteran yang saat ini berusaha mendekati konsep ini adalah terapi sel punca dan bioteknologi regeneratif. 2. AJIAN PANCASONA Seperti halnya Rawa Rontek, ajian Pancasona adalah ilmu sakti yang konon membuat penggunanya kebal dan bangkit kembali jika menyentuh tanah, perbedaannya adalah jika Rawa Rontek masuk kategori ilmu hitam, maka Pancasona adalah ajian Rawa Rontek yang telah diputihkan. Ilmu ini sering dikaitkan dengan kisah tokoh jawara Betawi Si Pitung, sementara di Blitar ajian ini konon dimiliki oleh Eyang Djoyodigdo yang sampai saat ini makamnya masih dikuburkan secara tergantung. Makam tersebut, lanjutnya, dibangun pada 11 Ruwah 1840 atau 18 Agustus 1910.Tapi hal ini perlu divalidasi lebih lanjut, karena fakta dilapangan makam tersebut dinamakan makam gantung karena ilmu eyang, baju kebesaran dan senjatanya digantung di atas pusara beliau. Makanya diberi nama makam gantung , seperti dikutip dari detik.com yang mendapatkan informasi dari juru kunci makam keramat di Blitar itu. Pandangan Ilmiah : Konsep hidup kembali setelah menyentuh tanah tidak memiliki dasar ilmiah dan lebih banyak berada di ranah mitos. Dalam dunia sains, tanah atau bumi tidak memiliki kekuatan mistis untuk menghidupkan kembali sel yang telah mati. Namun, konsep tanah sebagai penyembuh alami berasal dari mineral dan nutrisi di dalamnya, yang bermanfaat bagi kesehatan. 3. AJIAN LEMBU SEKILAN Ilmu ini dipercaya membuat penggunanya kebal dari serangan fisik seperti pukulan atau benda tajam, seakan memiliki perisai gaib. Nama "Lembu Sekilan" berasal dari kata "sekilan" yang berarti sejengkal, menunjukkan kekuatan menahan serangan sejengkal dari tubuh. Pandangan Ilmiah : Pandangan ilmiah tentang kekebalan ini bisa dikaitkan dengan kondisi psikologis dan fisiologis, di mana tubuh bisa dilatih untuk menahan rasa sakit atau meminimalkan cedera, misalnya dalam teknik beladiri. Namun, kekebalan seperti yang digambarkan dalam Lembu Sekilan tidak terbukti secara ilmiah. 4. AJIAN BANDUNG BONDOWOSO Ajian ini erat kaitannya dengan legenda Bandung Bondowoso, yang dikenal mampu membangun seribu candi dalam satu malam untuk memenuhi syarat menikahi Roro Jonggrang. Walau ini hanya legenda, ajian ini melambangkan kekuatan supranatural yang luar biasa. Pandangan Ilmiah : Kisah ini dianggap metafora atas pembangunan cepat dan disiplin tinggi. Secara ilmiah, kecepatan pembangunan tersebut sulit dijelaskan tanpa bantuan teknologi modern. Namun, legenda ini mengandung pelajaran tentang ketekunan dan kemampuan arsitektur masyarakat Jawa Kuno. 5. AJIAN SAIPI ANGIN Ajian Saipi Angin merupakan ilmu untuk mempercepat gerakan tubuh hingga terlihat seperti angin, diyakini bisa membuat pengguna bergerak secepat kilat, bahkan seakan-akan menghilang. Beberapa cerita rakyat Jawa menceritakan Saipi Angin sebagai ilmu silat tingkat tinggi. Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, kecepatan manusia dibatasi oleh keterbatasan otot dan tulang. Teknologi seperti exoskeleton dan studi biomekanik berupaya meningkatkan kecepatan manusia, namun “berlari secepat angin” tetap di luar jangkauan kemampuan alami manusia. 6. AJIAN BRAJA MUSTI Ajian ini konon membuat penggunanya memiliki tenaga luar biasa, bahkan mampu menghancurkan batu besar dengan satu pukulan. Ajian Braja Musti diyakini banyak digunakan oleh para pendekar dan jawara sebagai bentuk perlindungan diri. Pandangan Ilmiah : Ilmu kekuatan super dalam Braja Musti dapat dikaitkan dengan pelatihan kekuatan otot dan teknik psikologis untuk meningkatkan tenaga, seperti yang dipelajari dalam ilmu bela diri dan angkat beban. Namun, pukulan dengan tenaga luar biasa tanpa bantuan alat atau pelatihan fisik tingkat tinggi tidak mungkin secara ilmiah. 7. AJIAN WARINGIN SUNGSANG Ajian ini adalah ilmu yang dipercaya mampu membingungkan lawan atau membuat mereka tersesat, mirip dengan teknik hipnosis atau mind control dalam legenda. Pandangan Ilmiah : Ilmu ini sejalan dengan hipnosis atau teknik psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi dan mental seseorang. Meski tak sepenuhnya sama dengan ajian ini, hipnosis adalah bentuk pengendalian yang terbukti mampu memengaruhi pikiran dengan kondisi tertentu. 8. AJIAN JURUS BAYU BAJRA Bayu Bajra adalah ajian yang dikaitkan dengan kemampuan melompat jauh dan bergerak cepat seperti angin. Penggunanya diyakini bisa bergerak di atas air atau melompat sejauh puluhan meter. Pandangan Ilmiah : Dalam ilmu fisika, konsep ini tidak mungkin tanpa bantuan alat atau teknologi khusus. Namun, beberapa olahraga ekstrem seperti parkour dan teknik khusus bisa meningkatkan ketangkasan dan kelincahan tubuh manusia secara signifikan. Ajian dan ilmu sakti tradisional Indonesia adalah bagian dari warisan budaya yang kaya akan cerita dan legenda. Secara ilmiah, kebanyakan dari ajian ini tidak dapat atau belum bisa dibuktikan secara nyata. Namun, kepercayaan terhadap ajian ini seringkali mencerminkan simbol-simbol kekuatan, daya tahan, dan ketangkasan yang dihormati dalam masyarakat. Di sisi lain, pengaruh psikologis dari kepercayaan terhadap kekuatan mistis ini dapat memengaruhi rasa percaya diri dan keberanian seseorang. Referensi 1. Nurhayati, Sri. "Ilmu Sakti Nusantara dalam Perspektif Budaya." Jurnal Budaya dan Sastra Nusantara, 2021. 2. Supardi, Agus. Legenda dan Mitologi di Jawa: Antara Fakta dan Kepercayaan. Penerbit Kanisius, 2018. 3. Raffles, T. S. The History of Java. London: Black, Parbury, and Allen, 1817. 4. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, detik.com dan berbagai sumber lain.

 ILMU & AJIAN SAKTI DARI INDONESIA

DAN PANDANGAN DARI SISI ILMIAH



1. AJIAN RAWA RONTEK

Ajian Rawa Rontek sering disebut sebagai ilmu kekebalan tubuh yang membuat penggunanya seakan-akan tidak bisa mati. Sejarahnya banyak terkait dengan mitos atau legenda yang berasal dari tanah Jawa, di mana konon para jawara yang menguasai ilmu ini memiliki kemampuan regenerasi instan. Jadi setiap bagian tubuh yg terpotong akan tumbuh atau tersambung kembali. Misal tangan yg terputus pedang, maka tangan yang terputus itu akan menyambung kembali apabila menyentuh tanah. Kedahsyatan ajian ini bisa dilihat pada Film Jaka Sembung Vs Ki Hitam saat adegan pertarungan kedua pendekar fiksi legendaris tersebut. 


Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, regenerasi total tubuh manusia seperti pada ajian ini tentu tidak mungkin. Meski beberapa hewan memiliki kemampuan regenerasi, seperti kadal dengan ekornya, manusia hanya bisa menyembuhkan jaringan tubuh secara terbatas. Ilmu kedokteran yang saat ini berusaha mendekati konsep ini adalah terapi sel punca dan bioteknologi regeneratif.


2. AJIAN PANCASONA

Seperti halnya Rawa Rontek, ajian Pancasona adalah ilmu sakti yang konon membuat penggunanya kebal dan bangkit kembali jika menyentuh tanah, perbedaannya adalah jika Rawa Rontek masuk kategori ilmu hitam, maka Pancasona adalah ajian Rawa Rontek yang telah diputihkan. Ilmu ini sering dikaitkan dengan kisah tokoh jawara Betawi Si Pitung, sementara di Blitar ajian ini konon dimiliki oleh Eyang Djoyodigdo yang sampai saat ini makamnya masih dikuburkan secara tergantung. Makam tersebut, lanjutnya, dibangun pada 11 Ruwah 1840 atau 18 Agustus 1910.Tapi hal ini perlu divalidasi lebih lanjut, karena fakta dilapangan makam tersebut dinamakan makam gantung karena ilmu eyang, baju kebesaran dan senjatanya digantung di atas pusara beliau. Makanya diberi nama makam gantung , seperti dikutip dari detik.com yang mendapatkan informasi dari juru kunci makam keramat di Blitar itu.


Pandangan Ilmiah : Konsep hidup kembali setelah menyentuh tanah tidak memiliki dasar ilmiah dan lebih banyak berada di ranah mitos. Dalam dunia sains, tanah atau bumi tidak memiliki kekuatan mistis untuk menghidupkan kembali sel yang telah mati. Namun, konsep tanah sebagai penyembuh alami berasal dari mineral dan nutrisi di dalamnya, yang bermanfaat bagi kesehatan.


3. AJIAN LEMBU SEKILAN

Ilmu ini dipercaya membuat penggunanya kebal dari serangan fisik seperti pukulan atau benda tajam, seakan memiliki perisai gaib. Nama "Lembu Sekilan" berasal dari kata "sekilan" yang berarti sejengkal, menunjukkan kekuatan menahan serangan sejengkal dari tubuh.


Pandangan Ilmiah : Pandangan ilmiah tentang kekebalan ini bisa dikaitkan dengan kondisi psikologis dan fisiologis, di mana tubuh bisa dilatih untuk menahan rasa sakit atau meminimalkan cedera, misalnya dalam teknik beladiri. Namun, kekebalan seperti yang digambarkan dalam Lembu Sekilan tidak terbukti secara ilmiah.


4. AJIAN BANDUNG BONDOWOSO

Ajian ini erat kaitannya dengan legenda Bandung Bondowoso, yang dikenal mampu membangun seribu candi dalam satu malam untuk memenuhi syarat menikahi Roro Jonggrang. Walau ini hanya legenda, ajian ini melambangkan kekuatan supranatural yang luar biasa.


Pandangan Ilmiah : Kisah ini dianggap metafora atas pembangunan cepat dan disiplin tinggi. Secara ilmiah, kecepatan pembangunan tersebut sulit dijelaskan tanpa bantuan teknologi modern. Namun, legenda ini mengandung pelajaran tentang ketekunan dan kemampuan arsitektur masyarakat Jawa Kuno.


5. AJIAN SAIPI ANGIN

Ajian Saipi Angin merupakan ilmu untuk mempercepat gerakan tubuh hingga terlihat seperti angin, diyakini bisa membuat pengguna bergerak secepat kilat, bahkan seakan-akan menghilang. Beberapa cerita rakyat Jawa menceritakan Saipi Angin sebagai ilmu silat tingkat tinggi.


Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, kecepatan manusia dibatasi oleh keterbatasan otot dan tulang. Teknologi seperti exoskeleton dan studi biomekanik berupaya meningkatkan kecepatan manusia, namun “berlari secepat angin” tetap di luar jangkauan kemampuan alami manusia.


6. AJIAN BRAJA MUSTI

Ajian ini konon membuat penggunanya memiliki tenaga luar biasa, bahkan mampu menghancurkan batu besar dengan satu pukulan. Ajian Braja Musti diyakini banyak digunakan oleh para pendekar dan jawara sebagai bentuk perlindungan diri.


Pandangan Ilmiah : Ilmu kekuatan super dalam Braja Musti dapat dikaitkan dengan pelatihan kekuatan otot dan teknik psikologis untuk meningkatkan tenaga, seperti yang dipelajari dalam ilmu bela diri dan angkat beban. Namun, pukulan dengan tenaga luar biasa tanpa bantuan alat atau pelatihan fisik tingkat tinggi tidak mungkin secara ilmiah.


7. AJIAN WARINGIN SUNGSANG

Ajian ini adalah ilmu yang dipercaya mampu membingungkan lawan atau membuat mereka tersesat, mirip dengan teknik hipnosis atau mind control dalam legenda.


Pandangan Ilmiah : Ilmu ini sejalan dengan hipnosis atau teknik psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi dan mental seseorang. Meski tak sepenuhnya sama dengan ajian ini, hipnosis adalah bentuk pengendalian yang terbukti mampu memengaruhi pikiran dengan kondisi tertentu.


8. AJIAN JURUS BAYU BAJRA

Bayu Bajra adalah ajian yang dikaitkan dengan kemampuan melompat jauh dan bergerak cepat seperti angin. Penggunanya diyakini bisa bergerak di atas air atau melompat sejauh puluhan meter.


Pandangan Ilmiah : Dalam ilmu fisika, konsep ini tidak mungkin tanpa bantuan alat atau teknologi khusus. Namun, beberapa olahraga ekstrem seperti parkour dan teknik khusus bisa meningkatkan ketangkasan dan kelincahan tubuh manusia secara signifikan.


Ajian dan ilmu sakti tradisional Indonesia adalah bagian dari warisan budaya yang kaya akan cerita dan legenda. Secara ilmiah, kebanyakan dari ajian ini tidak dapat atau belum bisa dibuktikan secara nyata. Namun, kepercayaan terhadap ajian ini seringkali mencerminkan simbol-simbol kekuatan, daya tahan, dan ketangkasan yang dihormati dalam masyarakat. Di sisi lain, pengaruh psikologis dari kepercayaan terhadap kekuatan mistis ini dapat memengaruhi rasa percaya diri dan keberanian seseorang. 


Referensi

1.  Nurhayati, Sri. "Ilmu Sakti Nusantara dalam Perspektif Budaya." Jurnal Budaya dan Sastra Nusantara, 2021.

2.  Supardi, Agus. Legenda dan Mitologi di Jawa: Antara Fakta dan Kepercayaan. Penerbit Kanisius, 2018.

3.  Raffles, T. S. The History of Java. London: Black, Parbury, and Allen, 1817.

4.  Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, detik.com dan berbagai sumber lain.

ALASAN MONGOL MENYERBU JAWA DALAM PARARATON Selama bertahun-tahun Mongol dibuat Putus asa dengan Jawa (Sangasari) karena selain menggangu Invasi mereka di Vietnam dan juga mempengaruhi Negri-Negeri Sumatra untuk tidak tunduk kepada Mongol, utusan mereka juga ternyata dibuat bloon ketika menghadap Raja Singasari, utusan Mereka justru dipermalukan dan bahkan dilukai wajah dan telinganya. Meskipun sadar sedang di tangtang oleh Jawa, Mongol pada nyatanya tidak mau gegabah untuk menghukum Jawa, perlu waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan penyerangan ke Jawa, mengingat Mongol sendiri sebetulnya kurang begitu digjaya dalam memobilisiasi tentara melalui jalur laut. Mongol mempercepat penyerbuannya ke Jawa dalam Pararaton justru disebabkan karena undangan dari Jawa. Dikisahkan bahwa ketika Raden Wijaya telah siap menyerang Daha, ia mengutarakan niatnya kepada Arya Wiraraja. Namun Arya Wirajaja, menyuruh Raden Wijaya bersabar, karena ia masih punya muslihat yang jitu, yaitu mengundang tentara Mongol ke Jawa untuk mengalahkan Daha (Kediri) Jadi dalam Pararaton, Arya Wirarajalah yang mengabarkan ke Mongol agar supaya Mongol datang ke Jawa, Jawa dikabarrkannya sedang lemah, Singasari telah digantikan Daha, dan apabila Mongol datang ke Jawa untuk mengalahkan Daha maka seluruh Jawa akan bersedia tunduk dan takluk kepada Mongol, selain itu Raja Mongol juga diiming-imingi Putri Cantik untuk diserahkan ke Mongol apabila berhasil mengalahkan Daha. Uraian mengenai hal ini, yaitu sebab-sebab kedatangan Mongol untuk menyerbu Daha itu dapat anda baca dalam Naskah pararton, tepatnya pada pupuh VI. Ditulis Oleh : Fanspage Sejarah Cirebon

 ALASAN MONGOL MENYERBU JAWA DALAM PARARATON


Selama bertahun-tahun Mongol dibuat Putus asa dengan Jawa (Sangasari) karena selain menggangu Invasi mereka di Vietnam dan juga mempengaruhi Negri-Negeri Sumatra untuk tidak tunduk kepada Mongol, utusan mereka juga ternyata dibuat bloon ketika menghadap Raja Singasari, utusan Mereka justru dipermalukan dan bahkan dilukai wajah dan telinganya.



Meskipun sadar sedang di tangtang oleh Jawa, Mongol pada nyatanya tidak mau gegabah untuk menghukum Jawa, perlu waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan penyerangan ke Jawa, mengingat Mongol sendiri sebetulnya kurang begitu digjaya dalam memobilisiasi tentara melalui jalur laut. 


Mongol mempercepat penyerbuannya ke Jawa dalam Pararaton justru disebabkan karena undangan dari Jawa. Dikisahkan bahwa ketika Raden Wijaya telah siap menyerang Daha, ia mengutarakan niatnya kepada Arya Wiraraja. Namun Arya Wirajaja, menyuruh Raden Wijaya bersabar, karena ia masih punya muslihat yang jitu, yaitu mengundang tentara Mongol ke Jawa untuk mengalahkan Daha (Kediri)


Jadi dalam Pararaton, Arya Wirarajalah yang mengabarkan ke Mongol agar supaya Mongol datang ke Jawa, Jawa dikabarrkannya sedang lemah, Singasari telah digantikan Daha, dan apabila Mongol datang ke Jawa untuk mengalahkan Daha maka seluruh Jawa akan bersedia tunduk dan takluk kepada Mongol, selain itu Raja Mongol juga diiming-imingi Putri Cantik untuk diserahkan ke Mongol apabila berhasil mengalahkan Daha. 


Uraian mengenai hal ini, yaitu sebab-sebab kedatangan Mongol untuk menyerbu Daha itu dapat anda baca dalam Naskah pararton, tepatnya pada  pupuh VI. 


Ditulis Oleh : Fanspage Sejarah Cirebon

Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit Putri Campa adalah istri dari Prabu Brawijaya V yang berasal dari Negeri Champa (Vietnam). Putri Campa merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama. Putri Cempa merupakan istri Brawijaya V yang saat itu sudah memeluk Islam. Dan dari sinilah cikal bakal Islam masuk ke Majapahit. Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi. Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Champa sejak abad ke-11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut. Setidaknya ada beberapa nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Antara lain Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brhaim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh. Para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand. Sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam. Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah. Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya. Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit. Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel. Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal. Dikisahkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka. Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah. Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja. Sedang dirinya keturunan penguasaha Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa. Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan. Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang beragama Islam. Mau barang2 jadul ada disini 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/2VYeKaYspz Buku Sejarah Dunia Lengkap 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/7AKU066LbM #sejarah #kerajaan #tempodulu #brawijaya #majapahit #cerita #legenda #share

 Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit


Putri Campa adalah istri dari Prabu Brawijaya V yang berasal dari Negeri Champa (Vietnam). Putri Campa merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama. 



Putri Cempa merupakan istri Brawijaya V yang saat itu sudah memeluk Islam. Dan dari sinilah cikal bakal Islam masuk ke Majapahit. 


Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi. 


Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Champa sejak abad ke-11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut.


Setidaknya ada beberapa nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Antara lain Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brhaim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh.


Para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand.


Sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam. 


Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah.


Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya.


Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit.


Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel. 


Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal.


Dikisahkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka.


Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah.


Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja. 


Sedang dirinya keturunan penguasaha Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa.


Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan.


Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang beragama Islam.


Mau barang2 jadul ada disini 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/2VYeKaYspz


Buku Sejarah Dunia Lengkap 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/7AKU066LbM


#sejarah #kerajaan #tempodulu #brawijaya #majapahit #cerita #legenda #share

Konon Pascaperang Jawa (Diponegoro 1825-1830), pohon sawokecik adalah kode para pengikut Diponegoro. Kraton Solo juga menanamnya (y) ... dan yang pasti para mantan laskarnya yang tersebar di pulau jawa... ketika membangun rumah/bangunan/ibadah juga menanam sebagai kode khusus persaudaraan : - Depan rumah - Sawo kecik - Belakang rumah - Kepel - Sisi kiri - Kemuning - Sisi kanan - Jambu darsono #pahlawandiponegoro #PerangJawa

 Konon Pascaperang Jawa (Diponegoro 1825-1830), pohon sawokecik adalah kode para pengikut Diponegoro. 

Kraton Solo juga menanamnya (y) ... dan yang pasti para mantan laskarnya yang tersebar di pulau jawa... ketika membangun rumah/bangunan/ibadah juga menanam sebagai kode khusus persaudaraan :

- Depan rumah - Sawo kecik

- Belakang rumah - Kepel

- Sisi kiri - Kemuning

- Sisi kanan - Jambu darsono 



#pahlawandiponegoro #PerangJawa

27 October 2024

Ini 8 Asal Usul Nama Sasak Suku Asli Pulau Lombok 𝐊𝐚𝐛𝐚𝐫 𝐊𝐚𝐞𝐋𝐞𝐬-Suku Sasak adalah etnis yang menempati Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasi suku ini cukup banyak, yaitu 3 juta. Suku Sasak diyakini sudah menempati Pulau Lombok sejak 4000 tahun sebelum Masehi. Namun sebagai warga Sasak maupun tidak pernahkah berpikir, dari mana asal mula nama Sasak? Berikut 8 definisi menurut sejumlah sumber: 1. Sumber lisan: Sasak, karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat (sesak). 2. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu. 3. Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi. Dalam kitab Negara Kertagama, nama sasak menjadi satu dengan Lombok, yaitu Lombok Sasak Mirah Adhi yang artinya permata kenyataan yang baik. 4. Dr. C.H. Goris: "Sasak berasal dari bahasa Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = asal). Jadi Orang Sasak adalah orang yang meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya. 5. Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille: "Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saq saq sehingga menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya ". 6. Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali: "Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan "Sasak dana prihan, srih javanira". Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu, sekitar abad ke- 12 M. 7. Dalam babad Sangupati: "Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi)". 8. Steven van der Hagen: "Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok". Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Keduanya terjalin menjadi satu yang berasal dari kata Sa'sa'Loombo. Kata sa' artinya satu, dan lombo' artinya lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus atau "satu-satunya kelurusan". (red) #sejarah #sasak #lombok #pyp

 Ini 8 Asal Usul Nama Sasak Suku Asli Pulau Lombok


𝐊𝐚𝐛𝐚𝐫 𝐊𝐚𝐞𝐋𝐞𝐬-Suku Sasak adalah etnis yang menempati Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasi suku ini cukup banyak, yaitu 3 juta. Suku Sasak diyakini sudah menempati Pulau Lombok sejak 4000 tahun sebelum Masehi. 



Namun sebagai warga Sasak maupun tidak pernahkah berpikir, dari mana asal mula nama Sasak? Berikut 8 definisi menurut sejumlah sumber:


1. Sumber lisan: Sasak, karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat (sesak).


2. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu.


3. Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi.


Dalam kitab Negara Kertagama, nama sasak menjadi satu dengan Lombok, yaitu Lombok Sasak Mirah Adhi yang artinya permata kenyataan yang baik.


4. Dr. C.H. Goris: "Sasak berasal dari bahasa Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = asal). Jadi Orang Sasak adalah orang yang meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya.


5. Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille: "Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saq saq sehingga menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya ".


6. Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali: "Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan "Sasak dana prihan, srih javanira". Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu, sekitar abad ke- 12 M.


7. Dalam babad Sangupati: "Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi)".


8. Steven van der Hagen: "Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok".


Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Keduanya terjalin menjadi satu yang berasal dari kata Sa'sa'Loombo. Kata sa' artinya satu, dan lombo' artinya lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus atau "satu-satunya kelurusan". (red)


#sejarah #sasak #lombok #pyp

25 October 2024

SUKU TOBALO ETNIS UNIK DI PEGUNUNGAN BULU PAO Di kedalaman pegunungan Bulu Pao, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, hiduplah sebuah komunitas unik yang dikenal sebagai Suku Tobalo. Salah satu ciri khas yang paling mencolok dari suku ini adalah adanya anggota yang memiliki kulit belang. Fenomena ini telah menarik perhatian banyak peneliti dan wisatawan, sekaligus menjadi misteri yang hingga kini masih terus dikaji. Artikel ini akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat kehidupan dan budaya suku Tobalo, serta mengungkap keunikan yang mereka miliki. Asal-Usul dan Sejarah Asal-usul nama Tobalo masih belum diketahui secara pasti. Beberapa sumber menyebutkan bahwa nama ini berasal dari kata dalam bahasa lokal yang berarti "orang yang tinggal di tempat tinggi". Suku Tobalo diperkirakan telah mendiami pegunungan Bulu Pao sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka hidup secara terisolasi dari dunia luar, sehingga budaya dan tradisi mereka tetap terjaga keasliannya. Kehidupan Masyarakat Tobalo Masyarakat Tobalo hidup secara berkelompok dalam rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu. Mata pencaharian utama mereka adalah bercocok tanam ladang, berburu, dan meramu. Mereka memiliki sistem sosial yang kuat, dengan seorang kepala suku yang menjadi pemimpin dan pembuat keputusan. Adat istiadat mereka sangat kental, tercermin dalam berbagai upacara dan ritual yang dilakukan sepanjang tahun. Salah satu keunikan budaya Tobalo adalah kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa segala sesuatu di alam memiliki roh, termasuk gunung, sungai, dan pohon. Oleh karena itu, mereka sangat menghormati alam dan lingkungan sekitar. Keunikan Fisik: Kulit Belang Fenomena kulit belang pada sebagian anggota suku Tobalo telah menjadi objek penelitian selama bertahun-tahun. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan kondisi ini, antara lain faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau bahkan mitos dan legenda. Hingga saat ini, belum ada penjelasan ilmiah yang pasti mengenai penyebab munculnya kulit belang pada suku Tobalo. Kondisi fisik yang unik ini tentu saja memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial mereka. Di satu sisi, mereka sering menjadi objek rasa ingin tahu dan bahkan diskriminasi. Namun, di sisi lain, kulit belang juga menjadi identitas yang membedakan mereka dari suku-suku lain. Ancaman dan Upaya Pelestarian Suku Tobalo saat ini menghadapi berbagai ancaman terhadap kelangsungan hidup dan budaya mereka. Modernisasi, perubahan iklim, dan masuknya budaya luar mengancam keberadaan mereka. Selain itu, diskriminasi dan stigma sosial juga menjadi tantangan tersendiri. Berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan budaya dan keberadaan suku Tobalo. Beberapa organisasi non-profit dan pemerintah telah memberikan bantuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Selain itu, masyarakat Tobalo sendiri juga berusaha untuk mempertahankan identitas budaya mereka melalui berbagai kegiatan adat dan tradisi. Kesimpulan Suku Tobalo adalah salah satu contoh kekayaan budaya Indonesia yang patut kita lestarikan. Keunikan mereka, baik dari segi fisik maupun budaya, menjadi sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya. Kita perlu memberikan dukungan dan apresiasi kepada suku Tobalo, agar mereka dapat terus menjaga kelestarian budaya dan tradisi leluhur. Sumber: detik.com

 SUKU TOBALO ETNIS UNIK DI PEGUNUNGAN BULU PAO


Di kedalaman pegunungan Bulu Pao, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, hiduplah sebuah komunitas unik yang dikenal sebagai Suku Tobalo. Salah satu ciri khas yang paling mencolok dari suku ini adalah adanya anggota yang memiliki kulit belang. Fenomena ini telah menarik perhatian banyak peneliti dan wisatawan, sekaligus menjadi misteri yang hingga kini masih terus dikaji. Artikel ini akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat kehidupan dan budaya suku Tobalo, serta mengungkap keunikan yang mereka miliki.



Asal-Usul dan Sejarah

Asal-usul nama Tobalo masih belum diketahui secara pasti. Beberapa sumber menyebutkan bahwa nama ini berasal dari kata dalam bahasa lokal yang berarti "orang yang tinggal di tempat tinggi". Suku Tobalo diperkirakan telah mendiami pegunungan Bulu Pao sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka hidup secara terisolasi dari dunia luar, sehingga budaya dan tradisi mereka tetap terjaga keasliannya.


Kehidupan Masyarakat Tobalo

Masyarakat Tobalo hidup secara berkelompok dalam rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu. Mata pencaharian utama mereka adalah bercocok tanam ladang, berburu, dan meramu. Mereka memiliki sistem sosial yang kuat, dengan seorang kepala suku yang menjadi pemimpin dan pembuat keputusan. Adat istiadat mereka sangat kental, tercermin dalam berbagai upacara dan ritual yang dilakukan sepanjang tahun.


Salah satu keunikan budaya Tobalo adalah kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa segala sesuatu di alam memiliki roh, termasuk gunung, sungai, dan pohon. Oleh karena itu, mereka sangat menghormati alam dan lingkungan sekitar.


Keunikan Fisik: Kulit Belang

Fenomena kulit belang pada sebagian anggota suku Tobalo telah menjadi objek penelitian selama bertahun-tahun. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan kondisi ini, antara lain faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau bahkan mitos dan legenda. Hingga saat ini, belum ada penjelasan ilmiah yang pasti mengenai penyebab munculnya kulit belang pada suku Tobalo.


Kondisi fisik yang unik ini tentu saja memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial mereka. Di satu sisi, mereka sering menjadi objek rasa ingin tahu dan bahkan diskriminasi. Namun, di sisi lain, kulit belang juga menjadi identitas yang membedakan mereka dari suku-suku lain.


Ancaman dan Upaya Pelestarian

Suku Tobalo saat ini menghadapi berbagai ancaman terhadap kelangsungan hidup dan budaya mereka. Modernisasi, perubahan iklim, dan masuknya budaya luar mengancam keberadaan mereka. Selain itu, diskriminasi dan stigma sosial juga menjadi tantangan tersendiri.


Berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan budaya dan keberadaan suku Tobalo. Beberapa organisasi non-profit dan pemerintah telah memberikan bantuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Selain itu, masyarakat Tobalo sendiri juga berusaha untuk mempertahankan identitas budaya mereka melalui berbagai kegiatan adat dan tradisi.


Kesimpulan

Suku Tobalo adalah salah satu contoh kekayaan budaya Indonesia yang patut kita lestarikan. Keunikan mereka, baik dari segi fisik maupun budaya, menjadi sebuah kekayaan yang tak ternilai harganya. Kita perlu memberikan dukungan dan apresiasi kepada suku Tobalo, agar mereka dapat terus menjaga kelestarian budaya dan tradisi leluhur.


Sumber: detik.com

24 October 2024

Potret Pesawat CN-235 hasil kerja sama IPTN dengan Casa-Spanyol. Salah satu jenis pesawat angkut regional bermesin turboprop yang memiliki daya angkut sebanyak 30-50 penumpang. Pihak IPTN menyebut rancang bangun CN-235 diharapkan menjadi pesawat angkut serbaguna yang sederhana, kuat, dapat dioperasikan dari landasan yang “seadanya” serta dapat memuat barang dengan mudah. Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Sumber : Pelita, 22 Juli 1990 halaman 1 kolom 7-9 (SKALA Team) #transportasi #pesawat #cn235 #IPTN

 Potret Pesawat CN-235 hasil kerja sama IPTN dengan Casa-Spanyol. Salah satu jenis pesawat angkut regional bermesin turboprop yang memiliki daya angkut sebanyak 30-50 penumpang. Pihak IPTN menyebut rancang bangun CN-235 diharapkan menjadi pesawat angkut serbaguna yang sederhana, kuat, dapat dioperasikan dari landasan yang “seadanya” serta dapat memuat barang dengan mudah.



 

Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI


Sumber : Pelita, 22 Juli 1990 halaman 1 kolom 7-9 (SKALA Team)


#transportasi #pesawat #cn235 #IPTN

Di Negara Thailand Terdapat Etnis Jawa yang Hidup Layaknya Negara Sendiri, Ternyata Semua Ini Berawal Dari.... Bahkan tidak hanya mendiami dan berkembang saja, dikutip Bondowoso Network dari akun YouTube Catatan Ini, keberadaan etnis Jawa ternyata mendapat tempat dihati sang Raja di negara tersebut. Artinya bahwa Raja tersebut sangat menyayangi orang-orang yang memiliki darah keturunan dari etnis Tanah Jawa. Negara apa yang dimaksud? Ya negara di Asia Tenggara yang begitu menghormati dan menyayangi orang Jawa yang kebetulan mendiami daerah nya adalah negara Thailand. Memang benar adanya jika negara gajah putih, julukan dari negara Thailand, sangat begitu menghormati dan menyayangi akan keberadaan orang Jawa. Jika flashback ke belakang, ternyata dibalik begitu banyaknya orang Jawa yang beranak pinak mendiami suatu daerah di negara Thailand ada kaitannya dengan zaman pendudukan Jepang di Indonesia tempo dulu. Orang-orang ini tampaknya memperoleh darah Jawa dari leluhur mereka dari nusantara yang dibawa Jepang sebagai romusha untuk mengerjakan sebuah proyek. Namun demikian, ada yang pulang kembali saat Indonesia akhirnya merdeka dan jadi negara bebas, tapi banyak pula yang memilih untuk hidup disana. Hingga akhirnya daerah Sathorn Bangkok dikenal sebagai mini Jawa Tengah Thailand. Para Raja Thailand zaman dahulu menghormati keturunan Jawa di sana.***

 Di Negara Thailand Terdapat Etnis Jawa yang Hidup Layaknya Negara Sendiri, Ternyata Semua Ini Berawal Dari....



Bahkan tidak hanya mendiami dan berkembang saja, dikutip Bondowoso Network dari akun YouTube Catatan Ini, keberadaan etnis Jawa ternyata mendapat tempat dihati sang Raja di negara tersebut.


Artinya bahwa Raja tersebut sangat menyayangi orang-orang yang memiliki darah keturunan dari etnis Tanah Jawa.


Negara apa yang dimaksud? Ya negara di Asia Tenggara yang begitu menghormati dan menyayangi orang Jawa yang kebetulan mendiami daerah nya adalah negara Thailand.


Memang benar adanya jika negara gajah putih, julukan dari negara Thailand, sangat begitu menghormati dan menyayangi akan keberadaan orang Jawa.


Jika flashback ke belakang, ternyata dibalik begitu banyaknya orang Jawa yang beranak pinak mendiami suatu daerah di negara Thailand ada kaitannya dengan zaman pendudukan Jepang di Indonesia tempo dulu.


Orang-orang ini tampaknya memperoleh darah Jawa dari leluhur mereka dari nusantara yang dibawa Jepang sebagai romusha untuk mengerjakan sebuah proyek.


Namun demikian, ada yang pulang kembali saat Indonesia akhirnya merdeka dan jadi negara bebas, tapi banyak pula yang memilih untuk hidup disana.


Hingga akhirnya daerah Sathorn Bangkok dikenal sebagai mini Jawa Tengah Thailand. Para Raja Thailand zaman dahulu menghormati keturunan Jawa di sana.***

Stasiun Kereta Api Sleman dahulu dibangun sebagai bagian proyek kereta api dengan tujuan Yogyakarta–Magelang, oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yang dibuka pada tanggal 1 Juli 1898. Sebelum tahun 1970, stasiun ini masih ramai melayani calon penumpang. Namun, sejak tahun 1970, para calon penumpang di stasiun ini menurun drastis karena kereta api saat itu berjalan sangat pelan dan sering menimbulkan kecelakaan karena rel kereta berada di pinggir jalan raya. Maka dari itu para penumpang lebih memilih menggunakan moda transportasi lain seperti bus, mobil pribadi, dll. Stasiun ini, setelah penutupannya kira - kira tahun 1976, telah dibongkar berubah menjadi sebuah taman kota, serta keberadaannya hanya bisa dilihat melalui foto-foto saja. Letaknya tidak jauh dari Pasar Sleman. Sangat susah mencari informasi yang berhubungan dengan halte ini, namun dilihat dari arah lengkung Jalan Dr. Radjimin diduga dahulu merupakan jalur kereta api.

 Stasiun Kereta Api Sleman dahulu dibangun sebagai bagian proyek kereta api dengan tujuan Yogyakarta–Magelang, oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yang dibuka pada tanggal 1 Juli 1898.



Sebelum tahun 1970, stasiun ini masih ramai melayani calon penumpang. Namun, sejak tahun 1970, para calon penumpang di stasiun ini menurun drastis karena kereta api saat itu berjalan sangat pelan dan sering menimbulkan kecelakaan karena rel kereta berada di pinggir jalan raya. Maka dari itu para penumpang lebih memilih menggunakan moda transportasi lain seperti bus, mobil pribadi, dll.


Stasiun ini, setelah penutupannya kira - kira tahun 1976, telah dibongkar berubah menjadi sebuah taman kota, serta keberadaannya hanya bisa dilihat melalui foto-foto saja. Letaknya tidak jauh dari Pasar Sleman. Sangat susah mencari informasi yang berhubungan dengan halte ini, namun dilihat dari arah lengkung Jalan Dr. Radjimin diduga dahulu merupakan jalur kereta api.

23 October 2024

RAKAI GARUNG, PRAMODHAWARDHANI DAN PRASASTI WANUA TENGAH III Apakah ada kesalahan dalam prasasti Wanua Tengah III? Dalam sejarah, Rakai Garung diidentifikasi sebagai Samaratungga. Tapi Ada yang janggal ketika mencermati isi prasasti. Dalam wanua tengah III disebutkan bahwa Raka i Garung naik tahta tahun 829 M, tapi dalam prasasti Kayumwungan (Karang Tengah) disebutkan Pramodawardhani Putri Samaratungga meresmikan Wenuwana dan Jinalaya tahun 824 M. Disinilah rumitnya, Ketika putrinya meresmikan bangunan sakral, Otomatis Samaratungga Sudah menjadi Raja sebelum tahun 824 M. Tapi kenapa Wanua tengah III menyebutkan bahwa Raka i Garung naik tahta tahun 829 M? Di sini ada benturan data dalam Wanua Tengah III dan Kayumwungan tentang sosok Rakai Garung. Teks Wanua Tengah tersebut adalah sbb: "750 bulan Māgha, tanggal 12 paro terang, hari Ahad Legi Paningron ( = 10 Januari 829 M) rake Garung anak mendiang yang meninggal di Tūk naik tahta..... Rake Garung meninggal. Pada tahun Saka 768, bulan Phālguna, tanggal 1 parogelap, Ahad Kliiwon Paningron ( = 8 Maret 847 M) Rake Pikatan dyah Saladu naik tahta" SAMARATUNGGA DAN PRAMODAWARDHANI Dalam bukunya yang berjudul Sriwijaya, Prof. Slamet Muljana mengidentifikasi Rakai Garung sebagai Samaratungga. Nama Samaratungga ini muncul dalam Prasasti Kayumwungan (Karang Tengah). Prasasti Karang Tengah 824 Masehi yang dikeluarkan oleh Samaratungga ini berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Isi prasasti ini tentang Pramodawardhani yang mendirikan Jinalaya dan wenuwana. Di dalam prasasti tersebut terdapat kata bhumisambhara Buddhara yang diidentifikasikan sebagai Candi Borobudur. Bangunan ini dibangun sebagai tempat abu jenazah raja Indra dari dinasti Syailendra. Bagian jawa Kuno menyebutkan bahwa pada 10 Kresnapaksa Bulan Jyestha Tahun 746 Saka (824 M), Rakai Patapan pu Palar meresmikan tanah sawah di Kayumwungan menjadi Tanah Sima atau tanah perdikan (daerah bebas pajak). Casparis mengaitkan bangunan Wenuwana ini dengan Candi Mendut, sedangkan Soekmono mengaitkannya dengan Candi Ngawen atas dasar persamaan bunyi nama. Sedangkan bangunan yang disebut Jinalaya diduga merujuk pada Candi Borobudur. Selain itu Prasasti Tri Tepusan juga menyebutkan bahwa Sri Kahulunnan pada tahun 842 M menganugerahkan tanahnya di desa Tri Tepusan untuk pembuatan dan pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara. APAKAH SAMARATUNGGA ADALAH RAKAI GARUNG? Sampai di sini sangat rumit sekali kalau menggunakan acuan tahun yang disebutkan di Wanua Tengah III. Karena ada ketidaksamaan angka tahun ketika Samaratungga dan Rakai Garung naik tahta. Mungkin raja yang memerintah adalah orang yang sama, tapi ada tahun yang tidak sama antara Wanua tengah III dan Prasasti Kayumwungan. Ataukah Samaratungga adalah Samaragrawira yang disebut prasasti Nalanda?

 RAKAI GARUNG, PRAMODHAWARDHANI DAN PRASASTI WANUA TENGAH III


Apakah ada kesalahan dalam prasasti Wanua Tengah III? Dalam sejarah, Rakai Garung diidentifikasi sebagai Samaratungga. Tapi Ada yang janggal ketika mencermati isi prasasti. Dalam wanua tengah III disebutkan bahwa Raka i Garung naik tahta tahun 829 M, tapi dalam prasasti Kayumwungan (Karang Tengah) disebutkan Pramodawardhani Putri Samaratungga meresmikan Wenuwana dan Jinalaya tahun 824 M. Disinilah rumitnya, Ketika putrinya meresmikan bangunan sakral, Otomatis Samaratungga Sudah menjadi Raja sebelum tahun 824 M. Tapi kenapa Wanua tengah III menyebutkan bahwa Raka i Garung naik tahta tahun 829 M?



Di sini ada benturan data dalam Wanua Tengah III dan Kayumwungan tentang sosok Rakai Garung. Teks Wanua Tengah tersebut adalah sbb:


"750 bulan Māgha, tanggal 12 paro terang, hari Ahad Legi Paningron ( = 10 Januari 829 M) rake Garung anak mendiang yang meninggal di Tūk naik tahta..... Rake Garung meninggal. Pada tahun Saka 768, bulan Phālguna, tanggal 1 parogelap, Ahad Kliiwon Paningron ( = 8 Maret 847 M) Rake Pikatan dyah Saladu naik tahta"


SAMARATUNGGA DAN PRAMODAWARDHANI

Dalam bukunya yang berjudul Sriwijaya, Prof. Slamet Muljana mengidentifikasi Rakai Garung sebagai Samaratungga. Nama Samaratungga ini muncul dalam Prasasti Kayumwungan (Karang Tengah). 


Prasasti Karang Tengah 824 Masehi yang  dikeluarkan oleh Samaratungga ini berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Isi prasasti ini tentang  Pramodawardhani yang mendirikan Jinalaya dan  wenuwana. Di dalam prasasti tersebut terdapat kata bhumisambhara Buddhara yang diidentifikasikan sebagai Candi Borobudur. Bangunan ini dibangun sebagai tempat abu jenazah raja Indra dari dinasti Syailendra.


Bagian jawa Kuno menyebutkan bahwa pada 10 Kresnapaksa Bulan Jyestha Tahun 746 Saka (824 M), Rakai Patapan pu Palar meresmikan tanah sawah di Kayumwungan menjadi Tanah Sima atau tanah perdikan (daerah bebas pajak). Casparis mengaitkan bangunan Wenuwana ini dengan Candi Mendut, sedangkan Soekmono mengaitkannya dengan Candi Ngawen atas dasar persamaan bunyi nama. Sedangkan bangunan yang disebut Jinalaya diduga merujuk pada Candi Borobudur.


Selain itu Prasasti Tri Tepusan juga  menyebutkan bahwa Sri Kahulunnan pada tahun 842 M menganugerahkan tanahnya di desa Tri Tepusan untuk pembuatan dan pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara.


APAKAH SAMARATUNGGA ADALAH RAKAI GARUNG?

Sampai di sini sangat rumit sekali kalau menggunakan acuan tahun yang disebutkan di Wanua Tengah III. Karena ada ketidaksamaan angka tahun ketika Samaratungga dan Rakai Garung naik tahta. Mungkin raja yang memerintah adalah orang yang sama, tapi ada tahun yang tidak sama antara Wanua tengah III dan Prasasti Kayumwungan. 


Ataukah Samaratungga adalah Samaragrawira yang disebut prasasti Nalanda?

22 October 2024

Letnan Melayu 1870 di Makasar, selama sejarah Kapiten Melayu di Batavia, mereka lebih beruntung dibanding kapiten dari Sunda, Ambon, dimana kapiten seperti Jonker Tanujiwa mengalami nasib tragis di ujung pengabdianya, Jonker dibantai Belanda, sementara Tanujiwa dihukum Buang. Para Kapiten Melayu tidak mengalami ini.

 Letnan Melayu 1870 di Makasar, selama sejarah Kapiten Melayu di Batavia, mereka lebih beruntung dibanding kapiten dari Sunda, Ambon, dimana kapiten seperti Jonker Tanujiwa  mengalami nasib tragis di ujung pengabdianya, Jonker dibantai Belanda, sementara Tanujiwa dihukum Buang.


Para Kapiten Melayu tidak mengalami ini.



ASAL - USUL DUIT Bila kita mengamati kosakata ngeri kita terdapat kesamaan dengan beberapa negeri tetangga kita, utamanya ketika menyebut uang. Kita menyebutnya Duit tetangga kita juga menyebutnya duit. Dari manakah kosakata duit itu ? Begini jawabnya ; Istilah Duit memang berasal dari nama salah satu uang koin logam yang digunakan dalam perdagangan di Belanda serta wilayah di barat Jerman yang berbatasan dengannya (Kleve dan Geldern). Secara etimologis, kata duit/deut berasal dari kata bahasa Norse Kuno thveit yang artinya sejenis koin kecil, namun arti harfiahnya ialah "kepingan-kepingan". Bahasa Norse Kuno kemudian diserap kedalam bahasa Belanda dan Jerman. VOC Belanda ketika menjajah Nusantara, termasuk Indonesia & Malaysia menggunakan mata uang Duit. Karenanya kosakata duit kemudian diadopsi oleh penduduk untuk menamai uang. Berikut ini contoh mata uang logam duit.

 ASAL - USUL DUIT


Bila kita mengamati kosakata ngeri kita terdapat kesamaan dengan beberapa negeri tetangga kita, utamanya ketika menyebut uang. Kita menyebutnya Duit tetangga kita juga menyebutnya duit. 



Dari manakah kosakata duit itu ?


Begini jawabnya ; 


Istilah Duit memang berasal dari nama salah satu uang koin logam yang digunakan dalam perdagangan di Belanda serta wilayah di barat Jerman yang berbatasan dengannya (Kleve dan Geldern).


Secara etimologis, kata duit/deut berasal dari kata bahasa Norse Kuno thveit yang artinya sejenis koin kecil, namun arti harfiahnya ialah "kepingan-kepingan". Bahasa Norse Kuno kemudian diserap kedalam bahasa Belanda dan Jerman. 


VOC Belanda ketika menjajah Nusantara, termasuk Indonesia & Malaysia menggunakan mata uang Duit. Karenanya kosakata duit kemudian diadopsi oleh penduduk untuk menamai uang. 


Berikut ini contoh mata uang logam duit.

21 October 2024

Wanita petinggi istana pada pelantikan putra mendiang Paku Alam VII di Yogyakarta. Sebelum tahun 1949

 Wanita petinggi istana pada pelantikan putra mendiang Paku Alam VII di Yogyakarta. Sebelum tahun 1949



Nyonya Meneer: Legenda Wirausaha Jamu Indonesia Nyonya Meneer, yang memiliki nama asli Lauw Ping Nio, lahir pada tahun 1895 di Sidoarjo, Jawa Timur. Dia adalah seorang wirausahawan wanita yang dikenal sebagai pelopor industri jamu di Indonesia. Nama "Meneer" diambil dari kata "Menir," yaitu sisa butir halus penumbukan padi, yang merupakan hasil dari keinginan sang ibu saat mengandungnya. Ejaan Belanda yang digunakan pada saat itu mengubah "Menir" menjadi "Meneer," yang menjadi nama legendarisnya hingga kini. Setelah menikah dengan Ong Bian Wan, Nyonya Meneer pindah ke Semarang. Di tengah masa pendudukan Belanda yang penuh tantangan pada tahun 1900-an, suaminya jatuh sakit parah, dan berbagai usaha pengobatan tidak berhasil. Dalam keputusasaan, Nyonya Meneer kembali pada tradisi keluarganya dengan meramu jamu Jawa yang telah diwariskan oleh orang tuanya. Keajaiban terjadi ketika suaminya sembuh, yang menguatkan tekadnya untuk memproduksi jamu sebagai cara untuk membantu orang lain di sekitarnya. Dengan peralatan dapur yang sederhana, ia mulai memproduksi jamu untuk keluarga, tetangga, dan masyarakat. Melihat antusiasme yang besar, Nyonya Meneer mulai mengembangkan usahanya. Pada tahun 1919, berkat dorongan dari keluarga, ia mendirikan "Jamu Cap Potret Nyonya Meneer," yang menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Ia bahkan mencantumkan nama dan potret dirinya pada kemasan jamunya sebagai bentuk keakraban dan keterikatan dengan pelanggan. Perusahaan ini terus berkembang, dibantu oleh anak-anaknya yang turut terlibat. Pada tahun 1940, putrinya, Nonnie (Ong Djian Nio), membuka cabang di Jakarta, di Jalan Juanda, Pasar Baru. Di bawah kepemimpinan Nyonya Meneer dan putranya, Hans Ramana, perusahaan mengalami pertumbuhan pesat. Nyonya Meneer meninggal dunia pada tahun 1978, tetapi warisannya terus hidup melalui generasi kedua dan ketiga, yang dikelola oleh cucunya, Charles Saerang. Meskipun awalnya ada lima bersaudara yang mengelola perusahaan, mereka memutuskan untuk berpisah, dan kini Charles Saerang menjadi satu-satunya pemilik dan pengendali perusahaan. Dengan segala perjuangan dan inovasi yang telah ditorehkan, Nyonya Meneer bukan hanya menjadi nama, tetapi juga simbol kekuatan wirausaha wanita di Indonesia, yang menginspirasi generasi masa kini dan yang akan datang. Hashtags: #NyonyaMeneer #IndustriJamu #WirausahaWanita #WarisanBudaya #KisahInspiratif #JamuTradisional #SejarahIndonesia

 Nyonya Meneer: Legenda Wirausaha Jamu Indonesia


Nyonya Meneer, yang


memiliki nama asli Lauw Ping Nio, lahir pada tahun 1895 di Sidoarjo, Jawa Timur. Dia adalah seorang wirausahawan wanita yang dikenal sebagai pelopor industri jamu di Indonesia. Nama "Meneer" diambil dari kata "Menir," yaitu sisa butir halus penumbukan padi, yang merupakan hasil dari keinginan sang ibu saat mengandungnya. Ejaan Belanda yang digunakan pada saat itu mengubah "Menir" menjadi "Meneer," yang menjadi nama legendarisnya hingga kini.


Setelah menikah dengan Ong Bian Wan, Nyonya Meneer pindah ke Semarang. Di tengah masa pendudukan Belanda yang penuh tantangan pada tahun 1900-an, suaminya jatuh sakit parah, dan berbagai usaha pengobatan tidak berhasil. Dalam keputusasaan, Nyonya Meneer kembali pada tradisi keluarganya dengan meramu jamu Jawa yang telah diwariskan oleh orang tuanya. Keajaiban terjadi ketika suaminya sembuh, yang menguatkan tekadnya untuk memproduksi jamu sebagai cara untuk membantu orang lain di sekitarnya.


Dengan peralatan dapur yang sederhana, ia mulai memproduksi jamu untuk keluarga, tetangga, dan masyarakat. Melihat antusiasme yang besar, Nyonya Meneer mulai mengembangkan usahanya. Pada tahun 1919, berkat dorongan dari keluarga, ia mendirikan "Jamu Cap Potret Nyonya Meneer," yang menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Ia bahkan mencantumkan nama dan potret dirinya pada kemasan jamunya sebagai bentuk keakraban dan keterikatan dengan pelanggan.


Perusahaan ini terus berkembang, dibantu oleh anak-anaknya yang turut terlibat. Pada tahun 1940, putrinya, Nonnie (Ong Djian Nio), membuka cabang di Jakarta, di Jalan Juanda, Pasar Baru. Di bawah kepemimpinan Nyonya Meneer dan putranya, Hans Ramana, perusahaan mengalami pertumbuhan pesat.


Nyonya Meneer meninggal dunia pada tahun 1978, tetapi warisannya terus hidup melalui generasi kedua dan ketiga, yang dikelola oleh cucunya, Charles Saerang. Meskipun awalnya ada lima bersaudara yang mengelola perusahaan, mereka memutuskan untuk berpisah, dan kini Charles Saerang menjadi satu-satunya pemilik dan pengendali perusahaan. Dengan segala perjuangan dan inovasi yang telah ditorehkan, Nyonya Meneer bukan hanya menjadi nama, tetapi juga simbol kekuatan wirausaha wanita di Indonesia, yang menginspirasi generasi masa kini dan yang akan datang.


Hashtags:


#NyonyaMeneer #IndustriJamu #WirausahaWanita #WarisanBudaya #KisahInspiratif #JamuTradisional #SejarahIndonesia

3 Istri cantik Prabu Brawijaya V yang bukan berdarah Jawa, tapi fakta mereka melahirkan raja-raja kerajaan Islam di pulau Jawa. 1. Siu Ban Ci “Siu Ban Ci yang dikenal dengan nama Tan Eng Kian adalah putri dari saudagar dan ulama dari Tionghoa bernama Syekh Bentong, Siu Ban Ci melahirkan putra bernama Raden Patah yang menjadi raja di kerajaan Demak. 2. Putri Campa Putri Campa bernama asli Amaravati yang merupakan putri dari Raja Kauthara. Putri Campa melahirkan anak perempuan bernama Retno Pembayun yang menikah dengan Pangeran Andayaningrat, penguasa Pengging yang dikenal Ki Ageng Pengging Sepuh. Putri Campa juga memiliki putra bernama Bathara Katong, yang merupakan penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebar agama Islam di Ponorogo. 3. Bondrit Cemara Bondrit Cemara atau yang biasa dikenal Wandan Kuning melahirkan putra bernama Bondan Kejawan adalah buyut dari Panembahan Senopati Raja Mataram islam pertama, maka dari itu Bondrit Cemara merupakan leluhur dari keturunan Panembahan Senopati. Dengan demikian, kehidupan Brawijaya V dan perempuan-perempuannya memberikan warna tersendiri dalam perjalanan sejarah Majapahit dan Nusantara.

 3 Istri cantik Prabu Brawijaya V yang bukan berdarah Jawa, tapi fakta mereka melahirkan raja-raja kerajaan Islam di pulau Jawa.




1. Siu Ban Ci


“Siu Ban Ci yang dikenal dengan nama Tan Eng Kian adalah putri dari saudagar dan ulama dari Tionghoa bernama Syekh Bentong, Siu Ban Ci melahirkan putra bernama Raden Patah yang menjadi raja di kerajaan Demak.


2. Putri Campa


Putri Campa bernama asli Amaravati yang merupakan putri dari Raja Kauthara.


Putri Campa melahirkan anak perempuan bernama Retno Pembayun yang menikah dengan Pangeran Andayaningrat, penguasa Pengging yang dikenal Ki Ageng Pengging Sepuh.


Putri Campa juga memiliki putra bernama Bathara Katong, yang merupakan penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebar agama Islam di Ponorogo.


3. Bondrit Cemara


Bondrit Cemara atau yang biasa dikenal Wandan Kuning melahirkan putra bernama Bondan Kejawan adalah buyut dari Panembahan Senopati Raja Mataram islam pertama, maka dari itu Bondrit Cemara merupakan leluhur dari keturunan Panembahan Senopati.


Dengan demikian, kehidupan Brawijaya V dan perempuan-perempuannya memberikan warna tersendiri dalam perjalanan sejarah Majapahit dan Nusantara.

SEJARAH SUKU MINANGKABAU Suku Minangkabau, atau orang Minang, adalah salah satu suku bangsa yang tinggal di daerah Sumatera Barat, Indonesia. Berikut adalah ringkasan sejarah dan budaya suku Minang: 1. NENEK MOYANG & ERA AWAL Suku Minangkabau memiliki sejarah yang panjang yang diperkirakan bermula sejak abad ke-7. Asal-usul suku ini sering dikaitkan dengan mitos dan cerita rakyat, termasuk kisah Lembah Harau dan pemimpin legendaris Datuk Perpatih Nan Sabatang. Masyarakat Minang awalnya merupakan petani dan pedagang, dengan ekonomi berbasis agraris yang kuat. 2. KERAJAAN PAGARUYUNG Kerajaan Pagaruyung didirikan sekitar abad ke-14 di wilayah Sumatera Barat oleh Adityawarman, seorang bangsawan keturunan Majapahit dan Melayu. Pada awalnya, kerajaan ini bercorak Hindu-Buddha dan memainkan peran penting dalam kebudayaan Minangkabau. Pagaruyung menjadi pusat pengaturan adat dan hukum yang mengatur masyarakat setempat. Sistem ini dikenal sebagai "adat basandi syarak," yang artinya adat berdasarkan pada aturan yang berlaku, sebelum akhirnya dipengaruhi oleh Islam. Perubahan besar terjadi pada abad ke-16 ketika Islam mulai masuk ke wilayah Minangkabau melalui pedagang dari Arab dan Gujarat. Pengaruh Islam diterima dengan baik oleh masyarakat, termasuk kalangan istana Pagaruyung. Pada abad ke-17, kerajaan ini resmi mengadopsi Islam, dan Pagaruyung bertransformasi menjadi kesultanan. Proses Islamisasi yang dipimpin oleh para ulama dan pedagang Muslim tidak hanya mengubah tatanan keagamaan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik kerajaan. Penerapan sistem "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah" menandai perpaduan antara adat istiadat lokal Minangkabau dengan hukum Islam, di mana adat didasarkan pada hukum agama dan hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an. Meskipun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam, Pagaruyung tetap menjaga keseimbangan antara tradisi adat dan ajaran Islam. Namun, pada abad ke-19, Pagaruyung menjadi medan konflik selama Perang Padri (1821–1837), yang mempertemukan kaum adat dengan kaum Padri yang berusaha menerapkan syariat Islam yang lebih ketat. Dengan demikian, Pagaruyung menjadi cerminan kerajaan yang mampu beradaptasi dengan masuknya Islam, menggabungkan tradisi adat dengan syariat, dan tetap memainkan peran penting dalam sejarah dan budaya Minangkabau. 3. PENGARUH ISLAM Seperti sudah dijelaskan diatas Islam mulai masuk ke Minangkabau pada abad ke-16 melalui para ulama dan pedagang. Konversi ke Islam membawa perubahan besar dalam masyarakat, termasuk sistem pemerintahan dan hukum. Masyarakat Minang menjadi dikenal sebagai pelopor dalam penyebaran Islam di Indonesia. 4. ERA KOLONIAL Pada abad ke-19, Belanda mulai menguasai wilayah Minangkabau. Munculnya berbagai konflik, seperti Perang Paderi (1821-1837), yang dipicu oleh pertentangan antara kelompok reformis Islam dan penguasa tradisional. Kolonialisasi menyebabkan perubahan struktur sosial dan ekonomi, tetapi budaya Minang tetap bertahan. 5. KEMERDEKAAN INDONESIA Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, suku Minang berperan aktif dalam politik dan pemerintahan, dengan banyak tokoh nasional berasal dari daerah ini. BUDAYA SUKU MINANGKABAU 1. SISTEM MATRILINEAL Suku Minang menganut sistem matrilineal, di mana warisan dan nama keluarga diturunkan melalui garis perempuan. Ini menjadikan perempuan memiliki peran penting dalam masyarakat. 2. ADAT & TRADISI Adat istiadat Minangkabau sangat kaya, termasuk upacara adat pernikahan yang megah, seperti "Rundah" dan "Bakar Bajang." Upacara adat juga mencakup tradisi "Merantau," di mana pemuda pergi merantau untuk mencari pengalaman dan memperbaiki kehidupan ekonomi. 3. ARSITEKTUR Rumah adat Minangkabau, dikenal sebagai "Rumah Gadang," memiliki atap melengkung dan dinding yang terbuat dari kayu. Desain rumah ini mencerminkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Minang. 4. KESUSASTRAAN & SENI Kesusastraan Minang, termasuk puisi dan prosa, seringkali mengandung nilai-nilai moral dan filosofi kehidupan. Seni musik dan tari, seperti "Talempong" dan "Silek," juga sangat penting dalam budaya Minang. 5. KULINER Makanan Minang terkenal dengan rasa pedasnya, dengan masakan ikonik seperti rendang, nasi padang, dan gulai. Makanan ini sering disajikan dalam bentuk "nasi padang" dengan berbagai lauk. Di masa sekarang masakan Padang tersebar di seantero Indonesia bahkan di beberapa negara dunia. ERA MODERN Saat ini, suku Minangkabau tetap mempertahankan tradisi dan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perubahan zaman. Banyak orang Minang yang merantau ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, tetapi mereka tetap menjaga identitas dan kebudayaan Minang. Referensi: Wikipedia, "Minangkabau" (diakses dari halaman Wikipedia tentang Suku Minangkabau) dan berbagai sumber lainnya.

 SEJARAH SUKU MINANGKABAU


Suku Minangkabau, atau orang Minang, adalah salah satu suku bangsa yang tinggal di daerah Sumatera Barat, Indonesia. Berikut adalah ringkasan sejarah dan budaya suku Minang:



1. NENEK MOYANG & ERA AWAL

Suku Minangkabau memiliki sejarah yang panjang yang diperkirakan bermula sejak abad ke-7. Asal-usul suku ini sering dikaitkan dengan mitos dan cerita rakyat, termasuk kisah Lembah Harau dan pemimpin legendaris Datuk Perpatih Nan Sabatang.

Masyarakat Minang awalnya merupakan petani dan pedagang, dengan ekonomi berbasis agraris yang kuat.


2. KERAJAAN PAGARUYUNG

Kerajaan Pagaruyung didirikan sekitar abad ke-14 di wilayah Sumatera Barat oleh Adityawarman, seorang bangsawan keturunan Majapahit dan Melayu. Pada awalnya, kerajaan ini bercorak Hindu-Buddha dan memainkan peran penting dalam kebudayaan Minangkabau. Pagaruyung menjadi pusat pengaturan adat dan hukum yang mengatur masyarakat setempat. Sistem ini dikenal sebagai "adat basandi syarak," yang artinya adat berdasarkan pada aturan yang berlaku, sebelum akhirnya dipengaruhi oleh Islam.

Perubahan besar terjadi pada abad ke-16 ketika Islam mulai masuk ke wilayah Minangkabau melalui pedagang dari Arab dan Gujarat. Pengaruh Islam diterima dengan baik oleh masyarakat, termasuk kalangan istana Pagaruyung. Pada abad ke-17, kerajaan ini resmi mengadopsi Islam, dan Pagaruyung bertransformasi menjadi kesultanan. Proses Islamisasi yang dipimpin oleh para ulama dan pedagang Muslim tidak hanya mengubah tatanan keagamaan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan politik kerajaan.

Penerapan sistem "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah" menandai perpaduan antara adat istiadat lokal Minangkabau dengan hukum Islam, di mana adat didasarkan pada hukum agama dan hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an. Meskipun mengalami perubahan menjadi kesultanan Islam, Pagaruyung tetap menjaga keseimbangan antara tradisi adat dan ajaran Islam. Namun, pada abad ke-19, Pagaruyung menjadi medan konflik selama Perang Padri (1821–1837), yang mempertemukan kaum adat dengan kaum Padri yang berusaha menerapkan syariat Islam yang lebih ketat.

Dengan demikian, Pagaruyung menjadi cerminan kerajaan yang mampu beradaptasi dengan masuknya Islam, menggabungkan tradisi adat dengan syariat, dan tetap memainkan peran penting dalam sejarah dan budaya Minangkabau. 


3. PENGARUH ISLAM

Seperti sudah dijelaskan diatas Islam mulai masuk ke Minangkabau pada abad ke-16 melalui para ulama dan pedagang. Konversi ke Islam membawa perubahan besar dalam masyarakat, termasuk sistem pemerintahan dan hukum.

Masyarakat Minang menjadi dikenal sebagai pelopor dalam penyebaran Islam di Indonesia.


4. ERA KOLONIAL

Pada abad ke-19, Belanda mulai menguasai wilayah Minangkabau. Munculnya berbagai konflik, seperti Perang Paderi (1821-1837), yang dipicu oleh pertentangan antara kelompok reformis Islam dan penguasa tradisional.

Kolonialisasi menyebabkan perubahan struktur sosial dan ekonomi, tetapi budaya Minang tetap bertahan.


5. KEMERDEKAAN INDONESIA

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, suku Minang berperan aktif dalam politik dan pemerintahan, dengan banyak tokoh nasional berasal dari daerah ini.


BUDAYA SUKU MINANGKABAU

1. SISTEM MATRILINEAL

Suku Minang menganut sistem matrilineal, di mana warisan dan nama keluarga diturunkan melalui garis perempuan. Ini menjadikan perempuan memiliki peran penting dalam masyarakat.

2. ADAT & TRADISI

Adat istiadat Minangkabau sangat kaya, termasuk upacara adat pernikahan yang megah, seperti "Rundah" dan "Bakar Bajang."

Upacara adat juga mencakup tradisi "Merantau," di mana pemuda pergi merantau untuk mencari pengalaman dan memperbaiki kehidupan ekonomi.

3. ARSITEKTUR

Rumah adat Minangkabau, dikenal sebagai "Rumah Gadang," memiliki atap melengkung dan dinding yang terbuat dari kayu. Desain rumah ini mencerminkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Minang.

4. KESUSASTRAAN & SENI

Kesusastraan Minang, termasuk puisi dan prosa, seringkali mengandung nilai-nilai moral dan filosofi kehidupan.

Seni musik dan tari, seperti "Talempong" dan "Silek," juga sangat penting dalam budaya Minang.

5. KULINER

Makanan Minang terkenal dengan rasa pedasnya, dengan masakan ikonik seperti rendang, nasi padang, dan gulai. Makanan ini sering disajikan dalam bentuk "nasi padang" dengan berbagai lauk. Di masa sekarang masakan Padang tersebar di seantero Indonesia bahkan di beberapa negara dunia. 

ERA MODERN

Saat ini, suku Minangkabau tetap mempertahankan tradisi dan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perubahan zaman. Banyak orang Minang yang merantau ke berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri, tetapi mereka tetap menjaga identitas dan kebudayaan Minang.


Referensi:

Wikipedia, "Minangkabau" (diakses dari halaman Wikipedia tentang Suku Minangkabau) dan berbagai sumber lainnya.

MASA PERANG AGRESI MILITER Pada tanggal 5 Oktober 1949, di tengah kegelapan fajar yang menggantung di langit Karawang, Jawa Barat, sejumlah prajurit TNI berdiri tegak, bersiaga dengan senjata di tangan. Mereka bukan sekadar pasukan; mereka adalah simbol perlawanan, keberanian, dan harapan bagi bangsa yang sedang berjuang untuk menggapai kemerdekaannya. Dalam suasana yang mencekam, di mana setiap detik bisa menjadi penentu antara hidup dan mati, para prajurit ini memilih untuk tidak mundur. Karawang, yang pada masa itu menjadi salah satu medan pertempuran sengit, menyaksikan semangat juang yang membara dari putra-putra terbaik bangsa. Mereka yang berdiri di garis depan adalah wajah dari tekad yang tidak bisa digoyahkan oleh ancaman, rasa takut, atau rasa lelah. Senjata yang mereka genggam erat bukan hanya alat untuk bertempur, tetapi juga simbol dari tanggung jawab mereka untuk mempertahankan tanah air, membela kehormatan, dan memastikan bahwa mimpi tentang Indonesia yang merdeka tidak akan pudar. Di bawah langit Karawang, pada hari yang penuh sejarah ini, para prajurit TNI menunjukkan kepada dunia bahwa kemerdekaan tidak pernah diberikan, tetapi harus diperjuangkan dengan segala pengorbanan. Mereka adalah perisai dan pedang bangsa, berdiri di atas tanah yang dirahmati dengan darah para pahlawan. Dalam keheningan pagi itu, suara langkah kaki mereka yang mantap menggema seperti janji yang tak akan pernah dilanggar: bahwa Indonesia akan tetap berdiri tegak, bahwa kemerdekaan yang telah direbut dengan susah payah akan dipertahankan dengan segenap jiwa dan raga. Kisah para prajurit TNI di Karawang pada 5 Oktober 1949 bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga warisan abadi bagi generasi berikutnya. Sebuah pengingat bahwa keberanian, keteguhan hati, dan cinta terhadap tanah air adalah kunci untuk menjaga kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata. #agresimiliter #perang #penjajahan #nusantara #penjajahanbelanda

 MASA PERANG AGRESI MILITER


Pada tanggal 5 Oktober 1949, di tengah kegelapan fajar yang menggantung di langit Karawang, Jawa Barat, sejumlah prajurit TNI berdiri tegak, bersiaga dengan senjata di tangan. Mereka bukan sekadar pasukan; mereka adalah simbol perlawanan, keberanian, dan harapan bagi bangsa yang sedang berjuang untuk menggapai kemerdekaannya. Dalam suasana yang mencekam, di mana setiap detik bisa menjadi penentu antara hidup dan mati, para prajurit ini memilih untuk tidak mundur. 



Karawang, yang pada masa itu menjadi salah satu medan pertempuran sengit, menyaksikan semangat juang yang membara dari putra-putra terbaik bangsa. Mereka yang berdiri di garis depan adalah wajah dari tekad yang tidak bisa digoyahkan oleh ancaman, rasa takut, atau rasa lelah. Senjata yang mereka genggam erat bukan hanya alat untuk bertempur, tetapi juga simbol dari tanggung jawab mereka untuk mempertahankan tanah air, membela kehormatan, dan memastikan bahwa mimpi tentang Indonesia yang merdeka tidak akan pudar.


Di bawah langit Karawang, pada hari yang penuh sejarah ini, para prajurit TNI menunjukkan kepada dunia bahwa kemerdekaan tidak pernah diberikan, tetapi harus diperjuangkan dengan segala pengorbanan. Mereka adalah perisai dan pedang bangsa, berdiri di atas tanah yang dirahmati dengan darah para pahlawan. 


Dalam keheningan pagi itu, suara langkah kaki mereka yang mantap menggema seperti janji yang tak akan pernah dilanggar: bahwa Indonesia akan tetap berdiri tegak, bahwa kemerdekaan yang telah direbut dengan susah payah akan dipertahankan dengan segenap jiwa dan raga.


Kisah para prajurit TNI di Karawang pada 5 Oktober 1949 bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga warisan abadi bagi generasi berikutnya. Sebuah pengingat bahwa keberanian, keteguhan hati, dan cinta terhadap tanah air adalah kunci untuk menjaga kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah, keringat, dan air mata.

#agresimiliter #perang #penjajahan #nusantara #penjajahanbelanda

Kerak Telor, Kuliner Khas Betawi yang Tercipta Secara Tak Sengaja Indonesia merupakan salah satu negara dengan keberagaman kuliner yang paling kaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat. Ada banyak kuliner lezat dan menggugah selera yang siap memanjakan lidah. Menariknya, kuliner di Indonesia memiliki kisah atau sejarah yang unik. Salah satu kuliner Indonesia tepatnya khas Betawi atau Jakarta dengan sejarah unik tersebut adalah kerak telor. Kerak telor yang terbuat dari beras ketan dan telur yang kemudian disajikan bersama serundeng juga topping lainnya ini merupakan makanan khas Betawi yang sering juga disebut sebagai omeletenya orang Betawi. Kerak telor umumnya dimasak menggunakan wajan dan dinikmati saat masih hangat agar rasa gurihnya semakin menggugah selera. Kerak telor biasanya dijajakan oleh pedagang yang ada di pinggir jalan saat ada perayaan di Jakarta baik perayaan memperingati Hari Jadi kota Jakarta maupun Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Menurut sejarah, Kerak Telor sudah ada dari zaman kolonial Belanda, kerak telor diciptakan oleh masyarakat Betawi secara tak sengaja karena hasil coba-coba sekawanan orang Betawi yang tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Jakarta yang dulu terkenal dengan nama Batavia memiliki banyak pohon kelapa, sehingga para warga memanfaatkan buah kelapa untuk memasak beragam makanan, salah satunya kerak telor. Sekitar tahun 1970, warga Betawi baru mulai berani menjajakan kerak telor di kawasan Tugu Monas. Makanan ini menjadi daya tarik yang membuat wisatawan berdatangan ke Jakarta. Bahkan, kerak telor pun menjadi makanan kaum elit. Sumber foto : Koran Pikiran Rakyat

 Kerak Telor, Kuliner Khas Betawi yang Tercipta Secara Tak Sengaja


Indonesia merupakan salah satu negara dengan keberagaman kuliner yang paling kaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat.



Ada banyak kuliner lezat dan menggugah selera yang siap memanjakan lidah. Menariknya, kuliner di Indonesia memiliki kisah atau sejarah yang unik.


Salah satu kuliner Indonesia tepatnya khas Betawi atau Jakarta dengan sejarah unik tersebut adalah kerak telor.


Kerak telor yang terbuat dari beras ketan dan telur yang kemudian disajikan bersama serundeng juga topping lainnya ini merupakan makanan khas Betawi yang sering juga disebut sebagai omeletenya orang Betawi.


Kerak telor umumnya dimasak menggunakan wajan dan dinikmati saat masih hangat agar rasa gurihnya semakin menggugah selera.


Kerak telor biasanya dijajakan oleh pedagang yang ada di pinggir jalan saat ada perayaan di Jakarta baik perayaan memperingati Hari Jadi kota Jakarta maupun Hari Ulang Tahun Republik Indonesia.


Menurut sejarah, Kerak Telor sudah ada dari zaman kolonial Belanda, kerak telor diciptakan oleh masyarakat Betawi secara tak sengaja karena hasil coba-coba sekawanan orang Betawi yang tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.


Jakarta yang dulu terkenal dengan nama Batavia memiliki banyak pohon kelapa, sehingga para warga memanfaatkan buah kelapa untuk memasak beragam makanan, salah satunya kerak telor.


Sekitar tahun 1970, warga Betawi baru mulai berani menjajakan kerak telor di kawasan Tugu Monas. Makanan ini menjadi daya tarik yang membuat wisatawan berdatangan ke Jakarta. Bahkan, kerak telor pun menjadi makanan kaum elit.


Sumber foto : Koran Pikiran Rakyat

Geger pemberitaan tentang kaburnya Edy Tansil dari Lembaga Pemasyarakatn Cipinang, Jakarta pada 4 Mei 1996. Berita kaburnya terpidana kasus korupsi yang merugikan negara Rp 1,3 Triliun tersebut, tidak hanya menjadi pembicaraan masyarakat kalangan atas saja. Masyarakat pedesaan juga ikut memperhatikannya. Salah satunya warga Desa Tembok Luwung, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal ini. Keadaan rumahnya yang sudah reot, mencari perhatian dari pemerintah dengan menuliskan pesan “ Edy Tansil tidak mungkin ngumpet di gubuk ini”. Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI Sumber : Suara Merdeka, 24 Mei 1996 halaman 4 kolom 4-7 (Skala Team) #EdyTansil #korupsi #LPCipinang #gubug #Tegal

 Geger pemberitaan tentang kaburnya Edy Tansil dari Lembaga Pemasyarakatn Cipinang, Jakarta pada 4 Mei 1996. Berita kaburnya terpidana kasus korupsi yang merugikan negara Rp 1,3 Triliun tersebut, tidak hanya menjadi pembicaraan masyarakat kalangan atas saja. Masyarakat pedesaan juga ikut memperhatikannya. Salah satunya warga Desa Tembok Luwung, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal ini. Keadaan rumahnya yang sudah reot, mencari perhatian dari pemerintah dengan menuliskan pesan “ Edy Tansil tidak mungkin ngumpet di gubuk ini”. 



Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI

Sumber : Suara Merdeka, 24 Mei 1996 halaman 4 kolom 4-7 (Skala Team)


#EdyTansil #korupsi #LPCipinang #gubug #Tegal

🇮🇩 Makam Maulana Hasanuddin tahun 1952, beliau merupakan Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan Banten. Ia juga bergelar Pangeran Sabakingking dan memerintah di Banten dalam rentang waktu 1552-1570 M.

 🇮🇩 Makam Maulana Hasanuddin tahun 1952, beliau merupakan Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan Banten. Ia juga bergelar Pangeran Sabakingking dan memerintah di Banten dalam rentang waktu 1552-1570 M.



20 October 2024

Rumah panggung (Limas), Palembang (year unknown) ©️ Maria ©️ Historical Life

 Rumah panggung (Limas), Palembang (year unknown)



©️ Maria ©️ Historical Life

Pada thn 1890 belanda mendirikan perusahaan minyak di nusantara yg bernama KNMEP thn 1891 dua kapal pertama utk KNMEP adalah kapal kembar BESITANG dan BRANDAN, diantara keduanya kapal brandan dgn kode pelayaran TBVN pd 1 april 1896 utk pertama x nya memasuki pelabuhan pangkalan brandan namun kapal yg bernama brandan ini bernasib tragis dibanding kembaran nya dmn pd tanggal 10 feb 1902 saat cuaca buruk diselat bangka tenggelam bersama puluhan awaknya Ternyata langkat dulu sgt maju

 Pada thn 1890 belanda mendirikan perusahaan minyak di nusantara yg bernama KNMEP 



thn 1891 dua kapal pertama utk KNMEP adalah kapal kembar BESITANG dan BRANDAN, 


diantara keduanya kapal brandan dgn kode pelayaran TBVN pd 1 april 1896 utk pertama x nya memasuki pelabuhan pangkalan brandan namun kapal yg bernama brandan ini bernasib tragis dibanding kembaran nya dmn pd tanggal  10 feb 1902 saat cuaca buruk diselat bangka tenggelam bersama puluhan awaknya


Ternyata langkat dulu sgt maju

Subang Larang, Istri Prabu Siliwangi Yang Dibuang Kisah mengenai dibuangnya Subang Larang oleh Prabu Siliwangi dari Istana Pajajaran dikisahkan dalam Naskah Mertasinga, dalam Naskah ini disebutkan bahwa sebab-sebab dibuangnya Subang Larang dari Istana disebabkan karena ia telah lancang menyimpan rahasia keIslamannya. Di Istana kerajaan Pajajaran tidak boleh ada yang menyebut nama Allah. Oleh sebab itulah setelah peristiwa itu Subang Larang kemudian diasingkan di Banten. Mendapati ibunya diperlakukan seperti itu, anak tertua Subang Larang, Pangeran Walangsungsang dan Adiknya Rara Santang kemudian turut meninggalkan istana karena sakit hati. Jika Naskah Mertasinga menyatakan sebab musabab keluarnya R Walangsungsang atau yang mempunyai nama lain Pangeran Cakrabuana meninggalkan Istana disebabkan diusirnya ibunya dari Istana Pajajaran, maka tidak demikian dalan Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari tidak disebutkan mengenai penolakan agama Islam oleh Prabu Siliwangi, dalam naskah ini hanya menjelaskan bahwa selepas kematian Subang Larang, kedua anak beliau keluar dari Istana karena mendapatkan perlakuan buruk dari kalangan Istana Kerajaan Pajajaran.

 Subang Larang, Istri Prabu Siliwangi Yang Dibuang


Kisah mengenai dibuangnya Subang Larang oleh Prabu Siliwangi dari Istana Pajajaran dikisahkan dalam Naskah Mertasinga, dalam Naskah ini disebutkan bahwa sebab-sebab dibuangnya Subang Larang dari Istana disebabkan karena ia telah lancang menyimpan rahasia keIslamannya.



Di Istana kerajaan Pajajaran tidak boleh ada yang menyebut nama Allah. Oleh sebab itulah setelah peristiwa itu Subang Larang kemudian diasingkan di Banten. Mendapati ibunya diperlakukan seperti itu, anak tertua Subang Larang, Pangeran Walangsungsang dan Adiknya Rara Santang kemudian turut meninggalkan istana karena sakit hati.


Jika Naskah Mertasinga menyatakan sebab musabab keluarnya R Walangsungsang atau yang mempunyai nama lain Pangeran Cakrabuana meninggalkan Istana disebabkan diusirnya ibunya dari Istana Pajajaran, maka tidak demikian dalan Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. 


Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari tidak disebutkan mengenai penolakan agama Islam oleh Prabu Siliwangi, dalam naskah ini hanya menjelaskan bahwa selepas kematian Subang Larang, kedua anak beliau keluar dari Istana karena mendapatkan perlakuan buruk dari kalangan Istana Kerajaan Pajajaran.

SEJARAH KITAB NEGARAKERTAGAMA Kitab Negarakertagama adalah salah satu naskah kuno yang paling penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam memahami masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kitab ini disusun oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Melalui kitab ini, kita dapat mengetahui gambaran kehidupan politik, sosial, agama, dan budaya Majapahit yang dikenal sebagai kerajaan terkuat di Nusantara pada abad ke-14. SEJARAH PENULISAN Negarakertagama ditulis sebagai puji-pujian kepada Raja Hayam Wuruk dan menggambarkan kebesaran serta luasnya wilayah kekuasaan Majapahit. Kitab ini juga menyajikan informasi tentang struktur kerajaan, administrasi, dan kegiatan keagamaan di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit. Negarakertagama ditulis dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) dan terdiri dari 98 pupuh (bab). Setiap pupuh menggunakan berbagai bentuk metrum atau pola puisi, seperti kakawin. Di dalamnya, Mpu Prapanca juga menceritakan perjalanan spiritualnya ke berbagai daerah untuk melaksanakan ritual keagamaan dan memuja para dewa. Mpu Prapanca, selain sebagai seorang pujangga, juga merupakan seorang pegawai istana dan anggota birokrasi Majapahit yang sangat memahami situasi politik serta struktur sosial Majapahit. Kitab ini juga menampilkan hubungan diplomatik Majapahit dengan negara-negara lain, baik di Nusantara maupun di luar kawasan, serta menggambarkan harmoni antara agama Hindu dan Buddha yang dianut oleh masyarakat Majapahit. ISI KITAB Secara garis besar, Negarakertagama berisi: 1. Puji-pujian kepada Raja Hayam Wuruk serta keluarganya dan raja-raja Majapahit sebelumnya. 2. Wilayah kekuasaan Majapahit, termasuk pulau-pulau di Nusantara seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga bagian barat Papua, serta hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. 3. Kegiatan keagamaan dan ritual yang dilakukan di kerajaan, seperti sembahyang, persembahan kepada para dewa, dan penghormatan kepada leluhur. 4. Kunjungan Raja Hayam Wuruk ke beberapa tempat penting di wilayah Majapahit, seperti tempat suci, candi, dan wilayah perbatasan kerajaan. 5. Kehidupan sosial dan budaya Majapahit, termasuk sistem pemerintahan dan peran para pejabat istana dalam mengatur kehidupan masyarakat. PENEMUAN KEMBALI Selama berabad-abad, Negarakertagama hampir terlupakan dan terselubung dalam sejarah, hingga akhirnya ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh seorang ilmuwan Belanda bernama J.L.A. Brandes. Penemuan ini terjadi secara tak terduga setelah pasukan Belanda melakukan penyerangan ke Lombok. Ketika Belanda menaklukkan kerajaan Lombok, mereka merampas sejumlah besar benda-benda berharga, termasuk manuskrip-manuskrip kuno dari istana raja setempat. Di antara koleksi yang disita, terdapat sebuah naskah lontar yang dikenal kemudian sebagai Negarakertagama. Penemuan Negarakertagama oleh Brandes memiliki dampak besar terhadap studi sejarah dan kebudayaan Nusantara. Manuskrip ini kemudian dipelajari dengan cermat oleh para sejarawan dan ahli bahasa, yang kemudian menyadari bahwa naskah ini adalah sumber penting tentang sejarah Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Nusantara pada abad ke-14. PENGARUH & SIGNIFIKANSI KITAB NEGARAKERTAGAMA Negarakertagama memberikan pandangan yang sangat mendalam tentang kebesaran Majapahit dan membuktikan bahwa kerajaan ini bukan hanya sebuah entitas politik yang kuat, tetapi juga pusat kebudayaan dan spiritual yang luar biasa. Dari kitab ini, terungkap bahwa wilayah kekuasaan Majapahit mencakup banyak bagian Nusantara, termasuk daerah-daerah yang kini menjadi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Filipina. Penemuan kembali Negarakertagama juga membantu memperkuat identitas nasional Indonesia, karena kitab ini menjadi simbol kejayaan masa lalu Nusantara yang multikultural dan multireligius. KONTROVERSI PENEMUAN Meski penemuan Negarakertagama sangat berarti, kontroversi tidak bisa dihindari karena penemuannya terjadi dalam konteks kolonialisme. Sebagian pihak berpendapat bahwa naskah tersebut seharusnya tetap berada di tangan kerajaan setempat dan tidak disita oleh kolonial Belanda. Bahkan hingga hari ini, sebagian artefak dari perampasan di Lombok masih tersimpan di museum-museum Belanda, dan ada seruan dari beberapa pihak agar artefak-artefak ini dikembalikan ke Indonesia. Yang pasti Kitab Negarakertagama akan tetap menjadi warisan penting bagi sejarah Indonesia. Dengan adanya kitab ini, kita dapat merekonstruksi peradaban Majapahit, memahami kekayaan budaya Nusantara, dan menghargai kebesaran kerajaan yang pernah menjadi pusat kekuatan di Asia Tenggara. Referensi: 1. Slametmuljana, Negarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. 2. Moertono, Soemarsaid, State and Statecraft in Old Java.

 SEJARAH KITAB NEGARAKERTAGAMA


Kitab Negarakertagama adalah salah satu naskah kuno yang paling penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam memahami masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kitab ini disusun oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 M pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Melalui kitab ini, kita dapat mengetahui gambaran kehidupan politik, sosial, agama, dan budaya Majapahit yang dikenal sebagai kerajaan terkuat di Nusantara pada abad ke-14.



SEJARAH PENULISAN

Negarakertagama ditulis sebagai puji-pujian kepada Raja Hayam Wuruk dan menggambarkan kebesaran serta luasnya wilayah kekuasaan Majapahit. Kitab ini juga menyajikan informasi tentang struktur kerajaan, administrasi, dan kegiatan keagamaan di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit. Negarakertagama ditulis dalam bahasa Kawi (Jawa Kuno) dan terdiri dari 98 pupuh (bab). Setiap pupuh menggunakan berbagai bentuk metrum atau pola puisi, seperti kakawin. Di dalamnya, Mpu Prapanca juga menceritakan perjalanan spiritualnya ke berbagai daerah untuk melaksanakan ritual keagamaan dan memuja para dewa.


Mpu Prapanca, selain sebagai seorang pujangga, juga merupakan seorang pegawai istana dan anggota birokrasi Majapahit yang sangat memahami situasi politik serta struktur sosial Majapahit. Kitab ini juga menampilkan hubungan diplomatik Majapahit dengan negara-negara lain, baik di Nusantara maupun di luar kawasan, serta menggambarkan harmoni antara agama Hindu dan Buddha yang dianut oleh masyarakat Majapahit.


ISI KITAB

Secara garis besar, Negarakertagama berisi:

1. Puji-pujian kepada Raja Hayam Wuruk serta keluarganya dan raja-raja Majapahit sebelumnya.

2. Wilayah kekuasaan Majapahit, termasuk pulau-pulau di Nusantara seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga bagian barat Papua, serta hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga.

3. Kegiatan keagamaan dan ritual yang dilakukan di kerajaan, seperti sembahyang, persembahan kepada para dewa, dan penghormatan kepada leluhur.

4. Kunjungan Raja Hayam Wuruk ke beberapa tempat penting di wilayah Majapahit, seperti tempat suci, candi, dan wilayah perbatasan kerajaan.

5. Kehidupan sosial dan budaya Majapahit, termasuk sistem pemerintahan dan peran para pejabat istana dalam mengatur kehidupan masyarakat.


PENEMUAN KEMBALI

Selama berabad-abad, Negarakertagama hampir terlupakan dan terselubung dalam sejarah, hingga akhirnya ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh seorang ilmuwan Belanda bernama J.L.A. Brandes. Penemuan ini terjadi secara tak terduga setelah pasukan Belanda melakukan penyerangan ke Lombok. Ketika Belanda menaklukkan kerajaan Lombok, mereka merampas sejumlah besar benda-benda berharga, termasuk manuskrip-manuskrip kuno dari istana raja setempat. Di antara koleksi yang disita, terdapat sebuah naskah lontar yang dikenal kemudian sebagai Negarakertagama.


Penemuan Negarakertagama oleh Brandes memiliki dampak besar terhadap studi sejarah dan kebudayaan Nusantara. Manuskrip ini kemudian dipelajari dengan cermat oleh para sejarawan dan ahli bahasa, yang kemudian menyadari bahwa naskah ini adalah sumber penting tentang sejarah Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Nusantara pada abad ke-14.


PENGARUH & SIGNIFIKANSI KITAB NEGARAKERTAGAMA

Negarakertagama memberikan pandangan yang sangat mendalam tentang kebesaran Majapahit dan membuktikan bahwa kerajaan ini bukan hanya sebuah entitas politik yang kuat, tetapi juga pusat kebudayaan dan spiritual yang luar biasa. Dari kitab ini, terungkap bahwa wilayah kekuasaan Majapahit mencakup banyak bagian Nusantara, termasuk daerah-daerah yang kini menjadi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Filipina.


Penemuan kembali Negarakertagama juga membantu memperkuat identitas nasional Indonesia, karena kitab ini menjadi simbol kejayaan masa lalu Nusantara yang multikultural dan multireligius.


KONTROVERSI PENEMUAN

Meski penemuan Negarakertagama sangat berarti, kontroversi tidak bisa dihindari karena penemuannya terjadi dalam konteks kolonialisme. Sebagian pihak berpendapat bahwa naskah tersebut seharusnya tetap berada di tangan kerajaan setempat dan tidak disita oleh kolonial Belanda. Bahkan hingga hari ini, sebagian artefak dari perampasan di Lombok masih tersimpan di museum-museum Belanda, dan ada seruan dari beberapa pihak agar artefak-artefak ini dikembalikan ke Indonesia.


Yang pasti Kitab Negarakertagama akan tetap menjadi warisan penting bagi sejarah Indonesia. Dengan adanya kitab ini, kita dapat merekonstruksi peradaban Majapahit, memahami kekayaan budaya Nusantara, dan menghargai kebesaran kerajaan yang pernah menjadi pusat kekuatan di Asia Tenggara.


Referensi:

1.  Slametmuljana, Negarakretagama dan Tafsir Sejarahnya.

2.  Moertono, Soemarsaid, State and Statecraft in Old Java.

GUNDIK BELANDA DI ACEH Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan Gundik oleh para Perwira Belanda tercatat dalam buku Karya Zentgraf yang berjudul " De Atjeh", dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Aceh kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Grilyawan, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya. Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah "Mempelajari Bahasa dan Budaya Aceh" sementara tujuan puncak dari Praktek Pergundikan. Gundik Asal Aceh yang paling terkenal dalam sejarah Aceh adalah wanita yang disebut sebagai Istri "Panglima Ulee Lheu Mugoe", ketika suaminya berjuang menjadi Grilyawan, wanita tersebut dijadikan sebagai Gundik Perwira Belanda, mirisnya Gundik Aceh itu kemudian membocorkan persembunyian suaminya kepada Kekasih Belandanya, sehingga dari peristiwa tersebut Suami sahnya dapat ditangkap oleh Belanda. Zuftazani dalam De Atjeh Oorlog (hlm, 438) menyebutkan "Seorang Perwira Belanda yang mempunyai Gundik dari Wanita Aceh, yang mana Gundik itu tidak berkurang hormatnya pada tuannya walaupun tuannya adalah seorang Kafir, ini adalah sebuah kenyataan bahwa Aceh mempunyai lembaran hitam dalam sejarah menentang penjajahan Belanda, Wanita Aceh yang menjadi Gundik Belanda itu tidak hanya menjual kehormatannya melainkan juga menjual Agamanya". Tidak dapat dipungkiri, bahwa hasil Pergundikan antara Perwira Belanda dan Wanita Aceh sisa-sisanya masih dapat dilihat sampai sekarang dari sebaran penduduk Aceh yang mempunyai darah keturunan Belanda, mereka umumnya bermata biru dan berkulit putih, hanya saja guna menutupi malu mereka terkadang menyebut sebagai keturunan Portugis yang dahulu pernah singgah di Aceh (Kapal Portugis Karam di Aceh) dan ada juga yang beralasan ketika Portugis menakluk Pasai pada Tahun 1521. Alasan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, mengingat rentang Kedatangan Portugis ke Aceh sangat jauh sekali (Aabad 16-17), sehingga jika keturunan Portugis itu kawain mengawin dengan penduduk lokal secara terus menerus selama beberapa genarsi akan hilang kekhasan darah dan ciri ke Eropannya, berbeda dengan Belanda yang baru datang ke Aceh pada abad 19, jelas keturunan hasil Perkawinan antara Perwira Belanda dan Gundik Acehnya itu secara genetik masih dapat dilihat di Abad 21 ini. Orang-orang keturunan Eropa di Aceh biasanya disebut dengan Istilah "Bulek Lamno", umumnya mereka dianggap sebagai keturunan Portugis, tanpa sama sekali menyebut jika nenek moyang mereka merupakan hasil Kawin Campur antara Perwira Belanda dengan wanita Aceh yang dijadikan sebagai Gundik tuan Belandanya.

 GUNDIK BELANDA DI ACEH


Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan Gundik oleh para Perwira Belanda tercatat dalam buku Karya Zentgraf yang berjudul " De Atjeh", dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Aceh kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Grilyawan, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya. 



Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah "Mempelajari Bahasa dan Budaya Aceh" sementara tujuan puncak dari Praktek Pergundikan.


Gundik Asal Aceh yang paling terkenal dalam sejarah Aceh adalah wanita yang disebut sebagai Istri "Panglima Ulee Lheu Mugoe", ketika suaminya berjuang menjadi Grilyawan, wanita tersebut dijadikan sebagai Gundik Perwira Belanda, mirisnya Gundik Aceh itu kemudian membocorkan persembunyian suaminya kepada Kekasih Belandanya, sehingga dari peristiwa tersebut Suami sahnya dapat ditangkap oleh Belanda. 


Zuftazani dalam De Atjeh Oorlog (hlm, 438) menyebutkan "Seorang Perwira Belanda yang mempunyai Gundik dari Wanita Aceh, yang mana Gundik itu tidak berkurang hormatnya pada tuannya walaupun tuannya adalah seorang Kafir, ini adalah sebuah kenyataan bahwa Aceh mempunyai lembaran hitam dalam sejarah menentang penjajahan Belanda, Wanita Aceh yang menjadi Gundik Belanda itu tidak hanya menjual kehormatannya melainkan juga menjual Agamanya".


Tidak dapat dipungkiri, bahwa hasil Pergundikan antara Perwira Belanda dan Wanita Aceh sisa-sisanya masih dapat dilihat sampai sekarang dari sebaran penduduk Aceh yang mempunyai darah keturunan Belanda, mereka umumnya bermata biru dan berkulit putih, hanya saja guna menutupi malu mereka terkadang menyebut sebagai keturunan Portugis yang dahulu pernah singgah di Aceh (Kapal Portugis Karam di Aceh) dan ada juga yang beralasan ketika Portugis menakluk Pasai pada Tahun 1521.


Alasan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, mengingat rentang Kedatangan Portugis ke Aceh sangat jauh sekali (Aabad 16-17), sehingga jika keturunan Portugis itu kawain mengawin dengan penduduk lokal secara terus menerus selama beberapa genarsi akan hilang kekhasan darah dan ciri ke Eropannya, berbeda dengan Belanda yang baru datang ke Aceh pada abad 19, jelas keturunan hasil Perkawinan antara Perwira Belanda dan Gundik Acehnya itu secara genetik masih dapat dilihat di Abad 21 ini. 


Orang-orang keturunan Eropa di Aceh biasanya disebut dengan Istilah "Bulek Lamno", umumnya mereka dianggap sebagai keturunan Portugis, tanpa sama sekali menyebut jika nenek moyang mereka merupakan hasil Kawin Campur antara Perwira Belanda dengan wanita Aceh yang dijadikan sebagai Gundik tuan Belandanya.