13 December 2024

Kabupaten Probolinggo; Umur Pendek Kabupaten Kecil di Kedu Selatan (Bagian II) Kabupaten Probolinggo adalah sebuah kabupaten kecil yang pernah muncul di Karesidenan Kedu antara tahun 1829 sampai 1834. Secara Geografis, Kabupaten Probolinggo berbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dengan Kali Krasaknya di Selatan, Gunung Merapi & Merbabu di sebelah timur dengan perbatasan wilayah Kasunan Surakarta dan Karesidenan Semarang, Kawedanan Balak di utara, dan Kawedanan Menoreh dan Magelang di barat dengan batas bentang alam Kali Ello. Kabupaten ini memiliki 4 subdistrik, 101 kelurahan, 433 desa. Jika dilihat dari batas wilayah sekarang, Eks-Kabupaten Probolinggo ini meliputi 7 kecamatan yaitu, Ngluwar, Salam, Srumbung, Dukun, Muntilan, Mungkid dan Sawangan. Secara topografis, wilayah Kabupaten Probolinggo ini membentang dari Puncak Merapi dan seluruh lereng baratnya serta puncak Merbabu dan hamparan lereng barat daya dengan tutupan hutan yang luas dan endapan tanah vulkanisnya hingga dataran lembah – lembah di bantaran sungai Progo & Ello di selatan. Kondisi yang demikian menyebabkan Kabupaten Probolinggo menjadi wilayah yang subur dan beragam jenis tanaman. Padi jenis dalem, tengahan dan genjahan adalah jenis yang paling lazim ditanam di wilayah ini. Produksi padi di Kawedanan Probolinggo sempat mengalami penurunan tajam pada masa Perang Jawa karena banyaknya korban jiwa, rusaknya lahan pertanian dan wajib militer. Namun, ketika Kawedanan Probolinggo dinaikan statusnya menjadi Kabupaten Probolinggo pada tahun 1829 hingga 1830, pemerintah kolonial memberikan bantuan pembelian kerbau dan alat-alat pertanian pada rakyat untuk membantu meringankan penderitaan pasca perang. Selain padi, tanaman ladang seperti jagung dan kacang juga dibudidayakan di Kabupaten Probolinggo. Tanaman perkebunan seperti indigo, kelapa dan kopi juga ditanam di wilayah ini meskipun terbatas. Dalam bidang industry, usaha pembuatan tikar anyam dari daun mendong menjadi salah satu yang menonjol. Desa Pesantren di Kabupaten Probolinggo menjadi sentra utama pembuatan tikar mendong dan bahkan dicari oleh para pedagang dari Semarang untuk dijual kembali di seluruh Jawa. Dibalik itu semua, produk unggulan yang dihasilkan di Kabupaten Probolinggo sejatinya adalah daun–daun tembakau. Ketika musim panen tiba, banyak orang – orang Tionghoa yang berbondong-bondong pergi ke sana mencari daun tembakau terbaik untuk kemudian dijual dengan harga yang tinggi untuk pasar seluruh Hindia Belanda. Hal ini lah yang mungkin dikemudian hari menyebabkan tumbuhnya kawasan pemukiman Tionghoa, Pecinan, di Muntilan, yang notabene adalah ibukota dari Kabupaten Probolinggo. Kawasan Kabupaten Probolinggo yang secara geografis berada di jalur strategis lintas utama Kasultanan Yogyakarta-Semarang dengan jalan besar (groote weg) membelah wilayahnya menjadikan kabupaten ini memiliki potensi besar untuk bisa berkembang dan maju. Ditambah lagi, pasca 1831 wilayah kawedanan Bligo dan Remame dimasukan ke dalam Kabupaten Probolinggo pasca perjanjian dengan Kasultanan Yogyakarta sudah barang tentu menambah potensi kemakmuran kabupaten yang baru saja dibentuk ini. Kawasan yang istimewa ini sempat porak pornada dan rusak parah selama Perang Jawa ketika statusnya masih menjadi sebuah Kawedanan di bawah Kabupaten Magelang. Berkat seorang bernama Raden Ronggo Joedo Negoro, maka perlawanan yang lancarakan oleh Pangeran Diponegoro berhasil dipatahkan. Ia yang bekerjasama dengan pemerintah kolonial berhasil membawa kegemilangan strategi Benteng Stelsel diwilayah Kedu selatan. Beberapa benteng tipe kecil dan sedang berahasil didirikan di kawasan Kawedanan Probolinggo selama kurun masa 1828 – 1829 dalam melawan pasukan Diponegoro. Maka tak ayal, jika ia kemudian diberikan ganjaran berupa pengangkatan sebagai seorang bupati dari wilayah yang kemudian diberinama Kabupaten Probolinggo. Seperti apakah latar kisah sosok Raden Ronggo Joedo Negoro ini? Bagaimanakah kisah dari Kabupaten Probolinggo sampai pada akhirnya dihapus dan dilebur kembali ke Kabupaten Magelang? Simak kisah selanjutnya. Bersambung… -Chandra Gusta Wisnuwardana-

 Kabupaten Probolinggo; Umur Pendek Kabupaten Kecil di Kedu Selatan (Bagian II)


Kabupaten Probolinggo adalah sebuah kabupaten kecil yang pernah muncul di Karesidenan Kedu antara tahun 1829 sampai 1834. Secara Geografis, Kabupaten Probolinggo berbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dengan Kali Krasaknya di Selatan, Gunung Merapi & Merbabu di sebelah timur dengan perbatasan wilayah Kasunan Surakarta dan Karesidenan Semarang, Kawedanan Balak di utara, dan Kawedanan Menoreh dan Magelang di barat dengan batas bentang alam Kali Ello. Kabupaten ini memiliki 4 subdistrik, 101 kelurahan, 433 desa. Jika dilihat dari batas wilayah sekarang, Eks-Kabupaten Probolinggo ini meliputi 7 kecamatan yaitu, Ngluwar, Salam, Srumbung, Dukun, Muntilan, Mungkid dan Sawangan. 



Secara topografis, wilayah Kabupaten Probolinggo ini membentang dari Puncak Merapi dan seluruh lereng baratnya serta puncak Merbabu dan hamparan lereng barat daya dengan tutupan hutan yang luas dan endapan tanah vulkanisnya hingga dataran lembah – lembah di bantaran sungai Progo & Ello di selatan. Kondisi yang demikian menyebabkan Kabupaten Probolinggo menjadi wilayah yang subur dan beragam jenis tanaman. Padi jenis dalem, tengahan dan genjahan adalah jenis yang paling lazim ditanam di wilayah ini. Produksi padi di Kawedanan Probolinggo sempat mengalami penurunan tajam pada masa Perang Jawa karena banyaknya korban jiwa, rusaknya lahan pertanian dan wajib militer. Namun, ketika Kawedanan Probolinggo dinaikan statusnya menjadi Kabupaten Probolinggo pada tahun 1829 hingga 1830, pemerintah kolonial memberikan bantuan pembelian kerbau dan alat-alat pertanian pada rakyat untuk membantu meringankan penderitaan pasca perang.


Selain padi, tanaman ladang seperti jagung dan kacang juga dibudidayakan di Kabupaten Probolinggo. Tanaman perkebunan seperti indigo, kelapa dan kopi juga ditanam di wilayah ini meskipun terbatas. 


Dalam bidang industry, usaha pembuatan tikar anyam dari daun mendong menjadi salah satu yang menonjol. Desa Pesantren di Kabupaten Probolinggo menjadi sentra utama pembuatan tikar mendong dan bahkan dicari oleh para pedagang dari Semarang untuk dijual kembali di seluruh Jawa. 


Dibalik itu semua, produk unggulan yang dihasilkan di Kabupaten Probolinggo sejatinya adalah daun–daun tembakau. Ketika musim panen tiba, banyak orang – orang Tionghoa yang berbondong-bondong pergi ke sana mencari daun tembakau terbaik untuk kemudian dijual dengan harga yang tinggi untuk pasar seluruh Hindia Belanda. Hal ini lah yang mungkin dikemudian hari menyebabkan tumbuhnya kawasan pemukiman Tionghoa, Pecinan, di Muntilan, yang notabene adalah ibukota dari Kabupaten Probolinggo. Kawasan Kabupaten Probolinggo yang secara geografis berada di jalur strategis lintas utama Kasultanan Yogyakarta-Semarang dengan jalan besar (groote weg) membelah wilayahnya menjadikan kabupaten ini memiliki potensi besar untuk bisa berkembang dan maju. Ditambah lagi, pasca 1831 wilayah kawedanan Bligo dan Remame dimasukan ke dalam Kabupaten Probolinggo pasca perjanjian dengan Kasultanan Yogyakarta sudah barang tentu menambah potensi kemakmuran kabupaten yang baru saja dibentuk ini.


Kawasan yang istimewa ini sempat porak pornada dan rusak parah selama Perang Jawa ketika statusnya masih menjadi sebuah Kawedanan di bawah Kabupaten Magelang. Berkat seorang bernama Raden Ronggo Joedo Negoro, maka perlawanan yang lancarakan oleh Pangeran Diponegoro berhasil dipatahkan. Ia yang bekerjasama dengan pemerintah kolonial berhasil membawa kegemilangan strategi Benteng Stelsel diwilayah Kedu selatan. Beberapa benteng tipe kecil dan sedang berahasil didirikan di kawasan Kawedanan Probolinggo selama kurun masa 1828 – 1829 dalam melawan pasukan Diponegoro. Maka tak ayal, jika ia kemudian diberikan ganjaran berupa pengangkatan sebagai seorang bupati dari wilayah yang kemudian diberinama Kabupaten Probolinggo. 


Seperti apakah latar kisah sosok Raden Ronggo Joedo Negoro ini? Bagaimanakah kisah dari Kabupaten Probolinggo sampai pada akhirnya dihapus dan dilebur kembali ke Kabupaten Magelang? Simak kisah selanjutnya. 

Bersambung…


-Chandra Gusta Wisnuwardana-

04 December 2024

Charlie Chaplin hidup hingga 88 tahun Dia meninggalkan empat pepatah hidup yang merupakan antara perkara terindah yang pernah saya baca: (1) Tiada yang kekal selama-lamanya di dunia ini, walaupun masalah kita (2) Saya suka berjalan dalam hujan kerana tiada siapa yang dapat melihat air mata saya. (3) Hari yang paling sia-sia dalam hidup ialah hari kita tidak ketawa. (4) Enam daripada doktor terbaik di dunia: 1 matahari 2 Keselesaan 3 Bersenam 4 Diet 5 Harga diri 6 Kawan. Berpeganglah padanya semua peringkat hidup anda dan nikmatilah dengan kehidupan yang sihat: Jika anda melihat bulan, anda akan melihat keindahan Tuhan Jika anda melihat matahari anda akan melihat kuasa Tuhan Jika anda melihat cermin, anda akan melihat ciptaan Tuhan yang terbaik. Mereka percaya Kita semua adalah pelancong. Hidup hanyalah sebuah perjalanan! Jadi, hiduplah hari ini Esok belum tentu ada atau tiada.. 🤍💜🤍💜🤍

 Charlie Chaplin hidup hingga 88 tahun

Dia meninggalkan empat pepatah hidup yang merupakan antara perkara terindah yang pernah saya baca:

(1) Tiada yang kekal selama-lamanya di dunia ini, walaupun masalah kita

(2) Saya suka berjalan dalam hujan kerana tiada siapa yang dapat melihat air mata saya.

(3) Hari yang paling sia-sia dalam hidup ialah hari kita tidak ketawa.

(4) Enam daripada doktor terbaik di dunia:

1 matahari

2 Keselesaan

3 Bersenam

4 Diet

5 Harga diri

6  Kawan.




Berpeganglah padanya semua peringkat hidup anda dan nikmatilah

dengan kehidupan yang sihat:

Jika anda melihat bulan, anda akan melihat keindahan Tuhan

Jika anda melihat matahari anda akan melihat kuasa Tuhan

Jika anda melihat cermin, anda akan melihat ciptaan Tuhan yang terbaik.


Mereka percaya

Kita semua adalah pelancong.

Hidup hanyalah sebuah perjalanan! Jadi, hiduplah hari ini

Esok belum tentu ada atau tiada..

 🤍💜🤍💜🤍

02 December 2024

Potret Antrian panjang perempuan Indonesia saat pembagian pakaian dan makanan gratis di pos palang merah Belanda di wilayah Semarang sekitar Maret 1947 📷 Nationaal Archief 🔴 The Jadoel

 Potret Antrian panjang perempuan Indone


sia saat pembagian pakaian dan makanan gratis di pos palang merah Belanda di wilayah Semarang sekitar Maret 1947


📷 Nationaal Archief


🔴 The Jadoel

30 November 2024

Puputan Margarana 20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta. Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta. Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran. Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus). Belanda harus menelan korban 400 prajurit. #kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

 Puputan Margarana

20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta.

Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta.



Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran.

Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus).  Belanda harus menelan korban 400 prajurit.

#kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

Potret seorang pejuang kemerdekaan yang ditangkap prajurit Belanda di Pulau Jawa, sekitar tahun 1947 📷 Nationaal Archief

 Potret seorang pejuang kemerdekaan yang ditangkap prajurit Belanda di Pulau Jawa, sekitar tahun 1947



📷 Nationaal Archief

29 November 2024

_-SEJARAH_ •Tuanku imam Bonjol. . Tuanku Imam Bonjol, atau nama aslinya Muhammad Shahab, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-19. Ia lahir sekitar tahun 1772 di Bonjol, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai pemimpin utama dalam Perang Padri, yang berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang Padri awalnya adalah konflik internal antara kaum Padri, yang ingin menerapkan nilai-nilai Islam yang lebih ketat, dan kaum adat yang mempertahankan tradisi lokal. Namun, ketika Belanda mulai campur tangan untuk memperluas pengaruhnya di Sumatera Barat, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan kaum adat akhirnya bersatu melawan penjajah. Setelah perjuangan yang panjang dan heroik, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 dan diasingkan ke beberapa tempat hingga akhir hayatnya di Manado pada tahun 1864. Perjuangan dan pengorbanannya telah menginspirasi banyak generasi, dan ia dikenang sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Kunjungi=> Kisah kramat Wali Wali Allah untuk mengetahui kisah Sejarah dan lainnya

 _-SEJARAH_

•Tuanku imam Bonjol.

.

Tuanku Imam Bonjol, atau nama aslinya Muhammad Shahab, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-19. Ia lahir sekitar tahun 1772 di Bonjol, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai pemimpin utama dalam Perang Padri, yang berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838.



Perang Padri awalnya adalah konflik internal antara kaum Padri, yang ingin menerapkan nilai-nilai Islam yang lebih ketat, dan kaum adat yang mempertahankan tradisi lokal. Namun, ketika Belanda mulai campur tangan untuk memperluas pengaruhnya di Sumatera Barat, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan kaum adat akhirnya bersatu melawan penjajah.


Setelah perjuangan yang panjang dan heroik, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 dan diasingkan ke beberapa tempat hingga akhir hayatnya di Manado pada tahun 1864. Perjuangan dan pengorbanannya telah menginspirasi banyak generasi, dan ia dikenang sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah perjuangan Indonesia.


Kunjungi=> Kisah kramat  Wali Wali Allah untuk mengetahui kisah Sejarah dan lainnya

28 November 2024

Potret lawas seorang prajurit lengkap dengan atribut dan sebilah p3 dang tempo dulu. Jawa, sekitar tahun 1890an Indonesia Sumber. #sejarah #prajurit #keraton #jawa #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

 Potret lawas seorang prajurit lengkap dengan atribut dan sebilah p3 dang tempo dulu. 

Jawa, sekitar tahun 1890an

Indonesia 



Sumber.

#sejarah #prajurit #keraton #jawa #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

Potret lawas seorang pejuang ter t4ng kap tentara walanda tempo dulu. Jawa sekitar tahun 1947 Indonesia Sumber. 📷 Wikimedia Commons #sejarah #penjajahan #tawanan #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

 Potret lawas seorang pejuang ter t4ng kap tentara walanda tempo dulu. 

Jawa sekitar tahun 1947

Indonesia 



Sumber. 

📷 Wikimedia Commons

#sejarah #penjajahan #tawanan #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro VI bersama staf legiunnya di Surakarta, sekitar tahun 1900 😁

 Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro VI bersama staf legiunnya di Surakarta, sekitar tahun 1900 



26 November 2024

KERAJAAN AROSBAYA Di masa lalu Madura berdiri banyak kerajaan-kerajaan kecil yang saling bersaing, diantaranya adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Dari semua kerajaan, Kerajaan Arosbaya adalah kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di pulau Madura. Kerajaan Arosbaya diperkirakan bediri pada abad ke-15. Berdirinya kerajaan ini ditandai dengan mulai bertahtanya Kiai Demang Plakaran di keraton Anyar. Kiai Demang Plakaran atau Pangeran Demang Plakaran memiliki beberapa anak laki-laki. Dua putra yang paling terkenal adalah Raden Adipati Pramono dan Kiai Pragalba alias Pangeran Arosbaya. Menurut catatan silsilah, Kiai Demang Plakaran merupakan keturunan dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dari jalur Ario Damar, penguasa Palembang. Ario Damar kemudian menurunkan Ario Menak Senoyo yang berkelana dan akhirnya menginjakkan kaki di pulau Madura dan kemudian mendirikan kraton di Proppo, Pamekasan. Menak Senoyo yang kemudian menurunkan Ario Kedut, Ario Timbul, Ario Pojok, hingga Kiai Demang Plakaran. Sumber lain menyatakan Kiai Demang Plakaran adalah trah dari Giri Kedaton dari garis keturunan Sunan Giri I (Sayyid Ainul Yaqin). Setelah Kiai Demang Plakaran wafat, Kerajaan Arosbaya dipimpin Kiai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Arosbaya. Pada masa pemerintahan Kiai Pragalba, pengaruh Jawa kawi masih begitu kental di Arosbaya, baik dari segi bahasa maupun adat istiadat. Kajian cagar budaya menyatakan, makam Pragalba di makam Komplek Makam Agung Arosbaya, Bangkalan, Madura, didominasi batu-batuan yang sejenis dengan batuan candi di pulau Jawa. Masa pemerintahan Pragalba juga jadi penanda masuknya pengaruh islam di Madura. Peran dari Sunan Kudus dan kebijaksanaan putra mahkota Raden Pratanu jadi faktor utama pesatnya perkembangan islam di Madura. Setelah ayahnya wafat, Raden Pratanu kemudian meneruskan estafet kepemimpinan Kerajaan Arosbaya dengan gelar Panembahan Lemah Duwur. Panembahan Lemah Duwur naik tahta sebagai Raja Arosbaya bersamaan dengan kenaikan tahta Sultan Trenggana di Kesultanan Demak. Namun kedua penguasa ini berbeda nasib, Sultan Trenggana tewas dibunuh oleh utusan Arya Penangsang. Menantu Trenggana, Joko Tingkir kemudian balas dendam membunuh Penangsang. Pusat kekuasaan Demak kemudian berpindah di Pajang yang dipimpin Joko Tingkir. Panembahan Lemah Duwur juga adalah pemimpin visioner di zamannya. Ia memindahkan pusat pemerintahan kraton yang semula di Plakaran ke suatu dataran tertinggi di sekitar Arosbaya. Kraton tersebut kemudian diberi nama Kraton Lemah Duwur. Pasca dipindahkannya pusat kraton, Jaringan islamisasi di pulau garam semakin meluas bahkan sampai ke pusat-pusat islam di Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik dan Tuban. Pada masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya juga meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura Barat, termasuk Bangkalan, Sampang, dan Blega. Kerajaan yang dipimpin Lemah Duwur semakin maju dengan relasi perdagangan yang luas dengan pedagang muslim. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya perahu para pedagang yang bersandar di Arosbaya. Hubungan bilateral Kerajaan Arosbaya diperluas lagi dengan hubungan bilateralke Jawa Tengah melalui persekutuan dengan Kesultanan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir. Catatan silsilah di Madura Barat menyatakan, Panembahan Lemah Duwur menikah dengan salah satu putri Joko Tingkir. Dari pernikahan tersebut lahir di antaranya Raden Koro alias Pangeran Tengah, pengganti Lemah Duwur. Pangeran Tengah kelak menurunkan petarung tangguh dari Madura yaitu Raden Trunojoyo. Dari ulasan diatas dapat diperoleh keterangan jika Kerajaan Arosbaya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang di Jawa Tengah sejak masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur. Hubungan ini sejatinya tidaklah mengherankan karena Demak, Pajang dan Madura adalah kerajaan-kerajaan yang didirikan dan dipimpin keturunan Kerajaan Majapahit. Panembahan Lemah Duwur memiliki putral bernama Raden Koro yang kemudian menjadi Raja Arosbaya berikutnya dengan gelar Pangeran Tengah (1592-1624). Pangeran Tengah adalah Raja Arosbaya terakhir. Kerajaan islam pertama di Madura ini pada akhirnya hancur akibat politik invasi Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Madura diserang bersamaan dalam invasi Mataram ke Surabaya pada 1624. Serangan pasukan Mataram ke Madura itu bisa ditemukan dalam beberapa sumber. Serat Kandha memberitakan Sultan Agung menunjuk Aria Jaya Puspita yang baru saja naik pangkat menjadi Adipati Sujanapura sebagai panglima ekspedisi militer ini. Serangan dari Mataram itu dibaca dengan seksama oleh penguasa Madura. Pangeran Madura bersama sekutunya yaitu Sumenep, Pamekasan, Balega, Pakacangan dan Surabaya, mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dengan total 100.000 prajurit. Serat Kandha mengabarkan pertempuran antara Mataram dan Madura berlangsung sengit. Mataram membagi angkatan perang dalam empat formasi. Tentara dari Mancanegara ditempatkan di sebelah kiri dan sebelah kanan dikomando Pangeran Sumedang dan Adipati Pragola dari Pati. Berhari-hari pertempuran berlangsung Mataram belum juga berhasil mengalahkan Madura. Sebanyak 400 tentara terpilih dari Madura berhasil memasuki pondok peristirahatan pasukan Mataram dan membunuh banyak prajurit musuh. Panglima Mataram bertarung satu lawan satu dengan Adipati Pamekasan dengan hasil tanpa pemenang, keduanya meregang nyawa. Mulai letih dan banyak pasukan yang tewas, pasukan Mataram kemudian mengirim Pangeran Silarong untuk pulang menghadap Sultan Agung. Bantuan kemudian dikirim dari Mataram. Pasukan yang tewas digantikan oleh putra atau saudara mereka. Sultan Agung juga mengirimkan Juru Kiting, putra Adipati Mandaraka yang sudah wafat. Juru Kiting dikirim atas permintaan langsung dari Silarong. Menurut Babad Tanah Djawi, Juru Kiting pada waktu itu sudah berusia lanjut. Bahkan untuk ikut serta dalam pertempuran di Madura ia harus dipikul dengan tandu. Namun Juru Kiting sangat dihormati oleh petinggi dan pasukan Mataram yang terjun dalam peperangan. Selain keturunan dari tokoh besar, Juru Kiting juga adalah seorang petapa. Juru Kiting berhasil memberikan suntikan energi baru bagi pasukan Mataram yang terjun dalam perang besar di pulau garam. Juru Kiting yang sudah renta itu pantas disebut sebagai tokoh kunci kemenangan Mataram atas Madura. Di tengah-tengah peperangan, Juru Kiting menyuruh membuat nasi liwet yang pada akhirnya menjadi nasi ajaib . Nasi itu dibagikan rata oleh Juru Kiting kepada seluruh prajurit. Selanjutnya, Juru Kiting yang duduk diatas tandu dipikul mengelilingi pasukan tiga kali. Selanjutnya, pasukan Mataram diperintahkan melihat ke atas dan kemudian melihat ke bawah. Keajaiban benar-benar terjadi, pasukan Mataram menjadi lebih berani dan dalam pertempuran selanjutnya berhasil meraih kemenangan atas Madura. Politik invasi Mataram menguasai Madura berakhir mengerikan. Tak satupun raja-raja Madura yang hidup, seluruhnya tewas di tangan pasukan ekspedisi Mataram. Satu-satunya pangeran yang masih hidup adalah Raden Prasena dari Kerajaan Arosbaya. Penguasa Arosbaya yaitu Pangeran Tengah, ayah Raden Prasena, gugur dalam serangan ini. Di Pamekasan, gugur Panembahan Ronggosukowati, dan penggantinya. Sementara di Madura Timur atau Sumenep, gugur Pangeran Lor II dan Pangeran Cakranegara.

 KERAJAAN AROSBAYA


Di masa lalu Madura berdiri banyak kerajaan-kerajaan kecil yang saling bersaing, diantaranya adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Dari semua kerajaan, Kerajaan Arosbaya adalah kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di pulau Madura.



Kerajaan Arosbaya diperkirakan bediri pada abad ke-15. Berdirinya kerajaan ini ditandai dengan mulai bertahtanya Kiai Demang Plakaran di keraton Anyar. Kiai Demang Plakaran atau Pangeran Demang Plakaran memiliki beberapa anak laki-laki. Dua putra yang paling terkenal adalah Raden Adipati Pramono dan Kiai Pragalba alias Pangeran Arosbaya.


Menurut catatan silsilah, Kiai Demang Plakaran merupakan keturunan dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dari jalur Ario Damar, penguasa Palembang. Ario Damar kemudian menurunkan Ario Menak Senoyo yang berkelana dan akhirnya menginjakkan kaki di pulau Madura dan kemudian mendirikan kraton di Proppo, Pamekasan.  Menak Senoyo yang kemudian menurunkan Ario Kedut, Ario Timbul, Ario Pojok, hingga Kiai Demang Plakaran. Sumber lain menyatakan Kiai Demang Plakaran adalah trah dari Giri Kedaton dari garis keturunan Sunan Giri I (Sayyid Ainul Yaqin).


Setelah Kiai Demang Plakaran wafat, Kerajaan Arosbaya dipimpin Kiai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Arosbaya. Pada masa pemerintahan Kiai Pragalba, pengaruh Jawa kawi masih begitu kental di Arosbaya, baik dari segi bahasa maupun adat istiadat. Kajian cagar budaya menyatakan, makam Pragalba di makam Komplek Makam Agung Arosbaya, Bangkalan, Madura, didominasi batu-batuan yang sejenis dengan batuan candi di pulau Jawa.


Masa pemerintahan Pragalba juga jadi penanda masuknya pengaruh islam di Madura. Peran dari  Sunan Kudus dan kebijaksanaan putra mahkota Raden Pratanu jadi faktor utama pesatnya perkembangan islam di Madura. Setelah ayahnya wafat, Raden Pratanu kemudian meneruskan estafet kepemimpinan Kerajaan Arosbaya dengan gelar Panembahan Lemah Duwur.


Panembahan Lemah Duwur naik tahta sebagai Raja Arosbaya bersamaan dengan kenaikan tahta Sultan Trenggana di Kesultanan Demak. Namun kedua penguasa ini berbeda nasib, Sultan Trenggana tewas dibunuh oleh utusan Arya Penangsang. Menantu Trenggana, Joko Tingkir kemudian balas dendam membunuh Penangsang. Pusat kekuasaan Demak kemudian berpindah di Pajang yang dipimpin Joko Tingkir.


Panembahan Lemah Duwur juga adalah pemimpin visioner di zamannya. Ia memindahkan pusat pemerintahan kraton yang semula di Plakaran ke suatu dataran tertinggi di sekitar Arosbaya. Kraton tersebut kemudian diberi nama Kraton Lemah Duwur. Pasca dipindahkannya pusat kraton, Jaringan islamisasi di pulau garam semakin meluas bahkan sampai ke pusat-pusat islam di Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik dan Tuban.  Pada masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya juga meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura Barat, termasuk Bangkalan, Sampang, dan Blega.


Kerajaan yang dipimpin Lemah Duwur semakin maju dengan relasi perdagangan yang luas dengan pedagang muslim. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya perahu para pedagang yang bersandar di Arosbaya. Hubungan bilateral Kerajaan Arosbaya diperluas lagi dengan hubungan bilateralke Jawa Tengah melalui persekutuan dengan Kesultanan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir.


Catatan silsilah di Madura Barat menyatakan, Panembahan Lemah Duwur menikah dengan salah satu putri Joko Tingkir. Dari pernikahan tersebut lahir di antaranya Raden Koro alias Pangeran Tengah, pengganti Lemah Duwur. Pangeran Tengah kelak menurunkan petarung tangguh dari Madura yaitu Raden Trunojoyo.


Dari ulasan diatas dapat diperoleh keterangan jika Kerajaan Arosbaya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang di Jawa Tengah sejak masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur. Hubungan ini sejatinya tidaklah mengherankan karena Demak, Pajang dan Madura adalah kerajaan-kerajaan yang didirikan dan dipimpin keturunan Kerajaan Majapahit.


Panembahan Lemah Duwur memiliki putral bernama  Raden Koro yang kemudian menjadi Raja Arosbaya berikutnya dengan gelar Pangeran Tengah (1592-1624). Pangeran Tengah adalah Raja Arosbaya terakhir. Kerajaan islam pertama di Madura ini pada akhirnya hancur akibat politik invasi Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Madura diserang bersamaan dalam invasi Mataram ke Surabaya pada 1624.


Serangan pasukan Mataram ke Madura itu bisa ditemukan dalam beberapa sumber. Serat Kandha memberitakan Sultan Agung menunjuk Aria Jaya Puspita yang baru saja naik pangkat menjadi Adipati Sujanapura sebagai panglima ekspedisi militer ini. 


Serangan dari Mataram itu dibaca dengan seksama oleh penguasa Madura. Pangeran Madura bersama sekutunya yaitu Sumenep, Pamekasan, Balega, Pakacangan dan Surabaya, mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dengan total 100.000 prajurit. 


Serat Kandha mengabarkan pertempuran antara Mataram dan Madura berlangsung sengit. Mataram membagi angkatan perang dalam empat formasi. Tentara dari Mancanegara ditempatkan di sebelah kiri dan sebelah kanan dikomando Pangeran Sumedang dan Adipati Pragola dari Pati. 


Berhari-hari pertempuran berlangsung Mataram belum juga berhasil mengalahkan Madura. Sebanyak 400 tentara terpilih dari Madura berhasil memasuki pondok peristirahatan pasukan Mataram dan membunuh banyak prajurit musuh. Panglima Mataram bertarung satu lawan satu dengan Adipati Pamekasan dengan hasil tanpa pemenang, keduanya meregang nyawa.


Mulai letih dan banyak pasukan yang tewas, pasukan Mataram kemudian mengirim Pangeran Silarong untuk pulang menghadap Sultan Agung. Bantuan kemudian dikirim dari Mataram. Pasukan yang tewas digantikan oleh putra atau saudara mereka. Sultan Agung juga mengirimkan Juru Kiting, putra Adipati Mandaraka yang sudah wafat.  Juru Kiting dikirim atas permintaan langsung dari Silarong.


Menurut Babad Tanah Djawi, Juru Kiting pada waktu itu sudah berusia lanjut. Bahkan untuk ikut serta dalam pertempuran di Madura ia harus dipikul dengan tandu.  Namun Juru Kiting sangat dihormati oleh petinggi dan pasukan Mataram yang terjun dalam peperangan. Selain keturunan dari tokoh besar, Juru Kiting juga adalah seorang petapa. Juru Kiting berhasil memberikan suntikan energi baru bagi pasukan Mataram yang terjun dalam perang besar di pulau garam.


Juru Kiting yang sudah renta itu pantas disebut sebagai tokoh kunci kemenangan Mataram atas Madura. Di tengah-tengah peperangan, Juru Kiting menyuruh membuat nasi liwet yang pada akhirnya menjadi nasi ajaib . 


Nasi itu dibagikan rata oleh Juru Kiting kepada seluruh prajurit. Selanjutnya, Juru Kiting yang duduk diatas tandu dipikul mengelilingi pasukan tiga kali. Selanjutnya, pasukan Mataram diperintahkan melihat ke atas dan kemudian melihat ke bawah. Keajaiban benar-benar terjadi, pasukan Mataram menjadi lebih berani dan dalam pertempuran selanjutnya berhasil meraih kemenangan atas Madura.


Politik invasi Mataram menguasai Madura berakhir mengerikan. Tak satupun raja-raja Madura yang hidup, seluruhnya tewas di tangan pasukan ekspedisi Mataram. Satu-satunya pangeran yang masih hidup adalah Raden Prasena dari Kerajaan Arosbaya. Penguasa Arosbaya yaitu Pangeran Tengah, ayah Raden Prasena, gugur dalam serangan ini. Di Pamekasan, gugur Panembahan Ronggosukowati, dan penggantinya. Sementara di Madura Timur atau Sumenep, gugur Pangeran Lor II dan Pangeran Cakranegara.

Peta kuno dari tahun 1686: Jawa dan Sumatera di peta Kerajaan Siam Dokumen ini berjudul Carte du Royaume de Siam et des Pays Circonvoisins (Peta Kerajaan Siam dan negeri-negeri sekitarnya), tetapi sejatinya hanya sedikit menampilkan Siam dan justru banyak memperlihatkan "negeri-negeri sekitarnya" termasuk Sumatera dan Jawa, dan juga Madura, Bangka, dan Bintan (tanpa menyebut Singapura). Di Sumatera kita melihat a.l. ada Aceh, Pedir, Kampar (Canfer), Jambi, Palembang, Indrapura, Minangkabau (Menancabo), Pariaman; sementara di Jawa kita membaca a.l. Banten, Jakarta (Iacatra), Indramayu (Daramayo), Jepara, Tuban, Panarukan, Blambangan, dan Mataram (Materan) Juru kartografi: Pierre Du Val dan Augustin Dechaussé Tahun terbit: 1686 Tempat terbit: Paris

 Peta kuno dari tahun 1686: Jawa dan Sumatera di peta Kerajaan Siam


Dokumen ini berjudul Carte du Royaume de Siam et des Pays Circonvoisins (Peta Kerajaan Siam dan negeri-negeri sekitarnya), tetapi sejatinya hanya sedikit menampilkan Siam dan justru banyak memperlihatkan "negeri-negeri sekitarnya" termasuk Sumatera dan Jawa, dan juga Madura, Bangka, dan Bintan (tanpa menyebut Singapura). Di Sumatera kita melihat a.l. ada Aceh, Pedir, Kampar (Canfer), Jambi, Palembang, Indrapura, Minangkabau (Menancabo), Pariaman; sementara di Jawa kita membaca a.l. Banten, Jakarta (Iacatra), Indramayu (Daramayo), Jepara, Tuban, Panarukan, Blambangan, dan Mataram (Materan)



Juru kartografi: Pierre Du Val dan Augustin Dechaussé

Tahun terbit: 1686

Tempat terbit: Paris

Delapan Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno 1.Candi Borobudur. 2.Candi Prambanan. 3.Candi Sewu. 4.Candi Mendut. 5.Candi Pawon. 6.Prasasti Canggal. 7.Prasasti Sojomerto. 8.Arsitektur dan Seni Relief. Dan masih banyak peninggalan yg lainnya. #sejarah #sejarahmataram #mataramkuno

 Delapan Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno 


1.Candi Borobudur.

2.Candi Prambanan.

3.Candi Sewu.

4.Candi Mendut.

5.Candi Pawon.

6.Prasasti Canggal.

7.Prasasti Sojomerto.

8.Arsitektur dan Seni Relief.



Dan masih banyak peninggalan yg lainnya.


#sejarah #sejarahmataram #mataramkuno

NAMA KUDA HITAM MILIK PANGERAN DIPONEGORO Kuda hitam dengan warna putih pada ujung keempat kakinya yang begitu kuat dan gesit bernama Kyai Gentayu. Kuda hitam tersebut dibeli dari pedagang Tiongkok yang biasa menjadi pemasok keperluan keraton sebagai hadiah untuk Pangeran Diponegoro ketika dikhitan. Pangeran Diponegoro juga terkenal dengan keterampilannya menunggang kuda. Di Tegalrejo, sebelum perang, ia memiliki lebih dari 60 kuda. Keterampilannya ini sangat membantu selama perang, terutama dalam menghindari pengejaran di medan yang sulit, seperti saat menyeberangi Kali Progo.

 NAMA KUDA HITAM MILIK PANGERAN DIPONEGORO 

Kuda hitam dengan warna putih pada ujung keempat kakinya yang begitu kuat dan gesit bernama Kyai Gentayu. Kuda hitam tersebut dibeli dari pedagang Tiongkok yang biasa menjadi pemasok keperluan keraton sebagai hadiah untuk Pangeran Diponegoro ketika dikhitan.



Pangeran Diponegoro juga terkenal dengan keterampilannya menunggang kuda. Di Tegalrejo, sebelum perang, ia memiliki lebih dari 60 kuda. Keterampilannya ini sangat membantu selama perang, terutama dalam menghindari pengejaran di medan yang sulit, seperti saat menyeberangi Kali Progo.

_-SEJARAH_ •Sultan Agung Hanyakrakusuma: Sang Sultan Besar Pengukir Sejarah Jawa Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1593-1645) adalah tokoh besar dalam sejarah Nusantara, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Lahir di Kotagede, Sultan Agung dikenal sebagai seorang pemimpin visioner, panglima perang yang tangguh, sekaligus budayawan dan filsuf yang meletakkan dasar budaya Jawa, dikenal sebagai Kajawen. Membangun Kekuasaan Mataram Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami masa keemasan. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir seluruh pulau Jawa, menjadikan Mataram sebagai kekuatan besar di Nusantara. Tidak hanya memperkuat teritorial, Sultan Agung juga membangun kekuatan militer yang tangguh untuk melawan penjajahan Belanda. Gelar dan Warisan Budaya Sebutan Susuhunan Agung atau "Yang Dipertuan Agung" mencerminkan penghormatan besar terhadap kepemimpinan dan warisannya. Selain sebagai raja dan pejuang, Sultan Agung adalah seorang pemikir yang berpengaruh dalam kerangka budaya Jawa. Ia menciptakan kalender Jawa yang merupakan perpaduan antara sistem Hijriyah Islam dan budaya Hindu-Buddha, sebagai simbol integrasi budaya dan agama di Nusantara. Pengaruh yang Abadi Sultan Agung tak hanya dikenang sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai simbol budaya yang memengaruhi pengetahuan kolektif masyarakat Jawa hingga kini. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati melibatkan kemampuan untuk menyatukan kekuatan militer, politik, dan budaya demi kemajuan bangsanya. Warisan Sultan Agung tetap hidup sebagai inspirasi dalam memahami nilai-nilai perjuangan, kearifan, dan kebudayaan Jawa yang mendalam. #SultanAgung #Mataram #SejarahJawa #Kajawen #Kepemimpinan #BudayaJawa #Nusantara

 _-SEJARAH_

•Sultan Agung Hanyakrakusuma: Sang Sultan Besar Pengukir Sejarah Jawa



Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1593-1645) adalah tokoh besar dalam sejarah Nusantara, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Lahir di Kotagede, Sultan Agung dikenal sebagai seorang pemimpin visioner, panglima perang yang tangguh, sekaligus budayawan dan filsuf yang meletakkan dasar budaya Jawa, dikenal sebagai Kajawen.


Membangun Kekuasaan Mataram


Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami masa keemasan. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir seluruh pulau Jawa, menjadikan Mataram sebagai kekuatan besar di Nusantara. Tidak hanya memperkuat teritorial, Sultan Agung juga membangun kekuatan militer yang tangguh untuk melawan penjajahan Belanda.


Gelar dan Warisan Budaya


Sebutan Susuhunan Agung atau "Yang Dipertuan Agung" mencerminkan penghormatan besar terhadap kepemimpinan dan warisannya. Selain sebagai raja dan pejuang, Sultan Agung adalah seorang pemikir yang berpengaruh dalam kerangka budaya Jawa. Ia menciptakan kalender Jawa yang merupakan perpaduan antara sistem Hijriyah Islam dan budaya Hindu-Buddha, sebagai simbol integrasi budaya dan agama di Nusantara.


Pengaruh yang Abadi


Sultan Agung tak hanya dikenang sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai simbol budaya yang memengaruhi pengetahuan kolektif masyarakat Jawa hingga kini. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati melibatkan kemampuan untuk menyatukan kekuatan militer, politik, dan budaya demi kemajuan bangsanya.


Warisan Sultan Agung tetap hidup sebagai inspirasi dalam memahami nilai-nilai perjuangan, kearifan, dan kebudayaan Jawa yang mendalam.


#SultanAgung #Mataram #SejarahJawa #Kajawen #Kepemimpinan #BudayaJawa #Nusantara

KERAJAAN MATARAM KUNO Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Medang, merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Berikut adalah kronologi singkat dari awal hingga akhir Kerajaan Mataram Kuno: 1. AWAL BERDIRI (ABAD KE 8) Pendirinya adalah Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), Sanjaya dianggap sebagai pendiri kerajaan. Dia memerintah di daerah sekitar Gunung Merapi dan Dieng. 2. KEKUASAAN WANGSA SANJAYA DAN WANGSA SYAILENDRA Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Kedua wangsa ini terkadang bersaing, tetapi juga saling berhubungan melalui pernikahan. 3. MASA KEEMASAN SYAILENDRA Pada masa ini, Wangsa Syailendra mendominasi dengan pembangunan Candi Borobudur sebagai bukti kebesaran mereka. Raja terkenal dari wangsa ini adalah Rakai Panangkaran. 4. PUNCAK KEJAYAAN (ABAD KE 9) 4.1 Rakai Pikatan (856 M) Dari Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan menikah dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra, untuk mempererat hubungan kedua dinasti. Selama masa pemerintahannya, candi-candi besar seperti Prambanan didirikan. 5. PERIODE JAWA TIMUR Mpu Sindok (929 M) Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau alasan politik dan keamanan. Ia mendirikan Wangsa Isyana di Jawa Timur dan memulai dinasti baru. 6. MASA AKHIR (ABAD KE 10) 6.1 Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) Dharmawangsa Teguh berusaha memperluas kekuasaan ke Bali dan Sumatera. Ia juga memerintahkan penyalinan ulang kitab Mahabharata. 6.2 Serangan Sriwijaya (1016 M) Pada tahun 1016, Mataram Kuno diserang oleh Sriwijaya. Serangan ini menyebabkan kehancuran besar, termasuk kematian Raja Dharmawangsa Teguh. Peristiwa ini dikenal sebagai **Pralaya** atau kehancuran. 7. MASA TRANSISI DAN AKHIR Airlangga (1019-1042 M) Airlangga, keponakan Dharmawangsa, berhasil menyelamatkan diri dan kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur pada tahun 1019. Pemerintahannya dianggap sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno dengan nama baru. 8. PEMBAGIAN KERAJAAN (1045 M) Menjelang akhir pemerintahannya, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua bagian untuk menghindari konflik suksesi, yaitu Kerajaan Janggala dan Kerajaan Panjalu (Kediri). 9. KESIMPULAN Kerajaan Mataram Kuno berkembang pesat dengan perpaduan budaya Hindu dan Buddha, meninggalkan warisan budaya yang kaya berupa candi-candi megah. Namun, perpecahan internal dan serangan dari luar menyebabkan keruntuhan kerajaan ini, yang kemudian dilanjutkan oleh dinasti-dinasti baru di Jawa Timur. Sumber : "Sejarah Nasional Indonesia", "History of Java" oleh Sir Thomas Stamford Raffles, "Negara dan Rakyat dalam Citra Prasasti: Kajian Epigrafis tentang Prasasti-Prasasti Jawa Kuno Abad IX-X" oleh Boechari. #sejarah #nusantara #mataramkuno

 KERAJAAN MATARAM KUNO


Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Medang, merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Berikut adalah kronologi singkat dari awal hingga akhir Kerajaan Mataram Kuno:



1. AWAL BERDIRI (ABAD KE 8)

Pendirinya adalah Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), Sanjaya dianggap sebagai pendiri kerajaan. Dia memerintah di daerah sekitar Gunung Merapi dan Dieng.


2. KEKUASAAN WANGSA SANJAYA DAN WANGSA SYAILENDRA

Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Kedua wangsa ini terkadang bersaing, tetapi juga saling berhubungan melalui pernikahan.


3. MASA KEEMASAN SYAILENDRA

Pada masa ini, Wangsa Syailendra mendominasi dengan pembangunan Candi Borobudur sebagai bukti kebesaran mereka. Raja terkenal dari wangsa ini adalah Rakai Panangkaran.


4. PUNCAK KEJAYAAN (ABAD KE 9) 

4.1 Rakai Pikatan (856 M)

Dari Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan menikah dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra, untuk mempererat hubungan kedua dinasti. Selama masa pemerintahannya, candi-candi besar seperti Prambanan didirikan.


5. PERIODE JAWA TIMUR

Mpu Sindok (929 M)

Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau alasan politik dan keamanan. Ia mendirikan Wangsa Isyana di Jawa Timur dan memulai dinasti baru.


6. MASA AKHIR (ABAD KE 10)

6.1 Dharmawangsa Teguh (991-1016 M)

Dharmawangsa Teguh berusaha memperluas kekuasaan ke Bali dan Sumatera. Ia juga memerintahkan penyalinan ulang kitab Mahabharata.


6.2 Serangan Sriwijaya (1016 M)

Pada tahun 1016, Mataram Kuno diserang oleh Sriwijaya. Serangan ini menyebabkan kehancuran besar, termasuk kematian Raja Dharmawangsa Teguh. Peristiwa ini dikenal sebagai **Pralaya** atau kehancuran.


7. MASA TRANSISI DAN AKHIR

Airlangga (1019-1042 M)

Airlangga, keponakan Dharmawangsa, berhasil menyelamatkan diri dan kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur pada tahun 1019. Pemerintahannya dianggap sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno dengan nama baru.


8. PEMBAGIAN KERAJAAN (1045 M)

Menjelang akhir pemerintahannya, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua bagian untuk menghindari konflik suksesi, yaitu Kerajaan Janggala dan Kerajaan Panjalu (Kediri).


9. KESIMPULAN

Kerajaan Mataram Kuno berkembang pesat dengan perpaduan budaya Hindu dan Buddha, meninggalkan warisan budaya yang kaya berupa candi-candi megah. Namun, perpecahan internal dan serangan dari luar menyebabkan keruntuhan kerajaan ini, yang kemudian dilanjutkan oleh dinasti-dinasti baru di Jawa Timur.


Sumber : 

"Sejarah Nasional Indonesia", "History of Java" oleh Sir Thomas Stamford Raffles, "Negara dan Rakyat dalam Citra Prasasti: Kajian Epigrafis tentang Prasasti-Prasasti Jawa Kuno Abad IX-X" oleh Boechari.


 #sejarah #nusantara #mataramkuno

Gerwani Mengingatkan Kita untuk Teguh pada Syariat Pada dekade 1960-an, Gerwani berusaha menanggalkan nilai-nilai syariat dengan membungkusnya dalam dalih "pelestarian budaya." Mereka memandang hijab sebagai simbol penindasan, sementara menggembar-gemborkan kebebasan berpakaian dan berperilaku. Dengan seni rakyat seperti tayub dan ronggeng, mereka menggambarkan perempuan tanpa hijab sebagai lambang kemajuan, sementara perempuan berhijab dianggap terbelakang. Namun, tujuan mereka lebih dari sekadar budaya: mereka berusaha menjauhkan perempuan Muslimah dari syariat Islam yang merupakan penjaga kemuliaan dan kehormatan. Namun, meski Gerwani atau paham serupa pernah berusaha menggoyahkan iman, perlawanan dari umat Islam, khususnya dari kaum perempuan, tetap tegar. Hijab tetap menjadi simbol pembebasan, bukan penindasan. Seruan untuk Muslimah di Jawa: Wahai Muslimah, tidak ada yang lebih indah daripada berjalan di jalan yang telah ditentukan Allah. Hijab Anda bukan sekadar penutup kepala, tetapi cermin kekuatan, kesucian, dan keteguhan iman. Jangan terpengaruh oleh arus yang mencoba menjauhkan Anda dari jalan-Nya. Mari kita teguhkan hati, bangkit dengan penuh keyakinan, dan terus jaga identitas Islam kita. Ingatlah bahwa setiap langkah kita di jalan Allah adalah langkah menuju kemenangan hakiki. Jangan biarkan propaganda apa pun meruntuhkan benteng yang telah dibangun oleh syariat.

 Gerwani Mengingatkan Kita untuk Teguh pada Syariat


Pada dekade 1960-an, Gerwani berusaha menanggalkan nilai-nilai syariat dengan membungkusnya dalam dalih "pelestarian budaya." Mereka memandang hijab sebagai simbol penindasan, sementara menggembar-gemborkan kebebasan berpakaian dan berperilaku. Dengan seni rakyat seperti tayub dan ronggeng, mereka menggambarkan perempuan tanpa hijab sebagai lambang kemajuan, sementara perempuan berhijab dianggap terbelakang. Namun, tujuan mereka lebih dari sekadar budaya: mereka berusaha menjauhkan perempuan Muslimah dari syariat Islam


yang merupakan penjaga kemuliaan dan kehormatan.


Namun, meski Gerwani atau paham serupa pernah berusaha menggoyahkan iman, perlawanan dari umat Islam, khususnya dari kaum perempuan, tetap tegar. Hijab tetap menjadi simbol pembebasan, bukan penindasan.


Seruan untuk Muslimah di Jawa:

Wahai Muslimah, tidak ada yang lebih indah daripada berjalan di jalan yang telah ditentukan Allah. Hijab Anda bukan sekadar penutup kepala, tetapi cermin kekuatan, kesucian, dan keteguhan iman. Jangan terpengaruh oleh arus yang mencoba menjauhkan Anda dari jalan-Nya.


Mari kita teguhkan hati, bangkit dengan penuh keyakinan, dan terus jaga identitas Islam kita. Ingatlah bahwa setiap langkah kita di jalan Allah adalah langkah menuju kemenangan hakiki. Jangan biarkan propaganda apa pun meruntuhkan benteng yang telah dibangun oleh syariat.

25 November 2024

Potongan peta Pulau Jawa yang digambar oleh letnan insinyur B. Sauerland. Peta tersebut dicetak atau digambar pada tahun 1822, tiga tahun sebelum Perang Jawa meletus. Dalam peta tersebut masih tampak wilayah-wilayah yang masih belum masuk kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda, yang ditandai dengan tulisan "ONTGEMENTE LANDEN VAN DEN SULTAN EN KEIZER" yang merujuk pada wilayah-wilayah yang masih berada dalam kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sayangya peta ini tidak menunjukkan dengan jelas mana batas wilayah yang mengikut Kasultanan Yogyakarta dan mana batas wilayah yang mengikuti Kasunanan Surakarta. Pembuat peta ini menandai gunung dan sungai yang berada dalam batas administrasi pemerintah kolonial, namun pembuat peta tidak menandai gunung yang ada di luar wilayah tersebut. Peta ini tampaknya dibuat untuk kepentingan kekuasaan militer dan administrasi Hindia-Belanda di Jawa sehingga wilayah-wilayah yang di luar kekuasaan tersebut sengaja tidak digambar.

 Potongan peta Pulau Jawa yang digambar oleh letnan insinyur B. Sauerland. Peta tersebut dicetak atau digambar pada tahun 1822, tiga tahun sebelum Perang Jawa meletus. Dalam peta tersebut masih tampak wilayah-wilayah yang masih belum masuk kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda, yang ditandai dengan tulisan "ONTGEMENTE LANDEN VAN DEN SULTAN EN KEIZER" yang merujuk pada wilayah-wilayah yang masih berada dalam kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sayangya peta ini tidak menunjukkan dengan jelas mana batas wilayah yang mengikut Kasultanan Yogyakarta dan mana batas wilayah yang mengikuti Kasunanan Surakarta. Pembuat peta ini menandai gunung dan sungai yang berada dalam batas administrasi pemerintah kolonial, namun pembuat peta tidak menandai gunung yang ada di luar wilayah tersebut. Peta ini tampaknya dibuat untuk kepentingan kekuasaan militer dan administrasi Hindia-Belanda  di Jawa sehingga wilayah-wilayah yang di luar kekuasaan tersebut sengaja tidak digambar.

Penulis : Lengkong Sanggar Ginaris



Perempuan Madura yang karena jasanya pada Belanda dianugerahi Medali oleh Belanda. 1949.

 Perempuan Madura yang karena jasanya pada Belanda dianugerahi Medali oleh Belanda. 1949.



Hamengkubuwono VII, sultan of Yogyakarta, in court dress. Dutch East Indies (1885) Hamengkubuwono VII (also spelled Hamengkubuwana VII, 4 February 1839 – 30 December 1921) was the seventh sultan of Yogyakarta, reigning from 22 December 1877 to 29 January 1921. KITLV 🔴 LB ART 🔴 FOTO ZAMAN DULU

 Hamengkubuwono VII, sultan of Yogyakarta, in court dress. Dutch East Indies (1885) Hamengkubuwono VII (also spelled Hamengkubuwana VII, 4 February 1839 – 30 December 1921) was the seventh sultan of Yogyakarta, reigning from 22 December 1877 to 29 January 1921. KITLV



🔴 LB ART

🔴 FOTO ZAMAN DULU

Potret lawas seorang purnawirawan Sersan KNIL Mangondjojo, 78 tahun, terlihat Bintang Penghargaan selama 12,5 tahun Bakti Setia pada walanda. Tanggal: 10 Januari 1949. Blora, Jawa Tengah, Indonesia Sumber. 📷 Wikimedia

 Potret lawas seorang purnawirawan Sersan KNIL Mangondjojo, 78 tahun, terlihat Bintang Penghargaan selama 12,5 tahun Bakti Setia pada walanda. Tanggal: 10 Januari 1949. Blora, Jawa Tengah, Indonesia 



Sumber. 

📷 Wikimedia

23 November 2024

Mendarat dengan khidmat, patch emblem Kotapraja Magelang (Gemeentewapen van Magelang) edisi desain tahun 1926 - 1935 insyallah asli lawas. Logo desain ini pada kemudian hari diubah setelah Magelang diubah statusnya menjadi Stadsgemeente (Kota).

 Mendarat dengan khidmat, patch emblem Kotapraja Magelang (Gemeentewapen van Magelang) edisi desain tahun 1926 - 1935 insyallah asli lawas. Logo desain ini pada kemudian hari diubah setelah Magelang diubah statusnya menjadi Stadsgemeente (Kota).



Penulis / Sumbet : Chandra Gusta Wisnuwardhans

Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia? Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan. Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong. Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598. Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda. Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol. #sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC Sumber: detikedu

 Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia?

Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan.



Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong.


Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598.


Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda.


Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.


#sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC


Sumber: detikedu

HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur 10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. Kisah ini dapat dijumpai pada tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

 HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR


Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. 



Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. 


Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. 


Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur  10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. 


Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. 


Kisah ini dapat dijumpai pada  tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

18 November 2024

SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia. Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern. Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban. Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. sumber: scient explorist.

 SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. 


Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia.



Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern.


Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. 


Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban.


Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. 


sumber: scient explorist.

16 November 2024

SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat): "Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam" Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini: "Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" (Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830) Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap. Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV). Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut: (1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa. (2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf. (3) Suluk, berupa syair mistik Jawa. (4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran. (5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam. (6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam. Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html

 SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"



Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830"

(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut:

(1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa.

(2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf.

(3) Suluk, berupa syair mistik Jawa.

(4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran.

(5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam.

(6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam.

Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html


11 November 2024

Suku Alifuru Maluku Megaliptik 1200 SM Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang mana kita tahu Pernah masuk ke Maluku untuk Tujuan Perdagangan, Penyiaran Agama maupun untuk Menjajah. A r a b masuk di Maluku Ternate Tahun 1257 Portugis masuk di Maluku Ambon Tgl 16 Februari Thn 1497 Spanyol masuk di Maluku / Tidore 1521 Belanda masuk di Maluku Tahun 1605 Doc : Moluks Historisch Museum

 Suku  Alifuru   Maluku  Megaliptik  1200 SM

Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras  Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang  mana kita tahu  Pernah masuk  ke Maluku  untuk Tujuan  Perdagangan, Penyiaran Agama maupun  untuk  Menjajah.

A r a b  masuk di Maluku Ternate  Tahun  1257

Portugis masuk di Maluku  Ambon Tgl 16 Februari   Thn    1497

Spanyol  masuk di Maluku / Tidore  1521

Belanda  masuk di Maluku  Tahun    1605



Doc  :

Moluks  Historisch  Museum

03 November 2024

Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912

 Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912



01 November 2024

Manusia PENAKLUK PETIR.. "Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir. Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir. Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak. Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang. Kisah menangkap petir" Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

 Manusia PENAKLUK PETIR..


"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.

Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.



Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).


Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.


Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.


Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.


Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Kisah menangkap petir"


Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.


Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.


Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.


Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.


Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.


Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.


Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.


Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

30 October 2024


Sejarah Loano Purworejo: Pertempuran Simbarjoyo & Simalodra




Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html

Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html

29 October 2024

Potret studio seorang wanita muda dengan putranya dari Yogyakarta sekitar tahun 1900. 📸 C. Cephas, Leiden. #wanitajawa #wanitayogyakarta #sejarajawa #sejarahindonesia #lintasansejarahindonesia #hindiabelanda

 Potret studio seorang wanita muda dengan putranya dari Yogyakarta sekitar tahun 1900.




📸 C. Cephas, Leiden.


#wanitajawa #wanitayogyakarta #sejarajawa #sejarahindonesia #lintasansejarahindonesia #hindiabelanda


MITOS WARGA CEPU BlORA DAN BOJONEGORO DILARANG MENDAKI GUNUNG LAWU. Tak Disangka Ternyata Prabu Brawijaya V yang Melarang Warga Cepu Blora Mendaki Gunung Lawu, Ayah dari Raden Patah, Pendiri Kerajaan Demak Bintoro. Ilustrasi Pengantin Jawa (Tiyang_jawii) – Mitos tentang larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro Jawa Timur atau keturunan Adipati Cepu rupanya bermula dari sumpah dari Prabu Brawijaya V yang diketahui sebagai Raja dari Kerajaan Majapahit. Menurut sejarah, Prabu Brawijaya V memimpin Kerajaan Majapahit pada 1468 hingga 1478 atau selama 10 tahun. Sosok yang memiliki nama Bhre Kertabumi ini melarang warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturunan Adipati Cepu untuk mendaki Gunung Lawu bukan orang sembarangan. Dikisahkan, saat itu Prabu Brawijaya V sedang melarikan diri ke Gunung Lawu. Saat pelarian tersebut, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya diikuti oleh pasukan dari Adipati Cepu hingga sampai ke puncak tertinggi Gunung Lawu. Prabu Brawijaya V pun murka dan mengeluakan sumpahnya. Sumpahnya itu berupa larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturanan Adipati Cepu mendaki Gunung Lawu. Bila larangan itu dilanggar, orang Cepu Blora yang mendaki akan mengalami nasib buruk atau celaka. Mengutip buku Jejak Islam di Nusantara yang ditulis oleh Adi Teruna Effendi dkk, Prabu Brawijaya V merupakan ayah dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak. Dikisahkan, Prabu Brawijaya V memiliki seorang selir bernama Siu Ban Ci yang merupakan putri dari saudagar sekaligus ulama Syaikh Bantong atau Syeh Bentong alias Tan Go Hwat. Pada saat Siu Ban Ci hamil tua, permaisuri Prabu Brawijaya V bernama Ratu Darawati atau Putri Campa cemburu. Kecemburuan ini berakibat Siu Ban Ci diceraikan yang kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar atau Jaka Dilan alias Swan Liong, seorang pemimpin keturunan Tiongha yang berkuasa di Palembang di bawah Kerajaan Majapahit. Ban Ci akhirnya menikah dengan Arya Damar hingga melahirkan Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Kisah ini dipercayai sebagian orang sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan mitologi lokal. Namun, karena sifatnya legenda, kepercayaan terhadap cerita ini sangat subjektif dan bergantung pada keyakinan individu.

 MITOS WARGA CEPU BlORA DAN BOJONEGORO DILARANG MENDAKI GUNUNG


LAWU. 


Tak Disangka Ternyata Prabu Brawijaya V yang Melarang Warga Cepu Blora Mendaki Gunung Lawu, Ayah dari Raden Patah, Pendiri Kerajaan Demak Bintoro. 

Ilustrasi Pengantin Jawa (Tiyang_jawii)

 


 – Mitos tentang larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro Jawa Timur atau keturunan Adipati Cepu rupanya bermula dari sumpah dari Prabu Brawijaya V yang diketahui sebagai Raja dari Kerajaan Majapahit.


Menurut sejarah, Prabu Brawijaya V memimpin Kerajaan Majapahit pada 1468 hingga 1478 atau selama 10 tahun.


Sosok yang memiliki nama Bhre Kertabumi ini melarang warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturunan Adipati Cepu untuk mendaki Gunung Lawu bukan orang sembarangan. 


Dikisahkan, saat itu Prabu Brawijaya V sedang melarikan diri ke Gunung Lawu. Saat pelarian tersebut, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya diikuti oleh pasukan dari Adipati Cepu hingga sampai ke puncak tertinggi Gunung Lawu.


Prabu Brawijaya V pun murka dan mengeluakan sumpahnya. Sumpahnya itu berupa larangan warga Cepu Blora dan Bojonegoro atau keturanan Adipati Cepu mendaki Gunung Lawu. Bila larangan itu dilanggar, orang Cepu Blora yang mendaki akan mengalami nasib buruk atau celaka.


Mengutip buku Jejak Islam di Nusantara yang ditulis oleh Adi Teruna Effendi dkk, Prabu Brawijaya V merupakan ayah dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak.


Dikisahkan, Prabu Brawijaya V memiliki seorang selir bernama Siu Ban Ci yang merupakan putri dari saudagar sekaligus ulama Syaikh Bantong atau Syeh Bentong alias Tan Go Hwat.


Pada saat Siu Ban Ci hamil tua, permaisuri Prabu Brawijaya V bernama Ratu Darawati atau Putri Campa cemburu. Kecemburuan ini berakibat Siu Ban Ci diceraikan yang kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar atau Jaka Dilan alias Swan Liong, seorang pemimpin keturunan Tiongha yang berkuasa di Palembang di bawah Kerajaan Majapahit.


Ban Ci akhirnya menikah dengan Arya Damar hingga melahirkan Raden Patah yang memiliki gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.


Kisah ini dipercayai sebagian orang sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan mitologi lokal. Namun, karena sifatnya legenda, kepercayaan terhadap cerita ini sangat subjektif dan bergantung pada keyakinan individu.

28 October 2024

ILMU & AJIAN SAKTI DARI INDONESIA DAN PANDANGAN DARI SISI ILMIAH 1. AJIAN RAWA RONTEK Ajian Rawa Rontek sering disebut sebagai ilmu kekebalan tubuh yang membuat penggunanya seakan-akan tidak bisa mati. Sejarahnya banyak terkait dengan mitos atau legenda yang berasal dari tanah Jawa, di mana konon para jawara yang menguasai ilmu ini memiliki kemampuan regenerasi instan. Jadi setiap bagian tubuh yg terpotong akan tumbuh atau tersambung kembali. Misal tangan yg terputus pedang, maka tangan yang terputus itu akan menyambung kembali apabila menyentuh tanah. Kedahsyatan ajian ini bisa dilihat pada Film Jaka Sembung Vs Ki Hitam saat adegan pertarungan kedua pendekar fiksi legendaris tersebut. Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, regenerasi total tubuh manusia seperti pada ajian ini tentu tidak mungkin. Meski beberapa hewan memiliki kemampuan regenerasi, seperti kadal dengan ekornya, manusia hanya bisa menyembuhkan jaringan tubuh secara terbatas. Ilmu kedokteran yang saat ini berusaha mendekati konsep ini adalah terapi sel punca dan bioteknologi regeneratif. 2. AJIAN PANCASONA Seperti halnya Rawa Rontek, ajian Pancasona adalah ilmu sakti yang konon membuat penggunanya kebal dan bangkit kembali jika menyentuh tanah, perbedaannya adalah jika Rawa Rontek masuk kategori ilmu hitam, maka Pancasona adalah ajian Rawa Rontek yang telah diputihkan. Ilmu ini sering dikaitkan dengan kisah tokoh jawara Betawi Si Pitung, sementara di Blitar ajian ini konon dimiliki oleh Eyang Djoyodigdo yang sampai saat ini makamnya masih dikuburkan secara tergantung. Makam tersebut, lanjutnya, dibangun pada 11 Ruwah 1840 atau 18 Agustus 1910.Tapi hal ini perlu divalidasi lebih lanjut, karena fakta dilapangan makam tersebut dinamakan makam gantung karena ilmu eyang, baju kebesaran dan senjatanya digantung di atas pusara beliau. Makanya diberi nama makam gantung , seperti dikutip dari detik.com yang mendapatkan informasi dari juru kunci makam keramat di Blitar itu. Pandangan Ilmiah : Konsep hidup kembali setelah menyentuh tanah tidak memiliki dasar ilmiah dan lebih banyak berada di ranah mitos. Dalam dunia sains, tanah atau bumi tidak memiliki kekuatan mistis untuk menghidupkan kembali sel yang telah mati. Namun, konsep tanah sebagai penyembuh alami berasal dari mineral dan nutrisi di dalamnya, yang bermanfaat bagi kesehatan. 3. AJIAN LEMBU SEKILAN Ilmu ini dipercaya membuat penggunanya kebal dari serangan fisik seperti pukulan atau benda tajam, seakan memiliki perisai gaib. Nama "Lembu Sekilan" berasal dari kata "sekilan" yang berarti sejengkal, menunjukkan kekuatan menahan serangan sejengkal dari tubuh. Pandangan Ilmiah : Pandangan ilmiah tentang kekebalan ini bisa dikaitkan dengan kondisi psikologis dan fisiologis, di mana tubuh bisa dilatih untuk menahan rasa sakit atau meminimalkan cedera, misalnya dalam teknik beladiri. Namun, kekebalan seperti yang digambarkan dalam Lembu Sekilan tidak terbukti secara ilmiah. 4. AJIAN BANDUNG BONDOWOSO Ajian ini erat kaitannya dengan legenda Bandung Bondowoso, yang dikenal mampu membangun seribu candi dalam satu malam untuk memenuhi syarat menikahi Roro Jonggrang. Walau ini hanya legenda, ajian ini melambangkan kekuatan supranatural yang luar biasa. Pandangan Ilmiah : Kisah ini dianggap metafora atas pembangunan cepat dan disiplin tinggi. Secara ilmiah, kecepatan pembangunan tersebut sulit dijelaskan tanpa bantuan teknologi modern. Namun, legenda ini mengandung pelajaran tentang ketekunan dan kemampuan arsitektur masyarakat Jawa Kuno. 5. AJIAN SAIPI ANGIN Ajian Saipi Angin merupakan ilmu untuk mempercepat gerakan tubuh hingga terlihat seperti angin, diyakini bisa membuat pengguna bergerak secepat kilat, bahkan seakan-akan menghilang. Beberapa cerita rakyat Jawa menceritakan Saipi Angin sebagai ilmu silat tingkat tinggi. Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, kecepatan manusia dibatasi oleh keterbatasan otot dan tulang. Teknologi seperti exoskeleton dan studi biomekanik berupaya meningkatkan kecepatan manusia, namun “berlari secepat angin” tetap di luar jangkauan kemampuan alami manusia. 6. AJIAN BRAJA MUSTI Ajian ini konon membuat penggunanya memiliki tenaga luar biasa, bahkan mampu menghancurkan batu besar dengan satu pukulan. Ajian Braja Musti diyakini banyak digunakan oleh para pendekar dan jawara sebagai bentuk perlindungan diri. Pandangan Ilmiah : Ilmu kekuatan super dalam Braja Musti dapat dikaitkan dengan pelatihan kekuatan otot dan teknik psikologis untuk meningkatkan tenaga, seperti yang dipelajari dalam ilmu bela diri dan angkat beban. Namun, pukulan dengan tenaga luar biasa tanpa bantuan alat atau pelatihan fisik tingkat tinggi tidak mungkin secara ilmiah. 7. AJIAN WARINGIN SUNGSANG Ajian ini adalah ilmu yang dipercaya mampu membingungkan lawan atau membuat mereka tersesat, mirip dengan teknik hipnosis atau mind control dalam legenda. Pandangan Ilmiah : Ilmu ini sejalan dengan hipnosis atau teknik psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi dan mental seseorang. Meski tak sepenuhnya sama dengan ajian ini, hipnosis adalah bentuk pengendalian yang terbukti mampu memengaruhi pikiran dengan kondisi tertentu. 8. AJIAN JURUS BAYU BAJRA Bayu Bajra adalah ajian yang dikaitkan dengan kemampuan melompat jauh dan bergerak cepat seperti angin. Penggunanya diyakini bisa bergerak di atas air atau melompat sejauh puluhan meter. Pandangan Ilmiah : Dalam ilmu fisika, konsep ini tidak mungkin tanpa bantuan alat atau teknologi khusus. Namun, beberapa olahraga ekstrem seperti parkour dan teknik khusus bisa meningkatkan ketangkasan dan kelincahan tubuh manusia secara signifikan. Ajian dan ilmu sakti tradisional Indonesia adalah bagian dari warisan budaya yang kaya akan cerita dan legenda. Secara ilmiah, kebanyakan dari ajian ini tidak dapat atau belum bisa dibuktikan secara nyata. Namun, kepercayaan terhadap ajian ini seringkali mencerminkan simbol-simbol kekuatan, daya tahan, dan ketangkasan yang dihormati dalam masyarakat. Di sisi lain, pengaruh psikologis dari kepercayaan terhadap kekuatan mistis ini dapat memengaruhi rasa percaya diri dan keberanian seseorang. Referensi 1. Nurhayati, Sri. "Ilmu Sakti Nusantara dalam Perspektif Budaya." Jurnal Budaya dan Sastra Nusantara, 2021. 2. Supardi, Agus. Legenda dan Mitologi di Jawa: Antara Fakta dan Kepercayaan. Penerbit Kanisius, 2018. 3. Raffles, T. S. The History of Java. London: Black, Parbury, and Allen, 1817. 4. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, detik.com dan berbagai sumber lain.

 ILMU & AJIAN SAKTI DARI INDONESIA

DAN PANDANGAN DARI SISI ILMIAH



1. AJIAN RAWA RONTEK

Ajian Rawa Rontek sering disebut sebagai ilmu kekebalan tubuh yang membuat penggunanya seakan-akan tidak bisa mati. Sejarahnya banyak terkait dengan mitos atau legenda yang berasal dari tanah Jawa, di mana konon para jawara yang menguasai ilmu ini memiliki kemampuan regenerasi instan. Jadi setiap bagian tubuh yg terpotong akan tumbuh atau tersambung kembali. Misal tangan yg terputus pedang, maka tangan yang terputus itu akan menyambung kembali apabila menyentuh tanah. Kedahsyatan ajian ini bisa dilihat pada Film Jaka Sembung Vs Ki Hitam saat adegan pertarungan kedua pendekar fiksi legendaris tersebut. 


Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, regenerasi total tubuh manusia seperti pada ajian ini tentu tidak mungkin. Meski beberapa hewan memiliki kemampuan regenerasi, seperti kadal dengan ekornya, manusia hanya bisa menyembuhkan jaringan tubuh secara terbatas. Ilmu kedokteran yang saat ini berusaha mendekati konsep ini adalah terapi sel punca dan bioteknologi regeneratif.


2. AJIAN PANCASONA

Seperti halnya Rawa Rontek, ajian Pancasona adalah ilmu sakti yang konon membuat penggunanya kebal dan bangkit kembali jika menyentuh tanah, perbedaannya adalah jika Rawa Rontek masuk kategori ilmu hitam, maka Pancasona adalah ajian Rawa Rontek yang telah diputihkan. Ilmu ini sering dikaitkan dengan kisah tokoh jawara Betawi Si Pitung, sementara di Blitar ajian ini konon dimiliki oleh Eyang Djoyodigdo yang sampai saat ini makamnya masih dikuburkan secara tergantung. Makam tersebut, lanjutnya, dibangun pada 11 Ruwah 1840 atau 18 Agustus 1910.Tapi hal ini perlu divalidasi lebih lanjut, karena fakta dilapangan makam tersebut dinamakan makam gantung karena ilmu eyang, baju kebesaran dan senjatanya digantung di atas pusara beliau. Makanya diberi nama makam gantung , seperti dikutip dari detik.com yang mendapatkan informasi dari juru kunci makam keramat di Blitar itu.


Pandangan Ilmiah : Konsep hidup kembali setelah menyentuh tanah tidak memiliki dasar ilmiah dan lebih banyak berada di ranah mitos. Dalam dunia sains, tanah atau bumi tidak memiliki kekuatan mistis untuk menghidupkan kembali sel yang telah mati. Namun, konsep tanah sebagai penyembuh alami berasal dari mineral dan nutrisi di dalamnya, yang bermanfaat bagi kesehatan.


3. AJIAN LEMBU SEKILAN

Ilmu ini dipercaya membuat penggunanya kebal dari serangan fisik seperti pukulan atau benda tajam, seakan memiliki perisai gaib. Nama "Lembu Sekilan" berasal dari kata "sekilan" yang berarti sejengkal, menunjukkan kekuatan menahan serangan sejengkal dari tubuh.


Pandangan Ilmiah : Pandangan ilmiah tentang kekebalan ini bisa dikaitkan dengan kondisi psikologis dan fisiologis, di mana tubuh bisa dilatih untuk menahan rasa sakit atau meminimalkan cedera, misalnya dalam teknik beladiri. Namun, kekebalan seperti yang digambarkan dalam Lembu Sekilan tidak terbukti secara ilmiah.


4. AJIAN BANDUNG BONDOWOSO

Ajian ini erat kaitannya dengan legenda Bandung Bondowoso, yang dikenal mampu membangun seribu candi dalam satu malam untuk memenuhi syarat menikahi Roro Jonggrang. Walau ini hanya legenda, ajian ini melambangkan kekuatan supranatural yang luar biasa.


Pandangan Ilmiah : Kisah ini dianggap metafora atas pembangunan cepat dan disiplin tinggi. Secara ilmiah, kecepatan pembangunan tersebut sulit dijelaskan tanpa bantuan teknologi modern. Namun, legenda ini mengandung pelajaran tentang ketekunan dan kemampuan arsitektur masyarakat Jawa Kuno.


5. AJIAN SAIPI ANGIN

Ajian Saipi Angin merupakan ilmu untuk mempercepat gerakan tubuh hingga terlihat seperti angin, diyakini bisa membuat pengguna bergerak secepat kilat, bahkan seakan-akan menghilang. Beberapa cerita rakyat Jawa menceritakan Saipi Angin sebagai ilmu silat tingkat tinggi.


Pandangan Ilmiah : Secara ilmiah, kecepatan manusia dibatasi oleh keterbatasan otot dan tulang. Teknologi seperti exoskeleton dan studi biomekanik berupaya meningkatkan kecepatan manusia, namun “berlari secepat angin” tetap di luar jangkauan kemampuan alami manusia.


6. AJIAN BRAJA MUSTI

Ajian ini konon membuat penggunanya memiliki tenaga luar biasa, bahkan mampu menghancurkan batu besar dengan satu pukulan. Ajian Braja Musti diyakini banyak digunakan oleh para pendekar dan jawara sebagai bentuk perlindungan diri.


Pandangan Ilmiah : Ilmu kekuatan super dalam Braja Musti dapat dikaitkan dengan pelatihan kekuatan otot dan teknik psikologis untuk meningkatkan tenaga, seperti yang dipelajari dalam ilmu bela diri dan angkat beban. Namun, pukulan dengan tenaga luar biasa tanpa bantuan alat atau pelatihan fisik tingkat tinggi tidak mungkin secara ilmiah.


7. AJIAN WARINGIN SUNGSANG

Ajian ini adalah ilmu yang dipercaya mampu membingungkan lawan atau membuat mereka tersesat, mirip dengan teknik hipnosis atau mind control dalam legenda.


Pandangan Ilmiah : Ilmu ini sejalan dengan hipnosis atau teknik psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi dan mental seseorang. Meski tak sepenuhnya sama dengan ajian ini, hipnosis adalah bentuk pengendalian yang terbukti mampu memengaruhi pikiran dengan kondisi tertentu.


8. AJIAN JURUS BAYU BAJRA

Bayu Bajra adalah ajian yang dikaitkan dengan kemampuan melompat jauh dan bergerak cepat seperti angin. Penggunanya diyakini bisa bergerak di atas air atau melompat sejauh puluhan meter.


Pandangan Ilmiah : Dalam ilmu fisika, konsep ini tidak mungkin tanpa bantuan alat atau teknologi khusus. Namun, beberapa olahraga ekstrem seperti parkour dan teknik khusus bisa meningkatkan ketangkasan dan kelincahan tubuh manusia secara signifikan.


Ajian dan ilmu sakti tradisional Indonesia adalah bagian dari warisan budaya yang kaya akan cerita dan legenda. Secara ilmiah, kebanyakan dari ajian ini tidak dapat atau belum bisa dibuktikan secara nyata. Namun, kepercayaan terhadap ajian ini seringkali mencerminkan simbol-simbol kekuatan, daya tahan, dan ketangkasan yang dihormati dalam masyarakat. Di sisi lain, pengaruh psikologis dari kepercayaan terhadap kekuatan mistis ini dapat memengaruhi rasa percaya diri dan keberanian seseorang. 


Referensi

1.  Nurhayati, Sri. "Ilmu Sakti Nusantara dalam Perspektif Budaya." Jurnal Budaya dan Sastra Nusantara, 2021.

2.  Supardi, Agus. Legenda dan Mitologi di Jawa: Antara Fakta dan Kepercayaan. Penerbit Kanisius, 2018.

3.  Raffles, T. S. The History of Java. London: Black, Parbury, and Allen, 1817.

4.  Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, detik.com dan berbagai sumber lain.

ALASAN MONGOL MENYERBU JAWA DALAM PARARATON Selama bertahun-tahun Mongol dibuat Putus asa dengan Jawa (Sangasari) karena selain menggangu Invasi mereka di Vietnam dan juga mempengaruhi Negri-Negeri Sumatra untuk tidak tunduk kepada Mongol, utusan mereka juga ternyata dibuat bloon ketika menghadap Raja Singasari, utusan Mereka justru dipermalukan dan bahkan dilukai wajah dan telinganya. Meskipun sadar sedang di tangtang oleh Jawa, Mongol pada nyatanya tidak mau gegabah untuk menghukum Jawa, perlu waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan penyerangan ke Jawa, mengingat Mongol sendiri sebetulnya kurang begitu digjaya dalam memobilisiasi tentara melalui jalur laut. Mongol mempercepat penyerbuannya ke Jawa dalam Pararaton justru disebabkan karena undangan dari Jawa. Dikisahkan bahwa ketika Raden Wijaya telah siap menyerang Daha, ia mengutarakan niatnya kepada Arya Wiraraja. Namun Arya Wirajaja, menyuruh Raden Wijaya bersabar, karena ia masih punya muslihat yang jitu, yaitu mengundang tentara Mongol ke Jawa untuk mengalahkan Daha (Kediri) Jadi dalam Pararaton, Arya Wirarajalah yang mengabarkan ke Mongol agar supaya Mongol datang ke Jawa, Jawa dikabarrkannya sedang lemah, Singasari telah digantikan Daha, dan apabila Mongol datang ke Jawa untuk mengalahkan Daha maka seluruh Jawa akan bersedia tunduk dan takluk kepada Mongol, selain itu Raja Mongol juga diiming-imingi Putri Cantik untuk diserahkan ke Mongol apabila berhasil mengalahkan Daha. Uraian mengenai hal ini, yaitu sebab-sebab kedatangan Mongol untuk menyerbu Daha itu dapat anda baca dalam Naskah pararton, tepatnya pada pupuh VI. Ditulis Oleh : Fanspage Sejarah Cirebon

 ALASAN MONGOL MENYERBU JAWA DALAM PARARATON


Selama bertahun-tahun Mongol dibuat Putus asa dengan Jawa (Sangasari) karena selain menggangu Invasi mereka di Vietnam dan juga mempengaruhi Negri-Negeri Sumatra untuk tidak tunduk kepada Mongol, utusan mereka juga ternyata dibuat bloon ketika menghadap Raja Singasari, utusan Mereka justru dipermalukan dan bahkan dilukai wajah dan telinganya.



Meskipun sadar sedang di tangtang oleh Jawa, Mongol pada nyatanya tidak mau gegabah untuk menghukum Jawa, perlu waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan penyerangan ke Jawa, mengingat Mongol sendiri sebetulnya kurang begitu digjaya dalam memobilisiasi tentara melalui jalur laut. 


Mongol mempercepat penyerbuannya ke Jawa dalam Pararaton justru disebabkan karena undangan dari Jawa. Dikisahkan bahwa ketika Raden Wijaya telah siap menyerang Daha, ia mengutarakan niatnya kepada Arya Wiraraja. Namun Arya Wirajaja, menyuruh Raden Wijaya bersabar, karena ia masih punya muslihat yang jitu, yaitu mengundang tentara Mongol ke Jawa untuk mengalahkan Daha (Kediri)


Jadi dalam Pararaton, Arya Wirarajalah yang mengabarkan ke Mongol agar supaya Mongol datang ke Jawa, Jawa dikabarrkannya sedang lemah, Singasari telah digantikan Daha, dan apabila Mongol datang ke Jawa untuk mengalahkan Daha maka seluruh Jawa akan bersedia tunduk dan takluk kepada Mongol, selain itu Raja Mongol juga diiming-imingi Putri Cantik untuk diserahkan ke Mongol apabila berhasil mengalahkan Daha. 


Uraian mengenai hal ini, yaitu sebab-sebab kedatangan Mongol untuk menyerbu Daha itu dapat anda baca dalam Naskah pararton, tepatnya pada  pupuh VI. 


Ditulis Oleh : Fanspage Sejarah Cirebon

Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit Putri Campa adalah istri dari Prabu Brawijaya V yang berasal dari Negeri Champa (Vietnam). Putri Campa merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama. Putri Cempa merupakan istri Brawijaya V yang saat itu sudah memeluk Islam. Dan dari sinilah cikal bakal Islam masuk ke Majapahit. Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi. Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Champa sejak abad ke-11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut. Setidaknya ada beberapa nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Antara lain Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brhaim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh. Para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand. Sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam. Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah. Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya. Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit. Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel. Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal. Dikisahkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka. Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah. Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja. Sedang dirinya keturunan penguasaha Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa. Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan. Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang beragama Islam. Mau barang2 jadul ada disini 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/2VYeKaYspz Buku Sejarah Dunia Lengkap 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/7AKU066LbM #sejarah #kerajaan #tempodulu #brawijaya #majapahit #cerita #legenda #share

 Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit


Putri Campa adalah istri dari Prabu Brawijaya V yang berasal dari Negeri Champa (Vietnam). Putri Campa merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama. 



Putri Cempa merupakan istri Brawijaya V yang saat itu sudah memeluk Islam. Dan dari sinilah cikal bakal Islam masuk ke Majapahit. 


Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi. 


Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Champa sejak abad ke-11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut.


Setidaknya ada beberapa nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Antara lain Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brhaim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh.


Para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand.


Sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam. 


Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah.


Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya.


Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit.


Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel. 


Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal.


Dikisahkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka.


Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah.


Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja. 


Sedang dirinya keturunan penguasaha Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa.


Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan.


Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang beragama Islam.


Mau barang2 jadul ada disini 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/2VYeKaYspz


Buku Sejarah Dunia Lengkap 👉🏻👉🏻https://s.shopee.co.id/7AKU066LbM


#sejarah #kerajaan #tempodulu #brawijaya #majapahit #cerita #legenda #share

Konon Pascaperang Jawa (Diponegoro 1825-1830), pohon sawokecik adalah kode para pengikut Diponegoro. Kraton Solo juga menanamnya (y) ... dan yang pasti para mantan laskarnya yang tersebar di pulau jawa... ketika membangun rumah/bangunan/ibadah juga menanam sebagai kode khusus persaudaraan : - Depan rumah - Sawo kecik - Belakang rumah - Kepel - Sisi kiri - Kemuning - Sisi kanan - Jambu darsono #pahlawandiponegoro #PerangJawa

 Konon Pascaperang Jawa (Diponegoro 1825-1830), pohon sawokecik adalah kode para pengikut Diponegoro. 

Kraton Solo juga menanamnya (y) ... dan yang pasti para mantan laskarnya yang tersebar di pulau jawa... ketika membangun rumah/bangunan/ibadah juga menanam sebagai kode khusus persaudaraan :

- Depan rumah - Sawo kecik

- Belakang rumah - Kepel

- Sisi kiri - Kemuning

- Sisi kanan - Jambu darsono 



#pahlawandiponegoro #PerangJawa

27 October 2024

Ini 8 Asal Usul Nama Sasak Suku Asli Pulau Lombok 𝐊𝐚𝐛𝐚𝐫 𝐊𝐚𝐞𝐋𝐞𝐬-Suku Sasak adalah etnis yang menempati Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasi suku ini cukup banyak, yaitu 3 juta. Suku Sasak diyakini sudah menempati Pulau Lombok sejak 4000 tahun sebelum Masehi. Namun sebagai warga Sasak maupun tidak pernahkah berpikir, dari mana asal mula nama Sasak? Berikut 8 definisi menurut sejumlah sumber: 1. Sumber lisan: Sasak, karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat (sesak). 2. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu. 3. Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi. Dalam kitab Negara Kertagama, nama sasak menjadi satu dengan Lombok, yaitu Lombok Sasak Mirah Adhi yang artinya permata kenyataan yang baik. 4. Dr. C.H. Goris: "Sasak berasal dari bahasa Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = asal). Jadi Orang Sasak adalah orang yang meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya. 5. Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille: "Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saq saq sehingga menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya ". 6. Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali: "Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan "Sasak dana prihan, srih javanira". Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu, sekitar abad ke- 12 M. 7. Dalam babad Sangupati: "Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi)". 8. Steven van der Hagen: "Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok". Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Keduanya terjalin menjadi satu yang berasal dari kata Sa'sa'Loombo. Kata sa' artinya satu, dan lombo' artinya lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus atau "satu-satunya kelurusan". (red) #sejarah #sasak #lombok #pyp

 Ini 8 Asal Usul Nama Sasak Suku Asli Pulau Lombok


𝐊𝐚𝐛𝐚𝐫 𝐊𝐚𝐞𝐋𝐞𝐬-Suku Sasak adalah etnis yang menempati Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasi suku ini cukup banyak, yaitu 3 juta. Suku Sasak diyakini sudah menempati Pulau Lombok sejak 4000 tahun sebelum Masehi. 



Namun sebagai warga Sasak maupun tidak pernahkah berpikir, dari mana asal mula nama Sasak? Berikut 8 definisi menurut sejumlah sumber:


1. Sumber lisan: Sasak, karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat (sesak).


2. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu.


3. Kitab Negarakertagama (Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi.


Dalam kitab Negara Kertagama, nama sasak menjadi satu dengan Lombok, yaitu Lombok Sasak Mirah Adhi yang artinya permata kenyataan yang baik.


4. Dr. C.H. Goris: "Sasak berasal dari bahasa Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = asal). Jadi Orang Sasak adalah orang yang meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya.


5. Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille: "Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saq saq sehingga menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya ".


6. Ditjen Kebudayaan Provinsi Bali: "Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan "Sasak dana prihan, srih javanira". Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu, sekitar abad ke- 12 M.


7. Dalam babad Sangupati: "Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi)".


8. Steven van der Hagen: "Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok".


Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Keduanya terjalin menjadi satu yang berasal dari kata Sa'sa'Loombo. Kata sa' artinya satu, dan lombo' artinya lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus atau "satu-satunya kelurusan". (red)


#sejarah #sasak #lombok #pyp