30 November 2024

Puputan Margarana 20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta. Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta. Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran. Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus). Belanda harus menelan korban 400 prajurit. #kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

 Puputan Margarana

20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta.

Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta.



Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran.

Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus).  Belanda harus menelan korban 400 prajurit.

#kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

No comments:

Post a Comment