Kabupaten Probolinggo; Umur Pendek Kabupaten Kecil di Kedu Selatan (Bagian II)
Kabupaten Probolinggo adalah sebuah kabupaten kecil yang pernah muncul di Karesidenan Kedu antara tahun 1829 sampai 1834. Secara Geografis, Kabupaten Probolinggo berbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dengan Kali Krasaknya di Selatan, Gunung Merapi & Merbabu di sebelah timur dengan perbatasan wilayah Kasunan Surakarta dan Karesidenan Semarang, Kawedanan Balak di utara, dan Kawedanan Menoreh dan Magelang di barat dengan batas bentang alam Kali Ello. Kabupaten ini memiliki 4 subdistrik, 101 kelurahan, 433 desa. Jika dilihat dari batas wilayah sekarang, Eks-Kabupaten Probolinggo ini meliputi 7 kecamatan yaitu, Ngluwar, Salam, Srumbung, Dukun, Muntilan, Mungkid dan Sawangan.
Secara topografis, wilayah Kabupaten Probolinggo ini membentang dari Puncak Merapi dan seluruh lereng baratnya serta puncak Merbabu dan hamparan lereng barat daya dengan tutupan hutan yang luas dan endapan tanah vulkanisnya hingga dataran lembah – lembah di bantaran sungai Progo & Ello di selatan. Kondisi yang demikian menyebabkan Kabupaten Probolinggo menjadi wilayah yang subur dan beragam jenis tanaman. Padi jenis dalem, tengahan dan genjahan adalah jenis yang paling lazim ditanam di wilayah ini. Produksi padi di Kawedanan Probolinggo sempat mengalami penurunan tajam pada masa Perang Jawa karena banyaknya korban jiwa, rusaknya lahan pertanian dan wajib militer. Namun, ketika Kawedanan Probolinggo dinaikan statusnya menjadi Kabupaten Probolinggo pada tahun 1829 hingga 1830, pemerintah kolonial memberikan bantuan pembelian kerbau dan alat-alat pertanian pada rakyat untuk membantu meringankan penderitaan pasca perang.
Selain padi, tanaman ladang seperti jagung dan kacang juga dibudidayakan di Kabupaten Probolinggo. Tanaman perkebunan seperti indigo, kelapa dan kopi juga ditanam di wilayah ini meskipun terbatas.
Dalam bidang industry, usaha pembuatan tikar anyam dari daun mendong menjadi salah satu yang menonjol. Desa Pesantren di Kabupaten Probolinggo menjadi sentra utama pembuatan tikar mendong dan bahkan dicari oleh para pedagang dari Semarang untuk dijual kembali di seluruh Jawa.
Dibalik itu semua, produk unggulan yang dihasilkan di Kabupaten Probolinggo sejatinya adalah daun–daun tembakau. Ketika musim panen tiba, banyak orang – orang Tionghoa yang berbondong-bondong pergi ke sana mencari daun tembakau terbaik untuk kemudian dijual dengan harga yang tinggi untuk pasar seluruh Hindia Belanda. Hal ini lah yang mungkin dikemudian hari menyebabkan tumbuhnya kawasan pemukiman Tionghoa, Pecinan, di Muntilan, yang notabene adalah ibukota dari Kabupaten Probolinggo. Kawasan Kabupaten Probolinggo yang secara geografis berada di jalur strategis lintas utama Kasultanan Yogyakarta-Semarang dengan jalan besar (groote weg) membelah wilayahnya menjadikan kabupaten ini memiliki potensi besar untuk bisa berkembang dan maju. Ditambah lagi, pasca 1831 wilayah kawedanan Bligo dan Remame dimasukan ke dalam Kabupaten Probolinggo pasca perjanjian dengan Kasultanan Yogyakarta sudah barang tentu menambah potensi kemakmuran kabupaten yang baru saja dibentuk ini.
Kawasan yang istimewa ini sempat porak pornada dan rusak parah selama Perang Jawa ketika statusnya masih menjadi sebuah Kawedanan di bawah Kabupaten Magelang. Berkat seorang bernama Raden Ronggo Joedo Negoro, maka perlawanan yang lancarakan oleh Pangeran Diponegoro berhasil dipatahkan. Ia yang bekerjasama dengan pemerintah kolonial berhasil membawa kegemilangan strategi Benteng Stelsel diwilayah Kedu selatan. Beberapa benteng tipe kecil dan sedang berahasil didirikan di kawasan Kawedanan Probolinggo selama kurun masa 1828 – 1829 dalam melawan pasukan Diponegoro. Maka tak ayal, jika ia kemudian diberikan ganjaran berupa pengangkatan sebagai seorang bupati dari wilayah yang kemudian diberinama Kabupaten Probolinggo.
Seperti apakah latar kisah sosok Raden Ronggo Joedo Negoro ini? Bagaimanakah kisah dari Kabupaten Probolinggo sampai pada akhirnya dihapus dan dilebur kembali ke Kabupaten Magelang? Simak kisah selanjutnya.
Bersambung…
-Chandra Gusta Wisnuwardana-
No comments:
Post a Comment