SONGSONG BUPATI MAGELANG KE-5, RADEN ADIPATI ARIO DANOESOEGONDO
Oleh : Chandra Gusta Wisnuwardhana
Songsong atau Payung Kebesaran merupakan salah satu bentuk reperesentasi simbol hierarki atau strata kepangkatan dan kedudukan masyarakat sosial di dalam kepemerintahan suatu kerajaan. Pangkat atau kedudukan seseorang dapat diketahui dari bentuk songsong, warna, motif hias, ataupun tangkai songsong yang digunakan. Baik di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, songsong memiliki tata aturan dan motif yang berbeda satu sama lainnya. Lantas bagiamana dengan Magelang yang merupakan sebuah wilayah kabupaten diluar wilayah administratif kedua kerajaan ini mendapatkan simbol kebesaran bagi bupatinya yang berupa songsong tersebut?
Jika ditarik ke belakang, Wilayah Kabupaten Magelang sudah sejak 1813 dipisahkan oleh Raffles dari Kasultanan Yogyakarta dan menjadi sebuah wilayah yang berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial pasca peristiwa Geger Sepoy. Maka dari itu, Hal tersebut turut mempengaruhi tata aturan pemerintahan sipil tradisional yang dulunya mengabdi kepada para raja - raja Jawa, menjadi bagian dari pegawai pemerintah (Indlandsche Bestuur) pemerintah kolonial. Faktor yang demikian ini pada akhirnya turut mempengaruhi tata cara dan aturan penetapan simbol - simbol kebesaran, seperti songsong, seorang Bupati sebagai pemimpin wilayah tertinggi bagi masyarakat pribumi Magelang.
Meskipun berstatus sebagai seorang pegawai pemerintah dibawah aturan Gubernemen, Bupati Magelang tidak bisa serta merta lantas lepas dari hegemoni kebudayaan kedua kerajaan besar baik Surakarta maupun Yogyakarta. Simbol - simbol kebesaran yang selayaknya sudah menjadi alat kelengkapan seorang penguasa di Jawa, dalam hal ini, songsong, juga mendapatkan pengaruh dari tradisi - tradisi kraton. Pun demikian, tata aturan serta corak yang dipakai berbeda dengan apa yang sudah berlaku di dalam kraton - kraton tersebut. Salah satu jejak songsong yang sempat terdokumentasi adalah songsong milik Bupati Magelang ke-5, Raden Adipati Ario Danoesoegondo.
Dalam upacara peringatan ke-20 (jumenengan) Bupati Danoesoegondo pada tahun 1928, secara resmi pemerintah kolonial Hindia Belanda memberikan anugerah berupa hak pemakaian "De Gele Songsong" atau Payung Kuning (Emas?). Layaknya aturan didalam tembok kraton, pemberian songsong dengan motif tertentu tidak boleh sembarangan. Terdapat beberapa kriteria yang harus terlebih dahulu dipenuhi oleh seorang calon penerima sebelum secara resmi berhak dan diperkenankan memakainya. Salah satu diantaranya adalah pengabdiannya yang lama serta kesetiaannya kepada pemerintah kolonial dan ratu Belanda.
Lantas bagaimana bentuk "de Gele Songsong" milik Raden Adipati Ario Danoesoegondo? Berdasarkan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan simbol - simbol kebesaran berupa songsong yaitu, Gouvernements-pajoengs volgens het Gouvernements-Besluit no. 18, samengesteld door de aspirant-controleur J.J. Verwijk, tahun 1885-1888, bentuk dan warna songsong R.A.A. Danoesoegondo diduga memiliki warna dasar putih dengan 3 lapis tingkatan warna kuning (emas) pada bidang songsong. Bambang Sapto Hutomo mengatakan bahwa derajat dan kepangkatan seseorang akan terlihat pada kendhit dan seret atau garis bidang yang menghiasi songsong tersebut sedangkan warna songsong melambangkan derajat dan gelar kepangkatan pemakai. Warna dengan derajat tertinggi adalah warna prada emas yang mengandung arti kebesaran atau kemuliaan. Gelar yang disandang bupati Danoesoegondo berupa Raden Adipati Ario menunjukan bahwa ia bukan bupati sembarangan dan berhak diganjar dengan warna prada emas pada songsongnya.
Berdasarkan gambaran tersebut maka dapat dianalisa bahwa warna songsong dari atas ke bawah (dalam keadaan tertutup) atau dari tengah ke pinggir (dalam keadaan terbuka) tersusun sebagai berikut, menur (ujung puncak / mahkota payung songsong) berwarna emas, kembang waru (bagian yang terletak dibawah menur biasanya terbuat dari kertas atau kain mori) berwarna emas, plak (bagian kanopi payung) berwarna putih, diikuti dengan seret praos emas, kemudian putih, kendhit praos emas, putih, dan kendhit praos emas pada bagian terluar. warna dasar doran, danda atau garan (gagang / tangkai payung) kemungkinan berwarna hitam. Bentuk dan motif yang demikian bisa dikatakan mirip dengan Songsong Sentana Riya Nginggil yang bergelar Kanjeng Raden Aria (K.R.A) di Kraton Kasunanan Surakarta.
Demikian sedikit ulasan mengenai jenis dan motif songsong yang pernah dimiliki oleh Bupati Magelang ke-5, Raden Adipati Ario Danoesoegondo. Bila ada kekurangan dan kesalahan, saya mohon maaf.
- Chandra Gusta Wisnuwardana -
No comments:
Post a Comment