"MENCOBA MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG
RAKAI WATUKURA DYAH BALITUNG RAJA
KERAJAAN MATARAM KUNA YANG
TERKENAL DENGAN INSKRIP-
SI PANJANGNYA ITU".
Rakai Watukura Dyah Balitung berdasar inskripsi (Prasasti. Mantyasih atau Kedu). yang dikeluar- kannya pada tahun 907 (sembilan ratus tujuh) M merupakan raja yang ke 9 (sembilan). Dalam ins-
kripsi tersebut gelarnya adalah Sri Maharaja Wa-
tukura Dyah Balitung, lengkapnya adalah Sri Maha- raja Rakai Watukura Sri Dharmodaya Mahasambu, namun menurut Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 (sembilan ratus delapan) M, ia menempati urutan ke 13 (tiga belas).
Rupa-rupanya perbedaannya setelah raja keempat
didahului oleh Dyah Gula sebagai raja kelima yang
memerintah cuma setengah tahun lebih beberapa
hari saja (Agustus 827-Januari 827). Kemudian pada urutan ke 9 (sembilan) sesudah. Rake Kayu-
wangi, diisi oleh Dyah Tagwas, ini juga cuma me-
merintah selama tujuh bulan lebih beberapa hari
(Februari 885-september 885). Lalu pada urutan
berikutnya (ke 10) muncul nama Rake Panumwa-
ngan Dyah Dewendra, inipun hanya memerintah
selama kurang dari dua tahun, tepatnya satu tahun
lebih empat bulan kurang dua hari (September 885-Januari 885?. Yang berikutnya adalah Rake
Gurunwangi Dyah Bhadra sebagai raja kesebelas
(11) malah cuma bertahan memerintah kurang
dari setahun, tepatnya setahun. kurang. tiga hari.
Rupa-rupanya dalam pernyataan inskripsi itu Rakai
Watukura Dyah Balitung tidak memasukkan para
raja yang singkat/pendek masa memerintahnya.
Alhasil Dyah Balitung dari urutan ke tiga belas, naik
ke urutan sepuluh. Masa memerintahnya pun ter-
dapat perbedaan, pada Prasasti Wanua Tengah (Me i 898 hingga Oktober 908) M, versi lain. me- ngatakan sejak 898 hingga 915M. Ada lagi yang menyatakan dari 898 sampai 910 M, versi yang terakhir menyatakan dari 899 hingga 911 M. Bagi saya lebih meyakini apa yang diungkapkan dalam Prasasti Wanua Tengah sebab itu sumber primer dalam mengkaji sejarah.
Pada masa pemerintahannya ada seorang tekno-
krat intelektual yang bernama Daksotama, dia ada-
lah konseptor pemerintahan yang handal dan tang-
guh, sehingga pemikirannya sangat mempenga-
ruhi gagasan rajanya. Dinasti Tang (618-906) dari
Cina bekerja sama dengan Balitung membuat pro-
yek terjemahan kitab"Ta-Teo-Kan-Hung". Memang
Balitung sangat menggemari seni sastra, bahasa,
seni lainnya serta budaya.
Unsur profesionitas, kapasitas, dan integritas sang-
at dibutuhkan Balitung dalam mengelola pemerin-
tahan. Kelak Daksotama yang notabene adalah ipar Balitung yang menggantikan Balitung men-
jadi raja (Djoko Dwiyanto, 1975). Raja Dyah Ba- litung bergelar Sri Iswarakesawotsatungga, ter- kenal sangat ekspansionis tak. heran. wilayah. kekuasaannya tidak cuma meliputi Jawa Tengah saja melainkan hingga sampai Jawa Timur bahkan Bali.
Pada masa pemerintahan Dyah Balitung ini pusat
pemerintahan (ibukota). dipindahkan dari Mamra- tipura (Medang i Mamrati) ke Poh Pitu (Medang I Poh Pitu) yang bernama Yamapura. Ini disebab- kan Mamratipura telah mengalami kehancuran sewaktu terjadi peperangan antara Rakai Kayu- wangi dengan Rakai Gurunwangi. Dimasa peme- rintahannya, timbul jabatan baru yakni Rakryan Kamuruhan yang setingkat dengan jabatan per- dana menteri. Juga muncul jabatan Rakryan Ma- patih yang dijabat oleh Mpu Daksa (Prrasasti Watu- kura, 27 Juli 902) M.
Selain itu ia memerintahkan kepada Rakai Welar
Mpu Sudarsana untuk membangun kompleks pe-
nyeberangan bernama Paparuhan di tepian Benga-
wan Sala (Prasasti Telang 11 Januari 904) M.
Ia pun. membebaskan pajak desa-desa disekitar
Paparahuan. serta melarang para penduduknya
untuk memungut upah dari para penyeberang.
Pembebasan pajak juga dilakukan di desa Poh yang mendapatkan tugas untuk mengelola ba-
ngunan. suci Sang Hyang Caitya dan Silunglung
(Prasasti Poh, 17 Juli 905) M.
Ia juga memberikan anugerah pada Rakryan Hujung Dyah Mangarak dan Rakryan Matuha Dyah Majawuntan dari desa Kubu-Kubu, karena berjasa memimpin. penaklukkan daerah Bantan atau Bali
(Prasasti Kubu-Kubu, 17 Oktober 905) M. Ia juga
memberi anugerah kepada. Rakryan Sanjiwana
(neneknya) dari desa Rukam yang sudah. merawat
bangunan suci di Limwung. Masih ada lagi anuge-
rah yang diberikan. kepada. lima path bawahan yang telah menjaga keamanan saat pernikahannya
(Prasasti Mantyasih, 11April 907) M.
Ia merupakan raja yang berdarah campuran antara
Dinasti. Syailendra dan Dinasti Sanjaya. Makanya
ia perlu mengeluarkan inskripsi untuk menguatkan status. kedudukannya. Ia naik. takhta sesudah membereskan kekacauan yang terjadi di Mataram Kuna. Ia sukses mengalahkan Rakai Gurunwangi yang menjadi pesaing sekaligus musuh. Rakai Watuhumalang (mertuanya). Kemudian ia. meni- kahi putri Rakai. Watuhumalang, yang juga cucu Rakai Pikatan.
Pada masa pemerintahan. Rakai Watukura Dyah
Balitung Kerajaan Mataram Kuna mengalami za-
man keemasan. Hal ini ditandai dengan adanya
perhelatan pentas seni besar-besaran, dengan me-
nampilkan pagelaran wayang. Lakonnya Bima Ku-
mara dan Ramayana. Para dalang yang sudah me- mainkan wayang diberi upah setimpal. dan layak sebagai wujud penghargaan atas profesionaitas- nya.
Sayangnya. pengangkatan Rakai Watukura Dyah
Balitung sebagai raja memunculkan rasa iri dan
ketidakpuasan dihati Mpu Daksa, putra raja sebe-
lumnya yang tentunya merasa lebih berhak atas
takhta. Kerajaan Mataram Kuna. Ternyata Mpu
Daksa yang menjabat sebagai Rakai Hino ketahu-
an telah mengeluarkan prasasti tanggal 21 Desem-
ber- 910 M tentang pembagian daerah Taji Gunung
bersama Rakai Gurunwangi (musuh ayahnya) yang
dikalahkan oleh Rakai Watukura Dyah Balitung
Rakai Gurunwangi ini mengangkat dirinya sendiri sebagai Maharaja Kerajaan Mataram .Kuna sesu-
dah terbunuhnya Rakai Kayuwangi dan itu terjadi
pada. masa awal pemerintahan Rakai Watuhuma-
lang. Menurut Prasasti Plaosan, Rakai Gurunwangi
adalah putra Rakai Pikatan dari isteri selir.
Demikian postingan ini saya akhiri, semoga bergu-
na bagi kita semua dan apabila ada kekhilafan ser-
Tae kesalahan mohon dimaklumi dan dimaafkan.
Salam rahayu bagi semuanya.
Selesai.
- DR.Purwadi, M.Hum, " The History of Javanese
Kings", Penerbit Ragam Media, Cetakan I, 2010.
- H.A.Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR,".Mata Air
Peradaban",Penerbit LKiS, Yogyakarta, Cetakan I,
Agusy 2010.
- Sri Wintala Achmad dan Krisna Bayu Adji," Ensi-
klopedia Raja-Raja Nusantara", Penerbit Araska,
Cetakan I, Juni 2014.
- Sigit Wibowo, "Sejarah Perjalanan Orang Jawa
(230 SM-1292 M), Penerbit Yayasan Jawa Ka-
nung, Cetakan I, Jakarta,.Maret 2016
No comments:
Post a Comment